Anda di halaman 1dari 28

Iodo-iodimetri Permanganometri

INTISARI
Iodometri adalah analisa volumetrik untuk menentukan kadar
oksidator secara tidak langsung, yaitu dengan menambah KI dahulu baru
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3. Iodimetri adalah analisa volumetrik
untuk menentukan kadar reduktor dengan titrasi langsung dengan larutan
Na2S2O3. Tujuan percobaan ini untuk mengetahui kadar Cu dalam sampel.
Reduksi adalah peristiwa pengikatan elektron untuk mencapai
tingkatan yang lebih rendah. Oksidasi adalah peristiwa pelepasan elektro
untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Amilum merupakan indikator
kuat terhadap iodin. Alasan dipakai amilum sebagai indikator adalah
harganya murah, mudah didapat, perubahan TAT jelas, reaksi spontan, dapat
dipakai sekaligus dalam iodo-iodimetri. Kelemahan indikator ini adalah tidak
stabil, mudah rusak dan sukar larut dalam air.
Percobaan yang kami lakukan pertama adalah standarisasi Na2S2O3
dengan K2Cr2O7 0,01 N, 10 ml K2Cr2O7 encerkan sampai 40 ml, 2,4 ml HCl(p),
12 ml KI 0,1 N. Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang,
tambah 3-4 tetes amilum sampai biru, lanjutkan titrasi samapi wanra biru
hilang. Catat volume Na2S2O3. Kedua adalah menentukan kadar Cu2+ dalam
sampel. Ambil 10 ml sampel, atur pH 3-5, tambah 12 ml KI 0,1 N, titrasi
dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang, tambah 3-4 tetes
indikator amilum sampai warna biru, lanjutkan titrasi sampai warna biru
hampir hilang. Catat kebutuhan Na2S2O3.
Hasil percobaan yang kami dapat, sampel I 919,07 ppm; kadar asli
836,6 ppm; % error 9 %, sampel II kadar 2328 ppm; kadar asli 958,41 ppm; %
error 142 %, sampel III kadar 1247,2 ppm; kadar asli 1078,26 ppm; % error 15
%. Pada percobaan, kadar Cu2+ lebih besar dari kadar asli. Hal ini karena
penambahan amilum terlambat yaitu setelah TAT, kecepatan reaksi I2 + 2
S2O3- 2 I- + S4O6- cukup cepat, pembentukan kompleks AI3- cukup banyak.
Amilum yang digunakan lapisan tengah karena molekul iodin tertahan di
permukaan lapisan

-amilosa. pH diatur 3-5 agar tidak terjadi hidrolisis

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

parsial dan reaksi dengan iodin berjalan cepat.


Oleh karena itu, kami sarankan agar penambahan indikator amilum
dilakukan sesaat sebelum TAT. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan
dingin yaitu dalan erlenmeyer, tanpa katalis, agar mengurangi oksidasi I- oleh
udara menjadi I2, serta teliti saat melakukan titrasi.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Reaksi-reaksi

kimia

yang

melibatkan

oksidasi

reduksi

dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai


unsur

dapat

hadir

dalam

kondisi

oksidasi

yang

berbeda-beda,

menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksireaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisis titrimetrik
dan penerapan-penerapannya cukup banyak.

I.2 Rumusan Masalah


a. Mengapa kadar Cu2+ yang ditemukan dalam percobaan lebih besar
dari kadar asli?
b. Mengapa amilum yang digunakan diambil dari lapisan tengah?
c. Mengapa pH harus diatur antara 3-5?

I.3 Tujuan Percobaan


Praktikan dapat menentukan kadar Cu2+ di dalam sampel

I.4 Manfaat Pecobaan


Sebagai alat bantu dalam penentuan kadar Cu2+ secara aplikatif
dalam berbagai sampel yang didalamnya mengandung ion Cu2+

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Materi Penunjang
Pengertian Reduksi Oksidasi
Proses reduksi oksidasi ( redoks ) adalah suatu proses yang
menyangkut perpindahan elektron dari suatu pereaksi ke pereaksi yang lain.
Reduksi
Sedang reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh
suatu atom, ion atau molekul.
Oksidasi
Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom,
ion atau molekul.
Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimia, dan pelepasan elektron
oleh suatu zat kimia selalu disertai dengan penangkapan elektron oleh bagian
yang lain, dengan kata lain reaksi oksidasi selalu diikuti reaksi reduksi.
Dalam reaksi oksidasi reduksi (redoks) terjadi perubahan valensi dari
zat-zat yang mengadakan reaksi. Disini terjadi transfer elektron dari pasangan
pereduksi ke pasangan pengoksidasi.
Kedua reaksi paro dari suatu reaksi redoks umumnya dapat ditulis
sebagai berikut:
red oks + n
dimana red menunjukkan bentuk tereduksi (disebut juga reduktan atau
zat pereduksi), oks adalah bentuk teroksidasi (oksidan atau zat pengoksidasi),
n adalah jumlah elektron yang ditransfer dan adalah elektron.
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari zatzat anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada titrasi
redoks dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan indikator.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

Contoh dari reaksi redoks :


5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
Di mana :
5Fe2+ 5Fe3+ + 5e merupakan reaksi oksidasi
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O merupakan reaksi reduksi

Iodometri
adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang
terbentuk akan ditentukan dengan menggunakan larutan baku tiosulfat.
Oksidator + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 NaI + Na2S4O6

Iodimetri
adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan
untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin
atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi
kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 2INa2S2O3 + I2 NaI + Na2S4O6

Teori Indikator Amylum


Adapun indikator yang digunakan dalam metode ini adalah indikator
kanji atau amylum.
Amylum merupakan indikator kuat terhadap iodine, yang akan
berwarna biru bila suatu zat positif mengandung iodine.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

Alasan dipakainya amylum sebagai indikator, diantaranya :


-

Harganya murah

Mudah didapat

Perubahan warna saat TAT jelas

Reaksi spontan (tanpa pemanasan)

Dapat dipakai sekaligus dalam iodo-iodimetri

Sedangkan kelemahan indikator ini adalah :


-

Tidak stabil (mudah terhidrolisa)

Mudah rusak (terserang bakteri)

Sukar larut dalam air

Cara pembuatan indikator amylum :


3 gram kanji dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, lalu ditetesi
aquadest sampai terbentuk pasta. Masukkan air yang telah dipanaskan pada
suhu 60-65oC sebanyak 100 cc ke dalam beaker glass yang berisi pasta
amylum tersebut kemudian diaduk sampai amylum benar-benar larut. Bila
perlu tambahkan 3 tetes KI sebagai pelindung dari peruraian bakteri.
Diamkan sampai mengendap, setelah dingin ambil bagian tengah larutan
sebagai indikator.
Mekanisme Reaksi
Mekanisme

reaksi

adalah

tahapan-tahapan

reaksi

yang

menggambarkan seluruh rangkaian suatu reaksi kimia. Mekanisme reaksi


Iodo-iodimetri :
2 Cu2+ + 4 I- 2 CuI + I2
I2 + 2 S2O2- 2 I- + S4O62I2 + I - I 3Amylum + I3- Amylum I3 (biru)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

Hal Hal Yang Perlu Diperhatikan


1. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan dingin, di dalam
erlenmeyer tanpa katalis agar mengurangi oksidasi I- oleh O2 dari
udara menjadi I2.
2. Na2S2O3 adalah larutan standar sekunder yang harus distandarisasi
dahulu.
3. Penambahan indikator di akhir titrasi (sesaat sebelum TAT).
4. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium asam kuat karena akan
terjadi hidrolisa amylum.
5. Titrasi tidak dapat dilakukan dalam medium alkali kuat karena I2 akan
mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat.
6. Larutan Na2S2O3 harus dilindungi dari cahaya karena cahaya
membantu aktivitas bakteri thioparus yang mengganggu.

Sifat Fisik dan Kimia Reagen


1. Na2S2O3 .5H2O (Natrium Tiosulfat)
-

Fisis:
BM : 158.09774 gr/mol

TL : 48.3 C

BJ : 1.667 g/cm, solid

TD : terdekomposisi

Chemist
o Anion Tiosulfat bereaksi secara khas dengan asam (H+)
menghasilkan sulfur, sulfur dioksida, dan air
S2O32-(aq) + 2H+(aq) S(s) + SO2(g) + H2O(l)
o Anion Tiosulfat bereaksi secara stiokiometri dengan iodine dan
terjadi reaksi redoks
2 S2O3 (aq) + I2 (aq) S4O6 (aq) + 2 I- (aq)

