PENDAHULUAN
A.
PENDAHULUAN
Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas,
dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak
terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang,
sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan seharihari.1
Obsesi
intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh
individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang
digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan
obsesif
kompulsif
dapat
dianggap
sebagai
gangguan
yang
menyebabkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
DEFINISI
Obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu (intrusif).
Kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti
menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan
seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang.
Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.4
Gangguan obsesi kompulsif adalah gejala obsesi atau kompulsi berulang yang
cukup berat hingga menimbulkan penderitaan yang jelas pada orang yang
mengalaminya.4
B.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan
remaja,
laki-laki
lebih
sering
terkena
gangguan
obsesif-kompulsif
C.
1)
ETIOLOGI
Faktor Biologis
Neurotransmiter. Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam
pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa
obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem
neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di dalam penyebab gangguan
obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada saat ini.4
Genetika. Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesifkompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih
tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.
Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa
35 persen sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan.4
2)
Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang dipelajari.
Stimulus yang relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau ansietas melalui
proses pembelajaran responden yaitu memasangkan stimulus netral dengan peristiwa
yang sifatnya berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Denagan demikian, objek
dan pikiran yang tadinya netral menjadi stimulus dipelajari yang mampu
menimbulkan kecemasan atau ketidaknyamanan. 4
3)
Faktor Psikososial
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesifkompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari
fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau
kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur dari fase oedipal dan beregresi
ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.
Adanya benci dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan
pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat
pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah derajat dimana mereka
terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau
dalam hubungan yang terletak di belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis
gangguan obsesif-kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-sadistik.4
Pikiran magis. Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal,
ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi.
Yang melekat pada pikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. Orang merasa
bahwa mereka dapat menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan fisik
yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir tentang peristiwa
tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki suatu pikiran agresif akan
menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-kompulsif.
5
D.
DIAGNOSIS
2.
3.
4.
2.
b.
Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini tidak
berlaku bagi anak-anak
c.
d.
Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas
padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat gangguan
makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada
penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh, preokupasi dengan obat
jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat, preokupasi dengan menderita
suatu penyakit serius jika terdapat hipokondriasis, preokupasi dengan
dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia, atau perenungan
bersalah jika terdapat gangguan depresif berat).
e.
Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.
Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
d. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif,
dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiranpikiran obsesif selama episode depresifnya.
Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala
depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila
terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejalagejala yang timbul lebih dahulu.
Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan
depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak
adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer.
Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.
e. Gejala obsesif sekunder yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom
Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi
tersebut.
Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls ( dorongan
perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
b.
b.
b.
E.
GAMBARAN KLINIS
Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi dan
terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
b.
c.
Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami sebagai
suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai
makhluk psikologis.
d.
Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi tersebut,
orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
e.
Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan suatu
dorongan yang kuat untuk menahannya.
Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap
kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah
irasional.
F.
DIAGNOSIS BANDING
Kondisi medis
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding gangguan obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan
gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif biasanya dapat dibedakan dari
10
skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat
gejala, dan oleh tiikan pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang berhubungan
dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan
antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat
disertai oleh gagasan obseisf, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja
tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat. 4
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan obsesifkompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan kemungkinan
gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi patologis. Pada semua
gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang berulang, sebagai contoh
permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku yang berulang sebagai contoh
mencuri.4
G.
TERAPI
Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan untuk
mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat digunakan dalam
rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat setelah empat sampai enam
minggu pengobatan, walaupun biasanya diperlukan waktu delapan sampai enam belas
minggu untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun
pengobatan dengan obat antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan
antidepresan tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan
standar adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine
(Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin
specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac). 4
11
Clomipramine
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg sebelum tidur
dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap dua sampai tiga hari,
sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek samping yang membatasi
dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek
samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik,
seperti mulut kering.4
SSRI
Penelitian
tentang
Fluoxetine
dalam
gangguan
obsesif-kompulsif
Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandinga telah dilakukan, terapi perilaku sama
Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien
Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga, membantu
dengan farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko.4
14
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan obsesif kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan
adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak
waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress).
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala gejala obsesif atau tindakan kompulsif,
atau kedua duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu
berturut turut.
Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif
diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak, genetika,
faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan faktor
psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan
gangguan obsesif kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan
terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan
pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik
15
DAFTAR PUSTAKA
16