Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A.

PENDAHULUAN
Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas,

dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak
terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang,
sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan seharihari.1
Obsesi

adalah pikiran-pikiran, bayangan-bayangan atau dorongan-dorongan

intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh
individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang
digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan
obsesif

kompulsif

dapat

dianggap

sebagai

gangguan

yang

menyebabkan

ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan mengganggu


rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau
hubungan dengan teman atau anggota keluarga.2
Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2 % sampai 3 %
masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka.3 Menurut Skoog, suatu
studi di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan
perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai simtom gangguan hidup ini
sepanjang hidup mereka.3 DSM IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif
bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya
sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih
dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang
normal, mengganggu fungsi kerja atau sosial.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

DEFINISI
Obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu (intrusif).

Kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti
menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan
seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang.
Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.4
Gangguan obsesi kompulsif adalah gejala obsesi atau kompulsi berulang yang
cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang
mengalaminya.4

B.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan

adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa gangguan


obsesif-kompulsif ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik
psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai
diagnosis psikiatrik tersering keempat setelah fobia, gangguan yang berhubungan
dengan zat, dan gangguan depresif berat.4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena, tetapi
untuk

remaja,

laki-laki

lebih

sering

terkena

gangguan

obsesif-kompulsif

dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Secara


keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25
tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun.
Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan orang yang menikah. Gangguan obsesif-kompulsif ditemukan lebih
jarang diantara golongan kulit hitam dibandingkan kulit putih.4

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan


mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial
adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik,
gangguan panik, dan gangguan makan.4

C.
1)

ETIOLOGI
Faktor Biologis

Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam
pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa
obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan
obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.4

Studi pencitraan otak. Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai


contoh PET ( positron emission tomography), telah menemukan peningkatan aktifitas
(sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis
(khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.
Baik tomografi komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah
menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional maupun
struktural konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan
singulum kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan obsesifkompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu
relaksasi T1 di korteks frontalis. 4

Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih
tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa
35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan.4

2)

Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang dipelajari.

Stimulus yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau ansietas melalui
proses pembelajaran responden yaitu memasangkan stimulus netral dengan peristiwa
yang sifatnya berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Denagan demikian, objek
dan pikiran yang tadinya netral menjadi stimulus dipelajari yang mampu
menimbulkan kecemasan atau ketidaknyamanan. 4

3)

Faktor Psikososial

Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan


kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-kompulsif
tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian, sifat kepribadian
tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesifkompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif
memiliki sifat obsesional pramorbid.4

Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan


psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter
obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan reaksi.4

Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesifkompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari
fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau
kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi
ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.
Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan
pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka
terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau
dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis
gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-sadistik.4

Ambivalensi. Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam karakteristik


kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada anak normal selama fase
perkembangan anal-sadistik; yaitu anak merasakan cinta dan kebencian kepada suatu
objek. Konflik emosi yang berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola
perilaku melakukan-tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang
melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan. 1

Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi.
Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa
bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik
yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa
tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan
menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif.
5

D.

DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:4


a.

Salah satu obsesi atau kompulsi

Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


1.

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten yang


dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

2.

Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata kekhawatiran


yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

3.

Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau


bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.

4.

Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan obsesional


adalah keluar dari pikirannya sendiri( tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


1.

Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan


mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk melakukannya sebagai respon
terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara
kaku.

2.

Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan


penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan,
tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara
yang realistik dengan apa mereka dianggap untuk menetralkan atau
mencegah, atau jelas berlebihan.

b.

Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa

obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
c.

Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan


waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara bermakna
mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau
aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.

d.

Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan
makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada
penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat
jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita
suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan
dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan
bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).

e.

Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:5


a. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut.
b. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.
c. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.

Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan


pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif,
dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiranpikiran obsesif selama episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila
terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejalagejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak
adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.
e. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi
tersebut.

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik
a.

Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls ( dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

b.

Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu


menyebabkan penderitaan (distress).5

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif ( obsesional ritual)


Pedoman Diagnostik
a.

Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya


mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi
yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau masalah kerapian dan
keteraturan.
Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut
merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya
tersebut.

b.

Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa


jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidakmampuan
mengambil keputusan dan kelambanan.5

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik
a.

Kebanyakn dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif


serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana kedua hal
tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian.

b.

Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan dalam


diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon yang berbeda
terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih respondif terhadap terapi
perilaku.5

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT
9

E.

GAMBARAN KLINIS

Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:


a.

Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.

b.

Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi


sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.

c.

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.

d.

Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.

e.

Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.

Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap
kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah
irasional.

F.

DIAGNOSIS BANDING

Kondisi medis

Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah


gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadangkadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari gangguan
Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari terjadi.4

Keadaan psikiatri lain

Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan
gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan dari
10

skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat
gejala, dan oleh tiikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang berhubungan
dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan
antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat
disertai oleh gagasan obseisf, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja
tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. 4
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesifkompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh
permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai contoh
mencuri.4

G.

TERAPI

Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk

mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam
minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas
minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun
pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan
antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan
standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine
(Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin
specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac). 4

11

Clomipramine
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur

dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari,
sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi
dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek
samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.4

SSRI
Penelitian

tentang

Fluoxetine

dalam

gangguan

obsesif-kompulsif

menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik.


Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala,
insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan
lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan
sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif.4
Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil, banyak ahli terapi
menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat digunakan dalam pengobatan
gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor monoamin oksidase (MAOI,
monoamine oxidase inhibitor), khususnya Phenelzine (Nardil).4

Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandinga telah dilakukan, terapi perilaku sama

efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan


demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi terpilih
untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan pada situasi
rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada gangguan obsesifkompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan
pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada
pasien gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar
menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan.4
12

Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien

gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat


keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial. Dengan
kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional, simpatik, dan
mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut,
tanpa hal tersebut gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual
dan kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu
untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan institusi dan
menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang
dapat ditoleransi.4
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku pasien.
Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga melalui
dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang bagaimana
menangani dan berespons terhadap pasien.4

Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu

menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan, dan membangun


ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien. Terapi kelompok
berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa pasien. Untuk pasien yang sangat
kebal terhadap pengobatan, terapi elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko
(psychosurgery) harus dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi
kemungkinan harus dicoba sebelum pembedahan. Prosedur bedah psiko yang paling
sering dilakukan untuk gangguan obsesif kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil
dalam mengobati 25 sampai 30 persen pasien yang tidak responsif terhadap
pengobatan lain. Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko adalah
perkembangan kejang, yang hampir selalu dikendalikan dengan pengobatan
Phenytoin (Dilantin). Beberapa pasien yang tidak respon dengan bedah psiko saja dan
13

dengan farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko.4

14

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak
waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu
berturut turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika,
faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor
psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan
terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan
pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta:


UI-Press.
2. Durand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
3. Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. 2005. Psikologi Abnormal jilid
1. Jakarta: Erlangga.
4. Sadock, J. Benjamin, Virginia A. Sadock. 2010. Gangguan Obsesi Kompulsif.
EGC : Jakarta. Hal 247-252.
5. Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJIII. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Hal 76-77.

16

Anda mungkin juga menyukai