I. Identitas Pasien
Nama
: Ny.U M
Umur
: 40 Tahun
Alamat
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Pekerjaan
: TKW
Pendidikan terakhir
: SD
Tanggal masuk RS
: 20 Oktober 2014
: BNP2TKI
: 726818
Foto Pasien
menyebabkan pasien merasa sangat ketakutan ditambah pasien mulai mendengar suarasuara dan diikuti oleh sosok-sosok bayangan hitam.
Pasien kemudian mulai merasa bahwa dirinya diikuti oleh bayangan hitam ke mana pun.
Jika dirinya sedang bekerja, ia merasa diikuti oleh bayangan tersebut. Pasien menjadi serba
salah melakukan sesuatu dan tidak dapat berkonsentrasi. Pasien juga mulai mendengar
bisikan-bisikan yang tidak jelas. Bisikan tersebut ada yang berbahasa Arab dan Indonesia.
Bisikan suara tersebut ada yang berasal dari tubuh pasien sendiri dan dari luar. Menurut
pasien, mulutnya terkunci tidak dapat mengatakan apa-apa, tapi dari otot lengannya, ada
suara banyak yang keluar, pasien sendiri tidak dapat mendengar dengan jelas. Pasien juga
mendengar suara dari ruangan kamarnya yang mengatakan bahwa pasien adalah orang yang
lemah karena ketika diberikan cobaan yang sedikit seperti ini saja, pasien sudah tidak kuat.
Pasien mendengar suara-suara tersebut terutama saat menjelang tidur. Menurut pasien,
dirinya tidak mampu berkata apa-apa, tapi dari majikannya, pasien mengetahui bahwa pasien
berbicara sendiri menyebut nama seluruh anggota keluarga majikannya tersebut. Namun,
pasien sendiri mengaku dirinya tidak tahu.
Pasien sering berada di kamar saja dan tidak bekerja. Menurut pasien, majikannya sangat
baik dan menyuruh pasien untuk istirahat saja menenangkan pikiran. Selain itu, majikannya
juga sering mengantarkan makanan ke kamar pasien. Namun, pasien mengaku dirinya tidak
nafsu makan. Pasien juga sulit tidur di malam hari karena merasa bersalah meninggalkan
anak-anaknya dan ketakutan mendengar suara-suara dari tubuhnya dan ruangan kamar
tersebut. Pasien tidak berniat melakukan apapun. Dirinya merasa cepat lelah dan tidak dapat
bekerja. Pasien menyangkal adanya pikiran untuk bunuh diri. Hingga akhirnya, pasien sempat
dibawa ke dokter di Arab oleh majikannya. Kemudian, majikannya menyuruh pasien untuk
pulang saja menenangkan pikiran dan mengizinkan jika pasien mau kembali bekerja ketika
dirinya telah membaik.
Saat sampai di bandara, pasien kemudian dibawa oleh petugas ke rumah sakit, pasien tidak
tahu mengapa dibawa ke rumah sakit. Pasien juga merasa tidak nyaman sehingga cenderung
menarik diri, pasien jarang mau berbicara dan berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya. Pasien lebih banyak diam dan menyendiri. Pasien sering menyendiri
merenungkan tentang anak-anaknya. Pasien menyatakan ingin segera pulang ke rumah
karena pasien memikirkan ketiga anaknya. Pasien menyatakan selama di rumah sakit dirinya
tidak melihat dan mendengar suara bisikan-bisikan lagi.
tentangan dari suaminya. Suami pasien tidak setuju jika pasien pergi
bekerja di Arab Saudi yang ketiga kalinya ini. Suami pasien sempat
mengancam jika ia masih ngotot untuk pergi, maka ia tidak perlu
menelpon, dan bertemu ketiga anaknya. Anak-anak mereka akan ikut
suami semua. Suami pasien hanya memberi batas 1 tahun bekerja saja,
namun, kontrak kerja pasien 2 tahun. Pasien memutuskan tetap pergi ke
Arab Saudi yang ketiga kalinya. Suami tetap menelpon pasien sekitar 5
kali, namun terakhir kali menelpon, suami meminta pasien untuk pulang
mengurus anak dan calon cucu mereka di kampung.
- Anak
anaknya dan selalu pergi bekerja di luar negeri sehingga tidak dapat
5
F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak ketiga dari 5 bersaudara. Ia memiliki 2 orang adik dan 2
orang kakak
Genogram:
Laki-laki
Pasien
Perempuan
3. Pembicaraan
Pasien selalu menjawab setiap pertanyaan pemeriksa. Kecepatan berbicara cukup dan
volume suara cukup. Isi pembicaraan dapat dimengerti dan alurnya runtut.
4. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Sebelum wawancara pasien tampak tenang dan cenderung diam serta tampak jarang
berbaur dengan teman di sekitarnya; selama wawancara pasien duduk tenang dan
beberapa kali pasien menangis.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien bersikap tenang dan kooperatif
B. Alam Perasaan
o Mood : depresi
o Afek : hipotim
o Empati : dapat diraba rasakan oleh pemeriksa
C. Gangguan persepsi
o Halusinasi auditorik dan visual (+) :
Pasien mengaku mendengar bisikan-bisikan dalam Bahasa Indonesia dan
Bahasa Arab dari anggota tubuhnya dan dari ruangan kamarnya. Pasien juga
merasa diikuti oleh sesosok bayangan hitam di Arab Saudi
o Ilusi : tidak ada
7
E. Proses Pikir
1. Arus pikiran
o Produktivitas : baik, pasien menjawab secara spontan bila diajukan pertanyaan
o Kontinuitas : tidak terganggu
o Hendaya berbahasa : tidak ada inkoherensia
2. Isi pikir
o Preokupasi
o Waham
: waham (-)
o Fobia
: tidak ada
8
F. Pengendalian Impuls
o Pengendalian impuls pasien saat wawancara dinilai baik
G. Daya nilai
o Daya nilai sosial
: baik
: baik
o Penilaian realita
H. Tilikan
Derajat 1, pasien menyangkal bahwa dirinya sedang sakit.
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 110/70
Nadi
: 86x/menit
Suhu
: 36,50C
Frekuensi nafas
: 18x/menit
Berat badan
: 47 kg
Tinggi badan
: 152cm
Bentuk badan
: normal
Sistem kardiovaskular
Sistem respiratori
Sistem gastrointestinal
Sistem muskuloskeletal
Sistem urogenital
: tidak diperiksa
Sistem dermatologi
B. Status Neurologik
Saraf kranialis
Mata
Pupil
Pemeriksaan oftalmoskopik
: tidak dilakukan
Motorik
5555 5555
5555 5555
Sensorik
Refleks fisiologis
Refleks patologik
:-
Sistem vegetatif
: BAB/BAK normal
C. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak dilakukan
Pada pasien terdapat mood hipotim, afek depresi, kehilangan minat, kegembiraan,
penurunan aktivitas, tidak dapat berkonsentrasi, mudah lelah, sulit tidur, dan
penurunan nafsu makan. Pasien juga merasa dirinya tidak berguna dan merasa
bersalah atas kondisi anaknya. Pasien juga cenderung diam dan menarik diri
jarang bergaul dengan orang-orang disekitar yang sudah terjadi dalam kurun
11
waktu +1 bulan. Terdapat halusinasi auditorik dan visual yang berupa suara dan
bayangan hitam yang megikutinya di Arab Saudi (+ 1 bulan ). Dapat didiagnosa
dengan gangguan afektif episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3)
Aksis II
Tidak didapatkan penemuan yang bermakna untuk menentukan gangguan kepribadian
maupun retardasi mental pada pasien ini, sehingga tidak ada diagnosis aksis II.
(Z 03.2)
Aksis III
Pada pasien tidak ditemukan kelainan pada kondisi medis secara umum, sehingga
tidak ada diagnosis aksis III
Aksis IV
Pasien memiliki stressor dari suami yang meminta pasien untuk pulang mengurus
anak dan calon cucu mereka di Indonesia. Pasien juga merasa bersalah karena tidak
dapat mengurus ketiga anaknya dan selalu pergi bekerja di luar negeri sehingga tdak
dapat mengikuti perkembangan anak-anaknya. Pasien merasa dirinya seorang yang
gagal karena tidak dapat membiayai sekolah anak-anaknya hingga tamat. Pasien
bingung jika berhenti bekerja maka uang yang ia dapatkan belum cukup.
Aksis V
GAF scale 60-51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
Aksis 1
Psikotik
-
Aksis II
Aksis V
12
VII. Terapi
- Psikofarmaka:
Tanggal 20 Oktober 2014
Anti psikotik atipikal : Aripiprazole
Abilify 1x10 mg IM
Dilanjutkan Abilify 1 x 10 mg PO (jika pasien sudah tenang)
Tanggal 21 Oktober 2014
Anti psikotik atipikal : Aripiprazole
Abilify 1x10 mg IM stop
Anti psikotik atipikal : Aripiprazole
Abilify 1x10 mg
Tanggal 28 Oktober 2014
Anti psikotik atipikal : Aripiprazole
Abilify 1x10 mg
Psikoterapi :
Cognitive behavior therapy
Terapi suportif
Terapi interpersonal
Saran Pengobatan:
Anti depresan SSRI : Escitalopram
Cipralex 1x10 mg PO
VIII. Prognosis
Quo ad vitam
: bonam ad bonam
Quo ad fungsionam
: dubia
Quo ad sanationam
: dubia
13
Etiologi Depresi
Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat dibagi menjadi faktor biologi,
faktor genetik, dan faktor psikososial.
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti 5
HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan
mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin.
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien
memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin
berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada
depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi
dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti
parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin,
seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin,
menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien
14
depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan
fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi
aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin
biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan
aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti
(Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat
fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada
sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH
dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan
Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan
fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan
produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal
terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama
dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002). Kehilangan saraf
atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif
pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan
pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang
lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus
olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur
tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam
otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun
dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999).
b. Faktor Genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga
tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3
kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar
dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999).
Oleh Lesler (2001). Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya
disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi
stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap
penyakit adalah genetik.
15
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek
yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai
penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan
kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi,
kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri,
keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan menurut
Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan
hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit
fisik (Kane, 1999).
Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stressor
lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan
dukungan sosial (Kaplan, 2010).
Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres,
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para
klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi,
klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam
onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode
depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut,
seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial
yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat
menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999).
Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti
kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang
memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan,
2010).
Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan
objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti
depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan
antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan
16
pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan
suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien
terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan
bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.
Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak
bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha
lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada
manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan,
2010).
Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi
pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme
dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan,
2010)
Gambaran Klinis
Gejala dari depresi dapaet meliputi perubahan pada fisik, pikiran, serta perasaan.
Perubahan Fisik
-
Gangguan tidur
Agitasi
Nyeri, sakit kepala, otot keram dan nyeri tanpa penyebab fisik
Perubahan Pikiran
-
Merasa bingung, lambat dalam berpikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengingat
informasi
Perubahan Perasaan
-
Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri
17
Merasa sedih
Gangguan
Jiwa
III)
yang
merujuk
pada
ICD
10
(International
ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam depresi berat, sedang, dan
ringan sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seseorang.
Gejala Utama
-
Perasaan depresif
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah bekerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala Lain
-
Gangguan tidur
18
Gejala Utama
Gejala lain
Fungsi
Keterangan
Ringan
Baik
Sedang
3-4
Terganggu
Tampak distress
Berat
>4
Depresi
Sangat
Terganggu
Sangat distress
Tatalaksana
ANTI DEPRESI
Anti depresan merupakan kelompok obat yang heterogen dengan efek utama yaitu untuk
mengendalikan gejala depresi. Secara umum, obat anti depresi diklasifikasikan menjadi :
Obat-obat
Amitriptilin
Trisiklik
Imipramin
Clomipramine
Maproptilin
Tetrasiklik
Mianserin
Amoxapine
Sertralin
Fluoxetine
Fluvoxamine
Paroxetine
Escitalopram
SNRI (Serotonin
Norepinefrin Reuptake
Inhibitor)
MAOI (MonoAmine
Duloxetine
Venlafaxine
Moclobemide
19
Oksidase Inhibitor)
Farmakodinamik
Sindrom depresi disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa
neurotransmitter aminergik yang meliputi norepinefrin, serotonin, dopamine pada neuron
pasca sinaps di sistem saraf pusat terutama pada sistem limbik. Secara umum anti depresan
SSRI bekerja selektif pada neurotransmiter serotonin (5-HT2) dengan cara menghambat
reuptake serotonin sehingga meningkatkan jumlah serotonin di pasca sinaps. Pada golongan
SNRI, selain menghambat reuptake serotonin juga menghambat reuptake norepinefrin. Obat
golongan trisiklik dan tetrasiklik bersifat serotonergik dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di celah sinaps tapi tidak bersifat selektif, dengan demikian kemungkinan
muncul berbagai efek samping yang tidak diharapkan dapat terjadi. Golongan MAOI bekerja
di presinaps dengan menghambat enzim yang memecah serotonin sehingga jumlah serotonin
yang dilepaskan ke celah sinaps meningkat dan dengan demikian yang diteruskan ke pasca
sinaps juga akan bertambah.
Tabel. 3. Efek farmakologi beberapa obat anti depresan
Efek blockade neurotransmitter
Efek
Efek
sedasi
antimuskarinik
Serotonin
Norepinefrin
Dopamine
Amitriptiline
+++
+++
+++
++
Imipramine
++
++
+++
++
Clomipramine
+++
++
+++
+++
+/-
+++
Doxepin
+++
+++
++
Nortriptiline
++
++
+++
++
Bupropion
+/-
Amoxapine
++
++
++
Maprotiline
++
++
+++
Mirtazapine
+++
Fluoxetine
+++
+/-
+/-
Fluvoxamine
+++
Citalopram
+++
Sertraline
+++
Paroxetine
+++
Obat
Desipramine
20
Venlafaxine
+++
++
+/-
Duloxetine
+++
++
Efek Samping
Efek samping akibat obat anti depresan bersifat minor, namun hal ini dapat menyebabkan
pasien tidak nyaman sehingga mempengaruhi compliance dalam pengobatan. Berikut
merupakan efek samping yang dapat terjadi akibat penggunaan obat anti depresan :
Efek Samping
Trisiklik
Sedasi
Simpatomimetik
Tremor, insomnia
Antimuskarinik
Kardiovaskular
Psikiatri
Neurologis
Kejang
Metabolik-endokrin
Tetrasiklik
SSRI
SNRI
MAOI
somnolen,
pusing,
anxietas,
gangguan
seksual,
21
Dosis harian
Obat
(mg/hari)
Trisiklik
Dosis harian
(mg/hari)
Tetrasiklik
Amitriptilin
75-200
Amoxapine
150-300
Clomipramin
75-300
Bupropion
200-400
Desipramin
75-200
Maprotiline
75-300
Doxepin
75-300
Mirtazapine
15-60
Imipramine
75-200
Nortriptilin
75-150
Sertraline
50-200
Protriptiline
20-40
Citalopram
20-60
Trimipramine
75-200
Fluoxetine
10-60
SSRI
Fluvoxamine
MAOI
Phenelzine
45-75
Tranylcypromine
10-30
Moclobemide
300-600
100-300
Paroxetine
20-50
SNRI
Venlafaxine
75-225
Duloxetine
40-120
Pada prinsipnya, pengobatan dimulai dari dosis rendah, ditingkatkan bertahap sampai
mencapai dosis terapeutik. Pengaturan dosis memerlukan pertimbangan onset efek primer (24 minggu), onset efek sekunder (12-24 jam) dan waktu paruh (24-48 jam). Obat diberikan
dalam 5 tahapan yaitu:
1. Inisiasi (test dose) untuk mencapai dosis anjuran selama minggu pertama
2. Titrasi (optimal dose) yaitu mulai dosis anjuran sampai mencapai dosis
efektif/optimal
3. Stabilisasi (stabilization dose) yaitu dosis optimal dipertahankan selama 2-3 bulan
4. Rumatan (maintenance dose) dengan dosis dosis optimal dan dipertahankan selama
3-6 bulan
5. Tapering off (tapering dose) menurunkan dosis bertahap selama 1 bulan
22
Nyeri kronik
Kontraindikasi
-
Epilepsi
Pada wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan menggunakan obat golongan trisiklik
karena memiliki efek teratogenik yang besar terutama pada trimester 1 dan dapat diekskresi
melalui ASI.
ANTI PSIKOTIK
Obat anti psikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki beberapa
efek samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang disebut
pseudoneurologis atau dikenal juga dengan istilah major transquilizer karena adanya efek
sedasi atau mengantuk yang berat. Kelompok obat ini digunakan terutama untuk mengobati
schizophrenia tetapi juga efektif pada psikosis dan keadaan agitasi.
Obat anti psikotik dapat digolongkan berdasarkan cara kerjanya terhadap reseptor
dopamine, menjadi Dopamin reseptor Antagonis (DA) atau sering disebut sebagai anti
psikotik tipikal dan Serotonin Dopamin Antagonis (SDA) atau sering disebut sebagai obat
anti psikotik atipikal. Obat-obat anti psikotik atipikal (SDA) semakin berkembang dan
semakin menjadi pilihan pengobatan karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat-
23
obat konvensional (DA) namun memiliki efek samping terutama efek ekstrapiramidal yang
jauh lebih ringan.
Tabel 6. Klasifikasi obat anti psikotik berdasarkan cara kerjanya terhadap reseptor dopamine
Dopamin reseptor Antagonis / Tipikal
Haloperidol
Risperidon
Penfluridol
Clozapine
Droperidol
Olanzapine
Chlorpromazine
Quetiapin
Ziprazidon
Aripiprazol
Farmakodinamik
Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter dopamine yang
meningkat (hiperaktivitas system dopaminergic sentral). Mekanisme kerja obat anti psikotik
tipikal yaitu menghambat reseptor dopamine pada neuron pasca sinaps di otak terutama pada
system limbic dan system ekstrapiramidal. Sedangkan obat anti psikotik atipikal selain
bekerja pada resptor dopamine, juga bekerja pada reseptor serotonin 5 HT-2.
