Anda di halaman 1dari 15

LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapan

pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian , karena pendidikan
merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan
dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang
kehidupannya. Pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat, akhir-akhir ini pendidikan
diarahkan untuk menanggulangi permasalahan putus sekolah, kenakalan anak, pengangguran dan dunia
kerja. Belakangan ini orang ramai membicarakan pembaharuan pendidikan untuk menjawab masalahmasalah yang timbul dalam kehidupan manusia. Bahkan mereka ada yang meragukan tentang guna dan
makna pendidikan itu sendiri, biaya yang dikeluarkan sudah begitu banyak tetapi kadang mereka tidak
bekerja sesuai dengan pengalaman yang dimiliki dengan lapangan pekerjaan yang ada.
Pendidikan kita sekarang belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan anak didik.
Pendidikan kita masih banyak digumuli dengan masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan serta
pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja. Dari kenyataan tersebut, maka sudah tiba
masanya sekarang pendidikan lebih melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik. Pendidikan
seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru dengan berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik.
Berdasarkan uraian diatas , pengetahuan psikologis tentang anak didik menjadi suatu hal yang sangat
penting dalam pendidikan , karena pengetahuan tentang psikologi pendidikan menjadi kebutuhan bagi
para pendidik, bahkan bagi setiap orang yang merasa dirinya seorang pendidik. Sehubungan dengan
pentingnya mengetahui tentang landasan psikologis dalam pendidikan maka pembahasan yang
dilakukan sangat perlu dibincangkan. Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga
landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara
itu keberhasilan pendidik dalam melaksanaan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh
pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan termasuk landasan psikologis dalam
pendidikan.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta
didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan
tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara
keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik
itu prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya. Salah satu cara untuk dapat
menghilangkan atau memperkecil permasalahan adalah berpijak pada teori-teori pendidikan. Dengan
demikian dapat memperkecil dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan pada umumnya dan
pembelajaran khususnya.

B.

Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1.

Apa pengertian Landasan Psikologi dalam pendidikan?

2.

Bagaimanakah pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan?

3.

Bagaimanakah implikasi landasan psikologi dalam pendidikan?

C.

Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu:

1.

Memahami pengertian Landasan Psikologi dalam pendidikan,

2.

Mengetahui bagaimanakah pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan,

3.

Menjelaskan implikasi landasan psikologi dalam pendidikan.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Landasan Psikologi dalam pendidikan


Pengertian psikologi menurut asal
yaitu Psyche dan Logos. Psyche berarti

jiwa,

katanya

psikologi

berasal dari bahasa Yunani

sukma

dan

sedangkan logos berarti

roh,

ilmu

pengetahuan atau studi. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa. Dengan
pesatnya perkembangan teknologi dari ilmu pengetahuan, maka perubahan-perubahan pesat terjadi pula
dalam bidang pendidikan. Kurikulum yang sering direvisi dalam pengembangannya, tujuan pendidikan
sering mengalami perubahan dalam perumusannya, metode belajar mengajar sering mengalami
perubahan dan pengembangan, dan sumber serta fasilitas belajar sering mengalami penambahan.
Dari uraian diatas dapat kita ambil makna bahwa perkembangan teknologi pada ilmu
pengetahuan dapat membuat perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan , baik pada revisi dan
pengembangan kurikulum, metode, rumusan , serta sumber dan fasilitas belajar dapat memancing
berbagai macam tanggapan apakah semua hal itu dapat mengganggu pelaksanaan aktivitas belajar
sehingga akan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan peserta didik, dan akhirnya timbul kekhawatiran
akan diabaikannya psikologi dalam pendidikan.
Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut , maka diharapkan peserta didik dapat mempunyai
tingkat keaktifan yang tinggi, baik itu secara fisiologis maupun psikologis. Dengan demikian psikologi
tetap akan memperoleh tempat dalam dunia pendidikan.
Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak menutupi kenyataan bahwa
sekolah-sekolah saat ini masih mengutamakan penguasaan mata pelajaran-mata pelajaran. Akibatnya
guru dan murid masih dibatasi kebijakan dan pengawasan dari pihak pemerintah, sehingga keberhasilan
pendidikan tidak pernah lepas dari keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Pendidikan kita pada saat ini belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik,
melainkan pendidikan masih digumuli dengan masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan
dengan pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja .

Dengan demikian sudah saatnya sekarang pendidikan kita untuk melayani kebutuhan dan
hakikat psikologis peserta didik. Pemahaman pada peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan
merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan
psikologi sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Untuk itu psikologi menyediakan
sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek
pribadi.
Individu

memiliki

bakat,

kemampuan,

minat,

kekuatan

serta

tempo,

dan

irama

perkembangannya yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin
memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa
persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar
yang akan djadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang
digariskan.
Landasan Psikologi pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan. Kajian psikologi erat hubungannya dengan pendidikan yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar.

2. Landasan Psikologi dalam Pendidikan


Landasan psikologi

pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam

pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi
oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus
dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga
dewasa
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami
perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi
antara pendidik, anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul
secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan
yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula
pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi
dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek
pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia.
Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat
mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan
kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009:111) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori
belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline

(dalam Miarso, 2009: 111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi
perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar
dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang
harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi
teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang sangat menonjol, yakni aliran
behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali
pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bisa dikatakan hampir semua pengajaran yang
dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36).
Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal yaitu : (a) teori koneksionisme
dari Thorndike, (b) teori kondisioning dari Pavlov, dan (c) teori kondisioning operan (operant
conditioning) dari Skinner.

(a). Teori koneksionisme (E. L. Thorndike)


Thorndike pada tahun 1901 dengan teori psikologi perkembangannya merupakan landasan
pertama ke arah teknologi pembelajaran yang menyatakan tiga dalil utama:
1) Dalil latihan dan ulangan: makin sering diulang respons yang berasal dari stimulus tertentu,
makin besar kemungkinan dicamkan.
2) Dalil akibat: menyatakan prinsip hubungan senang tidak senang. Respons akan diperkuat
bilamana diikuti oleh rasa senang, dan akan diperlemah bila diikuti rasa tidak senang.
3) Dalil kesiapan: karena perkembangan sistem syaraf maka unit perilaku tertentu akan lebih
mudah dilakukan, dibandingkan dengan unit perilaku lain.
Menurut Saettler, kontribusi Thorndike dalam teknologi pembelajaran adalah dengan
rumusannya tentang pinsip-prinsip: (1) aktivitas diri, (2) minat atau motivasi, (3) kesiapan mental, (4)
individualisasi, dan (5) sosialisasi.
Prinsip yang dikemukakan oleh Thorndike ini memang masih banyak dianut hingga kini,
terutama dalam menentukan strategi belajar dan merancang produk pembelajaran.

(b). Teori kondisioning klasikal (Ivan Pavlov)


Teori kondisioning klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan
manipulasi stimulus dalam lingkungan. Proses pembentukan tingkah laku tersebut disebut proses
pengkondisian. Dalam teori kondisioning klasikal, memberikan pancingan dan dorongan stimulus
belajar merupakan faktor penting agar dapat menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan
tingkah laku.

(c ). Teori kondisioning operan (B. F. Skinner)


Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan
behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai
tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol

melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal,
pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan
dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan
latihan.
Menajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak
memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses
perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat
berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/
2008/02/teori-belajar- behavioristik.doc)
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan
ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa
hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.

3. Implikasi Landasan Psikologi dalam Pendidikan


3.1 Definisi dan prinsip perkembangan
Perkembangan adalah proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik maupun
secara mental sejak berada di dalam kandungan sampai manusia tersebut meninggal. Proses
perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar
dari waktu ke waktu.
Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik
dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak dewasa akan mengalami perubahan fisik dan
mentalnya.
Sedangkan belajar adalah proses yang berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan
membuat individu berubah dari tidak tahu menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau
(afektif) dan dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik), misalnya seorang anak yang belajar
mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh orang tuanya lalu anak tersebut
mencoba untuk mengendarai sepeda hingga menjadi bisa.
Proses kematangan dan belajar akan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang,
misalnya seseorang yang proses kematangan dan belajarnya baik akan memiliki kesiapan belajar yang
jauh lebih baik dengan seseorang yang proses kematangan dan belajarnya buruk.
Manusia dalam perkembangannya mengalami perubahan dalam berbagai aspek yang ada pada
manusia dan aspek-aspek tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Aspek-aspek dalam
perkembangan tersebut diantaranya adalah aspek fisik, mental, emosional, dan sosial.
Semua manusia pasti akan mengalami perkembangan dengan tingkat perkembangan yang
berbeda, ada yang berkembang dengan cepat dan ada pula yang berkembang dengan lambat. Namun

demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang
yaitu prinsip perkembangan .Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

Perkembangan terjadi terus menerus hingga manusia meninggal dunia

Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda

Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya

Arah perkembangan individu dapat diprediksi

Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.

3.2 Pengaruh Hereditas dan Lingkungan terhadap Perkembangan Individu


Salah satu masalah yang menjadi perhatian para ahli psikologi yaitu berkenaan dengan faktor
penentu perkembangan individu. Hasil studi psikologi sebagai jawaban terhadap permasalahan tersebut
dapat dibedakan menjadi tiga kelompok teori yaitu nativisme, empirisme, dan konvergensi.
a. Nativisme
Teori nativisme adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia dengan
membawa faktor-faktor turunan dari orang tuanya dan faktor tersebut yang menjadi faktor penentu
perkembangan individu.
Tokoh teori ini adalah Schoupenhauer dan Arnold Gessel. Implikasi teori nativisme terhadap
pendidikan yaitu kurang memberikan kemungkinan bagi pendidik untuk mengubah kepribadian peserta
didik. Teori ini dipandang sebagai teori yang pesimistis terhadap upaya-upaya pendidikan untuk dapat
mengubah atau turut menentukan perkembangan individu.
b. Empirisme
Teori empiris adalah teori yang berasumsi bahwa setiap individu yang terlahir ke dunia adalah
dalam kaeadaan bersih sedangkan faktor penentu perkembangan individu tersebut adalah lingkungan
dan pengalaman. Menurut Yelon dan Weinstein (dalam Syaripudin, 2012:108), dalam teori ini
perkembangan individu tergantung pada hasil belajarnya, sedangkan faktor penentu utama dalam
belajar sepenuhnya berasal dari lingkungan. Dengan demikian, mereka tidak percaya kepada faktor
turunan yang dibawa sejak lahir sebagai penentu perkembangan individu. Sebaliknya mereka meyakini
pengalaman atau lingkungan itulah satu-satunya faktor penentu perkembangan individu.
Tokoh teori ini adalah John Lock dan J.B. Watson. Implikasinya teori empirisme terhadap
pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik untuk dapat membentuk
kepribadian peserta didik, tanggung jawab pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik.
c. Konvergensi
Teori konvergensi adalah teori yang berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor keturunan dan faktor lingkungan serta pengalaman, atau dengan kata lain teori ini adalah
gabungan dari teori nativisme dan empirisme.
Tokoh teori ini adalah Wiliam Stern dan Robert J Havighurst. Implikasi teori konvergensi
terhadap pendidikan yaitu dapat memberikan kemungkinan kepada pendidik untuk membentuk
kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas
yang ada pada individu, antara lain kematangan, bakat, kemampuan, keadaan mental.

3.3 Tahapan dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa mini)
telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu
tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan
bertahap mengenai keadaan fisik, sosial, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang,
mereka mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempersepsi yang sesuai dengan usianya.
Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan.
Robert Havighurst (dalam Syaripudin, 2012: 115) membagi perkembangan individu menjadi
4 tahap, yaitu masa bayi dan masa kanak-kanak kecil (0-6 tahun), masa kanak-kanak (6-12 tahun),
masa remaja atau adolesen (12-18 tahun), dan masa dewasa (18- tahun), selain itu Havighurst
mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan (development task) yang harus diselesaikan pada setiap
tahap perkembangan sebagai berikut:
a. Tugas perkembangan masa bayi dan kanak-kanak kecil (0-6 tahun)
1) Belajar berjalan
2) Belajar makan makanan yang padat
3) Belajar berbicara/berkata-kata
4) Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh
5) Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan/kelakuan yang sesuai dengan jenis
kelaminnya
6) Mencapai stabilitas fisiologis/jasmaniah
7) Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan kenyataan fisik
8) Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua saudara dan orang lain
9) Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri/kata hati
b. Tugas perkembangan masa kanak-kanak (6-12 tahun)
1) Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
2) Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh
3) Belajar bermain dengan teman-teman lainnya
4) Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan
5) Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
6) Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
7) Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
8) Pengembangan kebebasan pribadi
9) Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga
c. Tugas perkembangan masa remaja/adolesen (12-18 tahun)
1) Mencapai peranan social dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki/perempuan serta
kebebasan emosional orang tua
2) Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk
suatu pekerjaan
3) Mempersiapkan diri untuk keluarga

4) Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam
masyarakat
d. Tugas perkembangan pada masa dewasa (18 - )
1) Masa dewasa awal:
Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama
Memulai berkeluarga
Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan
2) Masa dewasa tengah umur:
Mencapai tanggung jawab sosial dan warga negara yang dewasa
Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa
Menghubungkan diri sendiri kepada suami/istri sebagai suatu pribadi
Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua
e. Tugas perkembangan usia lanjut:
1) Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
2) Menyesuaikan diri pada saat pension dan pendapatan yang semakin berkurang
3) Menyesuaikan diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah

Jean Piaget (dalam Syaripudin, 2012:121) secara khusus mengemukakan tahap-tahap


perkembangan

mental/kognitif

individu.

Piaget

mendeskripsikan

tahap-tahap

perkembangan

mental/kognitif individu menjadi empat tahapan sebagai berikut:


a. Tahap Sensorimotor (0 kurang lebih 2 tahun).
Pada tahap ini tingkah laku anak ditentukan oleh perasaan (senses) dan aktivitas motorik; Kesan
(impression) anak tentang dunia dibentuk oleh persepsi mengenai perasaannya dan oleh
manipulasi dari lingkungannya. Pembentukan konsep/ide pada tahapan ini terbatas kepada
objek yang bersifat permanen atau objek yang tampak dalam batas pengamatan anak.
Perkembangan skema verbal dan kognitif masih sangat sedikit dan tidak terkoordinasikan.
b. Tahap Operasi Awal/Preoperational (2 6 tahun).
Pada tahapan ini anak mulai menggambarkan kejadian-kejadian dan objek-objek melalui
simbol-simbol, termasuk simbol-simbol verbal bahasa. Artinya, mereka sudah mulai berpikir
tentang benda-benda dengan tidak terikat pada kehadiran benda konkrit. Anak sudah
menghubungkan tentang kejadian atau objek yang di hadapinya dengan skema yang sudah ada
dalam ingatannya. Tetapi anak relatif masih belum dapat menerima perbedaan persepsi dengan
orang lain, kemampuan yang berkembang pada saat ini masih bersifat egosentrik, sehingga
cara-cara dan pengetahuan yang ia miliki itulah yang dianggapnya benar, sepertinya tidak ada
alternatif cara dan pengetahuan benar yang lainnya. Anak-anak pada tahapan ini juga sudah
mulai memecahkan jenis-jenis masalah, tetapi hanya mengenai masalah-masalah mengenai
barang-barang yang tampak/kelihatan.
c. Tahap Operasi Konkrit (7 11 tahun).

