Lapsus
Lapsus
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Periode
setelah
lahir
merupakan
awal
kehidupan
yang
tidak
BAB II
LAPORAN KASUS
: Bayi Ny. N
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 1 hari
BBL
: 1200 gram
AS
: 1-3
Tanggal Lahir
Identitas
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Ibu
Ayah
Ny. N
Tn. B
23 tahun
31 tahun
SMA
S1
IRT
Swasta
Jalan Baru Otak Desa, Ampenan.
2.2 Alloanamnesis
2.1.1 Keluhan Utama :
Lahir tidak langsung menangis.
2.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Bayi lahir di ruang bersalin RSU Mataram dengan keluhan
tidak langsung menangis dan belum cukup bulan. Bayi masuk NICU
dengan keadaan umum lemah dan kurang aktif, merintih, napas tidak
adekuat, tampak retraksi dinding dada, ujung-ujung jari membiru tapi
tidak diserta dengan membiru pada bagian mulut.
biasanya ANC di
polindes yang diperiksa oleh bidan. HPHT diakui oleh ibu pada
tanggal 02 Maret 2014. Sebelum melahirkan, ibu mengalami riwayat
keluar air yang banyak, jernih, dan tidak bau, disertai dengan perut
yang mules. Ibu memiliki riwayat demam tifoid. Sedangkan tekanan
darah tinggi dan asma disangkal.
2.1.3 Riwayat Persalinan :
Bayi lahir pada tanggal 24 september 2014, jam 00.30 Wita di
RSUD Kota Mataram. Cara persalinan spontan bracht dengan indikasi
ketuban pecah dini, berat bayi ketika lahir 1200 gram, panjang badan
37 cm, dan lingkar kepala 26 cm, anus (+), dan kelainan (-). Apgar
skor 1 3.
Keadaan Umum
: Lemah, letargi
Kesadaran
: Waspada
Ballard score
: 19 (30-32 minggu)
Score Down
: 5 Gawat napas
Suhu
: 36,0 oC
Denyut Jantung
: 134 x/menit
Pernapasan
: 60 x/menit
Menilai Pertumbuhan :
Berat Badan
: 1200 gram
Panjang Badan
: 37 cm
Lingkar Kepala
: 26 cm
Kepala
Leher
Muka
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
: Gerakan simetris.
Perkusi
: -
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Akral hangat (+), Sianosis (+), Edema (-), CRT < 2 detik
Resume
Bayi N, jenis kelamin laki-laki, berusia 1 hari, lahir dari ibu
G3P1A1H1 dengan cara persalinan spontan bracht letak sungsang dengan
indikasi ketuban pecah dini, umur kehamilan ibu 30-32 minggu, berat badan
lahir 1200, panjang badan 37 cm, dan lingkar kepala 26 cm, anus (+), dan
kelainan (-). Saat lahir tidak langsung menangis, apgar score 1-3.
Pada pemeriksaan di dapatkan keadaan umum lemah dan kurang
aktif, merintih, napas tidak adekuat, tampak retraksi dinding dada, ujungujung jari sianosis tapi tidak disertai dengan sianosis pada bagian mulut.
Dilakukan pemeriksaan score down : 5 menunjukkan terjadinya gangguan
napas sedang dan tanda-tanda vital, suhu 36,0oC, denyut jantung 134 x/menit
dan pernapasan 60 x/menit.
Glukosa darah
Foto toraks
Kultur darah
3.6 Penatalaksanaan
Puasa.
3.7 Follow Up
Hari/ tgl
XXI
14/10/2014
P
Inkubator
TTV :
BBLSR,
T : 37.4 0C
RR : 40 x/menit
vitamin1x0,2cc
Keadaan umum :
BB : 1200
Gerakan aktif,
Pembesaran
dilakukan :
per OGT
Retraksi (-),
Masase pada
wajah sebelah
IV
27/09/2014
Gerakan lemah,
TTV :
BBLSR
Inkubator
letargi, merintih,
T : 35.9 0C
(BKB-SMK),
RR : 54 x/menit
RDS,
Muntah (+),
BB : 1200
Hiperbilirubin
Inf. KA-EN 3B
7cc/jam
Aminofusin 36 cc/
selama 4jam.
apnea (+),
Aminofillin looding
sianosis (+)
12 mg dilarutkan
Ikterus Kr II - III
dengan Ns sampai
10cc bolus selama 1
jam.