2. HCl
-

Fisis
BM = 36,47 gr/mol
BJ = 1,268 gr/cc

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

TD = 85C
TL = -110
Kelarutan dalam 100 bagian air 0oC= 82,3
Kelarutan dalam 100 bagian air 100oC = 56,3
-

Chemist
o Bereaksi dengan Hg2+ membentuk endapan putih Hg2Cl2 yang
tidak larut dalam air panas dan asam encer tapi larut dalam
amoniak encer, larutan KCN serta thoisulfat.
2 HCl + Hg2+ 2 H++ Hg2Cl2
Hg2Cl2 + 2 NH3 Hg(NH4)Cl + Hg + NH4Cl
o Bereaksi dengan Pb2+ membentuk endapan putih PbCl2
2 HCl + Pb2+ PbCl2 + 2 H+
o Mudah menguap apalagi bila dipanaskan
o Konsentrasi tidak mudah berubah karena udara/cahaya
o Merupakan asam kuat karena derajat disiosiasinya tinggi

3. KI (Potasium Iodida)
-

Fisis :
BM : 166,0 gr/mol TL : 681oC
BJ : 3,13 gr/cm3, solid TD : 1330oC
Kelarutan dalam air pada suhu 6oC : 128gr/100ml

Chemist
o Ion iodida merupakan reducing agent, sehingga mudah teroksidasi
menjadi I2 oleh oxidising agent kuat seperti Cl2
2 KI(aq) + Cl2(aq) 2 KCl + I2(aq)
o KI membentuk I3 ketika direaksikan dengan iodin
KI(aq) + I2(s) KI3(aq)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

A. Bahan yang Digunakan


1. Sampel
2. Na2S2O3
3. K2Cr2O7 0,01 N
4. HCl pekat
5. KI 0,1 N
6. Amylum
7. NH4OH dan H2SO4
8. Aquadest

B. Alat yang Digunakan


1. Buret
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Beaker glass
5. Statif
6. Klem
7. Pipet
8. Indikator pH

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

Iodo-iodimetri Permanganometri

C. Gambar Alat

(2)

(3)

(1)

(5)
(4)

(6)

Keterangan Gambar :
1. Buret, Statif, Klem
2. Erlenmeyer
3. Gelas ukur
4. Beaker glass
5. Pipet
6. Indikator pH

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

10

Iodo-iodimetri Permanganometri

D. Cara Kerja
1. Standarisasi Na2S2O3 dengan K2Cr2O7 0,01 N
-

Ambil 10 ml K2Cr2O7, encerkan dengan aquadest sampai 40 ml.

Tambahkan 2,4 ml HCl pekat.

Tambahkan 12 ml KI 0,1 N.

Titrasi campuran tersebut dengan Na2S2O3 sampai warna kuning


hampir hilang kemudian tambahkan 3-4 tetes amylum sampai
warna biru.

Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.

Catat kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.

2. Menentukan kadar Cu2+ dalam sampel


-

Ambil 10 ml sampel.

Test sampel, jika terlalu asam tambah NH4OH sampai pH 3-5 dan
jika terlalu basa tambah H2SO4 sampai pH 3-5.

Masukkan 12 ml KI 0,1 N.

Titrasi dengan Na2S2O3 sampai warna kuning hampir hilang.

Tambahkan 3-4 tetes indikator amylum sampai warna biru.

Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.

Catat Kebutuhan Na2S2O3 seluruhnya.

Atau

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

11

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


Volume Na2S2O3 = 18 ml
N Na2S2O3

= 5,5 . 10-3 N
Kadar asli

Kadar yang ditemukan

(ppm)

(ppm)

838,65

919,07

9%

II

958,41

2328

142 %

III

1.078,265

1247,2

Sampel

% error

15

Tabel 1. Data Hasil Percobaan Iodo-Iodimetri


IV.2 Pembahasan
1. Kadar Cu2+ yang ditemukan lebih besar dari kadar asli.
Hal ini disebabkan karena :
a. Penambahan amilum terlambat
Mekanisme reaksi :
2 Cu2+ + 4 I- 2 CuI + I2
I2 + 2 SO32- 2 I- + S4O62I2 + I I3Amylum + I3- AI3- biru
Amylum hanya menyerap sedikit iod, sehingga I2 yang bereaksi
dengan tiosulfat dan membentuk kompleks triiodida tetap cukup
banyak jumlahnya.
I2 + 2 SO32- 2 I- + S4O62I2 + I I3Jumlah I2 yang cukup banyak menyebabkan kebutuhan Na2S2O3
pada saat titrasi semakin besar, sehingga kadar Cu2+ yang
ditemukan pada saat percobaan lebih besar.
(Underwood 296)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

