PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapan
pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian , karena pendidikan
merupakan bagian dari kebudayaan dan peradaban manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan
dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang
kehidupannya. Pendidikan menjadi perhatian penting bagi masyarakat, akhir-akhir ini pendidikan
diarahkan untuk menanggulangi permasalahan putus sekolah, kenakalan anak, pengangguran dan dunia
kerja. Belakangan ini orang ramai membicarakan pembaharuan pendidikan untuk menjawab masalahmasalah yang timbul dalam kehidupan manusia. Bahkan mereka ada yang meragukan tentang guna dan
makna pendidikan itu sendiri, biaya yang dikeluarkan sudah begitu banyak tetapi kadang mereka tidak
bekerja sesuai dengan pengalaman yang dimiliki dengan lapangan pekerjaan yang ada.
Pendidikan kita sekarang belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan anak didik.
Pendidikan kita masih banyak digumuli dengan masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan serta
pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja. Dari kenyataan tersebut, maka sudah tiba
masanya sekarang pendidikan lebih melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik. Pendidikan
seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru dengan berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik.
Berdasarkan uraian diatas , pengetahuan psikologis tentang anak didik menjadi suatu hal yang sangat
penting dalam pendidikan , karena pengetahuan tentang psikologi pendidikan menjadi kebutuhan bagi
para pendidik, bahkan bagi setiap orang yang merasa dirinya seorang pendidik. Sehubungan dengan
pentingnya mengetahui tentang landasan psikologis dalam pendidikan maka pembahasan yang
dilakukan sangat perlu dibincangkan. Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga
landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara
itu keberhasilan pendidik dalam melaksanaan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh
pemahamannya tentang seluk beluk landasan pendidikan termasuk landasan psikologis dalam
pendidikan.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antar peserta
didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat tetapi juga perbedaan pengalaman dan
tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita bahkan perbedaan kepribadian secara
keseluruhan. Oleh sebab itu, pendidik perlu memahami perkembangan individu peserta didiknya baik
itu prinsip perkembangannya maupun arah perkembangannya. Salah satu cara untuk dapat
menghilangkan atau memperkecil permasalahan adalah berpijak pada teori-teori pendidikan. Dengan
demikian dapat memperkecil dan memecahkan beragam permasalahan pendidikan pada umumnya dan
pembelajaran khususnya.
B.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
2.
3.
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1.
2.
3.
PEMBAHASAN
jiwa,
katanya
psikologi
sukma
dan
roh,
ilmu
pengetahuan atau studi. Jadi pengertian psikologi secara harfiah adalah ilmu tentang jiwa. Dengan
pesatnya perkembangan teknologi dari ilmu pengetahuan, maka perubahan-perubahan pesat terjadi pula
dalam bidang pendidikan. Kurikulum yang sering direvisi dalam pengembangannya, tujuan pendidikan
sering mengalami perubahan dalam perumusannya, metode belajar mengajar sering mengalami
perubahan dan pengembangan, dan sumber serta fasilitas belajar sering mengalami penambahan.
Dari uraian diatas dapat kita ambil makna bahwa perkembangan teknologi pada ilmu
pengetahuan dapat membuat perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan , baik pada revisi dan
pengembangan kurikulum, metode, rumusan , serta sumber dan fasilitas belajar dapat memancing
berbagai macam tanggapan apakah semua hal itu dapat mengganggu pelaksanaan aktivitas belajar
sehingga akan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan peserta didik, dan akhirnya timbul kekhawatiran
akan diabaikannya psikologi dalam pendidikan.
Untuk mengatasi kekhawatiran tersebut , maka diharapkan peserta didik dapat mempunyai
tingkat keaktifan yang tinggi, baik itu secara fisiologis maupun psikologis. Dengan demikian psikologi
tetap akan memperoleh tempat dalam dunia pendidikan.
Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak menutupi kenyataan bahwa
sekolah-sekolah saat ini masih mengutamakan penguasaan mata pelajaran-mata pelajaran. Akibatnya
guru dan murid masih dibatasi kebijakan dan pengawasan dari pihak pemerintah, sehingga keberhasilan
pendidikan tidak pernah lepas dari keterampilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Pendidikan kita pada saat ini belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik,
melainkan pendidikan masih digumuli dengan masalah-masalah kompetensi lembaga pendidikan
dengan pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja .
Dengan demikian sudah saatnya sekarang pendidikan kita untuk melayani kebutuhan dan
hakikat psikologis peserta didik. Pemahaman pada peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan
merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan
psikologi sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Untuk itu psikologi menyediakan
sejumlah informasi tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta berkaitan dengan aspek
pribadi.
Individu
memiliki
bakat,
kemampuan,
minat,
kekuatan
serta
tempo,
dan
irama
perkembangannya yang berbeda satu dengan yang lain. Sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin
memperlakukan sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa
persamaan. Penyusunan kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar
yang akan djadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang
digariskan.
Landasan Psikologi pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan
dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan. Kajian psikologi erat hubungannya dengan pendidikan yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar.
pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi
oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus
dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga
dewasa
Keadaan anak yang tadinya belum dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami
perubahan,karena dibimbing, dan kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi
antara pendidik, anak didik dan lingkungan. Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul
secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan
yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula
pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi
dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek
pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia.
Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat
mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan
kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Lumsdaine (dalam Miarso, 2009:111) berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori
belajar, merupakan ilmu yang utama untuk mengembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline
(dalam Miarso, 2009: 111) menyatakan bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi
perilaku yaitu untuk menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran.
Tujuan perilaku perlu ditetapkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan pembelajaran agar
dapat dijadikan bukti bahwa seseorang telah belajar. Tujuan perilaku ini merupakan ciri yang
harus ada dalam setiap model pengembangan pembelajaran yang merupakan salah satu bentuk konsepsi
teknologi pendidikan.
Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajaryang sangat menonjol, yakni aliran
behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali
pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bisa dikatakan hampir semua pengajaran yang
dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36).
Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal yaitu : (a) teori koneksionisme
dari Thorndike, (b) teori kondisioning dari Pavlov, dan (c) teori kondisioning operan (operant
conditioning) dari Skinner.
melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal,
pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik. Gaya mengajar guru dilakukan
dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan
latihan.
Menajemen kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara
lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak
memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses
perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat
berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan (http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/
2008/02/teori-belajar- behavioristik.doc)
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan
ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa
hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
demikian dalam proses perkembangan terdapat nilai-nilai universal yang dimiliki oleh semua orang
yaitu prinsip perkembangan .Prinsip perkembangan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
Semua aspek perkembangan saling berkaitan dan berhubungan satu sama lainnya
Perkembangan terjadi secara bertahap dan tiap tahapan mempunyai karakteristik tertentu.
3.3 Tahapan dan Tugas Perkembangan Serta Implikasinya Terhadap Perlakuan Pendidik
Asumsi bahwa anak adalah orang dewasa dalam skala kecil (anak adalah orang dewasa mini)
telah ditinggalkan orang sejak lama, sebagaimana kita maklumi bahwa masa anak-anak adalah suatu
tahap yang berbeda dengan orang dewasa. Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan
bertahap mengenai keadaan fisik, sosial, emosional, moral dan mentalnya. Seraya mereka berkembang,
mereka mempunyai cara-cara memahami bereaksi, dan mempersepsi yang sesuai dengan usianya.
Inilah yang oleh ahli psikologi disebut tahap perkembangan.
