Laporan Praktikum Beton-Libre
Laporan Praktikum Beton-Libre
Kelompok 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Beton adalah material yang sangat penting dalam konstruksi bangunan.
Oleh karena itu, mahasiswa teknik sipil perlu mengetahui sifat-sifat material
pembentuk beton, parameter-parameter material pembentuk beton, perencanaan
dan percobaan pembuatan campuran beton dengan kekuatan tekan tertentu, dan
pengujian kuat tekan beton, serta sifat mekanik dari material beton tersebut
melalui praktikum atau eksperimen. Beton terbentuk dari beberapa material yaitu
semen, agregat halus dan agregat kasar, air, dan bahan tambahan (admixtures).
1.1.1 Semen
Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan air dan
setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai air. Semen yang
dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen Portland, terbuat dari
campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi. Kalsium bisa didapat dari
bahan berbasis kapur, seperti batu kapur, marmer, batu karang, dan cangkang
keong. Sedangkan silika, alumina, dan zat besi dapat ditemukan pada lempung
dan batuan serpih. Selain itu, silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada
bauksit, sedangkan oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat
pencampuran tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan.
Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C3S, C2S, C3A dan
C4AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah senyawasenyawa yang paling penting, yang merupakan sumber timbulnya kekuatan pasta
semen yang telah terhidrasi. Adanya C3 A didalam semen sebenarnya tidak
diinginkan, dan hanya memberikan sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada
umur dini, namun C3 A berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada
klinker. C4AF berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.
Panas Hidrasi
Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas). Jumlah
panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang dikeluarkan
sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu, didefinisikan sebagai panas
hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas hidrasi dan sifat pengikatan dari
senyawa-senyawa individual semen. Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak
dapat diramalkan atas dasar kekuatan masing-masing senyawanya.
Kehalusan semen
Hidrasi dimulai pada permukaan partikel semen, maka luas permukaan
total memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Oleh karena itu laju hidrasi
tergantung dari kehalusan partikel semen dan untuk memperoleh pertumbuhan
kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi.
Berbagai jenis semen berdasarkan perbedaan komposisinya (ASTM C150), yaitu:
Semen Tipe I (semen biasa/normal)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3 A 8-12%
Kehalusan 350-400 m2/kg
Semen Tipe II (semen panas sedang)
Kandungan C3S 40-45%
Kandungan C3A 5-7%
Kehalusan 300 m2/kg
Ketahanan terhadap sulfat cukup baik
Panas hidrasi tidak tinggi
Semen Tipe III (semen cepat mengeras)
Kandungan C3S > 55%
Kandungan C3A > 12%
Kehalusan 500 m2/kg
Laju pengerasan awal tinggi
Untuk rasio air semen yang sama, penggunaan semen tipe III akan
menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan dengan
penggunaan semen tipe I
Tidak baik untuk semen mutu tinggi
Semen Tipe IV (semen panas rendah)
Kandungan C3S maksimum 35%
Kandungan C3A maksimum 7%
Kandungan C2S 40-50%
Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I
Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah
Semen Tipe V (semen tahan sulfat)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A < 5% (tapi > 4% untuk proteksi tulangan)
Kehalusan 300 m2/kg
Panas hidrasi rendah
Ketahanan terhadap sulfat tinggi
Laju pengerasan rendah
1.1.2 Agregat
Agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik
kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan,
kekuatan, durabilitas, berat, biaya produksi, dan lain-lain. Agregat alam dapat
diperoleh dari proses pelapukan dan abrasi atau pemecahan massa batuan induk
yang lebih besar. Sifat agregat yang bergantung dari sifat induknya, antara lain:
komposisi kimia dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan
(hardness), kekuatan, stabilitas fisik dan kimia, struktur pori, dan lain-lain. Sifat
yang tidak bergantung dari sifat batuan induk, antara lain: ukuran dan bentuk
partikel, tekstur, dan absorpsi permukaan. Berat agregat yang digunakan
menentukan berat beton yang dihasilkan:
Beton ringan
1360 - 1840 kg/m3
Beton normal
2160 2560 kg/m3
Beton berat
2800 6400 kg/m3
Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang mempunyai bentuk
yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik dan stabil
secara kimiawi.
Modulus kehalusan
Didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif yang tertahan pada saringan seri
standar, dibagi 100. Seri standar terdiri dari saringan yang masing-masing
mempunyai ukuran sebesar 2 kali ukuran saringan sebelumnya yaitu
150,300,600m, 1.18, 2.36, 5.00 mm. biasanya modulus kehalusan dihitung untuk
agregat halus, nilai tipikalnya berkisar antara 2.3 dan 3, dimana nilai yang lebih
tinggi menyatakan gradasi yang lebih kasar. Nilai modulus kehalusan berguna
dalam mendeteksi variasi kecil pada agregat yang berasal dari sumber yang sama,
yang dapat mempengaruhi workability beton segar.
Persyaratan gradasi
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun tidak
mempengaruhi kekuatan.
Ukuran agregat maksimum
Semakin besar ukuran partikel agregat, semakin kecil luas permukaan yang harus
dibasahi per unit massa. Untuk tingkat workability tertentu rasio air-semen dapat
dikurangi dan konsekuensinya kekuatan meningkat. Tetapi walaupun begitu ada
batas atas ukuran agregat maksimum agregat dimana peningkatan kekuatan akibat
berkurangnya kebutuhan air masih dapat mengimbangi efek negative yang timbuk
dengan berkurangnya luas permukaan lekatan dengan adanya diskontinuitas
akibat penggunaan agregat berukuran besar yang menyebabkan sifat heterogenitas
beton menjadi menonjol. Sifat heterogenitas inilah yang member pengaruh
negative terhadap kekuatan beton. Untuk beton structural dibatasi ukuran agregat
maksimum pada 25 mm sampai 40 mm Karena pertimbangan ukuran penampang
beton dan jarak antara tulangan yang umum digunakan.
Beton dapat terdiri dari partikel agregat yang biasanya berada diantara
ukuran 10 mm sampai 50 mm. Ukuran 20 mm merupakan ukuran tipikal. Gradasi
merupakan distribusi ukuran partikel.
Agregat (ASTM C-33):
Kasar
Batas bawah pada ukuran 4.75 mm atau ukuran saringan no.4 (ASTM)
Halus
Batas bawah = 0.075 mm atau no.200
Batas atas = 4.75 mm atau no. 4
Dari segi petrografi agregat dapat dibagi kedalam beberapa kelompok
batuan yang mempunyai karakteristik masing-masing sebagai berikut:
Kelompok Basalt
Kelompok Gabbro
Kelompok Gritstone
Kelompok Limestone
Kelompok Quartzite
Kelompok Flint
Kelompok Granit
Kelompok Hornfels
Kelompok Porphyry
Kelompok Schist
Zeolites
Mineral Lempung
Lekatan yang terbentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
Ikatan fisik, yaitu ikatan yang bersumber dari kekasaran permukaan agregat.
Agregat yang mempunyai permukaan yang kasar dapat mengembangkan
ikatan yang baik dengan pasta semen.
Ikatan kimia, yaitu ikatan yang bersumber dari reaksi kimiawi yang terjadi
antara unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat yang
mengandung silika dapat mengikat dengan pasta semen secara kimiawi.
Ikatan antara agregat dengan pasta semen sering menjadi bagian terlemah
dari beton.
Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari
pengujian tak langsung antara lain dari pengujian tekan sample batuan, nilai
crushing tumpukan agregat atau performansi agregat dalam beton. Kekuatan tekan
agregat yang dibutuhkan pada beton umumnya lebih tinggi daripada kekuatan
tekan betonnya sendiri. Hal ini dikarenakan tegangan sebenarnya yang bekerja
pada titik kontak masing-masing partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi
daripada tegangan yang bekerja pada beton. Agregat dengan kekuatan moderat
atau rendah dan yang mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam
mempertahankan integritas beton pada saat terjadi perubahan volume akibat
perubahan suhu atau sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada pasta semen
biasanya lebih rendah jika agregat lebih kompresibel.
Toughness dapat didefinisikan sebagai daya tahan agregat terhadap
kehancuran akibat beban impak.
Hardness atau daya tahan terhadap keausan agregat merupakan sifat yang
penting bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan lantai yang harus
memikul lalu lintas berat.
Los Angeles Test mengkombinasikan proses atrisi dan abrasi dan
memberikan hasil yang menunjukan korelasi yang baik dengan keausan aktual
agregat pada beton dan juga kekuatan tekan dan lentur beton yang dibuat dengan
agregat yang bersangkutan.
Sifat fisik
Sifat fisik agregat biasanya dibutuhkan dalam perhitungan proporsi
agregat dalam campuran beton. Sifat-sifat fisik agregat antara lain:
- Specific gravity: perbandingan massa (atau berat diudara) dari suatu
unit volume bahan terhadap massa air dengan volume yang sama pada
temperature tertentu
- Apparent specific gravity: perbandingan massa agregat kering (yang
dioven pada 110 derajat selama 24 jam) terhadap massa air dengan
volume yang sama dengan agregat tersebut.
1.1.3 Admixtures
Additive : Bahan yang ditambahkan pada semen pada tahap
pembuatannya.
Admixture:
Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap pencampurannya.
Hal ini dilakukan untuk mengubah beberapa sifat semen yang biasa
digunakan.
Suatu material, selain air, agregat, semen, dan fiber yang digunakan sebagai
bahan pencampuran beton. Bahan ini ditambahkan ke dalam batch sebelum ,
selama, atau setelah proses pencampuran.
1.4
Metodologi Praktikum
Penentuan Parameter Dari Material Beton
Agregat Halus dan Agregat Kasar
(Analisis saringan, pemeriksaan bahan lolos saringan #200, zat organik dalam
agregat halus, analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus)
Penetapan Variabel Perencanaan
Kategori jenis struktur
Rencana slump
Kekuatan tekan rencana beton
Ukuran maksimum agregat kasar
Perbandingan air semen
Kandungan agregat kasar
Kandungan agregat halus
Pelaksanaan Praktikum Campuran Beton
Pengukuran slump aktual
Pembuatan benda uji silinder
Pencatatan hal-hal yang menyimpang dari perencanaan
Perawatan Benda Uji
Pemeriksaan Kekuatan Tekan Hancur Beton
Kesimpulan
10
BAB II
PEMERIKSAAN PARAMETER MATERIAL
PEMBENTUK BETON
2.1 Pemeriksaan Berat Volume Agregat
agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik kimia,
fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti kuat tekan, dll.
Keuntungan dalam penggunaan agregat pada beton adalah:
- menghasilkan beton yang murah
- menimbulkan sifat volume beton yang stabil
- mengurangi susut
- mengurangi rangkak
- memperkecil pengaruh suhu
2.1.1 Tujuan Praktikum
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat halus,
kasar, atau campuran yang didefinisikan sebagai perbandingan antara berat
material kering dengan volumenya.
2.1.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % berat contoh
b. Talam kapastitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya bulat,
terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang
2.1.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah agregat kasar atau agregat halus
2.1.4 Prosedur Pemeriksaan
Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak kapasitas
wadah sesuai dengan table di atas. Keringkan dengan oven pada suhu (1105)C
sampai berat menjadi tetap untuk digunakan sebagai benda uji.
11
12
Volume wadah
Berat Wadah
Berat Wadah + Benda Uji
Berat benda uji
Berat Volume ( 3 )
Padat
= 2,781 ltr
= 2,702 kg
= 7,475 kg
= 4,773 kg
= 1,710 kg/ltr
Gembur
= 2,781 ltr
= 2,702 kg
= 7,250 kg
= 4,580 kg
= 1,640 kg/ltr
Observasi II
Tabel 2.3 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
A
B
C
D
Observasi
Volume wadah
Berat Wadah
Berat Wadah + Benda Uji
Berat benda uji
Berat Volume ( 3)
Padat
= 2,781 ltr
= 2,702 kg
= 6,957 kg
= 4,225 kg
= 1,530 kg/ltr
Gembur
= 2,781 ltr
= 2,702 kg
= 6,318 kg
= 3,616 kg
= 1,300 kg/ltr
13
2.1.8 Kesimpulan
Berat volume agregat kasar pada keadaan padat ialah 1,530 kg/ltr
Berat volume agregat kasar pada keadaan gembur ialah 1,300 kg/ltr
Berat volume agregat halus pada keadaan padat ialah 1,710 kg/ltr
Berat volume agregat halus pada keadaan gembur ialah 1,530 kg/ltr
Pemadatan dapat menambah berat volume agregat.
2.2 Analisis Saringan Agregat Kasar
Analisis saringan adalah proses untuk membagi suatu contoh agregat
kedalam fraksi-fraksi dengan ukuran partikel yang sama dengan maksud untuk
menentukkan gradasi atau distribusi ukuran agregat.
2.2.1 Tujuan Praktikum
Untuk menentukkan pembagian butir (gradasi) agregat kasar yang
diperlukan dalam perencanaan adukan beton.
2.2.2 Peralatan
a. Saringan-saringan dengan ukuran 25 mm, 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, dan
2,38 mm
b. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 5)
C
c. Timbangan dengan ketelitian 0,2% berat contoh
d. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
e. Sekop
f. Wadah pencuci benda uji dengan kapasitas yang cukup besar sehingga
pada waktu diguncang guncangkan benda uji/air tidak tumpah
2.2.3 Bahan
Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum dengan
batasan sebagai berikut :
2.38 mm (No.8) =100 gram
4.75 mm (No.4) = 500 gram
9.5 mm (3/8)
= 2000 gram
19.00 mm (3/4) = 2500 gram
25.00 mm (1.5) = 5000 gram
Berdasarkan batasan bahwa diameter maksimum agregat kasar adalah
yang lolos saringan , maka berat minimum contoh agregat adalah 2500 gram.
