Anda di halaman 1dari 4

BAB V

MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESETARAAN


30 % KURSI PEREMPUAN DALAM POLITIK
Anggapan minor di masyarakat saat ini, bahwa wanita tidak cocok terlibat dalam
kegiatan politik. Kenyataan itu berdampak buruk bagi hak dan partisipasi politik perempuan
yang tercermin pada ketidaktahuan perempuan tentang pemilu. Padahal di pasal 65 ayat 1 UU
No. 12 tahun 2003 disebutkan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen.
"Perbincangan hangat tentang politik saat ini pastilah pemilu. Berbicara pemilu, maka yang
terbayang adalah menjadi anggota dewan di legeslatif. Peran politik perempuan masih
ditempatkan pada posisi domestik, sehingga kesempatan dan peluang perempuan di dibidang
politik semakin rendah," ungkap Rosmaniar, Ketua Pusat Pengembangan Sumberdaya
Wanita (PPSW) Wilayah Pontianak.
Dikatakannya, kalau diskriminasi terhadap hak-hak politik perempuan disebabkan
oleh faktor budaya, dimana kaum laki-laki masih dianggap sebagai rnahluk yang kuat dan
superior. Kecendrungan ini terjadi karena pengaruh budaya patriarkhi (pandangan bahwa
laki-laki berkuasa atau dominan atas perempuan di dalam keluarga maupun masyarakat),
kepercayaan lokal atau pemahaman agama. "Kenyataan itu berdampak buruk bagi hak dan
partisipasi politik perempuan," ucapnya disela-sela
Hal itu tercermin pada ketidaktahuan perempuan tentang pemilu, terjadinya mobilisasi
suara perempuan pada setiap pemilu serta minimnya minat dan kekuatan perempuan dalam
politik praktis. Darnpaknya, jumlah perempuan yang duduk sebagai anggota legeslatif
semakin kecil. "Hasil Pemilu 2009 di Kalbar menunjukan kalau komposisi perempuan di
legislatif dari 55 jumlah anggota dewan dari delapan kabupaten dan dua kota, hanya dua
perempuan di DPRD tingkat I, satu menjadi angghota DPRD di tingkat kabupaten. Sedang di
tingkat kabupaten/kota lainnya, tidak memiliki anggota legislatif perempuan," terangnya.
Digelarnya dialog yang rencananya akan dilanjukan dengan sosialisasi ini merupakan
media untuk memfasilitasi proses dialog kelompok perempuan berbasis dengan partai politik
dan penyelenggara pemilu. Diharapkan, bisa diketahui agenda parpol dan KPU menjelang
Pemilu mendatang, berkaitan dengan keterwakilan perempuan 30 persen. Adanya tradisi
dialog antara masyarakat dengan pengambil kebijakan akan menumbuhkan kesadaran
bersama, sehingga menjadi pelopor perubahan sosial dalam masyarakatnya.

Ringkasan :
Di dunia politik, terjadi suatu gejolak yang baru-baru ini terjadi yaitu sedikitnya kursi
yang disediakan pemerintas untuk anggota perempuan. Sedikitnya ada 30 % kursi yang
disediakan, ini disebabkan karena pemerintah belum percaya dengan kemampuan para
perempuan untuk memimpin. Ini sangat bertolak belakang dengan adanya presiden wanita
yang pernah menjabat beberapa tahun belakanganan ini yaitu Megawati Soekarno Putri.

Solusi Permasalahan :
Menurut saya, seharusnya pemerintah tidak perlu meragukan lagi adanya anggota
perempuan di jajaran kepemerintahan sekarang ini. Pemerintah juga harus merubah pola pikir
mereka. Sudah banyak sekarang ini wanita memimpin suatu pemerintahan dan dianggap
cukup berhasil dalam pekerjaannya, selain itu wanita juga sudah mulai bangkit untuk mulai
menyetarakan statusnya terhadap laki-laki. Pemerintah juga harus mulai memperdayakan
wanita untuk memimpin di pemerintahan agar dalam suatu pemerintahan tersebut bisa
seimbang anggotanya antara laki-laki dan perempuan karena jika terdapat lebih banyak lakilaki maka suatu pemerintahan itu akan menjadi lebih keras sesuai dengan watak laki-laki, dan
jika diimbangi dengan anggota perempuan maka suatu kepemerintahan itu akan menjadi
seimbang.
Terlepas dari ittu semua, pemerintah harus mulai menggali potensi-potensi dari para
perempuan yang berkompeten untuk direkrut menjadi seorang pemimipin. Banyak wanita
Indonesia yang mulai bisa memimpin dan bangkit menjadi seorang wanita yang memiliki
drajat sama seperti laki-laki. Itu semua dapat dilakukan dengan cara membuka lebih banyak
kursi untuk perempuan agar suatu pemerintahan itu mulai teratur dan seimbang.