Robert Havighurst (dalam Syaripudin, 2012: 115) membagi perkembangan individu menjadi
4 tahap, yaitu masa bayi dan masa kanak-kanak kecil (0-6 tahun), masa kanak-kanak (6-12 tahun),
masa remaja atau adolesen (12-18 tahun), dan masa dewasa (18- tahun), selain itu Havighurst
mendeskripsikan tugas-tugas perkembangan (development task) yang harus diselesaikan pada setiap
tahap perkembangan sebagai berikut:
a. Tugas perkembangan masa bayi dan kanak-kanak kecil (0-6 tahun)
1) Belajar berjalan
2) Belajar makan makanan yang padat
3) Belajar berbicara/berkata-kata
4) Belajar mengontrol pembuangan kotoran tubuh
5) Belajar tentang perbedaan kelamin dan kesopanan/kelakuan yang sesuai dengan jenis
kelaminnya
6) Mencapai stabilitas fisiologis/jasmaniah
7) Pembentukan konsep sederhana tentang kenyataan sosial dan kenyataan fisik
8) Belajar berhubungan diri secara emosional dengan orang tua saudara dan orang lain
9) Belajar membedakan yang benar dan yang salah dan pengembangan kesadaran diri/kata hati
b. Tugas perkembangan masa kanak-kanak (6-12 tahun)
1) Belajar keterampilan fisik yang perlu untuk permainan sehari-hari
2) Pembentukan kesatuan sikap terhadap dirinya sebagai suatu organisme yang tumbuh
3) Belajar bermain dengan teman-teman lainnya
4) Belajar memahami peranan-peranan kepriaan dan kewanitaan
5) Pengembangan kemahiran dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung
6) Pengembangan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sehari-hari
7) Pengembangan kesadaran diri moralitas, dan suatu skala nilai-nilai
8) Pengembangan kebebasan pribadi
9) Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga
c. Tugas perkembangan masa remaja/adolesen (12-18 tahun)
1) Mencapai peranan social dan hubungan yang lebih matang sebagai laki-laki/perempuan serta
kebebasan emosional orang tua
2) Memperoleh jaminan kebebasan ekonomi dengan memilih dan mempersiapkan diri untuk
suatu pekerjaan
3) Mempersiapkan diri untuk keluarga
4) Mengembangkan kecakapan intelektual serta tingkah laku yang bertanggung jawab dalam
masyarakat
d. Tugas perkembangan pada masa dewasa (18 - )
1) Masa dewasa awal:
Memilih pasangan hidup dan belajar hidup bersama
Memulai berkeluarga
Mulai menduduki suatu jabatan / pekerjaan
2) Masa dewasa tengah umur:
Mencapai tanggung jawab sosial dan warga negara yang dewasa
Membantu anak belasan tahun menjadi dewasa
Menghubungkan diri sendiri kepada suami/istri sebagai suatu pribadi
Menyesuaikan diri kepada orang tua yang semakin tua
e. Tugas perkembangan usia lanjut:
1) Menyesuaikan diri pada kekuatan dan kesehatan jasmani
2) Menyesuaikan diri pada saat pension dan pendapatan yang semakin berkurang
3) Menyesuaikan diri terhadap kematian, terutama banyak beribadah
mental/kognitif
individu.
Piaget
mendeskripsikan
tahap-tahap
perkembangan
Pada tahap ini, skema kognitif anak berkembang, terutama berkenaan dengan keterampilan
berpikir dan memecahkan masalah. Perkembangan keterampilan berpikirnya yaitu berkenaan
dengan keterampilan menggolong-golongkan (mengklasifikasi) berdasarkan ciri dan fungsi
sesuatu; mengurutkan sesuatu misalnya dari yang terkecil ke yang terbesar; membandingkan
benda-benda; memahami konsep konservasi, yaitu kemampuan memahami bahwa sesuatu itu
tidak berubah walaupun misalnya sesuatu itu dipindahkan tempatnya, tali yang dilingkarkan
panjangnya tidak berubah walaupun ditarik menjadi memanjang, dsb.; memahami identitas,
yaitu kemampuan mengenal bahwa suatu objek yang bersifat fisik akan mengambil ruang dan
memiliki volume tertentu; dan kemampuan membandingkan pendapat orang.
d. Tahap Operasi Formal (12 tahun ke atas).
Pada tahap ini anak memilik kecakapan berpikir simbolik, tidak tergantung kepada keberadaan
objek secara fisik. Anak pada tahapan operasi formal mampu berpikir logis, matematis, dan
abstrak. Anak bahkan mungkin dapat memahami hal-hal yang secara teoritis mungkin terjadi
sekalipun ia belum pernah melihat kejadiannya secara nyata.