14
2.2.5 Perhitungan
Jumlah bahan lewat saringan No.8 = (W1-W4)/W1 x 100%
W1 = Berat uji semula (gram)
W2 = Berat bahan tertahan saringan No.8 (gram)
Ukuran
Saringan
(mm)
SPEC
ASTM
C33-90
25,0
0%
0%
100%
100
19,0
615,28
24,86%
24,86%
75%
90-100
15
9,5
1523,85
61,57%
86,43%
13,57%
20-55
4,75
273,98
11,07%
97,50%
2,50%
0-10
2,38
62,12
2,51%
100%
0%
0-5
batas atas
persentase lolos kumulatif
batas bawah
10
ukuran saringan
(mm)
100
Keadaan agregat kasar berdasarkan kurva gradasi yang dibuat kurang ideal
karena berada diluar batas batas kurva gradasi ideal agregat kasar. Hal ini
menunjukkan bahwa pembagian butir (gradasi) agregat kasar yang ada cenderung
tidak heterogen. Grafik presentase lolos kumulatif yang berada dibawah batas
bawah kurva agregat ideal menunjukkan bahwa sampel agregat berukuran lebih
besar daripada agregat ideal yang sudah ditentukan.
16
Nomor
Saringan
No. 4
No. 6
No. 16
No. 30
No. 50
No. 100
No. 200
c.
d.
e.
f.
g.
Keterangan
Perangkat
saringan untuk
agregat halus
Berat minimum
contoh:
500 gr
Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 5)C
Alat pemisah contoh (sample spliter)
Mesin penggetar saringan
Talam-talam
Kuas, sikat kawat, sekop, dan alat-alat lainnya
2.3.3. Bahan
Benda uji (agregat halus) yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau dengan
cara perempatan. Berat benda uji dapat dilihat pada tabel perangkat saringan.
17
2.3.5. Perhitungan
Menghitung persentase berat benda uji yang bertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.
Menghitung Modus Kehalusan:
100
= 2,888
Berat
Tertahan
(gr)
9,5
4,75
2,36
1,18
0,60
0,003
0,150
0,075
PAN
0
35
77
87
99
62
80
36
24
500
Persentase
(%)
Persentase
Tertahan
Kumulatif
Persentase
Lolos
Kumulatif
0
7
15,4
17,4
19,81
12,4
16
7.2
4,8
0
7
22.4
39.8
59.6
72
88
95.2
100
100
93
77.6
60.2
40.4
28
12
4.8
0
-
18
SPEC
ASTM
C33-90
100
95 100
80 100
50 85
25 60
10 30
2 10
-
2.3.6.2.
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
0,01
0,1
batas atas
persentase lolos kumulatif
batas bawah
10
19
2.3.8. Kesimpulan
Modulus kehalusan agregat halus yang diperoleh adalah sebesar 2,888.
Agregat yang diuji termasuk dalam rentang agregat halus ideal. Meskipun pada
kurva gradasi agregat halus terdapat titik yang berada di luar batas maksimum dan
minimum. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap
keidealan agregat halus.
a.
b.
c.
d.
20
e. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji beserta talam
(W4)
f. berat benda uji kering dihitung W5 = W4 - W1
2.4.5 Perhitungan
Kadar air dalam agregat =
100%
Observasi II (Batu)
Tabel 2.8 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar
A
Berat wadah
59 gram
B
Berat wadah + benda uji
1059 gram
C
Berat benda uji (B-A)
1000 gram
D
Berat benda uji kering
975 gram
kadar air = (C-D)/D * 100%
2,56 % [KA2]
21
air hujan. Kadar air yang baik untuk agregat halus berkisar antara 3% sampai 5%.
Hal ini disebabkan sifat dari agregat halus itu sendiri yang mudah untuk menyerap
air.
2.4.8 Kesimpulan
Kadar air agregat kasar = 2,56 %
Kadar air agregat halus = 14,547%
Agregat halus menyerap air lebih banyak daripada agregat kasar.
a.
b.
c.
d.
2.5.2 Peralatan
Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dengan kapasitas minimum sebesar 1000
gram
Piknometer dengan kapasitas 500 gram
Cetakan kerucut pasir (sand cone mold)
Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
2.5.3 Bahan
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 500 gram. Contoh diperoleh
dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara perempatan.
2.5.4 Prosedur Pemeriksaan
a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi kering
dengan indikasi contoh tercurah dengan baik.
b. Sebagian dari contoh dimasukkan ke dalam cetakan kerucut pasir (metal sand
cone mold). Benda uji lalu dipadatkan dengan tongkat pemadat (tamper) dengan
jumlah tumbukan sebanyak 25 kali setiap satu dari tiga bagian yang terisi.
Kondisi SSD diperoleh ketika butir-butir pasir longsor/runtuh ketika cetakan
tersebut diangkat.
c. Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer.
22
2.5.5 Perhitungan
Apparent Specific-Gravity
Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD
Persentase Absorpsi
= E / (E + D - C)
= E / (B + D - C)
= B / (B + D - C)
= ( B E ) / E x 100%
Keterangan:
A = Berat piknometer
B = Berat contoh kondisi SSD
C = Berat piknometer + contoh + air
D = Berat piknometer + air
E = Berat contoh kering
2.5.6 Laporan Hasil Pengamatan
Tabel 2.9 Penentuan Specific Gravity Agregat Halus
Penentuan Specific Gravity Agregat Halus
OBSERVASI I
A. Berat Piknometer
=
140 gram
B. Berat contoh kondisi SSD
=
500 gram
C. Berat piknometer + contoh + air
=
953 gram
D. Berat piknometer + air
=
637 gram
E. Berat contoh kering
=
459 gram
Apparent Specific-Gravity
= E / (E + D - C)
= 3,209
Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = E / (B + D - C)
= 2,4945
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD
= B / (B + D - C)
= 2,7173
Persentase Absorpsi
= ( B E ) / E x 100%= 8,93 %
23
=
=
=
=
3,209
2,4945
2,7173
8,93 %
a.
b.
c.
d.
e.
2.6.2 Peralatan
Timbang dengan ketelitian 0,5 gram dan kapasitas minimum 5 Kg
Keranjang besi dengan diameter 203,2 mm (8) dan tinggi 63,5 mm (2,5)
Alat penggantung keranjang
Oven
Handuk atau kain pel
2.6.3 Bahan
Sebelas liter agregat dalam keadaan SSD, yang didapat dari cara
pengambilan sample dengan alat pemisah atau cara perempatan. Untuk agregat
lewat saringan No 4 tidak diperkenankan sebagai benda uji.
2.6.4 Prosedur Pemeriksaan
1. Benda uji direndam selama 24 jam
2. Benda uji digulung dengan handuk, sehingga air permukaan habis, tetapi harus
masih tampak lembab ( kondisi SSD ) , kemudian timbang benda uji.
3. Benda uji dimasukkan kedalam keranjang dan rendam kembali kedalam air.
Temperatur air (73,4 3) 0F dan kemudian timbang kembali. Sebelum
24
Persentase absorbsi
C
CB
C
Bulk Specific grafity kondisi kering
A B
A
AB
AC
100%
C
Keterangan:
A = berat (gram) contoh SSD
B = berat (gram) contoh dalam air
C = berat (gram) kering di udara
2.5.6 Laporan Hasil Pengamatan
Tabel 2.10 Penentuan Specific Gravity Agregat Kasar
Penentuan Specific Gravity Agregat Kasar
Observasi I
A. Berat contoh SSD
=
3000 gram
B. Berat contoh dalam air
=
1848 gram
C. Berat contoh kering di udara
=
2902 Gram
Apparent Spesific Gravity = C/(C-B)
=
2,754
Bulk Spesific Gravity (Kering) = C/(A-B)
=
2,819
Bulk Spesific Gravity (SSD = A/(A-B)
=
2,604
Presentase Absorpsi Air =((A-C)/C)x 100%
=
3,38 %
tersebut adalah 2,754. Perbandingan antara massa agregat SSD (Saturated and
Surface Dry) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut
adalah 2,604.
2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity
Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD
Persentase Absorpsi
=
=
=
=
2,754
2,819
2,604
3,38 %
2.6.2 Peralatan
a. Gelas ukur
b.Alat pengaduk
2.6.3 Bahan
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan, dengan bahan pelarut
biasa.
2.6.4 Prosedur pemeriksaan
1. contoh agregat halus dimasukkan kedalam gelas ukur
2. air ditambahkan kedalam gelas ukur untuk melarutkan lumpur
3. gelas ukur dikocok untuk mencuci pasir dari lumpur
4. gelas ukur disimpan pada tempat yang datar dan biarkan selama 24 jam
5. tinggi lumpur ( V1) dan tinggi pasir ( V2) diukur
26
2.6.5 Perhitungan
Kadar
lumpur
V2
100%
(V1 V2 )
Keterangan:
V2 = tinggi lumpur pada gelas ukur ( mm)
V1 = tinggi pasir pada gelas ukur ( mm)
2.6.6 Laporan Hasil Pengamatan
Tabel I.15 Kadar Lumpur pada Agregat Halus
Tinggi pasir setelah 24 jam
Tinggi lumpur setelah 24 jam
Kadar lumpur
=
=
165
3
27
2.7.3 Bahan
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol).
2.7.4 Prosedur pemeriksaan
1. 115 ml pasir dimasukkan ke dalam botol tembus pandang (kurang lebih
1/3 isi botol)
2. larutan NaOH 3%. ditambahkan Setelah dikocok, isinya harus mencapai
kira-kira volum botol
3. botol gelas tersebut ditutup dan dikocok hingga lumpur yang menempel
pada agregat Nampak terpisah dan biarkan selama 24 jam agar lumpur
tersebut mengendap
4. Setelah 24 jam, warna cairan yang terlihat dibandingkan dengan standar
warna no. 3 pada organic plate (bandingkan apakah lebih tua atau
muda).
2.7.7 Kesimpulan
Pasir yang digunakan (nomor 2) layak digunakan untuk campuran beton.
28
BAB III
RANCANGAN CAMPURAN BETON
3.1 Pendahuluan
Rancangan campuran beton adalah rancangan komposisi beton yang akan
dibuat agar mendapatkan komposisi beton yang ekonomis dan memenuhi
persyaratan kelecakan, kekuatan, dan durabilitas/ ketahanan. Komposisi/jenis
beton yang akan diproduksi biasanya tergantung pada beberapa hal yaitu:
Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan yang ditentukan oleh
perencana struktur.
Sifat-sifat beton segar yang diinginkan yang dikendalikan oleh jenis
konstruksi, teknik penempatan/ pengecoran, dan pemindahan.
Tingkat pengendalian (kontrol) di lapangan.
Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut perlu dilakukan
proses yang dimulai dari suatu perancangan campuran dan kemudian diikuti oleh
pembuatan campuran awal. Sifat-sifat yang dihasilkan dari campuran kemudian
diperiksa terhadap persyaratan yang ada, dan jika perlu, dilakukan penyesuaian/
perubahan komposisi sampai didapat hasil yang memuaskan.
Hal utama yang harus diperhatikan dalam perancangan campuran beton
adalah kekuatan beton yang disyaratkan. Biasanya, kekuatan yang disyaratkan
adalah kekuatan beton umur 28 hari. Namun, ada pertimbangan lain (misalnya:
waktu pelepasan bekisting) yang dapat menjadi alasan untuk memilih kekuatan
beton umur selain 28 hari sebagai syarat yang harus dipenuhi. Faktor-faktor
lainnya adalah rasio air-semen, tipe dan kandungan semen, durabilitas, kelecakan,
kandungan air, dan pemilihan agregat.
Nilai perbandingan air-semen merupakan parameter dalam perancangan
campuran beton. Sifat-sifat beton, seperti kuat tekannya, biasanya membaik
dengan menurunnya nilai perbandingan air - semen yang digunakan dalam
campuran. Nilai perbandingan air-semen yang sering digunakan di lapangan
berkisar antara 0,40 sampai dengan 0,45. Untuk nilai perbandingan air : semen <
0.4 dibutuhkan adanya penambahan superplastisizer. Mengurangi nilai air : semen
suatu campuran merupakan cara termurah untuk mendapatkan beton dengan mutu
yang lebih baik. Sifat-sifat beton merupakan fungsi dari nilai perbandingan air :
semen. Jika nilai air : semen menurun maka harga fc akan naik. Selain itu,
porositas atau kepadatan beton juga merupakan fungsi dari nilai perbandingan air
: semen.
29
3.2 Tujuan
Tujuan dirancangnya campuran beton ini adalah untuk menentukan komposisi
campuran beton dengan perhitungan yang sesuai dengan rencana kekuatan,
durabilitas dan kelecakan.
Sekop
Timbangan
Saringan
Mixer
Kerucut slump
Karung
Bekisting
Penggaris
Tongkat pengaduk
Ember besar
Semen
Agregat kasar (batu pecah)
Agregat halus (pasir)
Air
30
Jenis Konstruksi
Dinding fondasi, footing, sumuran, dinding
basement
Dinding dan balok
Kolom
Perkerasan dan lantai
Beton dalam jumlah besar (misalnya DAM)
Slump (mm)
Maksimum Minimum
75
25
100
100
75
50
25
25
25
25
Dalam praktikum ini kami memilih jenis konstruksi Kolom dengan nilai
slump 7,5 cm.
3.4.2 Pemilihan Ukuran Maksimum Agregat Kasar
Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi
yang baik dengan ukuran maksimum yang besar akan menghasilkan rongga yang
lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat
yang lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam
setiap volume satuan beton.
Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan
dimensi struktur. Sebagai contoh, Karena beton akan dibuat menggunakan
bekisting, maka persyaratan yang dipakai adalah:
5
Sehingga didapat ukuran maksimum agregat sebesar 2 cm.
3.4.3 Estimasi Kebutuhan Air Pancampur dan Kandungan Udara
Jumlah air pencampur per satuan volume beton yang dibutuhkan untuk
menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum
agregat, bentuk gradasi agregat, dan jumlah kebutuhan kandungan udara pada
campuran.
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak terpengaruh oleh jumlah
kandungan semen dalam campuran.Tabel 3.2 memperlihatkan informasi
mengenai kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran
maksimum agregat.
31
Jenis Beton
Tanpa
Penambahan
Udara
Dengan
Penambahan
Udara (air
entrained
concrete)
Dalam Praktikum ini kami menentukan rencana air adukan sebesar 200
kg/m dengan 2% udara yang terperangkap.
3
32
Tabel 3.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton
Kuat Tekan Beton
umur 28 hari (Mpa)
48
40
35
28
20
14
33
34
Berdasarkan tabel 3.5, volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 m3
beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel 3.5. Volume ini
kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan
mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud.
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100 mm, volume agregat
kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 3.6.
Tabel 3.6 Faktor Koreksi Tabel 3.5 untuk Nilai Slump yang Berbeda
Slump
Faktor Koreksi Untuk Berbagai Ukuran Maksimum Agregat
(mm)
10 mm
12,5 mm 20 mm
25 mm
40 mm
25 - 50
1,08
1,06
1,04
1,06
1,09
75 - 100
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
150-175
0,97
0,98
1,00
1,00
1,00
35
2.
3.
4.
5.
6.
7.
agregat halus, ukuran maksimum agregat kasar, spesific gravity agregat kasar
kondisi SSD, spesific gravity agregat halus kondisi SSD, dan berat volume/
isi agregat kasar.
Perhitungan komposisi unsur beton, unsur beton yang dihitung adalah :
rencana air adukan untuk 1 m3 beton, persentase udara yang terperangkap, w/c
rasio, w/c rasio maksimum, berat semen, volume agregat kasar/ m3 beton,
berat agregat kasar, volume semen, volume air, volume agregat kasar, volume
udara, dan volume agregat halus/ m3 beton.
Komposisi Berat unsur adukan/ m3 beton, yang terdiri dari: semen, air, agregat
kasar kondisi SSD, agregat halus kondisi SSD, faktor semen.
Komposisi jumlah air dan betat unsur untuk perencanaan lapangan, terdiri
dari: kadar air asli/ kelembaban aggregat kasar, penyerapan air kondisi SSD
agggregat kasar, kadar air asli/ kelembaban aggregat halus, penyerapan air
kondisi SSD agggregat halus, tambahan air adukan dari kondisi aggregat
kasar, tambahan aggregat kasar untuk kondisi lapangan, tambahan air adukan
dari kondisi aggregat halus, dan tambahan aggregat halus untuk kondisi
lapangan.
Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan, unsur yang dihitung
adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.
Komposisi unsur campuran beton/ kapasitas mesin molen, unsur yang dihitung
adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.
Data-data setelah pengadukan/ pelaksanaan, data yang dihitung diantaranya
adalah: sisa air campuran, tambahan air selama pengadukan, jumlah air
sesungguhnya yang digunakan, nilai slump hasil pengukuran, dan berat isi
beton basah waktu pelaksanaan.
37
38
Kolom
7,5 cm
207,289 kg
2,888
2,00 cm
2,609167
2,717391
1,53 kg/ltr
200 kg
2,00%
0,752
0,752
265,957 kg
0,612 m3
936,36 kg
0,08443 m3
0,2 m3
0,35956 m3
0,02 m3
0,33601 m3
39
semen
air
agregat kasar kondisi ssd
agregat halus kondisi ssd
faktor semen ( 1 zak = 40 kg)
kadar air asli/kelembapan agregat kasar
265,957 kg
200,00 kg
936,36 kg
913,0705 kg
6,649 zak
2,56%
27
28
29
30
31
32
3,38%
14,55%
8,93%
7,851 kg
-7,851 kg
- 59,976 kg
semen
air
aggregat kasar kondisi lapangan
aggregat halus kondisi lapangan
265,97 kg
147,87 kg
928,50 kg
972,73 kg
semen
air
aggregat kasar kondisi lapangan
aggregat halus kondisi lapangan
10,14 kg
5,64 kg
35,43 kg
37,12 kg
40
1,36 kg
4,28 kg
7,5 cm
-
3.7 Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapat jumlah air dibutuhkan adalah
sebesar 5.64, semen sebesar 10.14, agregat kasar sebesar 35.43 dan agregat
halus sebesar 37.12. dari data ini dapat kita buat perbandingannya, dan hasil
perbandingan dari air : semen : agregat kasar : agregat halus adalah sebesar
1 : 1,7 : 6,27 : 6,57. Jika dibandingkan dengan perbandingan normal material
pembentuk beton, yaitu 1:2:3:4, cukup berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti kekurangtelitian praktikan dalam menghitung.
3.8 Kesimpulan
Komposisi unsur campuran beton yang di butuh kan untuk menghasilkan
beton K-175 adalah :
Semen = 10,14 kg
Air = 5,64 kg
Agregat kasar = 35,4 kg
Agregat halus = 37,1 kg
41
BAB IV
UJI KEKUATAN BETON
4.1 Pengertian
Uji kekuatan beton adalah menguji beton yang telah dicetak dalam bekisting
silinder dan didiamkan selama 7,14, dan 28 hari dan mengetesnya pada hari ke 7,
14, dan 28 untuk melihat kekuatan beton yang telah dibuat.
4.2 Alat yang digunakan
4.2.1 Pembuatan beton
1. Silinder pencetak beton
2. Oven
3. Ayakan pasir
4. Sekop
5. Serokan kecil
6. Timbangan
7. Molen
8. Ember
9. Kuas
4.2.2 Pengujian kuat tekan beton
1. UTM (Universal Testing Machine)
2. Timbangan
3. Alat untuk capping
43
No
Kode
K-175
K-175
K-175
K-175
K-175
K-175
Tanggal
Cor
Tanggal
Tes
28-092010
28-092010
28-092010
28-092010
28-092010
28-092010
05-102010
05-102010
12-102010
12-102010
26-102010
26-102010
Umur
(Hari)
Slump
(cm)
Luas
Bidang
Tekan
(cm2)
7,5
176,71
13000
73.56
136.34
7,5
176,71
21100
119,40
221.31
14
7,5
176,71
20400
115,44
158.04
14
7,5
176,71
19500
110,35
151.07
28
7,5
176,71
27600
156,18
188.16
28
7,5
176,71
26400
149,39
179.98
Beban
Maks
(ton)
b kubus
b
28 hari
silinder
2
(kg/cm ) (kg/cm2)
4.5 Perhitungan
1. Mencari nilai kuat tekan beton rata-rata
fm28hari= (136.34 + 221.31 + 158.04 + 151.07 + 188.16 + 179.98)/ 6
2
=172,49 kg/cm = 17,249 MPa
2. Mencar nilai standar deviasi
standar deviasi = s2 =
( )
44
=
+ 1,34
172,49 =
+ 1,34 3.05
= 168,4
Sehingga perbandingan antara kuat tekan rencana dan kuat tekan percobaan :
168,4/ 175 100% = 96.23%
96,23% > 75 % , karena syarat rancangan beton dapat diterima adalah
perbandingannya lebih dari 75%, maka rancangan beton ini dapat diterima.
100
80
kuat tekan beton
60
40
20
0
0
10
15
20
25
hari
45
30
Analisis grafik :
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara kuat tekan beton dengan jumlah hari.
Dapat dilihat bahwa semakin hari, kekuatan beton semakin meningkat.
46
BAB 5
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, praktikan dapat mengetahui bahanbahan pokok pembuatan beton, yaitu agregat kasar, agregat halus, air dan semen,
serta mengenal perannya dalam pembuatan beton, seperti air dan semen
digunakan untuk membuat pasta semen, lalu agregat digunakan sebagai bahan
penguat beton dan pasta semen digunakan untuk mengikat agregat.
Selain itu juga mengetahui parameter-parameter material pembentuk
beton, antara lain kadar air, kadar Lumpur dan kadar zat organic pada material
pembentuk beton. parameter material ini diperlukan agar saat membuat beton,
campurannya sesuai dengan kebutuhan sehingga menghasilkan beton sesuai
dengan yang diinginkan. Dari dua hal tersebut, praktikan mengetahui cara
merencanakan pembuatan beton, yaitu dengan membuat perhitungan kebutuhan
bahan-bahan pembuatan beton sesuai dengan kekuatan yang diinginkan. Dan
setelah di rencanakan, praktikan dapat mengetahui cara membuat beton, seperti
mencampur bahan-bahan dan mencetaknya di bekisting. Hal-hal yang perlu
diperhatikan saat mencetak beton adalah penumbukan untuk memastikan udara
yang tersimpan keluar, penggetaran untuk memastikan agregat merata dan
pelapisan oli pada bekisting agar beton yang sudah jadi tidak menempel pada
dinding bekisting.
Terakhir adalah praktikan dapat mengetahui cara merawat beton, yaitu
dapat dengan direndam dalam air untuk mengurangi panas hidrasi, dan melakukan
uji tekan untuk menguji kuat tekan beton dan menguji sifat mekanik beton
tersebut.
47