Proyek 1
1
PENDAHULUAN
Bangunan vernakular bisa dikatakan sebagai arsitektur rakyat, yaitu arsitektur
yang merupakan hasil dari sebuah kultur vernakular dan komunitas masyarakat tertentu
(civilization). Arsitektur vernakular memiliki sifat turun-temurun hingga beberapa
generasi.
Pembangunannya
berdasar
kepada
pengetahuan
tentang
teknik
dan
dan
penghiasan,
membawa
kepada
sensasi
kesederhanaan
yang
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
2
PEMBAHASAN
Masyarakat Minangkabau memiliki arsitektur tradisional yang dikenal dengan
nama Rumah Gadang. Rumah tempat tinggal Minangkabau disebut sebagai Rumah
Gadang (Rumah Besar/Rumah Buranjang). Dikatakan Gadang (besar) bukan karena
fisiknya yang besar melainkan karena fungsinya selain sebagai tempat kediaman
keluarga, Rumah Gadang merupakan perlambang kehadiran satu kaum dalam satu
nagari, serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan seperti tempat bermufakat
keluarga kaum dan melaksanakan upacara. Bahkan sebagai tempat merawat anggota
keluarga yang sakit. Terbentuknya Rumah Gadang tersebut beserta perkampungannya
dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti yang mempengaruhi terbentuknya arsitektur
vernakular pada umumnya.
2.1
aspek SEJARAH
Menurut
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
Gunung
Marapi
Gambar 2. Rumah Gadang di Padang Panjang menghadap ke arah timur laut letak Gunung
Marapi berada
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
Gambar 3. Rumah Gadang di Bukit Tinggi menghadap ke arah tenggara letak Gunung Marapi
berada. Banyak bangunan yang tidak sejajar dengan jalan, karena jalan dibangun setelah
bangunan Rumah Gadang berdiri.
2.2
aspek LEGENDA
Berdasarkan legenda, dahulu kala ada pertentangan antara orang Minangkabau
dan orang Jawa. Daripada melibatkan diri dalam perang, kedua orang ini setuju untuk
mempertarungkan kerbaunya. Orang Jawa memiliki kerbau yang besar, kuat, dan
sengit. Sementara itu, orang Minangkabau memiliki anak kerbau yang kecil. Orang Jawa
merasa optimis kerbaunya bisa mengalahkan kerbau si Minangkabau. Tetapi orang
Minangkabau sangat cerdik. Yang dilakukan oleh orang Minangkabau adalah mereka
menjauhkan anak kerbau ini dari induknya dan tidak memberinya makan selama
beberapa
hari
sebelum
pertarungan.
Sesaat
sebelum
pertandingan,
mereka
melampirkan pisau besi yang tajam di ujung tanduknya. Ketika kerbau dan anak kerbau
dilepaskan di dalam ring, anak kerbau yang kelaparan mencari susu, melihat kerbau
besar dan mengira itu adalah ibunya. Secepatnya anak kerbau berlari ke bawah kerbau
mencari susu. Seketika itu juga, pisau yang tajam tadi melukai bagian bawah kerbau.
Dia pun terbunuh dan Minangkabau memenangkan pertarungan. Dari sinilah muncul
nama Minangkabau, minang berarti kemenangan, dan kabau berarti karibu atau
kerbau air dalam bahasa Minangkabau. Dari legenda tersebut dapat dilihat bahwa
tanduk kerbau memiliki arti yang penting dalam masyarakat Minangkabau. Karena
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
2 labu-labu di bagian
bawah
1 belimbing di atas
labu-labu
1 anting-anting di atas
belimbing
labu-labu,
2.3
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
dipatinggi,
maksudnya
ukuran-ukuran
menurut
sepantasnya,
kalau
Rumah Gadang ada 9 ruang panjangnya. Satu ruang yaitu jarak antara 2 tiang
menurut potongan memanjang
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
Ukuran dengan: salnya kudo balari artinya, seekor kuda yang berlari kencang
dalam satu-satuan waktu yang pendek.