Pada tahap ini, skema kognitif anak berkembang, terutama berkenaan dengan keterampilan
berpikir dan memecahkan masalah. Perkembangan keterampilan berpikirnya yaitu berkenaan
dengan keterampilan menggolong-golongkan (mengklasifikasi) berdasarkan ciri dan fungsi
sesuatu; mengurutkan sesuatu misalnya dari yang terkecil ke yang terbesar; membandingkan
benda-benda; memahami konsep konservasi, yaitu kemampuan memahami bahwa sesuatu itu
tidak berubah walaupun misalnya sesuatu itu dipindahkan tempatnya, tali yang dilingkarkan
panjangnya tidak berubah walaupun ditarik menjadi memanjang, dsb.; memahami identitas,
yaitu kemampuan mengenal bahwa suatu objek yang bersifat fisik akan mengambil ruang dan
memiliki volume tertentu; dan kemampuan membandingkan pendapat orang.
d. Tahap Operasi Formal (12 tahun ke atas).
Pada tahap ini anak memilik kecakapan berpikir simbolik, tidak tergantung kepada keberadaan
objek secara fisik. Anak pada tahapan operasi formal mampu berpikir logis, matematis, dan
abstrak. Anak bahkan mungkin dapat memahami hal-hal yang secara teoritis mungkin terjadi
sekalipun ia belum pernah melihat kejadiannya secara nyata.

Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan tugas
perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembelajaran yang
akan dilaksanakan sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan
dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.

3.4 Implikasi Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang
diharapkan
Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (dalam http://www.idonbiu.com/2009/04/
teori-perkembangan-kognitif-piaget.html), implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan
pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya adalah sebagai berikut:
a. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa kanak-kanak kecil:
1) Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten
2) Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan
3) Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik
4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi
5) Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik
b. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa prasekolah:
1) Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur
dan terus menerus
2) Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan dsb.
3) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik
4) Menyediakan benda-benda untuk dieksplorasi

5) Memberikan kesempatan untuk berinteraksi ssosial dan kerja kelompok kecil


6) Menggunakan program aktif seperti: bernyanyi dengan bergerak, dll.
7) Memperbanyak aktivitas berbahasa seperti bercerita, mengklasifikasikan, diskusi masalah,
dan membuat aturan-aturan.
c. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa kanak-kanak:
1) Menerima kebutuhan-kebutuhan akan kebebasan anak dan menambah tanggung jawab anak
2) Mendorong pertemanan dengan menggunakan projek-projek dan permainan kelompok
3) Membangkitkan rasa ingin tahu
4) Secara konsisten mengupayakan disiplin yang tegas dan dapat dipahami
5) Menghadapkan anak pada gagasan-gagasan dan pandangan-pandangan baru
6) Bersama-sama menciptakan aturan dan kejujuran
7) Memberikan contoh model hubungan sosial
8) Terbuka terhadap kritik
d. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa remaja awal:
1) Memberikan kesempatan berolahraga secara tim dan perorangan, tetapi tidak mengutamakan
tenaga fisik yang besar.
2) Menerima makin dewasanya peserta didik
3) Memberikan tanggung jawab secara berangsur-angsur
4) Mendorong kebebasan dan tanggung jawab.
e. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa remaja akhir:
1) Menghargai pandangan-pandangan pessrta didik
2) Menerima kematangan peserta didik
3) Memberikan kesempatan luas kepada peserta didik untuk berolahraga dan bekerja secara
cermat
4) Memberikan kesempatan yang luas untuk pendidikan karir
5) Menggunakan kerjasama kelompok untuk memecahkan masalah
6) Bekreasi bersama dan bersa-sama menegakan berbagai aturan

3.5 Hukum Dasar Perkembangan Jiwa Manusia


Perkembangan tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan. Pertumbuhan sesuatu materi
jasmaniah dapat menumbuhkan fungsi dan bahkan perubahan fungsi pada materi jasmaniah itu.
Perubahan fungsi jasmaniah dapat menghasilkan kematangan atas fungsi itu. Kematangan fungsi fungsi jasmaniah sangat mem-pengaruhi perubahan pada fungsi-fungsi kejiwaan. Itulah sebabnya
mengapa dikatakan bahwa perkembangan tidak dapat dipisahkan dengan pertumbuhan.
Sepanjang kehidupan manusia terjadi

proses pertumbuhan dan perkembangan yang terus

menerus. Proses ini terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan bukan kemunduran.

Tiap tahap kemajuan pertumbuhan dan perkembangan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan
cara baru yang dimiliki. Perkembangan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari
yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu
dimaksudkan agar orang di dalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Tugas pendidikan yang utama ialah memberikan bimbingan agar perkembangan anak dapat
berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum
dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan
berdaya guna.
Beberapa hukum dasar yang perlu diperhatikan untuk membimbing anak dalam pendidikan
antara lain:
1. Tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik
Anak didik merupakan pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Apabila diamati
secara saksama, mungkin kita menghadapi dua orang anak didik yang sama benar. Di samping
memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing memiliki sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh
diri masing-masing. Dikatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik artinya,
seseorang memiliki sifat-sifat khas yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak dimiliki oleh anak lain.
Keunikan pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni:
a. Faktor Keturunan/Pembawaan
Sejak terjadinya konsepsi yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak memperoleh
warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang merupakan potensi-potensi tertentu.
Potensi ini relatif sudah terbentuk yang sukar berubah baik oleh melalui usaha kegiatan pendidikan
maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu pengetahuan terutama ahli Biologi
menekankan pentingnya peranan faktor keturunan bagi pertumbuhan fisik, mental maupun sifat
kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok pada dunia hewan.
Sedangkan para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang dalam
pertumbuhannya cenderung mengecilkan makna pengaruh pembawaan ini. Mereka lebih
menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agar
seseorang dapat bertumbuh dan berkembang secara sehat dan mengadakan penyesuaian hidup
secara baik.
b. Faktor Lingkungan
Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan anak sudah mendapat pengaruh
dari sekitarnya. Misalnya macam makanan yang diterimanya, keadaan panas lingkungannya dan
semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu pertumbuhan maupun yang menghambat
pertumbuhannya. Sama pentingnya dengan kondisi lingkungan fisik yang sudah disebutkan itu
terhadap pertumbuhan anak adalah lingkungan sosial anak yang berupa sikap orang tua di sekitar
anak, kebiasaan makan, berjalan, berpakaian itu bukan pembawaan, melainkan hal yang diperoleh
dan dipelajari anak dari lingkungan sosialnya.
Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk menyerap kebudayaan masyarakat
di mana anak tinggal. Tidak saja makna harfiah kata yang terdapat dalam bahasa itu yang dipelajari
melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam perbuatan.

c. Faktor Diri (Self)


Faktor penting yang sering diabaikan dalam memahami prinsip pertumbuhan dan
perkembangan anak ialah faktor self, yaitu kehidupan kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan itu
terdiri atas perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan anggapan yang
semuanya akan berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Apabila dapat
dipahami self seseorang, maka dapat dipahami pula pola kehidupannya. Pengetahuan yang kita
miliki tentang pola hidup seseorang akan dapat membantu kita untuk dapat memahami apa yang
menjadi tujuan orang itu di balik perbuatan yang dilakukan. Disadari bahwa memang pengaruh
pembawaan dan lingkungan bagi pertumbuhan anak saling berkaitan dan saling melengkapi, tetapi
masalah pertumbuhan belum berakhir tanpa memperhitungkan peranan self, yakni bagaimana
seseorang menggunakan potensi yang dimiliki dan lingkungannya. Self mempunyai pengaruh yang
besar untuk menginterpretasikan kuatnya daya pembawaan dan kuatnya daya lingkungan.

2. Tiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda


Sejak anak dilahirkan, mereka memiliki potensi-potensi yang berbeda dan bervariasi.
Pendidikan diharapkan memberi hak kepada anak untuk mengembangkan potensinya. Ketika kita
memperhatikan siswa-siswi akan segera mengetahui bahwa mereka memiliki kecerdasan yang berbedabeda meskipun mereka memiliki usia kalender yang sama tetapi kemampuan mentalnya tidak sama
dikatakan mereka memiliki usia kronologis yang sama, tetapi usia kecerdasan yang tidak sama. Jadi
setiap anak memiliki indeks kecerdasan yang berbeda-beda.
3. Tiap pertumbuhan memiliki ciri-ciri tertentu
Karena tiap tahap pertumbuhan itu memiliki ciri-ciri tertentu maka dapat membantu pendidik
untuk mengatur strategi pendidikan sesuai dengan kesiapan anak untuk menerima, memahami dan
menguasai bahan pendidikan sesuai dengan kemampuannya. Jadi strategi pendidikan untuk TK akan
berbeda dengan SD demikian juga dengan jenjang persekolahan yang lain. Berturut-turut akan
dibicarakan secara umum ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan: (a) Anak Taman Kanak-kanak, (b) Anak
Sekolah Dasar, (c) Anak Sekolah Menengah, dan (d) Orang Dewasa.
Ciri-ciri pertumbuhan pada anak Taman Kanak-Kanak (TK)
a. Kemampuan melayani kebutuhan fisik secara seder-hana sudah berubah
b. Menyadari dirinya berbeda dengan anak lain yang mempunyai keinginan dan perasaan tertentu;
c. Masih tergantung pada orang lain dan memerlukan perlindungan dan kasih sayang orang lain
d. Belum dapat membedakan antara yang nyata dengan yang khayal
e. Mempunyai kesanggupan imitasi dan identifikasi kesibukan