12

Iodo-iodimetri Permanganometri

b. Kecepatan reaksi I2 + 2 SO32- 2 I- + S4O62- cukup cepat


I2 yang menguap henya sedikit, sehingga I2 yang ada masih cukup
banyak. Semakin besarnya konsentrasi I2 dalam larutan membuat
laju pembentukan iodida pada akhirnya membentuk kompleks
triiodida cukup cepat. Hal ini berkaitan dengan laju reaksi yang
semakin cepat dengan semakin besarnya konsentrasi reaktan.
Reaksi :
4 I2 + SO32- + 5 H2O 8 I- + 2 SO42- + 10 H+
Besarnya kompleks I3- dalam larutan menyebabkan reaksi dengan
amylum menjadi lebih lambat sehingga TAT tercapai sesudah titik
kesetaraan sebenarnya.
(underwood 298)
c. Ketika amylum ditambahkan, I3- membentuk kompleks AI3dengan amylum yang sukar larut dalam air dan kompleks yang
terbentuk cukup banyak. AI3- bereaksi dengan S2O3 menyebabkan
warna biru akibat penambahan amylum menjadi hilang. Reaksi
berlangsung cepat karena jumlah reaktan banyak, sehingga kadar
Cu2+ yang ditemukan lebih besar.
2 Cu2+ + 4 I- 2 CuI + I2
I2 + 2S2O3 S2O4- + II2 + I I3I3- + A AI3AI3- + S2O32- warna biru hilang
(underwood 301)
(underwood 305)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

13

Iodo-iodimetri Permanganometri

2. Indikator amylum
Amylum (kanji) dapat digunakan sebagai indikator dalam titrasi
iodometri karena dapat membentuk kompleks yang dalam air
berwarna biru.
Amylum + I3- AI3- biru
Larutan dari kanji lebih umum dipergunakan karena warna biru gelap
larutan dari kompleks iodin kanji bertindak sebagai suatu tes yang
amat sensitif untuk iodin. Mekanisme pembentukan kompleks yang
berwarna ini tidak diketahui, namun ada pemikiran bahwa molekulmolekul iodin tertahan di permukaan

-amilosa ( tengah ) dari

indikator amilum yang digunakan.


Konstituen lain dari kanji yaitu -amilosa dan amilopektin. Keduanya
tidak dapat digunakan sebab dapat membentuk kompleks kemerahan
dengan iod, warna tersebut tidak mudah dihilangkan. Oleh sebab itu
kanji dengan banyak amilopektin tidak digunakan.
(underwood 299)
3. Indikator pH
Untuk menentukan kadar Cu dalam sampel, sebaiknya pH yang
digunakan antara 3-5. pH larutan harus dijaga oleh suatu sistem buffer
antara 3-5. Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi hidrolisis parsial dari
ion Cu2+ dan reaksi dengan ion iodida tidak berjalan lambat. Dalam
larutan yang sangat asam terjadi oksidasi (oleh udara) ion iodida yang
dikatalisis oleh tembaga pada laju yang berarti.
Selain itu, biasanya bijih tembaga mengandung besi, arsen dan
stibium. Unsur-unsur ini dalam keadaan oksidasi yang tinggi (biasanya
demikian dari proses pelarutannya) akan mengoksidasi iodida dan
dengan demikian akan menggangu stibium dan arsen tidak akan
mengoksidasi ion iodida kecuali dalam larutan berkeasaaman tinggi.
Dengan menyesuaikan pH menjadi sekitar 3-5 dengan suatu buffer,
gangguan dari kedua unsur ini dapat dihilangkan.
(underwood 305)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

14

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a. Kadar Cu2+ pada sampel I, II, III lebih besar dari kadar asli karena
penambahan amilum terlambat, kecepatan reaksi cukup cepat,
pembentukan kompleks AI3- cukup banyak.
b. Kanji/amilum yang digunakan adalah -amilosa.
c. pH diatur 3-5 agar tidak terjadi hidrolisis parsial dan reaksi dengan ion
iodida tidak berjalan lambat.

V.2 Saran
a. Penambahan indikator sebaiknya sesaat sebelum TAT.
b. Titrasi sebaiknya dilakukan dalam keadaan dingin, dalam erlenmeyer,
tanpa katalis, agar mengurangi oksidasi I- oleh udara menjadi I2.
c. Mencuci peralatan praktikum dengan bersih.
d. Teliti saat melakukan titrasi, agar pada saat TAT tercapai, volume
titran yang dibutuhkan tepat.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

15

Iodo-iodimetri Permanganometri

DAFTAR PUSTAKA
Fritz, J.S. Schenk, G.H.1987.Quantitative Analytical Chemistry, 5th ed.
Prentice Hall : New Jersey
R.A.Day, Jr; A.L. Underwood,1986, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 5,
Erlangga: Jakarta
Vogel, A.I., 1989, The Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 5th Ed,
Longman

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

16

Iodo-iodimetri Permanganometri

INTISARI
Analisa permanganometri digunakan untuk menentukan kadar Fe
dalam sampel. Analisa permanganometri berbeda dengan analisa kuantitatif
lainnya sebab tidak memakai indikator.
Permanganometri adalah salah satu analisa volumetrik berdasarkan
reaksi redoks dengan larutan standar KMnO4 yang harus distandarisasi dulu
sebelum digunakan, mudah tereduksi oleh cahaya.
Percobaan diawali dengan standarisasi KMnO4 dengan Na2C2O4,
dilakukan dengan menambahkan 6 ml H2SO4 dalam erlenmeyer, panaskan
70-80oC, titrasi dalam keadaan panas, menggunakan KMnO4 dan hentikan
titrasi jika muncul warna merah jambu, kemudian mencatat volume KMnO4.
Selanjutnya menentukan kadar Fe dalam sampel dengan cara mengambil
sampel dan menambahkan 20 ml H2SO4 encer, titrasi dengan KMnO4 0,1 N
hingga timbul warna merah jambu yang tidak hilang dengan pengocokan.
Kadar Fe dari percobaan kami temukan adalah 0,026 %, lebih kecil
dari kadar aslinya 0,0385 %, dengan % error 32 %. Kadar Fe yang kami
temukan lebih kecil dari kadar asli karena reaksi berjalan lambat sehingga
suhu berangsur-angsur turun dan volume KMnO4 yang dibutuhkan semakin
besar. H2SO4 encer digunakan untuk melarutkan serbuk untuk membuat
suasana menjadi asam agar MnO4- dapat dioksidasi menjadi Mn2+ dan
dititrasi oleh KMnO4. Standarisasi harus dipanaskan sampai 70-80oC agar
kecepatannya meningkat saat ion mangan (II) terbentuk.
Dari percobaan kami, dapat diperoleh kesimpulan kadar Fe yang
ditemukan lebih kecil dari kadar asli, H2SO4 encer digunakan untuk
melarutkan serbuk, standarisasi harus dipanaskan sampai 70-80oC. Oleh
karena itu kami sarankan agar suhu optimum diperhatikan dan titrasi
dilakukan secermat mungkin.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

17

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetrik dari
zat-zat anorganik maupun organik. Untuk menetapkan titik akhir pada
titrasi redoks dapat dilakukan secara potensiometrik atau dengan bantuan
indikator.
Analisis volumetri yang berdasarkan reaksi redoks salah satu
diantaranya adalah permanganometri.

I.2 Rumusan Masalah


a. Mengapa kadar Fe yang ditemukan lebih kecil dari kadar asli?
b. Mengapa mengunakan H2SO4 encer untuk melarutkan serbuk?
c. Mengapa standarisasi harus dipanaskan pada suhu 70-80oC?

I.3 Tujuan Percobaan


Praktikan dapat menentukan kadar Fe yang terdapat di dalam
sampel.

I.4 Manfaat Pecobaan


Praktikan dapat mengetahui besarnya kadar Fe di dalam sampel
dan dapat menerapkan analisa ini dalam kehidupan sehari-hari.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

18

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Permanganometri
Permanganometri adalah salah satu analisa kuantitatif volumetrik
yang didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
Larutan standar yang digunakan adalah KMnO4. Sebelum digunakan untuk
titrasi, larutan KMnO4 harus distandarisasi terlebih dahulu karena bukan
merupakan larutan standar primer. Selain itu KMnO4 mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
1. Tidak dapat diperoleh secara murni
2. Mengandung oksida MnO dan Mn2O3
3. Larutannya tidak stabil ( jika ada zat organik )
Reaksi :
4 MnO4- + 2 H2O 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH4. Tidak boleh disaring dengan kertas saring (zat organik) dengan
glass wool
5. Sebaiknya disimpan di dalam botol coklat
6. Distandarisasi dengan larutan standar primer.
Zat standar primer yang biasa digunakan antara lain :
As2O3, Na2C2O4, H2C2O4, Fe(NH4)2(SO4)2, K4Fe(CN)6, logam Fe,
KHC2O4H2C2O4.2H2O
Oksidasi ion permanganat dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan
alkalis.
1. Dalam suasana asam, pH 1
Reaksi : MnO4- + 8 H+ + 5e Mn2+ + 4 H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya
titrasi dilakukan dalam suasan asam karena akan lebih mudah
mengamati titik akhir titrasinya.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

19

Iodo-iodimetri Permanganometri

2. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah dioksidasi dalam


suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida
dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu :
MnO4- + 4 H+ + 3e MnO2 + 2 H2O
Reaksi dalam suasana alkalis atau basa yaitu :
MnO4- + 3e MnO42+
MnO4- + 2 H2O + 2e MnO2 + 4OHKelebihan dan Kekurangan Analisa dengan Permanganometri
-

Kelebihan
1. Larutan standarnya, yaitu KMnO4 mudah diperoleh dan harganya
murah.
2. Tidak memerlukan indikator untuk TAT. Hal itu disebabkan
karena KMnO4 dapat bertindak sebagai indikator.
3. Reaksinya cepat dengan banyak pereaksi.

Kekurangan
1. Harus ada standarisasi awal terlebih dahulu.
2. Dapat berlangsung lebih baik jika dilakukan dalam suasana asam.
3. Waktu yang diperlukan untuk analisa cukup lama.

Sifat Fisik dan Kimia Reagen


1. KMnO4
Berat molekul : 158,03
Warna, bentuk kristalinnya and refractive index : purple, rhb
Berat jenis ( specific gravity ) : 2,703
Titik lebur ( C ) : d.< 240
Kelarutan dalam 100 bagian:
Air dingin : 2,83
Air panas : 32,3575

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

20

Iodo-iodimetri Permanganometri

2. H2SO4
Berat molekul : 98.08
Warna, bentuk kristalinnya dan refractive index : col., viscous lq
Berat jenis : 1.834418
Titik lebur (C ) : 10.49
Titik didih ( C ) : d. 340
Kelarutan dalam 100 bagian :
Air dingin :
Air panas :

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

21

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Bahan yang Digunakan


1. Sampel
2. KMnO4 0,1 N
3. H2SO4 encer
4. Na2C2O4

III.2 Alat yang Dipakai


1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Gelas ukur
4. Kompor listrik
5. Bunsen
6. Buret, Statif, Klem
7. Kertas saring
8. Corong
9. Pipet

III.3 Gambar Alat

(1)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

(2)

(3)

22

Iodo-iodimetri Permanganometri

(4)

(7)

(5)

(8)

(6)

(9)

Keterangan Gambar :
1. Erlenmeyer
2. Beaker glass
3. Gelas ukur
4. Kompor listrik
5. Bunsen
6. Buret, Statif, Klem
7. Kertas saring
8. Corong
9. Pipet

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

23

Iodo-iodimetri Permanganometri

III.4 Cara Kerja


1. Standardisasi KMnO4 dengan Na2C2O4
-

Ambil 10 ml larutan Na2C2O4 0,1 N kemudian masukkan ke dalam


erlenmeyer

Tambahkan 6 ml larutan H2SO4 6 N

Panaskan 70-80C

Titrasi dalam keadaan panas dengan menggunakan KMnO4

Hentikan titrasi jika muncul warna merah jambu yang tidak hilang
dengan pengocokan

Catat kebutuhan KMnO4

2. Menentukan Kadar Fe di Dalam Sampel


-

Persiapkan sampel serta alat dan bahan

Ambil sampel dan tambahkan 20 ml asam sulfat encer

Titrasi dengan Kalium permanganat 0,1 N hingga timbul warna


merah jambu yang tidak hilang dengan pengocokan ( tetap )
Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8 H+ + 5 Fe+2 Mn2+ + 4 H2O + 5 Fe3+
Perhitungan :

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

24

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Percobaan


Kadar Fe asli

Kadar yang ditemukan

% error

0,0385 %

0,026 %

32 %

Tabel 2. Hasil Percobaan Permanganometri


IV.2 Pembahasan
1. Kadar Fe yang ditemukan lebih kecil dari kadar asli. Hal ini
disebabkan karena reaksi berjalan lambat. Ketika standarisasi KMnO4
dengan Na2C2O4 reaksinya berjalan lambat pada suhu ruangan,
sehingga larutan dipanaskan sampai sekitar 60oC. Pada suhu yang
lebih tinggi, kecepatan reaksi berangsur-angsur meningkat. Hal ini
berbanding terbalik dengan percobaan kami. Pada percobaan kami,
terjadi penurunan suhu yang mengakibatkan kecepatan reaksi
berangsur-angsur turun. Volume KMnO4 yang dibutuhkan semakin
besar, normalitas KMnO4 semakin kecil, sehingga kadar Fe yang
ditemukan lebih kecil.
(Underwood 291)
2. H2SO4 encer ditambahkan untuk melarutkan serbuk.
Untuk menentukan kadar Fe dalam sampel, sampel dimasukkan ke
dalam erlenmeyer, kemudian ke dalam erlenmeyer dimasukkan 20 ml
larutan H2SO4 untuk membuat suasana menjadi asam karena natrium
oksalat menjadi standar primer yang baik untuk permanganat dalam
suasana asam agar MnO4- dapat dioksidasi menjadi Mn2+ dan dititrasi
oleh KMnO4.
Reaksi yang terjadi :
MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 4 H2O
C2O42- 2 CO2 + 2e
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
(http//:www.ratnatox.com)
Praktikum Dasar Teknik Kimia I

25

Iodo-iodimetri Permanganometri

3. Standarisasi harus dipanasan sampai suhu 70-80oC


Senyawa Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk
permanganat dalam larutan asam. Senyawa in dapat diperoleh dengan
tingkat kemurnian yang tinggi, stabil pada saat pengeringan dan nonhigroskopik. Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit, dan
meskipun banyak penyelidikan yang telah dilakukan, mekanisme
tepatnya tidak pernah jelas. Reaksinya berjalan lambat dalam suhu
ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan antara 70-80oC,
bahkan pada suhu ruangan yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan
lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II)
terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis sehingga reaksinya
disebut dengan autokatalitik. Ion tersebut dapat memberikan efek
katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat
untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4)
dimana pada gilirannya secara tepat mengoksidasi ion oksalat kembali
ke kondisi divalen.
Persamaan reaksi :
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
(http//:www.ratnatox.com)

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

26

Iodo-iodimetri Permanganometri

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
a. Kadar Fe yang kami temukan (0,026 %) lebih kecil dari kadar asli
(0,0385 %) dengan % error 32 %. Hal ini karena reaksi berjalan lambat
sehingga suhu berangsur-angsur turun dan volume KMnO4 yang
dibutuhkan semakin besar.
b. H2SO4 encer digunakan untuk melarutkan serbuk agar suasana
menjadi asam sehingga MnO4- dapat dioksidasi menjadi Mn2+.
c. Standarisasi harus dipanaskan sampai 70-80oC agar kecepatannya
meningkat saat ion mangan (II) terbentuk.

V.2 Saran
a. Perhatikan suhu optimum ketika pemanasan.
b. Lakukan titrasi secermat mungkin.

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

27

Iodo-iodimetri Permanganometri

DAFTAR PUSTAKA
Christian, Gary D.1994.Analytical Chemistry.5th Ed.John Wiley and Sons.
Inc:New York
Perry, Robert H, 1973, Chemical Engineers Handbook, 5th Ed, McGraw-Hill
R.A.Day, Jr; A.L. Underwood,1986, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 5,
Erlangga: Jakarta
Vogel, A.I., 1989, The Textbook !of Quantitative Chemical Analysis, 5th Ed,
Longman
www.ratnatox.com

Praktikum Dasar Teknik Kimia I

28

Anda mungkin juga menyukai