Dari uraian di atas, seorang pendidik dalam proses pembelajarannya harus memperhatikan tugas
perkembangan pada setiap masa perkembangan anak. Dimulai dari perencanaan pembelajaran yang
akan dilaksanakan sampai dengan penilaian akhir serta evaluasi pembelajaran tidak dapat dipisahkan
dari pemahaman akan tugas perkembangan peserta didik pada setiap masa perkembangannya.
3.4 Implikasi Perkembangan Individu terhadap perlakuan Pendidik (Orang Dewasa) yang
diharapkan
Sebagaimana dikemukakan Yelon dan Weinstei (dalam http://www.idonbiu.com/2009/04/
teori-perkembangan-kognitif-piaget.html), implikasi perkembangan individu terhadap perlakuan
pendidik (orang dewasa) yang diharapkan dalam rangka membantu menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya adalah sebagai berikut:
a. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa kanak-kanak kecil:
1) Menyelenggarakan disiplin secara lemah lembut secara konsisten
2) Menjaga keselamatan tanpa perlindungan yang berlebihan
3) Bercakap-cakap dan memberikan respon terhadap perkataan peserta didik
4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif dan bereksplorasi
5) Menghargai hal-hal yang dapat dikerjakan peserta didik
b. Perlakuan pendidik (orang dewasa) yang diharapkan bagi perkembangan peserta didik pada
masa prasekolah:
1) Memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada peserta didik secara berangsur-angsur
dan terus menerus
2) Latihan harus ditekankan pada koordinasi: kecepatan, mengarahkan keseimbangan dsb.
3) Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik
4) Menyediakan benda-benda untuk dieksplorasi
menerus. Proses ini terjadi secara teratur dan terarah, yaitu ke arah kemajuan bukan kemunduran.
Tiap tahap kemajuan pertumbuhan dan perkembangan ditandai dengan meningkatnya kemampuan dan
cara baru yang dimiliki. Perkembangan merupakan peralihan tingkah laku atau fungsi kejiwaan dari
yang lebih rendah kepada tingkat yang lebih tinggi. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi itu
dimaksudkan agar orang di dalam kehidupannya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Tugas pendidikan yang utama ialah memberikan bimbingan agar perkembangan anak dapat
berlangsung secara wajar dan optimal. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang hukum-hukum
dasar perkembangan kejiwaan manusia agar tindakan pendidikan yang dilaksanakan berhasil guna dan
berdaya guna.
Beberapa hukum dasar yang perlu diperhatikan untuk membimbing anak dalam pendidikan
antara lain:
1. Tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik
Anak didik merupakan pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang. Apabila diamati
secara saksama, mungkin kita menghadapi dua orang anak didik yang sama benar. Di samping
memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing memiliki sifat yang khas, yang hanya dimiliki oleh
diri masing-masing. Dikatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik artinya,
seseorang memiliki sifat-sifat khas yang dimiliki oleh dirinya sendiri dan tidak dimiliki oleh anak lain.
Keunikan pribadi seseorang itu terbentuk karena peranan tiga faktor penting, yakni:
a. Faktor Keturunan/Pembawaan
Sejak terjadinya konsepsi yakni proses pembuahan sel telur oleh sel jantan, anak memperoleh
warisan sifat-sifat pembawaan dari kedua orang tuanya yang merupakan potensi-potensi tertentu.
Potensi ini relatif sudah terbentuk yang sukar berubah baik oleh melalui usaha kegiatan pendidikan
maupun pemberian pengalaman. Beberapa ahli ilmu pengetahuan terutama ahli Biologi
menekankan pentingnya peranan faktor keturunan bagi pertumbuhan fisik, mental maupun sifat
kepribadian yang diinginkan. Pandangan ini nampaknya memang cocok pada dunia hewan.