Sapakiak budak maimbau, di mana antara dua ruang yang terjauh masih dapat
didengar suara seorang anak yang memanggil
Sekuat kubin malayang, adalah di mana dalam ruang tersebut masih dapat
terbang seekor burung kubin (sejenis burung yang dapat terbang cepat), terbang
dengan sekencang-kencangnya.
2.4
aspek IKLIM
Bagian sebelah barat Bukit Barisan senantiasa dipengaruhi angin laut sepanjang
tahun beriklim lembab. Keseluruhan daerah ini termasuk lingkungan iklim tropis lembab
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
silek
kolong
2.5
aspek EKONOMI / MATA PENCAHARIAN
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
10
2. DUSUN
3. KOTO
Gabungan beberapa dusun / dusun yang bekembang (minimal dihuni oleh 3 suku)
Dapat mendirikan masjid, balai adat, mempunyai tepian (tempat mandi, tempat
mengambil air), perkuburan, dan mempunyai batas dengan Koto lainnya.
Rumah bergonjong 4
4. NAGARI
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
11
Letak bangunan Balai Adat, mesjid yang dilingkungi oleh surau-surau kaum,
serta kantor pemerintah Nagari, letaknya berdekatan dengan pasar nagari dan
tanah lapang, disebut dengan pusat Nagari / kampung.
Nagari terletak di daerah yang dapat dilakukan pertanian dan nelayan; nagari
terletak di antara aliran sungai besar dan kecil, di tepi danau, atau di
pegunungan
Untuk
memudahkan
komunikasi
antar
Nagari,
dibangun
jalan
darat.
Batas2 Nagari ditentukan oleh ManaI, yaitu harta pusaka yang berbentuk tanah
yang merupakan hak wilayat.
yang merupakan gabungan beberapa Nagari yang dipimpin oleh Tuan Luhak):
Luhak Agam
Nagari
Taratak
Nagari
Taratak
Nagari
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
Nagari
Taratak
12
Gambar 9. pola perkampungan mengelompok padat di Nagari. Antar Nagari dibatasi oleh
Taratak yang berupa lahan pertanian.
Gambar 10, 11, 12. Perkampungan di daerah Minangkabau tidak memiliki pola tertentu, ada yang
mengelompok padat dan ada yang mengalir mengikuti jalan, dan ada yang menyebar. Tapi yang
pasti, hampir semua Rumah Gadang memiliki pekarangan, jadi antar rumahnya tidak menempel.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
13
Keterangan Gambar:
A: Rumah Gadang
B: Deretan Rangkiang (Lumbung)
C: Lesung
D: Limau Manih Sandaran Alu
E: Kemuniang Hutan Kudo
F: Tebat Ikan
G: Tepian Tempat Mandi
H: Kebun Bunga
Rangkiang
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
14
2.6
aspek
SISTEM KEMASYARAKATAN
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
15
Kepunyaan Kaum Penghulu Pucuk di Luhak Tanah Datar: Gajah Maharam model
rumah Baanjuang, merupakan aliran Koto Pialang. Mempunyai tangga di depan
dan belakang yang letaknya di tengah. Dapur dibangun terpisah pada bagian
belakang rumah yang didempet pada dinding.
Luhak Limopuluh Koto : Rojo Babandiang . Bentuk seperti rumah di Luhak Tanah
Datar. Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak di
bagian depan. Rumah Gadang Rajo Babandiang di Luhak Limopuluhan Kota letak
tangganya di belakang. Tangganya terletak pada antara bagian dapur dan
rumah.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
16
2.7
aspek LOKASI SITE
Rumah Gadang memiliki keharusan diletakkan di lahan yang datar. Tetapi
lokasi pemilihan site juga tidak boleh sembarangan. Rumah Gadang harus didirikan di
tanah pusako tinggi satu paruik, yaitu tanah yang dulunya digarap oleh ninik mereka.
Gunanya didirikan di sana adalah rumah itu basis bagi kaum itu untuk bermusyawarah
antara mamak dengan kemenakan, tempat mamak memberi petunjuk dan pengajaran
kepada anak kemenakannya, tempat anak kemenakan mengadu dan berberita dan juga
tempat menyimpan barang-barang pusaka peninggalan mamak-mamak sebelumnya.
Jadi Rumah Gadang adalah rumah pusako bagi kaum itu.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
17
2.8
aspek SOSIAL BUDAYA
Alam merupakan sumber adat dan kepercayaan masyarakat Minangkabau.
Peraturan adat berdasar pada alam. Seperti alam, adat juga mengelilingi kehidupan
manusia. Dari alam itulah timbul adat Matrilineal dalam masyarakat Minangkabau. Adat
Matrilineal memiliki kesesuaian dengan flora dan fauna di alam di mana bisa dilihat
bahwa seorang ibulah yang melahirkan generasi selanjutnya dan seorang ibu jugalah
yang menyusui anak dan membesarkan anak.
Adat Minangkabau, berasal dari alam berdasarkan puisi Alam takambang jadi
guru (pertumbuhan alam adalah guru kita). Di alam semua yang lahir ke dunia ini
adalah lahir dari ibu, bukan dari ayah. Adat tahu bahwa ibu adalah yang terdekat
dengan anaknya dan lebih dominan daripada ayah dalam membentuk karakter generasi
selanjutnya. Karena itulah mereka melindungi wanita dan keturunannya karena wanita
lebih lemah daripada pria. Mereka berusaha membuat yang lemah menjadi kuat dalam
kehidupan manusia. Jika seorang ibu mencampakkan atau tidak mengenali anaknya,
adat hadir untuk mengenali garis keturunan anak dan untuk meyakinkan kesejahteraan
anak.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
18
adat
matrilinelal,
masyarakat
Minangkabau
juga
memiliki
adat
kelompok
keluarga
wanita
bertanggung
jawab
untuk
memelihara
kemenerusan keluarga, distribusi, dan pegolahan lahan. Kelompok ini dipimpin oleh
penghulu (pemimpin). Pemimpin dipilih dari kelompok keturunan pemimpin. Posisi
penghulu tidak selalu diisi setelah kematian penghulu yang menjabat.
Kekuatan wanita Minangkabau meluas sampai pada dunia ekonomi dan sosial.
Wanita mengendalikan tanah warisan dan suami pindah ke rumah istri. Pada upacara
pernikahan, istri mengambil suami dari rumahnya dan bersama dengan keluarganya
wanita membawa pria ke rumah wanita. Jika terjadi perceraian, pria yang
meninggalkan rumah.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
19
Gambar 20. komposisi ruang Rumah Gadang yang simetris menunjukkan keseimbangan
alam (asal adat Minangkabau). Susunan ruangnya juga menunjukkan pola kehidupan
social.
Ruangan dalam Rumah Gadang dibagi atas beberapa bagian yaitu didieh yang
menghadap ke depan atau bagian depan yang merupakan ruang terbuka, dan didieh
yang arah ke dalam disebut Bandua digunakan sebagai Biliek (kamar tidur), dan di
tengahnya sebagai tempat sirkulasi keluar masuk.
Rumah Gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masingnya mempunyai
fungsi khusus. Seluruh bagian merupakan ruangan lepas kecuali biliek (kamar tidur)
Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang-ruang ditandai oleh tiang.
Lanjar yang terletak pada bagian dinding sebelah belakang yang disebut didieh
belakang atau Bandua biasanya digunakan untuk kamar-kamar. Jumlah kamar
tergantung kepada perempuan yang tinggal di dalamnya atau besarnya lanjar yang ada.
Ukuran kamar-kamar ini hanya didesain untuk tidur, karena ukurannya sangat sempit,
hanya cukup untuk satu tempat tidur, almari, dan peti penyimpanan. Hal ini mendapat
pengaruh dari kehidupan sosial masyarakat Minangkabau yang lebih suka melakukan
kegiatan secara bersama daripada individu.
Kamar untuk para gadis ialah pada bagian ujung kanan. Kamar yang di ujung
kiri biasanya digunakan oleh penganten baru atau pasangan suami istri yang paling
muda. Kalau rumah mempunyai anjuang, maka anjuang sebelah kanan merupakan
kamar para gadis. Sedangkan anjuang sebelah kiri digunakan sebagai tempat
kehormatan bagi penghulu pada waktu dilangsungkan berbagai upacara adat.
Lanjar kedua merupakan bagian yang digunakan sebagai previlasi dari para
penghuni kamar. Lanjar ketiga merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar tiga.
Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu dari masing-
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
20
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
21
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
22
2.9
aspek TRADISI RITUAL
Minangkabau memiliki tradisi mengadakan berbagai macam upacara dan festival,
antara lain:
Sunat rasul
Batagak pangulu upacara inagurasi pemimpin klan. Pemimpin klan yang lain,
semua kerabat pada klan yang sama dan semua orang desa di daerah itu
diundang. Upacara akan berlangsung selama 7 hari atau lebih
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
23
Hari Rayo
Upacara adopsi
Upacara Adat
Upacara pemakaman
Tanah Ta Sirah, pelantikan pemimpin klan baru (Datuk) ketika yang lama
meninggal dalam beberapa jam. (tidak perlu melapor pada batagak pangulu,
tapi klan harus mengundang semua pemimpin klan di daerah tersebut)
Ernaning
3206 204 001
24
2.10
aspek KELUARGA
Masyarakat Minangkabau memiliki sistem kekeluargaan matrilineal, seorang
anak dianggap sebagai keturunan dari ibunya, bukan ayahnya. Seorang anak lelaki,
memiliki tanggung jawab utama terhadap klan ibu dan saudara wanitanya. Dalam
pelaksanaannya, pada kebanyakan desa seorang pemuda akan mengunjungi istrinya di
sore hari tapi menghabiskan hari-harinya dengan saudara perempuannya dan anakanaknya. Hal yang biasa bagi saudara perempuan yang telah menikah untuk tetap
berada di rumah orang tuanya. Seorang anak lelaki yang sudah remaja, sudah tidak
memiliki tempat lagi di rumah orang tuanya. Biasanya mereka keluar dari rumah dan
tidur di surau bersama pemuda-pemuda lain sampai dia dijemput oleh wanita yang
melamarnya. Jadi hanya anak wanita yang tetap tinggal di rumah ibunya. Yang tinggal
di rumah adalah satu garis keturunan anak-ibu-nenek.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
25
berdasarkan
pada
merupakan
menikah
tinggal.
yang
dan
Wanita
sudah
baru
suaminya
lain
menikah
yang
dan
pasangannya menempati bilik atau biliak, di belakang rumah. Setiap gadis yang
menikah pindah ke anjuang, sementara wanita yang sudah menikah lainnya pindah
bergeser satu ruangan ke arah dapur. Idealnya, wanita tertua di rumah harus tidur di
biliak sebelah dapur. Jika tidak ada biliak kosong untuk ditempati, ia pindah ke
ruangan yang disebut pangkalan (tiang pusat) melambangkan kedudukannya sebagai
wanita tua
2.11
aspek
AGAMA
Menjadi Minang adalah menjadi Muslim merupakan suatu kalimat dari pepatah
masyarakat Minangkabau. Hampir 100% masyarakat Minangkabau memeluk agam Islam.
Memang budaya masyarakat Minangkabau diawali oleh adat berabad-abad lalu. Tapi
kemudian Islam datang, dibawa oleh pedagang di daerah pesisir, antara abad ke-14 dan
ke-16. Kemudian Kebudayaan Minangkabau dan Islam hidup berdampingan karena pada
dasarnya banyak ajaran adat Minangkabau yang sesuai dengan ajaran Islam. Kecuali
adat matrilinealnya. Karena di Islam yang berlaku adalah adat Patrilineal. Tapi
masyarakat Minangkabau tetap mempertahankan adat Matrilineal ini.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
26
masijd
2.12
aspek MATERIAL YANG TERSEDIA
Material yang tersedia di daerah Minangkabau adalah jenis kayu2an yang
ditemui di hutan, antara lain meranti, kayu kalek, balam, paniang2, banio, bapati,
kemenyan, rotan, manau, surian, razak. Selain itu juga terdapat bambu dan ijuk.
material
yang
pada
Rumah
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
27
Gambar 27. Rumah Gadang yang memiliki material batu
pada pondasinya, kayu pada tiangnya, dan ijuk pada
atapnya.
2.13
aspek
TEKNOLOGI
teknologi
bangunan
yang
ada
dari
bangunan.
Sandi
tersebut
sebagian
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
28
Induk
dari
tangga
tersebut
kedudukan anak tangga. Lobang itu harus dibuat miring, supaya kalau nanti tangga itu
ditegakkan akan datar kembali.
Tiang: tonggak tuo maksudnya tiang yang dituakan di mana pada tiang tersebut
menghubungkan seluruh tiang-tiang bangunan rumah gadang. Tiang panjang merupakan
tiang-tiang yang melintang berdekatan dengan tonggak tua dan ada lagi tiang yang
disebut dengan tiang dalam, tiang temban, tiang dapur, tiang tepi, tonggak gantung
yang kesemuanya adalah tiang-tiang yang membentuk kerangka Rumah Gadang menjadi
empat persegi panjang dengan dibatasi oleh tiang-tiang pada garis tengah rumah.
Tiang Rumah Gadang berbentuk dasar bulat yang dibuat bersegi-segi. Tidak ada
tiang rumah Gadang yang terbuat dari kayu bulat. Tiang merupakan bagian penting dari
bangunan. Segi-segi dari tiang tidak sama besarnya. Tiang yang besar terdapat pada
tengah bangunan. Tiang yang berada di tengah bangunan dibuat bersegi 8 sedangkan
yang terletak di samping bersegi 5. Tiang-tiang ini banyak fungsinya, yang mana tiap
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
29
doyong
selain
disebabkan
oleh
tiang-tiang
tersebut
bagian
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
30
Rumah Gadang yang terpendek yaitu 5 ruang, panjangnya adalah 12,5 meter.
Sedangkan yang terpanjang yaitu 17 ruang adalah 59,5 meter.
digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang. Pada bagian atas dari Rumah
Gadang, yaitu mulai dari loteng sampai ke atap, teknik dan cara pembuatannya
dilakukan dengan membentuk suatu kerangka yang disebut dengan kerangka kudo-kudo
yang merupakan susunan atau anyaman dari kayu-kayu untuk tempat meletakkan ijuk
sebagai atap dari Rumah Gadang. Cara meletakkan ijuk tidak dengan paku akan tetapi
menyusun ijuk itu sendiri di dalam satu ikatan yang saling berhubungan. Pengikatan
tersebut dengan menggunakan rotan-rotan yang telah dibelah kemudian diikatkan pada
ijuk-ijuk yang telah didatarkan sehingga satu dengan yang lainnya menjadi satu
kesatuan. Pada bagian atap muka dan belakang biasanya lotengnya miring dan pada
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
31
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
32
2.13
TAHAPAN PEMBANGUNAN
Untuk mendirikan sebuah Rumah Gadang, masyarakat tidak bisa langsung
memutuskan sendiri. Sebelumnya harus dimulai dengan permusyawarahan antara orangorang yang sekaum. Dalam permusyawarahan tersebut akan dikaji patut tidaknya
pembangunan Rumah Gadang tersebut dilaksanakan. Hal ini dilihat dari segi
kepentingan satu-satu dan kepentingan tidak rusaknya adat. Misalnya ketentuan adat
mengatakan bahwa mendirikan Rumah Gadang pada suatu tempat tertentu atau
komunitas tertentu memiliki peraturan yang berbeda dengan tempat dan komunitas
lain dalam menentukan bentuk dan ukuran serta gonjong Rumah Gadang tersebut.
Sehubungan dengan ketentuan adat tersebut, dalam musyawarah pembangunan
Rumah Gadang juga dikaji letak yang tepat serta ukurannya, serta penentuan waktu
mulai mengerjakannya. Hasil mufakat tersebut disampaikan kepada Penghulu Suku
untuk menyampaikan rencana pendirian Rumah Gadang itu kepada Penghulu Suku
lainnya di dalam Nagari atau Dansanak Penghulu
Untuk mendirikan Rumah Gadang dicarikan bahannya ke hutan di mana dipilih
kayu yang baik dan tahan lama yang kemudian ditebang dan dipotong menurut ukuran
yang dikehendaki, lalu dibawa bersama-sama ke tempat rumah itu akan didirikan.
Sebagai sandi tiap-tiap tonggak akan ditegakkan. Pada masa sekarang sandi telah
ditukar dengan mempergunakan semen yang dicor. Setelah persiapan-persiapan
kerangka rumah sudah siap untuk ditegakkan, selanjutnya tahap kegiatan tersebut
dengan batagak tiang atau batagak kudo-kudo, yaitu kegiatan di mana seluruh tiang
dan kerangka rumah mulai dari bangunan bawah, bagian tengah, bagian atas telah siap
dilakukan. Dimulai dari mencatak tiang tua, yaitu membuat tiang utama.
Yang dibangun pertama kali adalah rumah bagian bawah. Yang dimaksud dengan
bagian bawah adalah dari sandi sampai kepada kandang. Mula-mula tanah di mana
tempat bangunan itu didirikan diratakan. Sudah itu dicari batu yang hampir bersamaan
besarnya yang digunakan sebagai sandi dari bangunan. Sandi dari bangunan itu
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
33
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
34
3
KESIMPULAN
Terbentuknya arsitektur vernakular Minangkabau tidak lepas dari aspek-aspek
yang mempengaruhi arsitektur vernakular pada umumnya. Karena arsitektur vernakular
bisa dikatakan sebagai arsitektur rakyat, maka terbentuknya arsitektur vernakular
tersebut akan dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Dari
pembahasan aspek-aspek yang mempengaruhi arsitektur tradisional Minangkabau di
atas, maka dapat disimpulkan pengaruh aspek-aspek kehidupan terhadap arsitektur
Minangkabau adalah sebagai berikut:
ARSITEKTUR
ORIEN
BEN
LOKASI
UKU
STRUK
TASI
TUK
SITE
RAN
TUR
SEJARAH
LEGENDA
KEMASYAR
AKATAN
SITE
PERMU
KIMAN
SISTEM
S
E
DEKORA
SI
EKONOMI
RUANG
GEOGRAFIS
IKLIM
LAYOUT
LOKASI
SOSIAL
BUDAYA
TRADISI
RITUAL
KELUARGA
AGAMA
MATERIAL
TEKNOLOGI
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
35
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
36
4
PUSTAKA
http://cyclops.prod.untd.com
Irwan. ___. History of Rumah Gadang. www.kangguru.org
Tjahjono, Gunawan. 2002. Indonesian Heritage, Arsitektur. Jakarta: Buku Antara
Bangsa
Minarsih. 1998. Korelasi Antara Motif Hias Songket Dan Ukiran Kayu Di Propinsi
Sumatera Barat (Studi Kasus Daerah Pandai Sikek, Silungkang Dan Kubang).
http://digilib.itb.ac.id
Prijotomo, Josef. 2004. Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan. Surabaya: Wastu
Lanas Grafika
Syamsidar, B.A. 1991. Arsitektur Tradisional Daerah Sumatra Barat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Yurnaldi, 2000. Bagonjong, Wujud Arsitektur dari Karya Sastra. www.kompas.com
Pauka, Kirstin, 1997. Silek, The Martial Arts of the Minangkabau in West Sumatra.
Journal of Asian Martial Arts. Volume 6, Issue 1, pp. 62-79.
Dreyfuss, Hermine L. 1992. A traditional Minangkabau rice-storage building, Sumatra
. diakses dari http://www.photius.com/ pada tanggal 15 Maret 2007
Kosty, Pam. 2002. Indonesia's matriarchal Minangkabau offer an alternative social
system. Diakses dari www.sas.upenn.edu pada tanggal 15 Maret 2007
www.answer.com
Rice, Dien A. 1998. Minangkabau Life and Culture.
Papanek, Victor. 1995. The Green Imperative: Ecology and Ethics in Design and
Architecture. London: Thames and Hudson.
Waterson, Roxana. 1990. The Living House: An Anthropology of Architecture in South
East Asia. Oxford: Oxford University Press.
Ernaning Setiyowati
3206 204 001
37