Anda di halaman 1dari 37

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau

Proyek 1

1
PENDAHULUAN
Bangunan vernakular bisa dikatakan sebagai arsitektur rakyat, yaitu arsitektur
yang merupakan hasil dari sebuah kultur vernakular dan komunitas masyarakat tertentu
(civilization). Arsitektur vernakular memiliki sifat turun-temurun hingga beberapa
generasi.

Pembangunannya

berdasar

kepada

pengetahuan

tentang

teknik

dan

pengalaman tradisional; biasanya dibangun sendiri (kemungkinan dibantu oleh keluarga,


kerabat, atau tukang dalam sukunya). Meskipun dibangun sendiri, bangunan vernakular
tetap memiliki kualitas yang baik.
Struktur bangunan vernakular mudah dipelajari dan dimengerti. Terbuat dari
material lokal. Cocok secara ekologi, yaitu sesuai dengan iklim lokal, flora, fauna dan
pola kehidupan. Dengan demikian, bangunan vernakular memiliki kesesuaian dengan
lingkungan dan memiliki skala manusia. Proses membangun lebih penting daripada hasil
akhir produk. Kombinasi dari ketepatan yang baik secara ekologi, skala manusia,
memperjuangkan kualitas, bersamaan dengan perhatian yang kuat untuk dekorasi,
ornamentasi

dan

penghiasan,

membawa

kepada

sensasi

kesederhanaan

yang

menghasilkan kemewahan yang sesungguhnya.


Karena arsitektur vernakular bisa dikatakan sebagai arsitektur rakyat, maka
ketika kita membicarakan soal arsitektur vernakular, yang kita bicarakan di sini
bukanlah hanya satu bangunan, melainkan sebuah perkampungan. Karena aspek yang
mempengaruhi satu arsitektur vernakular juga berpengaruh terhadap tatanan kumpulan
arsitektur vernakular tersebut (perkampungannya).
Secara umum berdirinya arsitektur vernakular dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Ketersediaan Material
2. Jenis iklim dan keadaan lingkungan sekitar
3. Tapak dan topografi
4. Kemampuan Ekonomi
5. Penguasaan Teknologi
6. Kebutuhan Hidup sehari-hari
7. Simbolisme & Makna

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
8. Kebiasaan dan Tradisi
9. Kultural, social, dan kosmologi
10. Religi dan ritual
11. Keamanan
12. Gender dan posisi wanita
Berbagai macam aspek di atas memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
arsitektur vernakular di lokasi yang berlainan. Bahkan ada beberapa aspek di atas yang
tidak berpengaruh sama sekali terhadap arsitekturnya.
Salah satu Negara yang memiliki banyak arsitektur vernacular yang beragam
adalah Indonesia. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki arsitektur tradisional
yang berbeda-beda. Semuanya memiliki arsitektur yang berciri khas yang berbeda-beda
yang dipengaruhi oleh berbagai aspek-aspek yang disebut di atas. Salah satu daerah itu
adalah Sumatra Barat yang masyarakatnya disebut dengan masyarakat Minangkabau.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

2
PEMBAHASAN
Masyarakat Minangkabau memiliki arsitektur tradisional yang dikenal dengan
nama Rumah Gadang. Rumah tempat tinggal Minangkabau disebut sebagai Rumah
Gadang (Rumah Besar/Rumah Buranjang). Dikatakan Gadang (besar) bukan karena
fisiknya yang besar melainkan karena fungsinya selain sebagai tempat kediaman
keluarga, Rumah Gadang merupakan perlambang kehadiran satu kaum dalam satu
nagari, serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan seperti tempat bermufakat
keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Bahkan sebagai tempat merawat anggota
keluarga yang sakit. Terbentuknya Rumah Gadang tersebut beserta perkampungannya
dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti yang mempengaruhi terbentuknya arsitektur
vernakular pada umumnya.

2.1
aspek SEJARAH
Menurut

yang tertulis di dalam Tambo Alam (buku sejarah kelahiran

Minangkabau), nenek moyang Minangkabau berasal dari Indocina yang bermigrasi ke


selatan beberapa ribu tahun yang lalu, berpindah dengan menggunakan kapal sampai ke
Selat Malaka. Dari selat itu mereka berjalan ke barat menuju ke Gunung Marapi, dan
akhirnya menetap di dataran kaya yang subur di tengah dataran Sumatra di dasar
Gunung Marapi. Tepatnya adalah di daerah Pariangan Padang Panjang, yaitu sebuah
Nagari yang terletak di sebelah barat Gunung Marapi. Di sinilah awal mula terbentuknya
permukiman Minangkabau.

Pengaruhnya pada arsitektur


Karena Gunung Marapi merupakan tempat asal mula budaya Minangkabau
berkembang, maka dipercaya bahwa Gunung Marapi inilah yang memberi penghidupan
bagi masyarakat Minangkabau karena lahannya yang subur. Jadi lokasi Gunung Marapi
ini memiliki pengaruh terhadap orientasi Rumah Gadang, yaitu Rumah Gadang

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
harus menghadap Gunung Marapi, tidak boleh membelakanginya. Sebenarnya ada yang
berpendapat bahwa arsitektur Minangkabau memiliki orientasi ke arah Utara-Selatan.
Tapi pendapat ini kurang kuat, karena pada kenyataannya banyak Rumah Gadang yang
menghadap ke timur-barat.

Gunung
Marapi

Gambar 1. Lokasi Gunung Marapi di sebelah


tenggara Bukittinggi dan di sebelah timur laut
Padang Panjang

Arah Gunung Marapi

Gambar 2. Rumah Gadang di Padang Panjang menghadap ke arah timur laut letak Gunung
Marapi berada

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Arah Gunung Marapi

Gambar 3. Rumah Gadang di Bukit Tinggi menghadap ke arah tenggara letak Gunung Marapi
berada. Banyak bangunan yang tidak sejajar dengan jalan, karena jalan dibangun setelah
bangunan Rumah Gadang berdiri.

2.2
aspek LEGENDA
Berdasarkan legenda, dahulu kala ada pertentangan antara orang Minangkabau
dan orang Jawa. Daripada melibatkan diri dalam perang, kedua orang ini setuju untuk
mempertarungkan kerbaunya. Orang Jawa memiliki kerbau yang besar, kuat, dan
sengit. Sementara itu, orang Minangkabau memiliki anak kerbau yang kecil. Orang Jawa
merasa optimis kerbaunya bisa mengalahkan kerbau si Minangkabau. Tetapi orang
Minangkabau sangat cerdik. Yang dilakukan oleh orang Minangkabau adalah mereka
menjauhkan anak kerbau ini dari induknya dan tidak memberinya makan selama
beberapa

hari

sebelum

pertarungan.

Sesaat

sebelum

pertandingan,

mereka

melampirkan pisau besi yang tajam di ujung tanduknya. Ketika kerbau dan anak kerbau
dilepaskan di dalam ring, anak kerbau yang kelaparan mencari susu, melihat kerbau
besar dan mengira itu adalah ibunya. Secepatnya anak kerbau berlari ke bawah kerbau
mencari susu. Seketika itu juga, pisau yang tajam tadi melukai bagian bawah kerbau.
Dia pun terbunuh dan Minangkabau memenangkan pertarungan. Dari sinilah muncul
nama Minangkabau, minang berarti kemenangan, dan kabau berarti karibu atau
kerbau air dalam bahasa Minangkabau. Dari legenda tersebut dapat dilihat bahwa
tanduk kerbau memiliki arti yang penting dalam masyarakat Minangkabau. Karena

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
itulah bentuk tanduk kerbau ini diabadikan dalam bangunan dan pakaian adatnya.

Pengaruhnya pada arsitektur


Legenda Minangkabau tersebut terabadikan dalam arsitektur Minangkabau
(Rumah Gadang), tepatnya dalam menentukan bentuk atap Rumah Gadang yang
menjadi ciri khas Minangkabau. Atap Rumah Gadang berbentuk bergonjong runcing
menjulang, karena itulah Rumah Gadang juga biasa disebut sebagau Rumah Gonjong
atau Rumah Bagonjong. Nama ini membedakannya dengan rumah biasa. Lengkungan
pada atapnya tajam seperti garis tanduk kerbau.
Gonjong adalah bagian yang paling tinggi dari setiap ujung atap yang
menghadap ke atas, dan merupakan ujung turang yang dibalut dengan timah yang
berbentuk:

2 labu-labu di bagian
bawah

1 belimbing di atas
labu-labu

1 anting-anting di atas
belimbing

1 ujung yang tajam di


atas anting-anting
Antara

labu-labu,

belimbing dan anting-anting ada

Gambar 4. nama-nama bagian atap Rumah Gadang

peraturan yang searah dengan


ujung yang paling atas. Kombinasi bentuk gonjong inilah yang seperti ujung tanduk
kerbau jantan, dan dinamakan isendak langit. Turang adalah bagian di bawah gonjong
sampai ke batas garis lurus bubungan atas kepemimpinan. Turang ini adalah tempat
penahan gonjong. Kombinasi bentuk turang dengan gonjong itulah yang berbentuk
Rabuang mambacuik. Keseluruhannya (antara Turang dan Gonjong) disebut Gonjong
saja. Bubungan seperti lengkungan sayap burung burak akan terbang. Lengkungan
bubungan terletak antara dua gonjong yang ditengah. Gonjongnya seperti rebung yang
mula keluar dari tanah. Pucuk gonjong mencuat ke atas

2.3
Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

aspek LETAK DAN KONDISI GEOGRAFIS

Gambar 5. Peta Sumatra

Gambar 5. Peta Sumatra Barat

Secara geografis, daerah Minangkabau terletak antara 0054 LU dan 3030 LS


serta antara 98036 dan 101053 BT. Daerahnya dibatasi oleh:

Sisi utara: Propinsi Riau

Sisi Selatan: Samudra Hindia

Sisi Barat: Propinsi Sumatra Utara

Sisi Timur: Propinsi Jambi dan Bengkulu.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
Luas Propinsi Sumatra Barat adalah sekitar 42.297,30 km2. Garis pantai Sumatra
Barat berhadapan dengan Samudra India sepanjang 375 km dari propinsi Sumatra Utara
sampai ke Bengkulu. Propinsi Sumatra Barat memiliki banyak danau, di antaranya
adalah Maninjau (99.5 km2), Singkarak (130.1 km2), Diatas (31.5 km2), Dibawah (14.0
km2), Talang (5.0 km2). Propinsi ini juga dilalui oleh beberapa sungai, yaitu Kuranji,
Anai, Ombilin, Suliki, Arau. Selain itu juga memiliki banyak gunung, antara lain Marapi
(2.891 m), Sago (2.271 m), Singgalang (2.877 m), Talakmau (2.912 m), Talang (2.572
m), Tandikat (2.438 m). Topografi daerah Sumatra Barat adalah pegunungan / dataran
tinggi serta pantai dan kepulauan. Daerah ini memiliki tanah yang subur yang cocok
untuk pertanian.

Pengaruhnya pada arsitektur


Kondisi topografi daerah Minangkabau memiliki pengaruh kepada letak lahan
atau site didirikannya Rumah Gadang. Rumah Gadang tidak boleh didirikan pada tanah
yang basah, rendah atau labil, atau di atas lahan pertanian. Hal itu disebabkan karena
Rumah Gadang tidak memiliki pondasi yang ditanam, sehingga harus diletakkan di tanah
yang stabil.
Selain itu kondisi topografi juga berpengaruh terhadap ukuran Rumah Gadang.
Ukuran Rumah Gadang ini disesuaikan dengan ukuran tanah. Tanah yang datar, atau
daerah berbukit, atau lembah. Luas Rumah Gadang tergantung pada luas lahan datar
tempatnya berdiri, tetapi meskipun demikian Rumah Gadang tetap memiliki ukuran
besaran minimal dan maksimal, yaitu antara 311 ruang. Bentuk yang dibuat
disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut. Sehingga diperoleh komposisi yang baik
dengan alam lingkungannya.
Ukuran lebar sama dengan 4 ruangan memanjang yang terdiri dari 5 buah tiang,
sedangkan ukuran tinggi menurut: alua jo patuik, raso katinggi diparandah, rasa
karandah

dipatinggi,

maksudnya

ukuran-ukuran

menurut

sepantasnya,

kalau

ketinggian diperpendek dan sebaliknya, sesuai dengan proporsi yang baik.


Ukuran panjang Rumah Gadang diungkapkan dengan: Rumah gadang sambilan
ruang, salnya kuda balari, sapakiak budak maimbau, sekuat kubin malayang. Ukuran
ini relatif, maksudnya ialah:

Rumah Gadang ada 9 ruang panjangnya. Satu ruang yaitu jarak antara 2 tiang
menurut potongan memanjang

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Ukuran dengan: salnya kudo balari artinya, seekor kuda yang berlari kencang
dalam satu-satuan waktu yang pendek.

Sapakiak budak maimbau, di mana antara dua ruang yang terjauh masih dapat
didengar suara seorang anak yang memanggil

Sekuat kubin malayang, adalah di mana dalam ruang tersebut masih dapat
terbang seekor burung kubin (sejenis burung yang dapat terbang cepat), terbang
dengan sekencang-kencangnya.

Gambar 6. keadaan topografi daerah


Minangkabau. Untuk mendirikan Rumah
Gadang harus dicari lahan yang datar.
Ukuran Rumah Gadang disesuaikan
dengan besarnya lahan yang datar
tersebut, tetapi tetap memiliki besaran
maksimal

Gambar 7. Rumah Gadang berdiri di atas


lahan yang datar.

2.4
aspek IKLIM
Bagian sebelah barat Bukit Barisan senantiasa dipengaruhi angin laut sepanjang
tahun beriklim lembab. Keseluruhan daerah ini termasuk lingkungan iklim tropis lembab

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
dengan temperatur antara 22o C dan 32o C dengan curah hujan 2.289 mm per tahun.

Pengaruhnya pada arsitektur


Iklim daerah Minangkabau memiliki pengaruh terhadap bentuk keseluruhan
Rumah Gadang. Rumah Gadang bisa dikatakan sebagai rumah panggung. Ketinggian
panggung atau platform Rumah Gadang adalah sekitar satu atau dua meter di atas
permukaan tanah. Ruangan di bawah lantai ditutup anyaman bambu untuk kandang.
Kolong Rumah Gadang tersebut dibuat tinggi untuk memberikan hawa yang segar,
terutama pada musim panas, Di samping itu agar lebih aman dalam menghadapi bahaya
banjir.
Bangunan dinding Rumah Gadang membesar ke atap yang disebut dengan silek.
Ini berguna pada saat musim hujan, mengingat iklim di Indonesia mempunyai curah
hujan yang tinggi. Dinding yang berbentuk seperti ini berfungsi untuk membebaskan
bangunan dari terpaan air hujan. Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan
endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis. Air hujan yang bagaimana pun lebatnya, akan
meluncur cepat pada atapnya.
Selain itu, Rumah Gadang relatif tahan terhadap goncangan gempa ataupun
angin kencang. Hal ini disebabkan oleh pondasinya yang tidak ditanam ke bumi.
Atap yang lancip

silek

kolong

Gambar 8. Bangunan Rumah


Gadang yang mampu
beradaptasi dengan iklim

2.5
aspek EKONOMI / MATA PENCAHARIAN

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

10

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
Masyarakat Minangkabau memiliki kegiatan perekonomian di bidang Pertanian.
Hasil pertaniannya antara lain beras sebagai makanan pokok. Selain itu ada pula kayu
manis, palem, karet, dan kopi.
Selain mahir dalam bertani, masyarakat Minangkabau juga terkenal akan
kemampuan bisnisnya, antara lain berdagang. Selain itu mereka juga memiliki keahlian
di bidang memahat kayu dan menenun.

Pengaruhnya pada arsitektur


Kegiatan perekonomian masyarakat Minangkabau, memiliki pengaruh terhadap
perkampungan masyarakat Minangkabau. Di mana secara umum, pola perkampungannya
mengelompok padat di daerah yang dapat dilakukan pertanian dan nelayan.
Perkampungan Minangkabau digolongkan menjadi:
1. TARATAK / LINDANG

Merupakan daerah pertanian di mana orang berladang bersama-sama, bagian


yang dikerjakan adalah kepunyaan masing-masing.

Tempat tinggal yang diperbolehkan dibangun di daerah ini adalah dangau /


rumah dengan tiang 4 buah yang terdiri 1 ruangan dan belum bergonjong.

Letak: jauh dari kampung, belum mempunyai surau.

2. DUSUN

Merupakan gabungan dari beberapa Taratak atau Taratak yang berkembang


(minimal dihuni oleh 2 suku)

Boleh mendirikan surau tapi tidak boleh mendirikan masjid

Rumah boleh bergonjong 2, dan ruangan berderet 2

3. KOTO

Gabungan beberapa dusun / dusun yang bekembang (minimal dihuni oleh 3 suku)

Dapat mendirikan masjid, balai adat, mempunyai tepian (tempat mandi, tempat
mengambil air), perkuburan, dan mempunyai batas dengan Koto lainnya.

Rumah bergonjong 4

4. NAGARI

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

11

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Mempunyai komunitas koto, dusun, dan taratak

Memiliki masjid, balai adat, pasar, tepian, jalan, tanah lapang.

Letak bangunan Balai Adat, mesjid yang dilingkungi oleh surau-surau kaum,
serta kantor pemerintah Nagari, letaknya berdekatan dengan pasar nagari dan
tanah lapang, disebut dengan pusat Nagari / kampung.

Pola perkampungan : mengelompok padat , yaitu penduduk bertempat tinggal di


pusat nagari, Koto, Dusun. Hanya pada waktu2 tertentu pergi ke Taratak.
Taratak sebagai daerah perladangan, terpencil dan berfungsi sebagai batas
nagari.

Nagari terletak di daerah yang dapat dilakukan pertanian dan nelayan; nagari
terletak di antara aliran sungai besar dan kecil, di tepi danau, atau di
pegunungan

Untuk

memudahkan

komunikasi

antar

Nagari,

dibangun

jalan

darat.

Perkembangan Nagari di pinggir jalan raya sangat pesat.

Batas2 Nagari ditentukan oleh ManaI, yaitu harta pusaka yang berbentuk tanah
yang merupakan hak wilayat.

Setiap kaum dalam 1 nagari punya tempat pekuburan sendiri


Secara sistem adat tradisional, daerah darat terbagi dalam 3 Luhak (komunitas

yang merupakan gabungan beberapa Nagari yang dipimpin oleh Tuan Luhak):

Luhak Tanah Datar

Luhak Agam

Luhak Limapulueh Koto

Nagari

Taratak

Nagari

Taratak

Nagari

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Nagari

Taratak

12

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
Taratak
Nagari

Gambar 9. pola perkampungan mengelompok padat di Nagari. Antar Nagari dibatasi oleh
Taratak yang berupa lahan pertanian.

Gambar 10, 11, 12. Perkampungan di daerah Minangkabau tidak memiliki pola tertentu, ada yang
mengelompok padat dan ada yang mengalir mengikuti jalan, dan ada yang menyebar. Tapi yang
pasti, hampir semua Rumah Gadang memiliki pekarangan, jadi antar rumahnya tidak menempel.

Keadaan ekonomi juga berpengaruh terhadap layout Rumah Gadang. Sesuai


dengan mata pencaharian masyarakat Minangkabau, maka dalam layout Rumah Gadang
terdapat lumbung atau Rangkiang yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
makanan. Karena itulah setiap Rumah Gadang memiliki pekarangan, jadi Rumah Gadang
tidak berdempet satu sama lain. Di pekarangan itulah lumbung-lumbung itu
ditempatkan. Lumbung-lumbung tersebut berderet di depan rumah berjumlah minimal
tiga. Letaknya ada di ujung kiri pintu masuk, di tengah dekat pintu masuk, dan di ujung
kanan pintu masuk. Jumlah lumbung bisa lebih dari tiga tergantung pada keadaan
ekonomi pemilik rumah. Bila pemilik rumah adalah keluarga mampu maka akan
memiliki lumbung yang lebih dari tiga.
Rangkaian rangkiang atau lumbung yang terletak di depan Rumah Gadang
memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Si Tinjau Lauik dengan 4 tiang , adalah lambing mamak rumah.

Si Bayau-Bayau dengan 4 tiang, adalah lumbung tuo tumah atau lumbung


pusako, lumbung makanan pagi-petang. Untuk keperluan makan sehari-

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

13

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
hari.

Si Tangguang Lapa dengan 6 tiang adalah lumbung untuk putri, yang


berfungsi sebagai penahan dagang lalu, orang semenda, tempat si miskin
selang tenggang, lumbung persiapan kalau musim paceklik datang

Keterangan Gambar:
A: Rumah Gadang
B: Deretan Rangkiang (Lumbung)
C: Lesung
D: Limau Manih Sandaran Alu
E: Kemuniang Hutan Kudo
F: Tebat Ikan
G: Tepian Tempat Mandi
H: Kebun Bunga

Gambar 13. layout Rumah Gadang

1. Anjung Kiri (Ujung)


2. Anjung Kanan (Pangka)
3. Jenjang
4. Sitinjau Lauik
5. Sibayau-Bayau
6. Sitangka Lapa
7. Jalan Masuk
8. Jalan Besar
9. Puding Perak Paga di Luar
10. Puding Emas Paga di Dalam
11. Jalan Kecil Ketapian Mandi
12. Halaman Pakai Pasir Halus
13. Kepuak Gadang
14. Kapuak Ketek
15. Batu Tapakan

Rangkiang

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

14

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Gambar 14. Pekarangan Rumah Gadang yang memiliki Rangkiang


di depannya.

2.6
aspek

SISTEM KEMASYARAKATAN

Kekerabatan Minangkabau yaitu:


1. Tali kerabat mamak kemenakan : anak laki-laki dengan saudara laki-laki ibunya
2. Tali kerabat suku bako: hubungan serumah gadang (saparuik), sekampung
(sesuku), atau sepayung.
3. Tali kerabat induak bako anak pisang: anak dengan saudara perempuan
bapaknya
4. Tali kerabat sumando pasumandan: hubungan antara anggota-anggota rumah
gadang (paruik) atau kampung dari seorang istri dengan anggota rumah gadang
(paruik) atau kampung suaminya.
Masyarakat Minangkabu juga memiliki lapisan Sosial, yaitu:

Orang Babangso / beradat

Orang Inggok mancakam Tabang Manumpu (orang biasa)

Anak kemenakan / anak buah (lapisan terendah) atau budak


Secara adat, sistem pemerintahan Minangkabau dibedakan menjadi 2:

Laras Bodi Caniago: demokrasi, yaitu masyarakat memegang peranan penting

Laras Koto Piliang: otokrasi, yaitu dimulai dengan musyawarah tetapi


keputusan tetap berada di tangan Penghulu Pucuk atau Penghulu Suku.

Pengaruhnya pada arsitektur


Sistem kemasyarakatan memiliki pengaruh terhadap penentuan bentuk Rumah

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

15

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
Gadang. Sistem pemerintahan yang berbeda dan Luhak yang berbeda memiliki bentuk,
ukuran, dan gaya Rumah Gadang yang berbeda.

Gaya kelarasan aliran Koto Piliang: Garudo Tabang (Garuda Terbang)


Di kedua ujung rumah diberi beranjung; sebuah ruangan kecil yang
lantainya lebih tinggi dari lantai yang bagian tengah. Mempunyai tempat masuk
di bagian tengah badan bangunan pada sisi terpanjang. Pada pesta-pesta adat
orang yang terhormat ditempatkan di kiri tempat masuk. Mempunyai ruang
tambahan yaitu, Anjuang tempat bermain putra-putri. Anjuang ini terletak di
kedua ujung dan mempunyai gonjong tersendiri. Pada anjuang deretan tiang
paling ujung hanya sebuah yang sampai ke tanah yaitu bagian tengah dalam
deretan tersebut. Kamar tidur terletak pada sisi belakang rumah. Kamar yang
paling terhormat adalah ujung sebelah kiri pintu masuk.

Kelarasan Boni Kaniago: Garudo Manyusukan Anak


Bangunan tidak beanjung, tetapi pada bagian ujung kiri dan kanan di
bawah gonjong diberi beratap (emper) yang merupakan sayap burung yang
sedang mengerami anaknya. Pintu masuk di sisi terpendek bangunan dan
kedudukan orang-orang hampir sama. Hanya masih disediakan tempat untuk
tamu-tamu dan pemuka adat pada sisi terjauh dari tempat masuk di dekat
jendela.
Menurut Gaya Luhak:

Kepunyaan Kaum Penghulu Pucuk di Luhak Tanah Datar: Gajah Maharam model
rumah Baanjuang, merupakan aliran Koto Pialang. Mempunyai tangga di depan
dan belakang yang letaknya di tengah. Dapur dibangun terpisah pada bagian
belakang rumah yang didempet pada dinding.

Kepunyaan Kaum Penghulu Andiko di Luhak Agam : Serambi Papek. Kaum


Penghulu Andiko di Luhak Agam ini menganut aliran kelarasan bodi caniago. Jadi
model rumahnya mirip dengan Kelarasan Bodi Caniago. Letak tangganya di
samping sebelah kiri menghadap ke depan. Dapur dibangun terpisah oleh jalan
keluar masuk melalui tangga rumah.

Luhak Limopuluh Koto : Rojo Babandiang . Bentuk seperti rumah di Luhak Tanah
Datar. Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak di
bagian depan. Rumah Gadang Rajo Babandiang di Luhak Limopuluhan Kota letak
tangganya di belakang. Tangganya terletak pada antara bagian dapur dan
rumah.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

16

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Gambar 15: Rumah Gadang Luhak Agam


Serambi Papek

Gambar 16: Rumah Gadang Luhak


Tanah Datar

Gambar 17: Rumah Gadang


Luhak Lima Puluhan Kota

2.7
aspek LOKASI SITE
Rumah Gadang memiliki keharusan diletakkan di lahan yang datar. Tetapi
lokasi pemilihan site juga tidak boleh sembarangan. Rumah Gadang harus didirikan di
tanah pusako tinggi satu paruik, yaitu tanah yang dulunya digarap oleh ninik mereka.
Gunanya didirikan di sana adalah rumah itu basis bagi kaum itu untuk bermusyawarah
antara mamak dengan kemenakan, tempat mamak memberi petunjuk dan pengajaran
kepada anak kemenakannya, tempat anak kemenakan mengadu dan berberita dan juga
tempat menyimpan barang-barang pusaka peninggalan mamak-mamak sebelumnya.
Jadi Rumah Gadang adalah rumah pusako bagi kaum itu.

Pengaruhnya pada arsitektur

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

17

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
Lokasi site Rumah Gadang memiliki pengaruh kepada jumlah ruangan dan
jumlah gonjong. Tempat tinggal yang diperbolehkan dibangun di daerah Taratak adalah
dangau / rumah dengan tiang 4 buah yang terdiri 1 ruangan dan belum bergonjong.
Sedangkan yang boleh dibangun di daerah Koto, adalah rumah yang memiliki gonjong 2
dan ruangan berderet 2. Sementara rumah yang dibangun di daerah Dusun sudah boleh
bergonjong 4, dan rumah yang dibangun di daerah Nagari boleh memiliki gonjong 4 atau
lebih.

Gambar 18. Rumah Gadang bergonjong 2

Gambar 19. Rumah Gadang


bergonjong 4

2.8
aspek SOSIAL BUDAYA
Alam merupakan sumber adat dan kepercayaan masyarakat Minangkabau.
Peraturan adat berdasar pada alam. Seperti alam, adat juga mengelilingi kehidupan
manusia. Dari alam itulah timbul adat Matrilineal dalam masyarakat Minangkabau. Adat
Matrilineal memiliki kesesuaian dengan flora dan fauna di alam di mana bisa dilihat
bahwa seorang ibulah yang melahirkan generasi selanjutnya dan seorang ibu jugalah
yang menyusui anak dan membesarkan anak.
Adat Minangkabau, berasal dari alam berdasarkan puisi Alam takambang jadi
guru (pertumbuhan alam adalah guru kita). Di alam semua yang lahir ke dunia ini
adalah lahir dari ibu, bukan dari ayah. Adat tahu bahwa ibu adalah yang terdekat
dengan anaknya dan lebih dominan daripada ayah dalam membentuk karakter generasi
selanjutnya. Karena itulah mereka melindungi wanita dan keturunannya karena wanita
lebih lemah daripada pria. Mereka berusaha membuat yang lemah menjadi kuat dalam
kehidupan manusia. Jika seorang ibu mencampakkan atau tidak mengenali anaknya,
adat hadir untuk mengenali garis keturunan anak dan untuk meyakinkan kesejahteraan
anak.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

18

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
Matriarchy bukan soal female rule, tetapi tentang prinsip dan nilai sosial yang
berakar pada

makna keibuan di mana kedua jenis kelamin bekerja bersama dan

menempati fungsinya masing-masing.


Imitasi alam berarti bahwa manusia belajar bukan hanya dari apa yang
mendukung kehidupan tapi juga dari apa yang menghancurkannya. Adat mereka adalah
mengajari mereka untuk mengambil yang baik dari alam dan membuang yang buruk.
Pemeliharaan hukum alam harus diikuti oleh manusia sebagai alat peraturan sosial.
Selain

adat

matrilinelal,

masyarakat

Minangkabau

juga

memiliki

adat

mengembara, yaitu pemuda meninggalkan desanya untuk mencari keberuntungan atau


pengetahuan selama beberapa tahun sebelum kembali ke desanya. Karena pria
Minangkabau sering merantau untuk mencari pengalaman, kekayaan, dan kesuksesan
komersial,

kelompok

keluarga

wanita

bertanggung

jawab

untuk

memelihara

kemenerusan keluarga, distribusi, dan pegolahan lahan. Kelompok ini dipimpin oleh
penghulu (pemimpin). Pemimpin dipilih dari kelompok keturunan pemimpin. Posisi
penghulu tidak selalu diisi setelah kematian penghulu yang menjabat.
Kekuatan wanita Minangkabau meluas sampai pada dunia ekonomi dan sosial.
Wanita mengendalikan tanah warisan dan suami pindah ke rumah istri. Pada upacara
pernikahan, istri mengambil suami dari rumahnya dan bersama dengan keluarganya
wanita membawa pria ke rumah wanita. Jika terjadi perceraian, pria yang
meninggalkan rumah.

Pengaruhnya pada arsitektur


Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Minangkabau memiliki pengaruh pada
komposisi massa pada rumah adat Minangkabau. Komposisi massa pada Rumah Gadang
didasarkan pada sifat-sifat alam dan kebutuhan manusia. Komposisi antara keduanya ini
menghasilkan kewibawaan yang dalam. Rumah adat Minangkabau bentuknya simetris,
sesuai dengan alam lingkungan yang antara satu dan lainnya terdapat susunan komposisi
yang selaras dan seimbang.
Rumah Gadang bentuknya memanjang didasarkan kepada jumlah ruang dalam
bilangan yang ganjil, misalnya 3,5,7,9,11 dan ada pula 17 ruang pada masa lalu tetapi
sekarang sudah tidak ditemukan lagi.
Rumah Gadang secara memanjang dibagi atas beberapa ruang/lanjar. Maka
secara melebar ia dibagi kepada didieh. Dan pada sebagian Rumah Gadang pada ujung
kiri dan kanan ada ruangan yang disebut dengan anjuang dan ada kalanya ada

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

19

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
ruangan yang menjorok keluar di atas pintu masuk yang disebut dengan Balai (yang
digunakan untuk menerima tamu)

Gambar 20. komposisi ruang Rumah Gadang yang simetris menunjukkan keseimbangan
alam (asal adat Minangkabau). Susunan ruangnya juga menunjukkan pola kehidupan
social.

Ruangan dalam Rumah Gadang dibagi atas beberapa bagian yaitu didieh yang
menghadap ke depan atau bagian depan yang merupakan ruang terbuka, dan didieh
yang arah ke dalam disebut Bandua digunakan sebagai Biliek (kamar tidur), dan di
tengahnya sebagai tempat sirkulasi keluar masuk.
Rumah Gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masingnya mempunyai
fungsi khusus. Seluruh bagian merupakan ruangan lepas kecuali biliek (kamar tidur)
Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang-ruang ditandai oleh tiang.
Lanjar yang terletak pada bagian dinding sebelah belakang yang disebut didieh
belakang atau Bandua biasanya digunakan untuk kamar-kamar. Jumlah kamar
tergantung kepada perempuan yang tinggal di dalamnya atau besarnya lanjar yang ada.
Ukuran kamar-kamar ini hanya didesain untuk tidur, karena ukurannya sangat sempit,
hanya cukup untuk satu tempat tidur, almari, dan peti penyimpanan. Hal ini mendapat
pengaruh dari kehidupan sosial masyarakat Minangkabau yang lebih suka melakukan
kegiatan secara bersama daripada individu.
Kamar untuk para gadis ialah pada bagian ujung kanan. Kamar yang di ujung
kiri biasanya digunakan oleh penganten baru atau pasangan suami istri yang paling
muda. Kalau rumah mempunyai anjuang, maka anjuang sebelah kanan merupakan
kamar para gadis. Sedangkan anjuang sebelah kiri digunakan sebagai tempat
kehormatan bagi penghulu pada waktu dilangsungkan berbagai upacara adat.
Lanjar kedua merupakan bagian yang digunakan sebagai previlasi dari para
penghuni kamar. Lanjar ketiga merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar tiga.
Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu dari masing-

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

20

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
masing penghuni kamar yang berada di ruang itu. Lanjar tepi, yaitu yang terletak di
bagian depan dinding depan. Merupakan lanjar terhormat yang lazimnya digunakan
sebagai tempat tamu laki-laki bila diadakan perjamuan.
Dari fungsi ruang-ruang tersebut, dapat dilihat bahwa susunan ruangnya
menyesuaikan dengan kehidupan sosial, di mana kamar yang merupakan daerah pribadi
wanita terletak di belakang, jauh dari jangkauan para pria. Terdapat ruangan tersendiri
untuk menerima tamu pria. Hal ini menunjukkan bahwa yang menguasai seluruh
ruangan di Rumah Gadang adalah kaum wanita.
Selain komposisi ruang, ada hal lain yang mendapat pengaruh dari budaya
Minangkabau, yaitu ukiran. Setiap Rumah Gadang memiliki ukiran pada tiap-tiap
bagiannya. Mulai dari tiang, dinding, pintu, jendela, sampai atap. Motif ukiran yang
digunakan adalah mengambil dari alam, sesuai dengan asal adat Minangkabau. Motif
yang digunakan adalah motif flora dan fauna. Ukiran-ukiran yang diletakkan di dinding
eksterior berbeda dengan di dinding interior. Terdapat ketentuan tersendiri mengenai
hal ini. Tetapi setiap Rumah Gadang bebas untuk menentukan flora apa atau fauna apa
yang akan digunakan dalam ukiran.
Salah satu hal yang sangat penting pada ukiran rumah adat Minangkabau adalah
nama ukirannya. Nama ukiran dapat dilihat dari kaitan ukiran dengan kehidupan
masyarakat. Setiap nama ukiran melambangkan suatu gejala hidup dalam masyarakat
yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan masyarakat Minangkabau.
Penggambaran kehidupan gejala alam dapat dilihat dari nama ukiran yang berasal dari
nama tumbuh-tumbuhan dan nama binatang. Sedangkan penggambaran nilai-nilai
kehidupan manusia dalam masyarakat dapat dilihat dari nama ukiran yang berasal dari
kata-kata adat.
Bentuk yang mula-mula timbul adalah bentuk realis, yaitu meniru bentuk alam
seperti apa yang dilihatnya. Tetapi kemudian bentuk-bentuk alam itu mulai ada yang
dirubah sesuai dengan pandangan dan selera pembuatnya. Tetapi tidak berarti bahwa
bentuk realis sudah ditinggalkan sama sekali. Biasanya kedua bentuk itu dikombinasikan
dalam sebuah ukiran. Hal itu terlihat menonjol pada ukiran Minangkabau.
Pada umumnya motif dasar yang banyak ditiru adalah bentuk tumbuh-tumbuhan
dan bentuk binatang. Suatu hal yang menjadi prinsip motif ukiran rumah Minangkabau
adalah motif itu diambilkan dari benda-benda mati seperti pemandangan, pasir putih di
pantai, gantungan kain dan sebagainya.
Ukiran tidak diletakkan di sembarang tempat. Sebelum ukiran dibuat harus
dipikirkan lebih dahulu motif ukiran yang sesuai dengan tempat di mana ukiran itu akan

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

21

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
ditempatkan. Umumya orang Minangkabau akan selalu terpancing dengan sifat alam di
sekitarnya baik itu merupakan gerak-gerik isyarat ataupun bersifat lambang. Jadi untuk
menempatkan suatu ukiran itu hendaknya tepat pada sasarannya.
Ukiran akar-akaran dapat kita temui pada tempat-tempat yang mengundang
orang harus terlebih dahulu menggunakan akal pikiran sebelum bertindak, yaitu
ditempatkan di tiang-tiang, di pintu gerbang, di pintu masuk di rangkiang. Begitu juga
dengan penempatan ukiran yang banyak melambangkan bunga-bunga. Kebanyakan
ukiran bunga-bungaan ini ditempatkan di tempat-tempat yang cepat terpandang seperti
di pintu-pintu, jendela-jendela, sampai ke bubungan atap. Ukiran yang bermotif umbiumbian dan daun-daunan banyak terdapat pada pinggang rumah dan lisplang dalam
kamar.
Sedangkan untuk ukiran yang bermotif binatang bisa ditempatkan di dalam
kamar maupun di luar kamar. Ukiran yang terdapat di dalam kamar adalah yang
bermotifkan binatang piaraan seperti kucing lalok, kucing menyusukan anak, itiak
pulang patang, dan lain-lain. Sedangkan yang bermotif binatang liar kebanyakan di
tempatkan di tempat terbuka seperti alang bebega, gajah badorong, kijang lari, ruso
balari dalam ransam, harimau dalam parangkok, kudo manyipak, dan lain-lain. Untuk
ukiran ramo-ramo, kunang-kunang berabah mandi, alang babega, sikumbang janti
tantandu bararak, sipaduik manyosok bungo, banyak terlihat pada pintu-pintu kamar
anak gadis. Sedangkan pada pintu bujangan banyak dijumpai ukiran paruah anggang,
kudo manyipak, takuak kodo manyipak, lokan-lokan, kaluang bagayuik, kijang lari, dan
lain-lain.
Pada bandua ayam dihiasi dengan tiga jenis ukiran dengan nama aka cino
bapilin, siriah gadang, dan sikambang manih. Pada bagian dinding yang lebih luas
dihiasi dengan ukiran yang bernama pucuak rabuang, aka cino dan tabendang ka langik.
Pada ventilasi di atas jendela dihiasi ukiran dengan nama sikambang manih. Pada ujung
atap dihiasi ukiran pisang sasikek, tantadu bararak dan itiak pulang patang. Pada pintu
masuk dihiasi ukiran daun bodi, bungo lado, buah palo, pucuak rabuang.
Ukiran adat Minangkabau tidak memiliki pola tertentu, sesuai dengan sifat
gejala alam yang sukar dibuat polanya. Pola ukiran Minangkabau hanya terletak dalam
pikiran dan keahlian masing-masing tukang ukir dalam memindahkan bentuk-bentuk
alam ke dalam bentuk-bentuk ukiran. Proses pemindahan bentuk alam ke bentuk ukiran
hanya terjadi dengan melihat bentuk alam, kemudian melalui proses abstraksi alam
pikirannya, lalu dipahatkan ke atas kayu yang hendak diukir. Dengan demikian cetakan
atau pola tetap tidak dikenal dalam ukiran Minangkabau. Di samping itu prinsip pokok

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

22

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
dalam ukiran Rumah Adat Minangkabau disebutkan dalam kata-kata adat yang sudah
mentradisi dalam kehidupan masyarakat.
Ukiran dalam Rumah Gadang tidak dibiarkan polos tanpa warna. Semua warna
dipakai untuk menghidupkan seni ukiran. Warna dasar yang digunakan adalah warna
merah coklat, dibumbui dengan warna-warna lain yang cocok sehingga tiap ukiran
memiliki bentuk yang sesuai dengan kenyataannya.

Gambar 21: Ukiran Itik Pulang Patang

Gambar 22: Ukiran Ramo-ramo

2.9
aspek TRADISI RITUAL
Minangkabau memiliki tradisi mengadakan berbagai macam upacara dan festival,
antara lain:

Turun mandi upacara kelahiran bayi

Sunat rasul

Baralek upacara pernikahan

Batagak pangulu upacara inagurasi pemimpin klan. Pemimpin klan yang lain,
semua kerabat pada klan yang sama dan semua orang desa di daerah itu
diundang. Upacara akan berlangsung selama 7 hari atau lebih

Turun ka sawah upacara komunitas pekerja

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

23

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Manyabik upacara panen

Hari Rayo

Upacara adopsi

Upacara Adat

Upacara pemakaman

Upacara berburu babi hutan liar

Maanta pabukoan mengirim makanan untuk mertua pada saat Ramadan

Tabuik Perayaan muslim pada desa pinggir pantai Pariaman

Tanah Ta Sirah, pelantikan pemimpin klan baru (Datuk) ketika yang lama
meninggal dalam beberapa jam. (tidak perlu melapor pada batagak pangulu,
tapi klan harus mengundang semua pemimpin klan di daerah tersebut)

Mambangkik Batang Tarandam, pelantikan pemimpin klan baru (Datuk) ketika


yang lama meninggal dalam 10 sampai 50 tahun atau lebih. (harus ada batagak
pangulu)

Pengaruhnya pada arsitektur


Berbagai macam upacara adat yang diselenggarakan di Minangkabau tersebut
memiliki pengaruh terhadap arsitektur Rumah Gadang dan juga permukimannya. Pada
Rumah Gadang pengaruhnya adalah terletak pada susunan ruangnya. Rumah Gadang
memiliki bagian yang terbuka untuk penyelenggaraan upacara adat, selain itu terdapat
ruangan khusus bagi penghulu pada waktu upacara adat, yaitu anjuang sebelah kiri.
Sedangkan pengaruhnya terhadap permukiman yaitu terdapatnya tanah lapang
di pusat nagari tempat diselenggarakannya upacara-upacara adat.

Gambar 23. Ruang terbuka digunakan untuk penyelenggaraan upacara adat,


ruang anjuang sebelah kiri adalah tempat bagi penghulu pada saat dilakukan
upacara adat tersebut.
Setiyowati

Ernaning
3206 204 001

24

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Gambar 24. Interior Ruang terbuka yang digunakan untuk penyelenggaraan


upacara adat

2.10
aspek KELUARGA
Masyarakat Minangkabau memiliki sistem kekeluargaan matrilineal, seorang
anak dianggap sebagai keturunan dari ibunya, bukan ayahnya. Seorang anak lelaki,
memiliki tanggung jawab utama terhadap klan ibu dan saudara wanitanya. Dalam
pelaksanaannya, pada kebanyakan desa seorang pemuda akan mengunjungi istrinya di
sore hari tapi menghabiskan hari-harinya dengan saudara perempuannya dan anakanaknya. Hal yang biasa bagi saudara perempuan yang telah menikah untuk tetap
berada di rumah orang tuanya. Seorang anak lelaki yang sudah remaja, sudah tidak
memiliki tempat lagi di rumah orang tuanya. Biasanya mereka keluar dari rumah dan
tidur di surau bersama pemuda-pemuda lain sampai dia dijemput oleh wanita yang
melamarnya. Jadi hanya anak wanita yang tetap tinggal di rumah ibunya. Yang tinggal
di rumah adalah satu garis keturunan anak-ibu-nenek.

Pengaruhnya pada arsitektur


Aspek keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap jumlah dan susunan
ruang pada Rumah Gadang. Rumah Gadang pada umumya terdiri dari tiga ruang sampai
sebelas ruang, tergantung dari jumlah wanita yang ada di rumah tersebut. Tetapi
Rumah Gadang ini bukan rumah tumbuh. Rumahnya sudah dedesain untuk ditempati
oleh tiga generasi, anak-ibu-nenek, dengan jumlah ruang maksimal 11 ruang. Bila

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

25

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
anggota keluarga wanita bertambah sampai ruang yang ada sudah tidak cukup lagi,
maka dibangunkan rumah yang baru.
Hirarki dalam Rumah
Gadang

berdasarkan

pada

siklus kehidupan wanita, dan


membentuk perjalanan dari
pusat menuju ke anjuang,
kemudian biliak, dan terakhir
dapur
Anjuang

merupakan

tempat tinggal banyak anak


perempuan
Gambar 25. hirarki Rumah Gadang berdasarkan siklus
kehidupan wanita

menikah
tinggal.

yang
dan

Wanita

sudah

baru
suaminya

lain

menikah

yang
dan

pasangannya menempati bilik atau biliak, di belakang rumah. Setiap gadis yang
menikah pindah ke anjuang, sementara wanita yang sudah menikah lainnya pindah
bergeser satu ruangan ke arah dapur. Idealnya, wanita tertua di rumah harus tidur di
biliak sebelah dapur. Jika tidak ada biliak kosong untuk ditempati, ia pindah ke
ruangan yang disebut pangkalan (tiang pusat) melambangkan kedudukannya sebagai
wanita tua

2.11
aspek

AGAMA

Menjadi Minang adalah menjadi Muslim merupakan suatu kalimat dari pepatah
masyarakat Minangkabau. Hampir 100% masyarakat Minangkabau memeluk agam Islam.
Memang budaya masyarakat Minangkabau diawali oleh adat berabad-abad lalu. Tapi
kemudian Islam datang, dibawa oleh pedagang di daerah pesisir, antara abad ke-14 dan
ke-16. Kemudian Kebudayaan Minangkabau dan Islam hidup berdampingan karena pada
dasarnya banyak ajaran adat Minangkabau yang sesuai dengan ajaran Islam. Kecuali
adat matrilinealnya. Karena di Islam yang berlaku adalah adat Patrilineal. Tapi
masyarakat Minangkabau tetap mempertahankan adat Matrilineal ini.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

26

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Pengaruhnya pada arsitektur


Agama tidak terlalu banyak mempengaruhi arsitektur Minangkabau. Hanya
berpengaruh sedikit pada susunan ruangnya. Susunan ruang di Rumah Gadang memiliki
pemisahan yang jelas antara pria dan wanita. Sebagaimana layaknya ajaran Islam yang
melarang pria dan wanita yang bukan muhrim untuk berdekatan.
Agama juga memiliki pengaruh terhadap pola permukiman. Di setiap Dusun
terdapat surau, dan di setiap Koto dan Nagari terdapat masjid yang digunakan sebagai
tempat beribadah umat Islam.

masijd

Gambar 26. masjid terdapat di setiap


Nagari

2.12
aspek MATERIAL YANG TERSEDIA
Material yang tersedia di daerah Minangkabau adalah jenis kayu2an yang
ditemui di hutan, antara lain meranti, kayu kalek, balam, paniang2, banio, bapati,
kemenyan, rotan, manau, surian, razak. Selain itu juga terdapat bambu dan ijuk.

Pengaruhnya pada arsitektur


Material yang tersedia
tersebut memiliki pengaruh
pada
digunakan

material

yang

pada

Rumah

Gadang. Pada Rumah Gadang

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

27
Gambar 27. Rumah Gadang yang memiliki material batu
pada pondasinya, kayu pada tiangnya, dan ijuk pada
atapnya.

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
yang asli, lantai tidak terbuat dari kayu, akan tetapi dibuat dari bambu yang dipecah
dan didatarkan yang disebut dengan palupuah. Jadi tidak menggunakan paku di dalam
pemasangannya tetapi hanya menggunakan rotan yang telah dibelah untuk mengikat
sehingga lantai tersebut tidak terlepas dan bercerai berai.
Tiang atau kolom terbuat dari kayu yang kuat. Untuk sandi atau pondasi
menggunakan batu yang permukaannya datar. Atap terbuat dari ijuk. Saga ijuk diatur
susunannya dengan nama Labah Mangirok atau Labah Maraok dan Bada Mudiak.
Sedangkan loteng merupakan ruangan antara lantai dan atap bangunan,
biasanya terbuat dari kayu atau papan yang tidak datar.
Terbatasnya material yang tersedia tersebut, akan memiliki pengaruh terhadap
teknik pembangunannya, serta struktur dan konstruksinya.

2.13
aspek

TEKNOLOGI

Teknologi mendirikan bangunan yang dikuasai oleh masyarakat Minangkabau


pada jaman dahulu ketika arsitektur Rumah Gadang ini baru berdiri sangatlah terbatas
dan sangat tergantung kepada material yang tersedia yang juga sangat terbatas. Tapi
dengan keterbatasan itu, mereka mampu membuat bangunan besar yang kokoh.
Sebagai contoh, mereka belum mengenal pondasi yang ditanam, tapi bangunannya
tetap bisa berdiri dengan tegak.

Pengaruhnya pada arsitektur


Penguasaan

teknologi

bangunan

yang

ada

memiliki pengaruh terhadap struktur dan konstruksi


pada Rumah Gadang.
Bangunan Rumah Gadang tidak menggunakan
pondasi yang ditanam dalam, hanya menggunakan batu
yang hampir sama besarnya yang digunakan sebagai
sandi

dari

bangunan.

Sandi

tersebut

sebagian

ditanamkan ke tanah sebagai tempat tiang-tiang rumah


ditegakkan. luas permukaannya lebih luas daripada garis
tengah lingkaran tonggak. Sandi mempunyai permukaan
yang datar, dan dapat ditanamkan sebagian ke dalam

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Gambar 28. detail pondasi

28

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
tanah.
Antara lantai dan sandi-sandi yang merupakan tempat berdirinya tiang rumah
disebut dengan kandang. Fungsi kandang adalah untuk memelihara ternak seperti
ayam, itik, kambing, kerbau, dan sapi. Maka antara tiang-tiang dari atas sendi ke lantai
diberi sasak, yakni ditutup atau dipagar dengan bambu yang dianyam sehingga pagar itu
satu dengan yang lainnya saling terikat. Bila sasaknya terbuat dari bagian bambu yang
dibelah dengan ukuran 7 cm disebut dengan sasak gadang. Sedangkan bila dibelah
dengan ukuran 2 sampai 3 cm disebut dengan sasak bugih. Cara pembuatan sasak:
membelah-belah bambu sesuai dengan besarnya yang dikehendaki dengan merautnya
sehingga bilah-bilah dari bambu tersebut yang tajam menjadi tumpul. Kemudian
setelah bambu menjadi sasak dilakukan pembenaman ke dalam lumpur yang selalu
digenangi oleh air sampai dengan bambu
tersebut berubah bentuk dan warnanya
menjadi hitam. Masa pembenaman ini
lebih lama lebih baik tetapi tidak
melebihi dari jangka waktu 2 tahun.
Pada Rumah Gadang yang asli
tangganya terbuat dari kahu (papan
tebal)

Induk

dari

tangga

tersebut

dilobangi dengan mempergunakan pahat


Gambar 29. sasak yang menutupi kolong

sebanyak 7 atau 9 buah atau yang


merupakan angka ganjil, gunanya untuk

kedudukan anak tangga. Lobang itu harus dibuat miring, supaya kalau nanti tangga itu
ditegakkan akan datar kembali.
Tiang: tonggak tuo maksudnya tiang yang dituakan di mana pada tiang tersebut
menghubungkan seluruh tiang-tiang bangunan rumah gadang. Tiang panjang merupakan
tiang-tiang yang melintang berdekatan dengan tonggak tua dan ada lagi tiang yang
disebut dengan tiang dalam, tiang temban, tiang dapur, tiang tepi, tonggak gantung
yang kesemuanya adalah tiang-tiang yang membentuk kerangka Rumah Gadang menjadi
empat persegi panjang dengan dibatasi oleh tiang-tiang pada garis tengah rumah.
Tiang Rumah Gadang berbentuk dasar bulat yang dibuat bersegi-segi. Tidak ada
tiang rumah Gadang yang terbuat dari kayu bulat. Tiang merupakan bagian penting dari
bangunan. Segi-segi dari tiang tidak sama besarnya. Tiang yang besar terdapat pada
tengah bangunan. Tiang yang berada di tengah bangunan dibuat bersegi 8 sedangkan
yang terletak di samping bersegi 5. Tiang-tiang ini banyak fungsinya, yang mana tiap

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

29

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
nama menunjukkan fungsinya yaitu tiang: tepi, temban, tengah, dalam panjang, salek,
dapur, yang kesemuanya diberi ukiran yang sesuai menurut fungsinya.

Gambar 30. susunan tiang-tiang dalam Rumah Gadang

Antara dua deretan tiang-tiang yang dikasarkan merupakan satu ruangan.


Jumlah seluruh tiang-tiang badan istana adalah 10 x 5 = 50 buah dengan 9 ruangan.
Jumlah tiang-tiang anjung masing-masing adalah 9 buah yang terdiri dari dua ruangan.
Jadi jumlah seluruh tiang anjung kiri kanan adalah 18 buah. Rumah untuk tangga
mempunyai tiang yang agak kecil 4 buah. Jadi jumlah seluruh tiang-tiang istana adalah
50+18+4 buah=72 buah tiang besar kecil.
Tiang utama rumah didirikan tegak, tiang luar rumah lebih tua agak condong ke
luar sedikit. Hal itu untuk memberi sentuhan garis atap yang dibangun ke atas dan ke
luar dengan cara balok-balok melintang dan kerangka penguat, puncaknya diperluas
dengan pemakaian penunjang dan pengikat . tiang-tiang tersebut tidak dipasang dengan
posisi tegak lurus. Tetapi mempunyai kemiringan ke arah luar yang berlawanan arah
miringnya dengan tiang-tiang yang berseberangan dengannya. Ternyata dari segi
konstruksi kemiringan ini dapat berarti banyak, yaitu permainan gaya yang saling
meniadakan sehingga tercapai kestabilan yang tinggi, karena kecondongan tiang yang
satu ke kiri atau kanan akan dinetralisir oleh
tiang di seberangnya. Mungkin inilah salah satu
penyebab kenapa Rumah Gadang ternyata
tangguh menghadapi serangan alam, tidak
pernah

doyong

selain

disebabkan

oleh

bahannya yang memang sudah lapuk.


Antara

tiang-tiang

tersebut

bagian

tengahnya dihubungkan oleh rasuak, yaitu


dasar dari bagian tengah dari bagian rumah
gadang. Di atas rasuak yang dibantu oleh

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

Gambar 31. detail kolom/tiang

30

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
hariau (kayu untuk memperkuat kedudukan bangunan lantai) dibangun lantai yang dari
ujung ke ujungnya meninggi dan adakalanya dari ujung ke ujungnya bertingkat yang
disebut dengan anjuang. Lantai dari bangunan Rumah Gadang kesemuanya terbuat dari
papan yang diketam secara lurus dan kemudian disusun secara datar dan rapat di atas
jariau-jariau yang telah dipersiapkan untuk itu.
Tiang-tiang rumah gadang tidak ditanam ke dalam tanah. Tiang-tiang ini hanya
diletakkan di atas batu layah. Untuk menghubungkan tiang-tiang dan bagian rumah
tidak digunakan paku, melainkan pasak dari bambu.
Semua pemasangan dinding (yang sejajar dengan kemiringan tiang-tiang) dan
balok-balok pembuat dinding, memakai teknik pasak dan jepit, sehingga tidak
diperlukan paku sama sekali. Tetapi ukiran-ukiran yang memenuhi sebagian besar
dinding depan dan dalam, dipakukan ke dinding utama
Dalam pertukangan yang dipakai adalah eto atau hasta. Kadang-kadang untuk
mencari bentuk yang baik ukuran eto ini ditambah atau dikurangi satu jengkal. Ukuran
untuk satu ruang kira-kira 5-7 eto. Kalau yang dimaksud dengan 1 eto = 0,5 meter,
maka:

Rumah Gadang yang terpendek yaitu 5 ruang, panjangnya adalah 12,5 meter.
Sedangkan yang terpanjang yaitu 17 ruang adalah 59,5 meter.

Lebar 10-14 meter

Tinggi lantai 5-7 eto atau 2,5-3,5 meter

Tinggi plafond 14 eto atau 5-7 meter dari tanah

Miring sudut atap umumnya 45 derajat, sedangkan gonjong berpedoman pada


panjang rumah dan tingkat sosial penghuni.
Antara lantai dan atap bangunan terdapat pagu yaitu semacam loteng yang

digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang. Pada bagian atas dari Rumah
Gadang, yaitu mulai dari loteng sampai ke atap, teknik dan cara pembuatannya
dilakukan dengan membentuk suatu kerangka yang disebut dengan kerangka kudo-kudo
yang merupakan susunan atau anyaman dari kayu-kayu untuk tempat meletakkan ijuk
sebagai atap dari Rumah Gadang. Cara meletakkan ijuk tidak dengan paku akan tetapi
menyusun ijuk itu sendiri di dalam satu ikatan yang saling berhubungan. Pengikatan
tersebut dengan menggunakan rotan-rotan yang telah dibelah kemudian diikatkan pada
ijuk-ijuk yang telah didatarkan sehingga satu dengan yang lainnya menjadi satu
kesatuan. Pada bagian atap muka dan belakang biasanya lotengnya miring dan pada

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

31

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
bagian tengah datar. Hal ini merupakan pengaruh atap dari Rumah Gadang tersebut
yang tidak rata, tetapi rendah pada bagian belakangnya.

Gambar 32. sketsa struktur utama

Gambar 33. Denah Rumah Gadang

Gambar 34. Potongan memanjang

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

32

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Gambar 35. Potongan melintang

2.13
TAHAPAN PEMBANGUNAN
Untuk mendirikan sebuah Rumah Gadang, masyarakat tidak bisa langsung
memutuskan sendiri. Sebelumnya harus dimulai dengan permusyawarahan antara orangorang yang sekaum. Dalam permusyawarahan tersebut akan dikaji patut tidaknya
pembangunan Rumah Gadang tersebut dilaksanakan. Hal ini dilihat dari segi
kepentingan satu-satu dan kepentingan tidak rusaknya adat. Misalnya ketentuan adat
mengatakan bahwa mendirikan Rumah Gadang pada suatu tempat tertentu atau
komunitas tertentu memiliki peraturan yang berbeda dengan tempat dan komunitas
lain dalam menentukan bentuk dan ukuran serta gonjong Rumah Gadang tersebut.
Sehubungan dengan ketentuan adat tersebut, dalam musyawarah pembangunan
Rumah Gadang juga dikaji letak yang tepat serta ukurannya, serta penentuan waktu
mulai mengerjakannya. Hasil mufakat tersebut disampaikan kepada Penghulu Suku
untuk menyampaikan rencana pendirian Rumah Gadang itu kepada Penghulu Suku
lainnya di dalam Nagari atau Dansanak Penghulu
Untuk mendirikan Rumah Gadang dicarikan bahannya ke hutan di mana dipilih
kayu yang baik dan tahan lama yang kemudian ditebang dan dipotong menurut ukuran
yang dikehendaki, lalu dibawa bersama-sama ke tempat rumah itu akan didirikan.
Sebagai sandi tiap-tiap tonggak akan ditegakkan. Pada masa sekarang sandi telah
ditukar dengan mempergunakan semen yang dicor. Setelah persiapan-persiapan
kerangka rumah sudah siap untuk ditegakkan, selanjutnya tahap kegiatan tersebut
dengan batagak tiang atau batagak kudo-kudo, yaitu kegiatan di mana seluruh tiang
dan kerangka rumah mulai dari bangunan bawah, bagian tengah, bagian atas telah siap
dilakukan. Dimulai dari mencatak tiang tua, yaitu membuat tiang utama.
Yang dibangun pertama kali adalah rumah bagian bawah. Yang dimaksud dengan
bagian bawah adalah dari sandi sampai kepada kandang. Mula-mula tanah di mana
tempat bangunan itu didirikan diratakan. Sudah itu dicari batu yang hampir bersamaan
besarnya yang digunakan sebagai sandi dari bangunan. Sandi dari bangunan itu

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

33

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1
ditanamkan ke tanah sebagai tempat tiang-tiang rumah atau tonggak ditegakkan.
Biasanya sandi tersebut luas permukaannya lebih luas daripada garis menengah
lingkaran tonggak. Sandi tersebut tidak dipersiapkan atau dibentuk dari batu yang
berukuran besar melainkan dicari batu yang mempunyai permukaan yang datar, dan
dapat ditanamkan sebagian dari badan batu tersebut ke dalam tanah. Penentuan letak
dan bentuk sandi serta cara pemasangannya sangat menentukan kekokohan Rumah
Gadang tersebut.
Kemudian kegiatan berikutnya secara berurutan adalah memasang atap,
memasang lantai, kemudian memasang dinding, lalu langsung membuat kamar dan
seterusnya menyasak rumah atau melekatkan dinding-dinding yang terbuat dari bambu.
Kegiatan terakhir dari tahapan pembangunan Rumah Gadang ialah mengukir dan
mencat bagian-bagian dari bangunan yang diperlukan ukiran, dan yang paling akhir
adalah membuat parit di sekeliling rumah.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

34

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

3
KESIMPULAN
Terbentuknya arsitektur vernakular Minangkabau tidak lepas dari aspek-aspek
yang mempengaruhi arsitektur vernakular pada umumnya. Karena arsitektur vernakular
bisa dikatakan sebagai arsitektur rakyat, maka terbentuknya arsitektur vernakular
tersebut akan dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Dari
pembahasan aspek-aspek yang mempengaruhi arsitektur tradisional Minangkabau di
atas, maka dapat disimpulkan pengaruh aspek-aspek kehidupan terhadap arsitektur
Minangkabau adalah sebagai berikut:

ARSITEKTUR
ORIEN

BEN

LOKASI

UKU

STRUK

TASI

TUK

SITE

RAN

TUR

SEJARAH
LEGENDA

KEMASYAR
AKATAN

SITE

PERMU
KIMAN

SISTEM

S
E

DEKORA
SI

EKONOMI

RUANG

GEOGRAFIS
IKLIM

LAYOUT

LOKASI

SOSIAL

BUDAYA
TRADISI

RITUAL
KELUARGA

AGAMA

MATERIAL

TEKNOLOGI

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

35

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

Tahapan pembangunan arsitektur tradisional Minangkabau:


1. musyawarah
2. pencarian bahan bangunan
3. tanah diratakan, sandi ditanam, tiang ditegakkan
4. pemasangan atap, lantai, dinding, menyasak rumah, melekatkan dindingdinding
5. mengukir dan mengecat
6. membuat parit di sekitar rumah.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

36

Aspek-aspek yang mempengaruhi Arsitektur tradisional Minangkabau


Proyek 1

4
PUSTAKA
http://cyclops.prod.untd.com
Irwan. ___. History of Rumah Gadang. www.kangguru.org
Tjahjono, Gunawan. 2002. Indonesian Heritage, Arsitektur. Jakarta: Buku Antara
Bangsa
Minarsih. 1998. Korelasi Antara Motif Hias Songket Dan Ukiran Kayu Di Propinsi
Sumatera Barat (Studi Kasus Daerah Pandai Sikek, Silungkang Dan Kubang).
http://digilib.itb.ac.id
Prijotomo, Josef. 2004. Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan. Surabaya: Wastu
Lanas Grafika
Syamsidar, B.A. 1991. Arsitektur Tradisional Daerah Sumatra Barat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Yurnaldi, 2000. Bagonjong, Wujud Arsitektur dari Karya Sastra. www.kompas.com
Pauka, Kirstin, 1997. Silek, The Martial Arts of the Minangkabau in West Sumatra.
Journal of Asian Martial Arts. Volume 6, Issue 1, pp. 62-79.
Dreyfuss, Hermine L. 1992. A traditional Minangkabau rice-storage building, Sumatra
. diakses dari http://www.photius.com/ pada tanggal 15 Maret 2007
Kosty, Pam. 2002. Indonesia's matriarchal Minangkabau offer an alternative social
system. Diakses dari www.sas.upenn.edu pada tanggal 15 Maret 2007
www.answer.com
Rice, Dien A. 1998. Minangkabau Life and Culture.
Papanek, Victor. 1995. The Green Imperative: Ecology and Ethics in Design and
Architecture. London: Thames and Hudson.
Waterson, Roxana. 1990. The Living House: An Anthropology of Architecture in South
East Asia. Oxford: Oxford University Press.

Ernaning Setiyowati
3206 204 001

37

Anda mungkin juga menyukai