orang dewasa (dalam bentuk

sederhana) disekitarnya melalui kegiatan bermain.


f. Kemampuan memecahkan persoalan dengan berfikir berdasarkan hal-hal yang kongkrit
g. Mampu mengkaitkan pengetahuan terdahulu dengan yang sekarang
h. Mampu menyesuaikan reaksi emosi terhadap kejadian yang dialami sehingga anak dapat dilatih
untuk menguasai dan mengarakhan ekspesi perasaaanya dalam bentuk yang lebih baik

i. Dorongan untik mengeskploitasi lingkungan fisik dan sosial mulai tumbuh dengan ditandai
seringnya bertanya tentang

segala sesuatu kepada orang disekitarnya untuk memperoleh

informasi atau pengalaman.


Ciri pertumbuhan anak Sekolah Dasar (SD)
a. Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat. Hal ini sangat penting peranannya bagi
pengembangan dasar yang diperlukan sebagai makhluk induvidu dan sebagai makhluk sosial
b. Kehidupan sosialnya diperkaya bukan cuma dalam hal bekerjasama, tetapi dalam hal bersaing
dalam kehidupan kelompok sebaya.
c. Semakin menyadari diri selain mempunyai keinginan perasaan tertentu, juga semakin
bertumbuhnya minat tertentu.
d. Kemampuan berpikirnya masih dalam tingkatan persepsional.
e. Dalam bergaul, bekerjasama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis, tetapi yang
menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama.
f. Mempunyai kesanggupan untuk memahami hubungan sebab akibat.
g. Ketergantungan kepada orang dewasa semakin ber-kurang dan kurang memerlukan
perlindungan orang dewasa
Ciri pertumbuhan kejiwaan Anak Sekolah Menengah
a. Bertambahnya kemampuan membuat abstraksi, memahami hal-hal yang bersifat abstrak.
b. Bertambahnya kemampuan berkomunikasi pikir dengan orang lain.
c. Bertumbuhnya minat untuk memahami diri sendiri dan orang lain.
d. Bertumbuhnya pengertian untuk membuat keputusan sendiri.
e. Bertumbuhnya pengertian tentang konsepsi moral dan nilai-nilai.
f. Pertumbuhan kemampuan sosial meliputi kemampuan saling memberi dan menerima,
partisipasi dalam masyarakat kelompok sebaya menonjol, melakukan tindakan-tindakan
kompetitif untuk menguji kemampuan diri.
Ciri-ciri pertumbuhan kejiwaan Orang Dewasa
a. Memiliki kemantapan emosi.
b. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan semakin mantap.
c. Sanggup memenuhi hak dan kewajiban kelompok sepenuhnya.
d. Menyadari kekurangan diri yang harus ditingkatkan untuk penyempurnaan diri.
e. Memiliki kemampuan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai sosial.
f. Kretifitas mulai menurun.

3.6 Periodisasi Perkembangan Individu


Tahap perkembangan individu amat beragam bergantung kepada ahli yang mengemukakannya.
Erikson membatasi tahap perkembangan sebagai berikut:
1. Usia 0-12 bulan tahap the sence of trust. Fase ini merupa-kan fase sadar akan kepercayaan,
yaitu mempercayai bahwa segala kebutuhan hidupnya akan terpenuhi. Sikap ini muncul karena
sejak lahir telah diliputi suasana kasih sayang yang diberikan oleh lingkungannya, dalam hal ini
oleh ayah, ibu dan seluruh anggota keluarga yang lain. Sadar akan kepercayaan ini penting,

karena merupakan dasar bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kepercayaan bagi orang
lain.
2. Usia 1,53 tahun disebut

the sense of autonomy. Fase ini merupakan fase dasar akan

keberdirian sendiri ia telah sadar bahwa ia hadir seperti kehadirannya yang lain. Individu
mempunyai perasaan dan kepribadian yang mandiri. Dalam hal ini pendidik haruslah
mendukung perasaannya dan perlakukanlah dengan penghargaan dan penghormatan. Jauhkanlah sifat pendidik yang dapat menimbulkan perasaan meremehkan keberadaan dan merasa
dipermalukan.
3. Usia 3,55,5 tahun disebut the sense of initiative. Fase ini merupakan fase sadar akan
berprakarsa, yaitu anak ingin bebas dalam mengembangkan kemampuan yang tersimpan dalam
dirinya, anak ingin meniru, mencoba, berfantasi kreatif dan berinisiatif. Pada fase ini anak
membutuhkan dorongan, penghargaan dan dukungan dari pendidik, maka hindarkanlah
perbuatan pendidik yang bersifat menekan terhadap anak.
4. Usia 612 tahun disebut the sense of accomplisment. Fase ini merupakan fase sadar akan
penyelesaian tugastugas. Dalam fase ini pendidik harus menjaga supaya anak jangan
kekurangan tugas sebagai tantangannya, dan tugas itu jangan yang terlampau membebani
sehingga mengakibatkan anak putus asa.
5. Usia 1218 tahun disebut the sense of identity. Fase ini merupakan fase sadar akan keyakinan
bentuk dirinya, yaitu mencari keyakinan dan mencoba mengidentifikasikan dirinya melakukan
peran dan tokoh yang dianggap baik dan mendekati dirinya. Ia melihat dirinya baik dari segi
norma, sifat-sifatnya, maupun hubungan dengan orang lain karena merasa diperhatikan. Karena
itu selalu berusaha menunjukkan identitas dirinya.
6. Usia 18 tahun keatas Intimacy, generativity and integrit. Intimacy merupakan fase kekariban
yang bentuknya seperti mengungkapkan cita-cita, kepemimpinan, perjuangan dan persaingan.
Generativity merupakan fase siap untuk berketurunan, ia mampu untuk berkeluarga . Integrity
merupakan fase keutuhan kepribadian, ia telah mampu menerima dirinya dan orang lain serta
berkewajiban stabil dalam menghadapi peristiwa dalam kehidupan.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan landasan psikologis dalam pendidikan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Landasan psikologi dalam pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
2. Landasan psikologi

pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam

pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat

dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus
mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan
yang berbeda dari bayi hingga dewasa
3. Implikasi landasan psikologi dalam pendidikan adalah:
Seorang pendidik dalam proses pebelajarannya memberikan kemungkinan untuk
membentuk kepribadian

individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap

memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu.


Seorang pendidik dalam proses pebelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan
pada setiap masa perkembangan anak.

B. Saran
Karena begitu pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik
dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologi dalam
pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.

DAFTAR RUJUKAN

Miarso, Yusufhadi, 2009. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana


Nana, Sudjana. 2009. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Pidarta Made. 2007. Landasan Pendidikan : Stimulus ilmu Pendidikan Becorak Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV Rajawali Jakarta
Syaripudin, Tatang. 2012. Landasan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam
Kementrian Agama RI.
Trimanjuniarso.

2008. Teori

Belajar

Behavioristik. http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/

2008/02/teori-belajar- behavioristik.doc. di akses tanggal 4 Oktober 2011


http:/ www.idonbiu.com/2009/04 / teori-perkembangan-kognitif-piaget.html. diakses tanggal 4 Oktober
2011
http://homeamanah.blogspot.com/2011/10/landasan-psikologis-dalam-pendidikan.html, diakses tanggal
7 desember 2013

Anda mungkin juga menyukai