Efek Samping
Tabel. 7. Efek Samping Obat Anti psikotik
Tipe
Manifestasi
Mulut
Sistem saraf
konstipasi
otonom
Hipotensi
kering,
sulit
Mekanisme
berkemih, Blockade cholinoreseptor muskarinik
ortostatik,
kegagalan ejakulasi
Sistem saraf
pusat
Sistem
endokrin
Lainnya
Tardive diskinesia
Toxic-confusional state
Blockade muskarinik
Hiperprolaktinemia
akibat
blockade
reseptor dopamine
Kombinasi akibat blockade H1 dan 5-HT2
24
Anti psikotik
Dosis
terapeutik
efektif
minimum (mg)
Kisaran dosis
harian
(mg/hari)
Sedasi
Otonomik
Ekstrapiramidal
Chlorpromazine
100
150-1600
+++
+++
++
Thioridazine
100
150-900
+++
+++
Perphenazine
8-48
+++
Trifluoperazine
5-60
+++
Fluphenazine
5-60
++
+++
Haloperidol
Pimozide
2-100
++++
2-6
++
Clozapine
25
25-200
++++
Risperidone
2-9
Quetiapine
100
50-400
Olanzapine
10
10-20
Ziprasidone
40
80-160
Aripriprazole
10
10-30
Obat antipsikotik umumnya digunakan secara oral. Beberapa jenis dapat disuntikan
secara intramuscular (IM) atau intravena (IV). Dalam penggunaannya, perlu dipertimbangkan
onset efek primer (klinis) yang umumnya berlangsung dalam 2-4 minggu serta onset efek
sekunder (efek samping) yang umumnya terjadi dalam 2-6 jam. Waktu paruh dari obat anti
psikotik yaitu 12-24 jam. Pengobatan dimulai dengan dosis anjuran, kemudian tingkatkan
setiap 2-3 hari hingga dosis efektif (sindrom psikosis reda). Evaluasi dilakukan setiap 2
minggu. Dosis ini dipertahankan selama 8-12 minggu (stabilisasi), kemudian dosis
25
diturunkan setiap 2 minggu hingga mencapai dosis rumatan yang dipertahankan selama 6
bulan-2 tahun (selama rumatan boleh diselingi drug holiday selama 1-2 hari per minggu).
Fase rumatan kemudian dilanjutkan dengan tapering off (penurunan dosis tiap 2-4 minggu)
hingga pasien bisa bebas obat sepenuhnya.
Indikasi dan Kontraindikasi anti psikotik
Indikasi psikiatri
- Skizofrenia
- Gangguan skizoafektif yang meliputi skizofrenia dan gangguan afektif
- Gangguan afektif bipolar fase manik
- Depresi dengan psikosis, dan depresi resisten pengobatan
Kontraindikasi
Antipsikotik sebaiknya tidak diberikan pada:
1. Penyakit hati karena bersifat hepatotoksik
2. Penyakit darah karena bersifat hematotoksik
3. Penderita epilepsi karena dapat menurunkan ambang kejang
4. Kelainan jantung karena dapat menghambat irama jantung
5. Ketergantungan alcohol karena dapat meningkatkan penekanan SSP
6. Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak)
7. Gangguan kesadaran karena dapat menyebabkan kesadaran semakin memburuk
26
X. Pembahasan Pasien
Pasien seorang wanita berusia 40 tahun bernama Ny. U dibawa ke bangsal Dahlia oleh
petugas BNP2TKI pada tanggal 20 Oktober 2014 karena ditemukan kebingungan dan enggan
bicara saat di bandara. Pasien merupakan seorang TKW dari Qatar yang telah bekerja selama
4 bulan.
Dari anamnesa pasien memiliki gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dan visual.
Pasien memiliki mood hipotim dengan afek depresi. Pasien sering merasa sedih, menangis,
kehilangan minat, kegembiraan, penurunan aktivitas, mudah lelah dan penurunan nafsu
makan. Pasien juga cenderung diam dan menarik diri jarang bergaul dengan orang-orang
disekitar yang sudah terjadi dalam kurun waktu > 2 minggu yaitu (+ 1 bulan).
Berdasarkan gejala-gejala tersebut, pasien telah memenuhi kriteria Gangguan Afektif Episode
Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
27
Prognosis pasien untuk quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena kondisi vital pasien
dalam keadaan baik, quo ad fungsionam dan quo ad sanationam dubia karena dalam proses
penyembuhan gangguan depresi dibutuhkan waktu yang cukup lama dan berbeda untuk tiap
individu, baik dilihat dari respon terhadap terapi dan juga faktor pencetus.
28