Sedangkan para ahli ilmu jiwa yang menekankan pentingnya lingkungan seseorang dalam
pertumbuhannya cenderung mengecilkan makna pengaruh pembawaan ini. Mereka lebih
menekankan pentingnya penggunaan secara berdaya guna pengalaman sosial dan edukasional agar
seseorang dapat bertumbuh dan berkembang secara sehat dan mengadakan penyesuaian hidup
secara baik.
b. Faktor Lingkungan
Sejak anak dilahirkan bahkan ketika masih dalam kandungan anak sudah mendapat pengaruh
dari sekitarnya. Misalnya macam makanan yang diterimanya, keadaan panas lingkungannya dan
semua kondisi lingkungan baik yang bersifat membantu pertumbuhan maupun yang menghambat
pertumbuhannya. Sama pentingnya dengan kondisi lingkungan fisik yang sudah disebutkan itu
terhadap pertumbuhan anak adalah lingkungan sosial anak yang berupa sikap orang tua di sekitar
anak, kebiasaan makan, berjalan, berpakaian itu bukan pembawaan, melainkan hal yang diperoleh
dan dipelajari anak dari lingkungan sosialnya.
Bahasa yang dipergunakan merupakan media penting untuk menyerap kebudayaan masyarakat
di mana anak tinggal. Tidak saja makna harfiah kata yang terdapat dalam bahasa itu yang dipelajari
melainkan juga asosiasi perasaan yang menyertai kata dalam perbuatan.
i. Dorongan untik mengeskploitasi lingkungan fisik dan sosial mulai tumbuh dengan ditandai
seringnya bertanya tentang
karena merupakan dasar bagi kepercayaan terhadap diri sendiri dan kepercayaan bagi orang
lain.
2. Usia 1,53 tahun disebut
keberdirian sendiri ia telah sadar bahwa ia hadir seperti kehadirannya yang lain. Individu
mempunyai perasaan dan kepribadian yang mandiri. Dalam hal ini pendidik haruslah
mendukung perasaannya dan perlakukanlah dengan penghargaan dan penghormatan. Jauhkanlah sifat pendidik yang dapat menimbulkan perasaan meremehkan keberadaan dan merasa
dipermalukan.
3. Usia 3,55,5 tahun disebut the sense of initiative. Fase ini merupakan fase sadar akan
berprakarsa, yaitu anak ingin bebas dalam mengembangkan kemampuan yang tersimpan dalam
dirinya, anak ingin meniru, mencoba, berfantasi kreatif dan berinisiatif. Pada fase ini anak
membutuhkan dorongan, penghargaan dan dukungan dari pendidik, maka hindarkanlah
perbuatan pendidik yang bersifat menekan terhadap anak.
4. Usia 612 tahun disebut the sense of accomplisment. Fase ini merupakan fase sadar akan
penyelesaian tugastugas. Dalam fase ini pendidik harus menjaga supaya anak jangan
kekurangan tugas sebagai tantangannya, dan tugas itu jangan yang terlampau membebani
sehingga mengakibatkan anak putus asa.
5. Usia 1218 tahun disebut the sense of identity. Fase ini merupakan fase sadar akan keyakinan
bentuk dirinya, yaitu mencari keyakinan dan mencoba mengidentifikasikan dirinya melakukan
peran dan tokoh yang dianggap baik dan mendekati dirinya. Ia melihat dirinya baik dari segi
norma, sifat-sifatnya, maupun hubungan dengan orang lain karena merasa diperhatikan. Karena
itu selalu berusaha menunjukkan identitas dirinya.
6. Usia 18 tahun keatas Intimacy, generativity and integrit. Intimacy merupakan fase kekariban
yang bentuknya seperti mengungkapkan cita-cita, kepemimpinan, perjuangan dan persaingan.
Generativity merupakan fase siap untuk berketurunan, ia mampu untuk berkeluarga . Integrity
merupakan fase keutuhan kepribadian, ia telah mampu menerima dirinya dan orang lain serta
berkewajiban stabil dalam menghadapi peristiwa dalam kehidupan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan landasan psikologis dalam pendidikan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Landasan psikologi dalam pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang
membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu
untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
2. Landasan psikologi
dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus
mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan
yang berbeda dari bayi hingga dewasa
3. Implikasi landasan psikologi dalam pendidikan adalah:
Seorang pendidik dalam proses pebelajarannya memberikan kemungkinan untuk
membentuk kepribadian
B. Saran
Karena begitu pentingnya landasan psikologi dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik
dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologi dalam
pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik.
DAFTAR RUJUKAN
2008. Teori
Belajar
Behavioristik. http://trimanjuniarso.files.wordpress.com/