Aminofillin
maintnance 2 x 2.4mg
(12 jam kemudian)
Ceftazidin 2 xmg
Fototerapi intensif
Puasa
VII
30/09/2014
Inkubator
TTV :
BBLSR,
T : 36.8 0C
O2 aff
RR : 40 x/menit
Keadaan umum :
BB : 1100
Gerakan lemah,
sianosis (-),
Pembesaran
Muntah (-),
KGB (+).
OGT
Cek Residu
Inf. KA-EN 3B
8cc/jam.
Aminofusin 48 cc/
hari jadi 12 cc/jam
selama 4jam.
Aminofillin looding
12 mg dilarutkan
dengan Ns sampai
10cc bolus selama 1
jam.
Aminofillin
maintnance 2 x 2.4mg
(12 jam kemudian)
Ceftazidin
2 x50mg
IX
2/10/2014
Inkubator
TTV :
BBLSR,
T : 36.5 0C
RR : 42 x/menit
Keadaan umum :
BB : 1100
Gerakan aktif,
selama 4 jam.
menangis (+),
Sekret hidung(+)
Pembesaran
KGB (-).
Muntah (-),
Retraksi (-),
8cc/jam.
Aminofusin 48 cc/
ASI/PASI 5 x 12cc
per OGT
Ceftazidin
2 x50mg
Dexamethason 3x0.2
Sianosis (-).
mg
KIE keluarga untuk
MRI
XIV
7/10/2014
Inkubator
TTV :
BBLSR,
T : 37.4 0C
RR : 40 x/menit
Aminofusin stop
Keadaan umum :
BB : 1200
ASI/PASI 8 x 25cc
Gerakan aktif,
6cc/jam.
per OGT
Ceftazidin 2x50mg
Dexamethason stop
Pembesaran
vitamin1x0,2cc
Inkubator
TTV :
BBLSR,
T : 37.4 0C
per OGT
RR : 40 x/menit
vitamin1x0,2cc
Keadaan umum :
BB : 1200
Gerakan aktif,
Pembesaran
dilakukan :
-
Retraksi (-),
Masase pada
wajah sebelah
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi. Berat lahir adalah
berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. BBLR dapat
terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction/IUGR).
2. Klasifikasi
BBLR dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Prematuritas murni
Adalah masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat
badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit dan
komplikasi akibat kurang matangnya organ karena masa gestasi yang
kurang.
2. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk masa
kehamilannya.
Hal ini disebabkan oleh terganggunya sirkulasi dan efisiensi
plasenta, kurang baiknya keadaan umum ibu atau gizi ibu, atau
hambatan pertumbuhan dari bayinya sendiri.
3. Bayi Lebih Bulan (BLB) adalah bayi yang dilahirkan dengan masa
gestasi > 42 minggu (294 hari).
3. Epidemiologi
Sampai saat ini BBLR masih merupakan masalah di seluruh dunia,
karena merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal.
Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di negara-negara dengan
sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih
tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat lahir > 2500 gram. Angka
kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yaitu berkisar antara 9-30%. Secara nasional berdasarkan analisa
lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target
BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju
Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat itu masih rendah. Untuk itu
4. Etiologi
Penyebab terbanyak terjaidnya BBLR adalah kelahiran prematur.
Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta
seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga
merupakan penyebab terjadinya BBLR.
(1) Faktor ibu
a. Penyakit : Seperti malaria, anemia, sipilis, infeksi TORCH, dan
lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan : Komplikasi yang tejadi pada
kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat,
eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia (< 20 tahun
atau >40 tahun)
d. Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh
seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna
narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan
kromosom.
5. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara
lain :
-
Hipotermia
Hipoglikemia
Hiperbilirubinemia
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia
Gangguan perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan pendengaran
6. Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir
bayi dalam jangka waktu kurang lebih dapat diketahui dengan dilakukan
anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya BBLR :
-
Umur ibu
Aktivitas
2. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara
lain :
-
Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk
masa kehamilan).
Tidak dijumpai tanda prematuritas.
Kulit keriput.
Kuku lebih panjang
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain
- Pemeriksaan skor ballard
- Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
7. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 :
-
2. Diatetik
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui
karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian
sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan
pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala
dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap
sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet
atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan
utama :
-
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan
lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut :
a. Berat lahir 1750 2500 gram
Bayi Sehat
-
Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih
mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering
(contoh; setiap 2 jam) bila perlu.
Bayi Sakit
-
Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV,
berikan minum seperti pada bayi sehat.
Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi
stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan
tanda-tanda siap untuk menyusu.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum.
Bayi Sakit
-
Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan IV secara perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum.
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum
Bayi Sakit
-
Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan intravena secara perlahan.
Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum
Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi
pemberian cairan intravena secara perlahan.
Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri
tambahan ASI setiap kali minum
Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal :
Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu
berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.
Pemantauan (Monitoring)
1). Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
-
b. Tumbuh kembang
-
Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai
10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gram dan 15% untuk bayi
dengan berat lahir <1500.
Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori
berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.
Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
8.
Prognosis BBLR
Kematian perinatal pada bayi BBLR 8 kali lebih besar dari bayi normal.
Prognosis akan lebih buruk bila BB makin rendah, angka kematian sering
disebabkan karena komplikasi neonatal seperti asfiksia, aspirasi, pneumonia,
perdarahan intrakranial, hipoglikemia. Bila hidup akan dijumpai kerusakan saraf,
gangguan bicara, IQ rendah.
9.
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/preventif adalah
Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil.
Tanda kecukupan pemberian ASI:
-
Cara
Kontak kulit
Petunjuk penggunaan
KMC
Pemancar
Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1.500 g atau lebih.
panas
Inkubator
Ruangan
hangat
Berat (g)
Umur (hari)
1
5+
>1500
60
80
100
120
150
<1500
80
100
120
140
150
Umur (hari)
Pemberian
Jumlah ASI tiap 3 jam (ml/kali)
10
15
18
22
26
28
30
1000 - <1500
1500 2500
>2500
Hari I
120 cc D5%
100 cc D7,5%
80 cc D10%
80 cc D10%
Hari II
140 cc D5%
120 cc D7,5%
100 cc D10%
90 cc D10%
Hari III
170 cc D5%
130 cc D7,5%
110 cc D10%
100 cc D10%
Hari >IV
200 cc
140-150 cc
130-150 cc
120-150 cc
Berat badan
(g)
3.2
ASFIKSIA
1. Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda :
a. Ikatan Dokter Anak Indonesia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang
ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
b. WHO
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir.
c. ACOG dan AAP
Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi
kondisi sebagai berikut:
2. Epidemiologi
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan
bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak
8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria,
sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang
bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas
jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian
perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan/respiratory disorders (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12.0%).
2. Faktor Placenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
placenta. Asfiksia janin terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta misalnya : solusi placenta, perdarahan placenta dan placenta
previa.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena :
-
5. Faktor Persalinan
-
Partus lama
3. Klasifikasi
Pembagian klasifikasi asfiksia dibuat berdasarkan nilai apgar
score yaitu :
1. Asfiksia berat
Apgar score 0-3, bayi memerlukan resusitasi segera secara aktif dan
pemberian O2 terkendali.
2. Asfiksia sedang
Apgar score 4-6 memerlukan resusitasi dan pemberian O2 sampai
bayi dapat bernafas normal kembali.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai apgar 7-10).
Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
Tanda
Apperance
(warna kulit)
Pulse
(Denyut nadi)
Grimace
(refleks)
Activity
(tonus otot)
Respiratory
(usaha bernafas)
Tubuh kemerahan,
ekstremitas biru
kemerahan
Tidak ada
100 x/i
100 x/i
Tidak ada
Gerakan sedikit
Lumpuh
Gerakan lemah
Gerakan aktif
Tidak ada
Lambat
Biru pucat
4. Diagnosis
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin antara lain :
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 x/i, selama his frekuensi ini biasa
turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan
kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar artinya, akan tetapi apabila
frekuensi sampai di bawah 100 x/menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Pada presentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan
terus menimbulkan kewaspadaan. Adanya meokinum air ketuban pada
presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan,
biasanya hal ini dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Contoh darah janin. Adanya asidosis
menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun di bawah 7,2 hal ini
dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
5. Patogenesis
1. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah
rangsangan terhadap nesovagus sehingga jantung janin menjadi
lambat. Bila kekurangan O2 itu terus berlangsung, maka nesovagus
tidak
dapat
dipengaruhi
lagi.
Timbullah
rangsangan
dari
Jika DJJ normal dan ada mekonium, maka janin mulai hipoksia.
Jika DJJ >100 x/i dan ada mekonium, maka janin sedang hipoksia.
Jika DJJ <100 x/i dan ada mekonium, maka janin dalam keadaan
gawat.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
6. Penanganan
1. Jangan biarkan bayi kedinginan (balut dengan kain) bersihkan mulut
dan jalan nafas.
2. Lakukan resusitas dengan alat yang dimasukkan ke dalam mulut untuk
mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg dan dapat juga dilakukan
pernafasan dari mulut ke mulut, masase jantung.
3. Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari post
partum, jadi kepala dapat direndahkan, supaya lendir yang menyumbat
pernafasan dapat keluar.
4. Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi vit K 1-2 mg.
Tujuan Penanganan
1. Untuk mengurangi angka mortalitas dan angka morbiditas
2. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
3. Untuk membatasi gejala lain setelah mengalami asfiksia.
7. Komplikasi
Komplikasi pada bayi baru lahir akibat asfiksia meliputi :
1. Cerebral palsy
2. Retardasi mental
3. Gangguan belajar
Apabila
asfiksia
ini
tidak
ditangani
dengan
baik,
maka
akan
mengakibatkan kematian.
3.3
Hipotermia
1. Definisi Hipotermi pada Bayi Baru Lahir
Hipotermi pada bayi baru lahir adalah suatu keadaan dimana bayi baru
lahir memiliki suhu tubuh dibawah 36,50C (97,70F) pada pengukuran di aksila,
dengan klasifikasi yakni hipotermi ringan 36-36.50C (96,8-97,70F), hipotermi
sedang 32-360C (89,6-96,80F), dan hipotermi berat dibawah 320C (89,60F).
Bayi yang lahir preterm memiliki predisposisi untuk terjadinya
kehilangan panas karena mereka memiliki lemak subkutan yang lebih sedikit,
tingginya rasio permukaan tubuh terhadap berat badan dan kurangnya glikogen
serta lemak coklat yang tersimpan. Namun, secara fisiologis, bayi memiliki postur
hipotonik (seperti katak) yang menyebabkan proporsi kulit terpapar area dingin
lebih berkurang.
2. Epidemiologi
Hipotermi pada bayi baru lahir terjadi di seluruh duniadan terjadi lebih
sering daripada yang diperkirakan. Hipotermi terjadi lebih sering pada musim
dingin di daerah-daerah yang memiliki perbedaan suhu yang tinggi antara siang
dan malam. Akan tetapi, suhu lingkungan yang rendahbukan merupakan faktor
terpenting dalam terjadinya hipotermi. Insidenyang tinggidilaporkan pada daerah
dengan suhu rata-rata 26 30 C.
Suatu penelitian di sebuah rumah sakit di Ethiopia, menunjukkan bahwa
67 % bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah dan berisiko tinggi, dirawat
di unit intensif karena hipotermi. Di Nepal, suatu penelitian yang dilaksanakan
pada bulan-bulan di musim dingin, ditemukan lebih dari 80 % bayi yang lahir di
rumah sakit maternitas di Kathmandu mengalami hipotermi setelah lahir dan 50 %
tetap hipotermi setelah 24 jam. Data ini mencakup bayi baru lahir sehat dengan
berat lahir cukup dan bayi sakit dengan berat lahir rendah.
Suatu penelitian besar di beberapa provinsi di Cina memperoleh insiden
sklerema sebesar 6,7 per 1000 bayi yang banyak diderita bayi prematur dan berat
lahir rendah dengan penyebab dasarnya adalah hipotermi. Perlu ditekankan bahwa
hipotermi merupakan masalah yang dapat terjadi pada area tropis maupun area
pegunungan dengan iklim dingin.
Risiko hipotermi lebih tinggi pada bayi yang lahir di rumah daripada di
rumah sakit. Hipotermi ini menjadi salah satu faktor mortalitas pada bayi muda
usia 0-2 bulan, sehingga WHO merekomendasikan suatu perlindungan termal
pada bayi baru lahir yang adekuat. Akan tetapi hal ini lebih sulit dicapai pada
negara-negara Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika.
Hipotermi sering terjadi pada lebih dari 50 % bayi yang waktu
menyusuinya ditunda 24 jam dan 75 % pada bayi yang umbilikusnya tidak
dipotong langsung saat lahir. Selain itu, faktor berat badan bayi baru lahir juga
berpengaruh. Suatu penelitian menunjukkan bahwa risiko hipotermi akan
meningkat sekitar 7,4 % pada bayi dengan penurunan berat badan 100 gr pada
rentang berat badan 2500-3000 gr, dan akan lebih tinggi pada bayi dengan rentang
berat badan 2000-2500 gr dan < 2000 gr. Faktor jenis kelamin belum dapat
dibuktikan berperan secara signifikan dalam insiden hipotermi ini, sama halnya
dengan faktor sosial ekonomi.
yang
menyebabkan
terjadinya
hipotermi
Bayi bangun
Bayi aktif
Malnutrisi
Tirotoksikosis neonatal
Bayi dengan gagal jantung, dimana Bayi dengan penyakit jantung bawaan
terjadi shunt dari kiri ke kanan
sianotik
pemberian
obat-obatan
Perbedaan struktur kulit bayi baru lahir prematur, bayi cukup bulan,
dan dewasa.
Struktur Kulit
Epidermis
Bayi Prematur
Dewasa
Stratum korneum
Epidermis normal
lapisan stratum
dengan tahanan
korneum sedikit,
melanin sedikit
terhadap
dengan produksi
penetrasi yang
melanin yang
baik dan
rendah
konsentrasi
melanin normal
Dermo-epidermal
Kohesi antara
Kohesi antara
Kohesi antara
junction
dermis dan
dermis dan
dermis dan
epidermis sedikit
epidermis sedikit
epidermis baik
Serat elastis
Serat elastis
Serat elastis
penuh
Distribusi kelenjar
Distribusi kurang
keringat lebih
rapat, mampu
berdiferensiasi,
rapat, tetapi
berkeringat
kemampuan
kemampuan
dengan baik
berkeringat rendah
berkeringat masih
Dermis
Kelenjar keringat
rendah
Rambut
Lanugo
Rambut pendek
Rambut pendek
dan halus
Kelenjar sebasea
Belum sepenuhnya
vaskuler
berkembang penuh
termielinisasi,
seperti struktur
janin
Permeabilitas
Sangat permeabel
Meskipun
Ketahanan
ketahanan
terhadap
terhadap penetrasi
penetrasi baik
absorpsinya akan
meningkat seiring
permeabilitas
dengan rasio
permukaan kulit
lemak dan
dibanding berat
absorpsinya masih
badan
meningkat seiring
dengan rasio
permukaan kulit
dibanding berat
badan
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa adanya perbedaan struktur kulit
antara bayi baru lahir dengan dewasa akan meningkatkan risiko hilangnya panas
pada bayi. Mekanisme kehilangan panas ini dapat diuraikan sebagai berikut :
Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara
kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara kulit bayi baru
lahir dengan permukaan yanglebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada
bayi baru lahir yang berada pada permukaan atau alas dingin, seperti pada waktu
proses penimbangan. Konduksi ini juga dapat terjadi bila bayi baru lahir memakai
selimut yang dingin atau pakaian yang basah. Akan tetapi, jumlah panas yang
hilang pada bayi baru lahir akibat konduksi ini cenderung sedikit dan dapat
diabaikan.
Konveksi
Konveksi merupakan transfer panas yang terjadi secara sederhana dari
selisih suhu antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di
permukaan tubuh bayi sehingga sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara
udara dan bayi. Kehilangan panas secara konveksi ini juga bergantung pada
kecepatan udara sekitar. Semakin cepat udara yang melewati permukaan tubuh
bayi, maka penyekat antara bayi dan udara akan hilang sehingga kehilangan panas
akan meningkat. Sumber kehilangan panas disini dapat berupa inkubator dengan
jendela yang terbuka, ruangan perawatan yang dingin dan pada waktu proses
transportasi bayi baru lahir ke rumah sakit.
Radiasi
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek
dingin yang ada di sekitar, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi
suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu
lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin atau bayi yang telanjang
dalam kamar bersalin saat baru lahir dan langsung terpapar ruangan dingin.
Evaporasi
Saat air menguap dari tubuh bayi, panas juga ikut terbuang. Setiap ml air
yang menguap akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi
pada bayi aterm terjadi sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi
panas saat istirahat. Evaporasi ini mencakup yang keluar melalui saluran nafas
dan difusi pasif air melalui epidermis (transepidermal water loss/TEWL). Bayi
prematur memiliki TEWL yang lebih besar daripada bayi aterm, sekitar 6 kali per
unit area permukaan kulit pada bayi preterm usia 26 minggu. Hal ini terjadi
karena kulit bayi preterm yang tipis dan resistensi yang kurang, seperti dijelaskan
dalam tabel 2 di atas.
Evaporasi juga dapat meningkat melalui alat pemanas dan fototerapi
secara tidak langsung, melalui peningkatan suhu permukaan, kecepatan aliran
udara dan kelembaban lokal yang rendah, sehingga pemakaian alat pemanas dan
fototerapi ini perlu dibarengi dengan pencegahan tertentu misalnya dengan
pemakaian selimut plastik atau lembaran plastik bening yang akan mengurangi
TEWL hingga 75 % .
3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan
termoregulasi
secara
umum
disebabkan
kegagalan
5. Dampak Hipotermi
Saat adanya penurunan produksi panas dapat muncul kompensasi
pengumpulan produksi panas melalui peningkatan laju metabolik yang
meliputi ketidakcukupan suplai oksigen akibat peningkatan konsumsi oksigen,
hipoglikemi sekunder akibat deplesi penyimpanan glikogen, asidosis
metabolik karena hipoksia dan vasokonstriksi perifer, hambatan pertumbuhan,
apneu dan hipertensi pulmonal sebagai akibat asidosis dan hipoksia.
Ketika kompensasi terhadap hilangnya panas tubuh yang berlebihan
terlewati maka akan terjadilah hipotermi. Gangguan pembekuan seperti
disseminated intravascular coagulation dan perdarahan pulmonal dapat terjadi
pada hipotermi berat dan syok sebagai hasil dari pengurangan tekanan arteri
sistemik, volume plasma, curah jantung, perdarahan intraventrikel dansinus
bradikardi berat.
rektal hanya dilakukan satu kali saja, yaitu waktu bayi baru lahir, karena sekaligus
bermanfaat sebagai tes skrining untuk mengetahui adanya anus imperforatus.
Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagi prosedur pemeriksaan yang rutin
kecuali pada bayi-bayi sakit.
Kesempatan untuk bertahan hidup pada bayi baru lahir ditandai dengan
keberhasilan usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu,
bayi baru lahir haruslah dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal
Environment/NTE).
Untuk menentukan apakah hipotermi yang terjadi pada bayi baru lahir
ini disebabkan oleh paparan lingkungan sekitarnya, maka perlu ditanyakan
melalui alloanamnesis kepada ibu bayi atau kepada siapapun yang membawa bayi
untuk dirawat. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan berupa :
1. Apakah bayi dikeringkan setelah lahir dan dijaga kehangatannya ?
2. Apakah bayi dipakaikan pakaian yang sesuai dengan cuaca saat itu?
3. Apakah bayi dipisahkan dari ibunya saat tidur ?
4. Apakah bayi terkena sinar matahari ?
Bila bayi telah dirawat sebelumnya dengan pemanas atau inkubator
sebelumnya, maka mesti
Klasifikasi Hipotermi.
Anamnesis
Bayi terpapar
Pemeriksaan
suhu lingkungan
Hipotermi sedang
36,4C
yang rendah
Gangguan nafas
Waktu
timbulnya
Klasifikasi
kurang dari 2
Malas minum
hari
Letargi
Bayi terpapar
Hipotermi berat
suhu lingkungan
yang rendah.
32C
Waktu
Tanda hipotermia
sedang
timbulnya
kurang dari 2
hari
Tidak terpapar dengan
dalam
Suhu tubuh
berfluktuasi 36-
berlebihan
39C meskipun
berada di suhu
lingkungan yang
stabil
Fluktuasi terjadi
setelah periode
suhu stabil
5. Tatalaksana Hipotermi
Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat
dijelaskan sebagai berikut :
A. Hipotermi berat
1. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila
perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat,
pakai topi dan selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau
kurang dari30 kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi ),
lakukan manajemen gangguan nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus
tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45
mg/dl, tangani hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak
sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai
suhu tubuh kembali dalam batas normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan
dalam penanganan kemungkinan besar sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternatif cara pemberian minum
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan
beri ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak
0,5C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan
dengan memeriksa suhu bayi setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu
ruangan setiap jam.
12. Setelah suhu bayi normal :
Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.
13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi
tetap dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap
hangat selama di rumah.
B. Hipotermi sedang
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat,
memkai topi dan selimuti dengan selimut hangat.
Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan
sesuaikan pengatur suhu.
Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering
diubah.
4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan
nafas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal
tersebut.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dl, tangani hipoglikemia.
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani
gangguan nafasnya
8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5C/jam,
berarti usaha mengahangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu tiap 2
jam.
9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5c/jam, cari tanda
sepsis.
10. Setelah suhu tubuh normal :
Lakukan perawatan lanjutan
Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam.
11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik
serta tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit,
bayi dapat dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
Cara pemakaian :
a. Menggunakan servocontrol, dengan pengaturan suhu untuk kulit perut
36,0-36,5C.
b. Penggunaan inkubator dengan dua lapis dinding, bila memungkinkan.
c. Tutup kepala bayi dengan topi.
Suhu (C)
500
1000
35
1500
34
2000
33,5
2500
33,2
3.3
syndrome (RDS) atau Sindroma Gawat Nafas yaitu gawat napas pada bayi kurang
bulan atau premature yang terjadi segera atau beberapa saat setelah lahir,
frekuensi angka kejadiannya dihubungkan dengan
2. Epidemiologi
Respiratory Distress syndrome merupakan salah satu penyebab kematian
pada bayi baru lahir. Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi
baru lahir tiap tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kurang lebih 30 %
dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh RDS atau komplikasinya.
RDS pada bayi prematur bersifat primer, insidensinya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat lahir. Insidensinya sebesar 60-80%
pada bayi kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi
kurang dari 37 minggu, dan sangat jarang terjadi pada bayi matur. RDS lebih jarang
ditemukan di Negara berkembang dibanding lainnya, terutama karena sebagian
besar infant premature yang kecil untuk masa kehamilan mengalami stress
didalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi. Tambahan, juga dikarenakan
padawilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam rumah, sehingga
pencatatatannya buruk
Frekuensinya meningkat pada ibu yang diabetes, kelahiran sebelum usia
kehamilan 37 minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran dengan
operasi caesar, kelahiran yang dipercepat, asfiksia, stress dingin, dan riwayat bayi
terdahulu mengalami RDS. Pada ibu diabetes, terjadi penurunan kadar protein
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya disfungsi surfaktan. Selain itu dapat juga
disebabkan pecahnya ketuban untuk waktu yang lama serta hal-hal yang
menimbulkan stress pada fetus seperti ibu dengan hipertensi / drug abuse, atau
adanya infeksi kongenital kronik.
Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi kulit
putih. Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru dengan
menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.
3. Faktor Resiko
1. Bayi kurang bulan. Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara
biokimiawi masih imatur dengan kekurangan surfaktan yang
melapisi rongga paru.
2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode
perinatal, aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan
resusitasi, dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang
membawa darah keluar dari paru.
3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetes
terjadi keterlambatn pematangan paru sehingga terjadi distress
respirasi
4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi
sesar,berapapun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya
absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini
dapat terjadi pneumonia bakterialis atau sepsis.
4. Etiologi
Pembentukan paru dimulai pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan
terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24 minggu terbentuk rongga udara yang
terminal termasuk epitel dan kapiler, serta diferensiasi pneumosit tipe I dan II.
Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi namun jarak antara kapiler dan rongga
udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding pada dewasa. Setelah 30 minggu
terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan pembentukan alveoli sejak 32
34 minggu. Surfaktan muncul pada paru-paru janin mulai usia kehamilan 20
minggu tapi belum mencapai permukaan paru. Surfaktan tampak dalam cairan
amnion antara 28 dan 32 minggu. Kadar surfaktan yang matur baru muncul
setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada
rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli
selama ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada
sistem pertahanan terhadap infeksi.
Komponen utama surfaktan adalah Dipalmitylphosphatidylcholine
(lecithin) 80 %, phosphatidylglycerol 7 %, phosphatidylethanolamine 3 %,
apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan cholesterol. Dengan bertambahnya
usia kehamilan, bertambah pula produksi fosfolipid dan penyimpanannya pada sel
alveolar tipe II. Protein merupakan 10 % dari surfaktan., fungsinya adalah
memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada perbatasan udara-cairan di
alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan surfaktan.
Kegagalan
mengembangkan
functional
residual
capacity
dan
phosphatydilinositol,
phosphatydilserin,
phosphatydilethanolamine
dan
sphingomyelin.
Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi.
Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia pulmonal; yang terjadi akibat hipovolemia,
hipotensi dan stress dingin; menghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang
melapisi paru-paru juga dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan
efek pengaturan respirasi, mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan.
5. Patofisiologi
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum
berkembang dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan
cairan paru yang tidak efisien karena jaringan interstitial paru imatur bekerja
seperti spons. Edema interstitial terjadi sebagai resultan dari meningkatnya
permeabilitas membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke
rongga alveoli yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada
neonatus pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang
masih lemah.
Alveoli yang mengalami atelektasis, pembentukan membran hialin, dan
edema interstitial mengurangi compliance paru-paru; dibutuhkan tekanan yang
lebih tinggi untuk mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada
bagian bawah tertarik karena diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi
negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal
tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya atelektasis. Dinding dada bayi
prematur yang memiliki compliance tinggi memberikan tahanan rendah
dibandingkan bayi matur, berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru
untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru mencapai volume
residu, cencerung mengalami atelektasis.
Kurangnya pembentukan atau pelepasan surfaktan, bersama dengan unit
respirasi yang kecil dan berkurangnya compliance dinding dada, menimbulkan
atelektasis, menyebabkan alveoli memperoleh perfusi namun tidak memperoleh
ventilasi, yang menimbulkan hipoksia. Berkurangnya compliance paru, tidal
6. Patologi
Paru nampak merah keunguan dengan konsistensi menyerupai hati.
Secara mikroskopis, terdapat atelektasis luas disertai dengan pelebaran kapilerkapiler dan saluran linfe intraalveolar. Beberapa ductus alveolaris, alveoli dan
bronchiolus respiratorius dilapisi mebran kemerahan homogen atau granuler.
Debris amnion, perdarahan intra-alveolar, dan emfisema interstitial dapat
ditemukan bila penderita telah mendapat ventilasi dengan positive end expiratory
pressure. Karakteristik HMD jarang ditemukan pada penderita yang meninggal
kurang dari 6-8 hari sesudah lahir.
7. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda HMD biasanya tampak dalam beberapa menit setelah
kelahiran, walaupun tanda-tanda ini tidak dapat dikenali selama beberapa jam
sampai pernafasan menjadi cepat, dangkal bertambah sampai 60/menit.
Beberapa penderita membutuhkan resusitasi saat lahir akibat asfiksia intrapartum
atau distres pernafasan awal yang berat (bila berat badan lahir kurang dari 1000g).
gambaran
rontgen,
paru-paru
dapat
Pemeriksaan
Kegunaan
Kultur darah
Glukosa darah
Rontgen toraks
Pulse oximetry
9. Diagnosis
Gambaran klinis seperti Peningkatan respirasi, peningkatan usaha
nafas, periodic breathing, apnea, sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian
oksigen, turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi yang
diikuti bradikardi, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, foto thorax dan
analisa gas darah serta asam basa membantu menegakkan diagnosis. Derajat
beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor SilvermanAnderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan
untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD),
sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan
dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini
sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
1
60-80 x/menit
2
>80x/menit
Retraksi
Tidak ada
retraksi
Retraksi ringan
Retraksi
berat
Sianosis
Tidak sianosis
Sianosis
menetap
walaupun
diberi O2
Air Entry
Udara masuk
Merintih
Tidak merintih
Frekuensi
Nafas
Skor 4 5
Skor > 6
11. Penatalaksanaan
Pengobatan suportif pada RDS pada umumnya sama:
Antibiotika:
BAB IV
PEMBAHASAN
Bayi N, jenis kelamin laki-laki, berusia 1 hari, lahir dari ibu G3P1A1H1
dengan cara persalinan spontan bracht letak sungsang dengan indikasi ketuban
pecah dini, umur kehamilan ibu 30-32 minggu, berat badan lahir 1200, panjang
badan 37 cm, dan lingkar kepala 26 cm, anus (+), dan kelainan (-). Saat lahir tidak
langsung menangis, apgar score 1-3.
Pada pemeriksaan di dapatkan keadaan umum lemah dan kurang aktif,
merintih, napas tidak adekuat, tampak retraksi dinding dada, ujung-ujung jari
membiru tapi tidak disertai dengan membiru pada bagian mulut. Dilakukan
pemeriksaan score down : 5 dan tanda-tanda vital, suhu 36,0 0C, denyut jantung
134 x/menit dan pernapasan 60 x/menit.
Pasien didiagnosis dengan BBLSR (BKB-SMK), asfiksia berat, hipotermia
dan respiratory distress syndrome. Diagnosis BBLSR ditegakan dengan melihat
berat badan lahir pasien < 1500gram disebabkan oleh kelahiran prematur. Hasil
Ballard Score pada pasien 19 yang sesuai dengan Usia kehamilan 30-32 minggu,
dimana dengan berat lahir 1200 gram pasien memiliki berat lahir yang sesuai
dengan umur kehamilan. Sehingga BBLSR pada pasien ini murni merupakan
prematuritas atau dalam istilah lain BKB-SMK (Bayi Kurang Bulan - Sesuai
Masa Kehamilan). Diagnosis asfiksia derajat berat di tegakkan dengan melihat
skor apgar masing-masing pada menit pertama dan kelima sebesar yaitu 1-3.
Kemungkinan asfiksia yang terjadi dikarenakan faktor bayi dengan lahir kurang
bulan dan berat badan lahir kurang mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang
belum berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur
kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga
semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara
sempurna seperti sistem pernafasan sehingga menyebabkan asfiksia, disamping itu
bisa juga karena faktor persalinan, faktor plasenta dan faktor ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Newborn
Problems,
Guides
for
Doctors,
Nurses,
and
Midwives.2003.
Herry Garna, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak edisi 3.
Fakultas Kedokteran UNPAD, RS. Dr. Hasan Sadikin. Bandung: 2005.