SUAMI LAPORKAN ISTRI KARENA KASUS KDRT


Ternyata menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak semata-mata
didominasi kaum Hawa, kaum Adam juga bisa menjadi sasaran. Begitulah KDRT yang
terjadi di Desa Montong Terep Kecamatan Praya yang memang lain dari pada yang lain.
Biasanya terjadinya kasus KDRT selalu bermotif seorang suami menganiaya
isterinya. Namun kali ini seorang suami bernama Amaq Marjan (41) warga Kelurahan Sasake
Kecamatan Praya Tengah terlihat mendatangi Mapolres Loteng, dia mengaku dianiaya oleh
istri mudanya hingga mengalami luka serta sobek pada bagian pelipis matanya.
Pelaku Zaerah (30) diduga merasa kesal dengan tingkah suaminya yang menurutnya
tidak adil dalam memberikan tanggungjawabnya kepada kedua isterinya, karenanya pelaku
langsung memutuskan untuk minggat dari rumahnya. Kejadianya bermula ketika kamis 12
November lalu korban berniat untuk menjemput isterinya ke Dusun Bodak Desa Montong
Terep, kedatangan suami tampaknya bukan disambut dengan senyum, oleh Zaerah, namun
sebaliknya disambut oleh potongan kayu, lalu potongan kayu tersebutlah yang digunakan
oleh pelaku untuk memukul suaminya. Korban sempat berteriak meminta pertolongan warga
lainnya, saat warga tengah berupaya untuk memisahkan kedua belah pihak pelaku bahkan
sempat melayangkan pukulannya mengarah kepelipis kanan korban hingga berdarah.
Salah seorang warga yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan bahwa
sekarang Indonesia juga mesti tahu bahwa tidak selamanya laki-laki identik dengan pelaku
KDRT, ini terbukti dari peristiwa yang terjadi saat ini. Dunia sudah terbalik, katanya banyak
para istri korban KDRT tidak berani bercerita kapada orang lain karena takut. Justru malah
sebaliknya juga demikian, banyak kaum suami yang teraniaya, terinjak-injak harga dirinya
dan bahkan sering aniaya isterinya sampai luka-luka dan bahkan mereka tidak mau cerita
karena malu dan sebagainya.
Terkait dengan peristiwa tersebut salah seorang pegiat Lembaga Swadaya Masyrakat
LBH Apik Mataram yang intens menyoroti masalah KDRT Indira kepda talenta mengatakan
kejadian tersebut seribu satu kali terjadi, bahkan itu juga terjadi akibat dari tingkah polah
kaum laki-laki. Kalau yang namanya korban KDRT baik itu laki maupun perempuan tetap
kita akan banyu mas, hanya saja kerjadian seperti ini kan jarang terjadi. Ini juga kan akibat
dari korban yang nekat poligami. Belum bisa adil malah nambah istri katanya. Sementara
itu, tidak terima dengan penganiayaan yang dilakukan isterinya Amaq Marjan langsung
mendatangi Mapolres Loteng untuk melaporkan peristiwa yang dialaminya seperti yang
dibenarkan Kabag Binamitra AKP.

Solusi Permasalahan :
Banyak pihak yang harus ikut terlibat dalam masalah ini. Dilihat dari masalahnya
yang pertama-tama dari para pasangan suami istri yang sudah menikah dan mempunyai
hubungan, mereka seharusnya sadar akan keluarga mereka. Mungkin boleh saja memendam
kemarahan, tapi tetap harus ingat akan apa yang dilakukan, tidak langsung melakukan tindak
kekerasan. Dalam suatu keluarga harus mempunyai sebuah komitmen untuk saling
menghargai dan melakukan musyawarah atau pembicaraan khusus jika salah satu dari
pasangan suami istri tersebut mengalami suatu masalah yang dipendam, jika dibicarakan
dengan baik-baik mungkin saja masalah akan dapat terselesaikan atau mungkin berkurang
dan menemukan solusinya. Selain dari puhak keluarga itu sendiri, pihak berwajib juga harus
mulai menegakkan hukum agar kasus-kasus KDRT baik yang dilakukan oleh suami maupun
istri ini bisa dilakukan penanganan dan tersangkanya mendapatkan hukuman yang memadai
dan para pelaku harusnya diberikan juga suatu pemahaman agar menyelesaikan masalah
jangan hanya mengandalkan kekerasan tapi tentu bisa juga dengan cara berkumpul, berbicara,
dan mencari solusinya sama-sama agar menemukan suatu jalan keluar yang sama-sama baik
untuk ke 2 belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai