Anda di halaman 1dari 6

Madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari berbagai sumber nektar.

Senyawa senyawa yang terkandung dalam madu bunga berasal dari nektar berbagai jenis
bunga. Nektar adalah suatu senyawa kompleks yang 4 dihasilkan oleh kelenjar necterifier
tanaman dalam bentuk larutan gula yang bervariasi. Komponen utama dari nektar adalah
sukrosa, fruktosa, dan glukosa serta terdapat juga dalam jumlah kecil sedikit zat zat gula
lainnya seperti maltosa, melibiosa, rafinosa serta turunan karbohidrat lainnya. (Adji, S, 2004)
Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium, magnesium, alumunium,
besi, fosfor, dan kalium. Vitamin vitamin yang terdapat dalam madu adalah thiamin (B1),
riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat,
dan vitamin K. Sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzmi diastase, invertase,
glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Selain itu unsur kandungan lain madu adalah memiliki
zat antibiotik atau antibakteri (Adji, S, 2004).
Nilai kalori madu sangat besar 3.280 kal/kg. Nilai kalori 1 kg madu setara dengan 50
butir telur ayam, 5,7 liter susu, 1,68 kg daging, 25 buah pisang, 40 buah jeruk, dan 4 kg kentang.
Madu memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak. Kandungan gula dalam
madu mencapai 80 %, asam utama yang terdapat dalam madu adalah asam glutamat. Sementara
itu, asam organik yang terdapat dalam madu adalah sam asetat, asam butirat, format, suksinat,
glikolat, malat, proglutamat, sitrat, dan piruvat(Adji, S, 2004).

Jenis gula yang dominan dalam madu adalah levulosa dan dekstrosa. Levulosa dan dekstrosa
mencakup 85-90% dari karbohidrat. Sisanya adalah komponen lain (protein, mineral, dan
vitamin)
dalam jumlah sedikit (5%). Protein yang terkandung dalam madu antara lain terdiri atas
albumin, globulin, dan protease. Mineral dalam madu terdapat 18 unsur mineral esensial dan
19 unsur non-esensial. Mineral yang terkandung dalam madu adalah fosfor, kalium, kalsiun,
besi dan natrium sebagai mineral yang dominan (Sihombing, 2005).
pH madu dipengaruhi oleh kandungan asam organik dan asam non organik. Asam organik yang
dominan dalam madu adalah asam glukonat yang merupakan hasil perombakan glukosa oleh
enzim. Asam organik lainnya adalah asam asetat, butirat, sitrat, format, laktat, malat, oksalat,

glukosa-6-fosfat, proglutamat, dan 2- atau 3-fosfogliserat. Asam organik ini sangat menentukan
citarasa, aroma dan daya tahan madu terhadap mikroorganisme (Sihombing, 2005).
Madu mengandung air, karbohidrat, protein, abu, dan zat lainnya. Karbohidrat madu merupakan
gula sederhana yang mudah diserap tubuh. Kurang 4 lebih 85% dari gula yang terdapat dalam
madu adalah fruktosa dan glukosa selebihnya adalah polisakarida dan oligosakarida (White,
1979).

Enzim
Madu mengandung dua enzim yang paling mencolok yakni enzim diastase dan invertase. Madu
kaya akan karbohidrat sederhana karena lebah pekerja meminum nektar dan memuntahkannya
kembali sambil menambahkan enzim yang disebut enzim invertase. Pemanasan maupun
penyimpanan lama terhadap madu mengakibatkan inaktivasi enzim madu. Aktifitas enzim juga
dipengaruhi oleh pH lingkungan yang disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi enzim,
substrat, atau komplek enzim substrat. Nilai pH optimum enzim-enzim pada madu berkisar
antara 5,0-5,3 dan suhu optimum berkisar antara 22-50 oC (Sihombing, 2005). Enzim invertase
akan mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Diastase berperan dalam mengubah
polisakarida menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (Achmadi, 1991). Sumber diastase pada
madu adalah lebah madu sendiri, meski ada juga yang menduga nektar sebagai sebagian
sumbernya.

Hidroximetilfurfural (HMF)
Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia yang
dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom C-nya enam (glukosa dan
fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF
dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan atau karena
pemalsuan dengan gula invert. Kedua perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF
(Winarno, 1982). Semakin lama penyimpanan semakin tinggi kadar HMF madu, tetapi kenaikan
kadar HMF tersebut tergantung pada suhu penyimpanan.

Kadar Air
Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya tinggi, mudah
berfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan
terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dalam madu. Sel khamir akan
mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dna fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika
alkohol bereaksi dengan oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang
mempengaruhi kadar keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan
terbentuk karbon dioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991). Madu tidak mudah larut dalam
air. Berdasarkan Rahmani (2004) rendahnya kelarutan madu asli disebabkan rheologi asli madu
yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-komponen lain dalam
madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan mineral yang tidak
dimiliki oleh madu buatan atau madu palsu.
Karbohidrat
Madu mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap oleh tubuh. Jenis karbohidrat
yang dominan dalam hampir semua madu adalah monosakarida levulosa (fruktosa) dan hanya
sebagian kecil madu yang kandungan dekstrosanya (glukosa) lebih tinggi dari levulosa. Fruktosa
dan glukosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya
sebagian kecil oligosakarida dan polisakarida. Kadar gula madu dipengaruhi oleh kadar air.
Madu yang memiliki kadar air rendah memiliki kadar gula tinggi (Panjaitan, 2000).
Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu. Sifat higroskopis
madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa merupakan gula yang paling
bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena fruktosa lebih mudah larut dibandingkan
glukosa (White, 1992).
Glukosa akan membuat madu berkristal membentuk madu-permanen. Kandungan glukosa akan
menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa
pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air dan fruktosa.
Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh dan tidak stabil (Achmadi,
1991).
Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap warna madu. Perubahan warna madu dapat
disebabkan oleh reaksi mailard antara nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi

polifenol dengan zat besi, maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam ataupun
terjadinya karamelisasi (Sihombing, 2005).
Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama akan mengalami
perubahan. Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar, maltosa akan meningkat
mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai 86% dari aslinya. Perubahan fraksi
karbohidrat pertama yang terjadi selama penyimpanan madu adalah peningkatan kadar
disakarida pereduksi (maltosa) akibat penggabungan monosakarida pereduksi (glukosa dan
fruktosa). Perubahan selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat
berantai panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu
penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005).

Protein
Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu
(Sukartiko, 1986). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan
dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Dilanjutkan dengan proses
adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara
ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono
layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi.
Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya
cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi
(pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya
gelembung buih (Cherry dan McWatters, 1981).

Vitamin dan Mineral


Madu pun mengandung berbagai macam vitamin dan mineral. Berbagai vitamin larut air
terdapat dalam madu, antara lain tiamin (B1), riboflavin (B2), piridoksin (B6), asam pantotenat,
niasin dan asam askorbat, vitamin-vitamin lain seperti biotin, asam folat, kholin, dan asetil
kholin terdapat juga dalam madu. Vitamin larut lemak seperti vitamin K juga ditemukan.
Kandungan mineral pada madu juga mempengaruhi warna yang ditunjukkan madu, semakin
banyak kandungan mineral seperti Fe, Mg, dan K maka warna madu akan semakin gelap

(Sihombing, 2005). Mineral yang terkandung di dalam madu yang terpenting ialah Na, Ca, Mg,
Cu, Al, Mn, Fe, K dan P (Sumoprastowo dan Suprapto, 1980).

Madu mengandung banyak mineral sepeti natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi,
fosfor dan kalium. Vitamin vitamin yang terdapat dalam madu adalah thiamin (B1), riboflavin
(B2), asam askorbat , piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat dan vitamin
K.
Sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzim diastase, invertase, glukosa oksidase,
peroksidase dan lipase. Enzim diastase adalah enzim yang mengubah karbohidrat komplek
(polisakarida) menjadi karbohidrat yang sederhana (monosakarida). Enzim invertase adalah
enzim yang memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim
oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam peroksida. Enzim
peroksida melakukan proses oksidasi metabolism. Semua zat tersebut berguna untuk proses
metabolisme tubuh.
Asam utama yang terdapat dalam madu adalah asam glutamate. Sementara itu, asam organic
yang terdapat dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat,
proglutamat, sitrat dan piruvat. Dalam madu juga terdapat hormone gonadotropin yang
merangsang alat reproduksi lebah ratu dan membantu dalam proses pematangan telur. (Adji,
2004)

DATFAR PUSTAKA
Achmadi, S, 1991, Analisa Kimia Produk Lebah Madu dan Penelitian Staf Laboratorium Pusat
Perlebahan Nasional Parungpanjang, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Cherry, J.P, and McWatters, K.H, 1981, Whippability and aeration, In Protection Functionality in
Foods, In: Zayas, J. F., 1997, Functionality of Proteins in Food, Springer Verlag, Berlin.

Panjaitan, S, 2000, Kadar Hidrosimetilfurfural Madu Segar Apis Cerana dari Beberapa Daerah di
Jawa Barat, Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sihombing,DTH, 2005, IlmuTernak Lebah Madu, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Suranto, Adji, dr, SpA, 2004 ,Khasiat dan Manfaat Madu Herbal, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sumoprastowo dan Suprapto, 1980, Beternakk Lebah Madu Modern, Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.
Sukartiko, B., 1986, Prossesing Madu Lebah, Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu
untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, Perum Perhutani, Jakarta.
Rahmani, M.F, 2004, Madu, Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.
White, W, 1979, Composition of honey, In: E. crane (Ed.), Honey: A Comperhensive Survey,
Heinemann.
Winarno, PG. 1982. Madu Teknologi Khasiat dan Analisa . Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai