Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh
Anita Ray Suryaningtyas
NIM 111710101001
BAB 1. PENDAHULUAN
masyarakat
Indonesia.
Sebagian
besar
industri
gula
Indonesia
menggunakan tanaman tebu sebagai bahan baku utama penghasil gula kristal.
Proses produksi gula kristal putih akan menghasilkan limbah yang tidak diinginkan.
PG. Panji merupakan salah satu pabrik yang mengolah tebu menjadi gula
kristal putih di daerah Situbondo, Jawa Timur. Beberapa proses pengolahan tebu
akan menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan di pabrik gula terbagi
menjadi beberapa jenis dan dilakukan penanganan yang berbeda antara satu jenis
limbah dengan limbah yang lainnya. Jenis limbah yang dihasilkan pada produksi
gula berupa limbah cair, limbah padat, limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun),
dan limbah udara. Jumlah limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan dari
proses produksi gula relatif banyak.
Jenis limbah yang dihasilkan di PG. Panji berupa limbah cair (limbah cair
proses, air bekas pendingin metal, air bekas pendingin dust collector, air bekas
kondensor, dan tetes), limbah padat (ampas, abu ketel, blotong dan ceceran tebu),
limbah gas (polutan cerobong ketel, polutan cerobong genset, polutan gas SO4, dan
polutan debu ampas halus), dan limbah B3 (pelumas bekas, Pb Asetat, accu bekas,
neon bekas, dan catridge bekas). Untuk tetes dan ampas merupakan jenis limbah
yang masih bisa dimanfaatkan sebagai produk samping.
Penanganan limbah yang kurang memperhatikan aspek lingkungan
menjadi salah satu permasalahan karena dapat memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Sebagian limbah hasil pengolahan gula tebu ini dapat
dimanfaatkan kembali untuk keperluan industri lain sehingga dapat memperkecil
peluang terjadinya pencemaran lingkungan.
Kuliah Kerja merupakan salah satu mata kuliah wajib bagi
mahasiswa yang menempuh program S-1 di Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Dalam
1.2
Tujuan
2.1 Gula
Gula adalah sukrosa yang merupakan disakarida dan tersusun atas
dua molekul monosakarida yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Sukrosa
mempunyai sifat karamelisasi yang hasilnya disebut karamel. Dalam
industri gula terjadinya karamel dapat merusak warna standart (Winarno,
2002).
Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting
dalam pengolahan bahan makanan dan banyak terdapat dalam tebu. Industri
makanan biasanya menggunakan sukrosa dalam bentuk halus dan kasar
serta dalam jumlah yang besar atau digunakan dalam bentuk cairan (sirup).
Sukrosa yang dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian akan terurai
menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert (Winarno, 2002).
2.2 Limbah
2.2.1 Pengertian Limbah
Limbah secara umum adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu
kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri,
pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas
dan debu, cair, dan padat. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu,
kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama
bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap
limbah ( Anonim, 2009).
2.2.2
Limbah Cair
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak
menggunakan air dalam sistem prosesnya. Di samping itu ada pula
Limbah Padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan,
lumpur, bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah padat
berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik pada
umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga, limbah padat kegiatan
perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian serta dari tempattempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu, kain, karet/kulit
tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur, dan lainlain.
perlu
akibat
2. Penyusutan Ukuran
Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih
homogen sehingga mempermudah pemberian perlakuan pada
pengolahan berikutnya dengan maksud antara lain:
a. Ukuran bahan menjadi lebih kecil
b. Volume bahan lebih kecil
c. Berat dan volume bahan lebih kecil. Cara ini umumnya
dilakukan dengan pembakaran (incineration) pada alat
incinerator.
3. Pengomposan
Bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara
biokoimia, sehingga menghasilkan bahan organik baru yang lebih
bermanfaat. Pengomposan banyak dilakukan terhadap limbah
yang sudah membusuk, buangan industri, lumpur pabrik dan
sebagainya.
Untuk beberapa jenis buangan tertentu barang kali tidak
membutuhkan pengomposan, tetapi pembakaran (incineration)
dengan tahap sebagai berikut:
a. Pemekatan
b. Penghancuran
c. Pengurangan air
d. Pembakaran
e. Pembuangan
b.
bahan-bahan
yang
tidak
dapat
didegradasi
agar
3.
bahan-bahan
organik
dengan
untuk
memanfaatkan
suspended solid).
Pengolahan Ketiga (tertiary treatment)
yang
masih
berbahaya
bagi masyarakat
umum.
khusus pula.
Pembunuhan Bakteri (desinfektan)
Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh
6.
c.
Cara ini banyak dipakai untuk gas klor yang membawa partikelpartikel kapur.
5. Ruang penyerapan berbentuk siklon
Cara ini adalah perpaduan antara teknik penyemprotan dengan
prinsip mekanis dari gaya sentrifugal. Alat ini bisa dipakai untuk
menyerap buangan dalam bentuk gas seperti gas klor atau gas
yang membawa partikel.
6. Penyerapan secara mekanis
Dispersi cairan penyerap ke dalam gas pada alat ini dilakukan
dengan cara mekanis.
d.
Penanganan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan,
pemanfatan, pengolahan dan penimbunan (Anonimb, 2008). Setiap
kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari
kementerian lingkungan hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan
pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Pengolahan limbah
B3 mengacu kepada keputusan kepala badan pengendalian dampak
lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5
September 1995 tentang persyaratan teknis pengolahan limbah bahan
berbahaya dan beracun. Pengolahan limbah B3 harus memenuhi
persyaratan:
Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah
atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di
dalam area penghasil harus:
1.
daerah bebas banjir;
2.
2.
3.
4.
5.
Fasilitas Pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1.
sistem kemanan fasilitas;
2.
sistem pencegahan terhadap kebakaran;
3.
sistem pencegahan terhadap kebakaran;
4.
sistem penanggulangan keadaan darurat;
5.
sistem pengujian peralatan;
6.
dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis
limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun
berdampak besar terhadap lingkungan.
Pengolahan Limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan
kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat
dilakukan dengan proses sebagai berikut:
1.
2.
dan pirolisa.
proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas,
pemisahan
cairan
dan
penyisihan
komponen-komponen
Berdasarkan PP NO. 16 Tanggal 14 Februari 1996 PT Perkebunan XXIVXXV dan PT. Perkebunan XX bergabung menjadi PT. Perkebunan Nusantara XI
(Persero) mulai tanggal 11 Maret 1996 dengan membawahi 17 unit pabrik gula
yaitu 1) PG. Asembagoes, 2) PG. Panji, 3) PG. Olean, 4) PG. Demas, 5) PG.
Pradjekan, 6) PG. Wringin Anom, 7) PG. Gending, 8) PG. Wonolangun, 9) PG.
Djatiroto, 10) PG. Padjarakan, 11) PG. Kedawung, 12) PG. Semboro, 13) PG.
Pagottan, 14) PG. Kanigoro, 15) PG. Soedono, 16) PG. Purwodadi, dan 17) PG.
Rejosari.
3.2 Lokasi PG Panji
PG Pannji berlokasi di desa atau kelurahan Mimbaan Kecamatan Panji,
Kabupaten Situbondo yang letaknya 3 Km dari Kabupaten Situbondo, dan
memiliki batas lokasi sebelah utara Desa Curahjeru, sebelah selatan Desa Panji
Lor, sebelah timur Desa Tokelan, dan sebelah barat pasar Panji Lor.
PG Panji mempunyai luas areal sebesar 4.672,405 Ha dengan tinggi dari
permukaan laut rata-rata 25 m dengan iklim tipe E menurut klasifikasi Smith dan
Ferguson. Berdasarkan data tersebut, lokasi ini memiliki keuntungan yaitu
tersedianya tenaga kerja mulai dari penanaman tebu sampai proses operasi pabrik
PG. Panji, selain itu juga memiliki keuntungan dalam pengadaan transportasi
bahan baku dan produk di PG. Panji sangat mudah, karena letaknya yang strategis
di jalan pantura antara Jawa Timur dan Bali. Alat transportasi yang digunakan
adalah truk untuk mengangkut bahan baku maupun hasil produksi.
3.3 Struktur Organisasi PG Panji
Struktur organisasi merupakan hubungan antara beberapa unit kerja yang
telah diintegrasikan dan dikoordinasikan sehingga terdapat hubungan yang
harmonis untuk mencapai suatu usaha yang efektif dan efisien.
Strutur oragnisasi pada PG. Panji dipimpin langsung oleh General
Manager yang dibantu oleh beberapa manager bagian. Bagan striktur oerganisasi
yang terdapat pada PG Panji dapat dilihat pada gambar 1:
secara
fisik
3. Manager Tanaman
a. Menjalankan kebijaksanaan rencana kerja dalam bidang tanaman
b. Bertanggung jawab atas tersedianya bahan baku, baik dalam kualitas
maupun kuantitas tebu.
c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan penanaman tebu, kebun
percobaan, agronomi, dan proteksi.
d. Bertanggung jawab atas koordinasi pelaksanaan angkutan bibit dan
tebangan.
4. Manager Teknik
a. Menjalankan kebijakan rencana kerja yang telah dietapkan oleh
administratur di bidang teknik sesuai yang telah digariskan oleh
direksi.
b. Membantu administratur dalam menyusun rencana kerja.
c. Bertanggung jawab atas berhasilnya produksi dan produktivitas.
d. Mengkoordinir tugas-tugas bawahan serta menjalankan kerjasama
yang baik dengan bagian lain.
5. Manager Pengolahan
a. Menjalankan kebijaksanaan rencana kerja yang telah ditetapkan
administrator di bidang pengolahan sesuai dengan yang telah
digariskan oleh direksi.
b. Membantu administratur secara aktif dalam menyusun rencana kerja
dan anggaran belanja di bidang pabrikasi.
c. Bertanggung jawab atas kelancaran operasi pabrik.
3.4 Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Karyawan
Tenaga kerja atau karyawan dalam istilah manajemen dikenal
dengan sebutan Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan aset perusahaan
yang termahal dan merupakan unsur penting dalam mencapai sasaran utama.
Karyawan Pabrik Gula Panji dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Karyawan
Pimpinan
adalah
karyawan
yang
memimpin
jalannya
Pembagian shift kerja ini hanya berlaku pada musim giling saja. Apabila
tidak giling sistem kerja karyawan tetap sama dengan sistem kerja karyawan
bagian kantor kecuali bagian keamanan.
c. Upah Dan Sistem Penggajian
Pemberian upah di PG Panji dibedakan antara karyawan bulanan dan
karyawan harian, sedangkan besarnya gaji pegawai ditentukan berdasarkan
jabatannya masing-masing.
BAB 4. METODOLOGI
2.
yaitu
metode
pengumpulan
data
dengan
Proses Penimbangan
Proses awal yang dilakukan pada proses pengolahan tebu yaitu
Proses Penggilingan
Proses penggilingan dilakukan setelah tebu dari hasil penimbangan
Proses Pemurnian
Proses pemurnian bertujuan untuk memisahkan kotoran yang ada dalam
Proses Penguapan
Proses penguapan bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi nira hingga
5.1.5
Proses Pemasakan
Proses pemasakan nira bertujuan untuk menghasilkan gula kristal putih
pan
masakan
Proses Puteran
Pada proses puteran menghasilkan limbah cair berupa tetes yang
dihasilkan dari puteran D1 yang ditampung dalam tangki tetes. Stasiun putaran
bertujuan untuk memisahkan antara kristal gula dari larutannya (stroop), klare dan
tetes sehingga dapat dihasilkan kristal gula dengan kemurnian yang lebih tinggi.
Proses Pengemasan
Proses pengemasan dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kualitas gula
agar tidak mengalami kerusakan. Kemasan yang digunakan oleh PG Panji adalah
karung dengan plastik di dalamnya. Masing masing kemasan memiliki netto 50
kg. Gula yang telah dikemas akan disimpan dalam gudang penyimpanan. PG
Panji memiliki 4 gudang gula yang digunakan, yaitu gudang A, B, C dan D.
Masing masing gudang memiliki kapasitas yang berbeda. Gudang dilengkapi
dengan hygrometer dan thermometer, tujuannya untuk mengukur kelembaban
udara dan mengetahui suhu dalam gudang. Dalam proses pengemasan tidak
dihasilkan limbah apapun.
Stasiun
Gilingan
Ampas
Air mengandung
Minyak
NM
Gas SO2
Kapur
Stasiun
Pemurnian
Ketel/
Boiler
Gas Cerobong
Abu Ketel
Air Kurasan
(blow down)
Phosphat
Flokulan
Air
Blotong
NE
Air Injeksi
Chemical Cleaning
(skrap pipa pemanas)
Stasiun
Penguapan
Air Kondensor
Sungai
IPAL
NK
Air Injeksi
Stasiun
Kristalisasi
Air
Stasiun
Sentrifugasi
Air Kondensor
Sungai
Air
Tetes
GULA
dimasukkan selama 5 menit dan dilakukan aerasi selama 20 jam. Selama proses
aerasi berlangsung diamati pH bibitan agar mencapai pH 7-8.
Pada tahap kedua yaitu tahap aerasi dilakukan pada bak aerasi 1, bak
aerasi 2, bak aerasi 3, dan bak aerasi 4. Limbah yang berada dalam bak
penampung limbah sementara dialirkan menuju bak equalisasi yang berisi limbah
cair proses ditambah dengan air hingga suhu 36 oC. Indikator lain yang diamati
yaitu tidak terdapat bau asam yang dihasilkan dari bak equalisasi, apabila sesuai
indikator maka limbah tersebut bersama cairan dari bak stabilisasi I ditarik oleh
pompa menuju bak aerasi 1 hingga bak aerasi 4 hingga terjadi proses penguraian
limbah yang dilakukan oleh mikroorganisme dan diamati pHnya mencapai pH 78. Pada tahap aerasi ditambahkan udara (gas O 2) untuk menjaga mikroorganisme
tersebut tetap dapat hidup.
Setelah melalui tahap aerasi ke 4 selanjutnya ditarik dengan pompa
menuju bak sedimentasi yang berfungsi sebagai proses pengendapan. Apabila
volume endapan yang dihasilkan mencapai 30% maka endapan dan air akan
dipompa dan dialirkan kembali menuju bak stabilisasi I dan dibiarkan mengendap
2 jam sedangkan air jernih dipompa dialirkan menuju bak aerasi. Sisa endapan
diaerasi selama 7-12 hari, kemudian endapan yang sudah stabil dialirkan menuju
bak pengering pasir yang berisi karung goni dibiarkan selama 3 hari hingga kering
lalu dibuang.
Parameter mutu pada tahap aerasi dilakukan pengambilan sampel uji
kualitas effluent IPAL dapat dilihat pada tabel 1. Air limbah yang keluar dari bak
sedimentasi dilakukan pengamatan terhadap kadar COD <250 mg/l, kadar BOD5
<100 mg/l.
Tabel 1. Hasil Pengujian Effluent IPAL Periode Oktober s/d Nopember
NO
1
2
3
4
5
6
7
PARAMETER
Volume Limbah Cair per
satuan produk
pH
BOD5
COD
TSS
Minyak & Lemak
Sulfida sebagai H2S
SATUAN
m3/ton
produk
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
BAKU
HASIL
MUTU
UJI
0,5
Memenuhi BM
6-9
100
250
100
5
1
7,10
10,1
22,7
4,40
<1,05
<0,02
Memenuhi BM
Memenuhi BM
Memenuhi BM
Memenuhi BM
Memenuhi BM
Memenuhi BM
KETERANGAN
5.2.2
Limbah Padat
Pada awal proses pengolahan tebu yaitu pada stasiun penimbangan
menghasilkan limbah padat berupa ceceran tebu. Ceceran tebu tersebut diambil
secara manual oleh petugas untuk dimasukkan ke gilingan. Setelah proses
penimbangan kemudian dilakukan proses penggilingan yang akan menghasilkan
limbah padat berupa ampas yang masih bisa dimanfaatkan sebagai produk
samping dan dibawa dari gilingan ke 4 melalui conveyor belt menuju stasiun
ketel. Ampas tersebut digunakan sebagai bahan bakar pada ketel (boiler). Jumlah
ampas yang dihasilkan dari gilingan tebu sebanyak 30% dari berat tebu yaitu
sebanyak 51 ton per hari, hal ini sudah memenuhi kapasitas pada stasiun ketel
yang membutuhkan ampas sebanyak 23,75 ton. Pada stasiun ketel menghasilkan
limbah berupa abu ketel yang merupakan abu sisa hasil dari pembakaran yang
dikeluarkan melalui cerobong dan abu lainnya dibuang di bak pengendapan abu.
Ada tiga ketel yang digunakan di PG. Panji yaitu ketel STORK, ketel
MAN dan ketel STERLING. Ketiga ketel tersebut menggunakan dust collector
dengan sistem wet dust collector dan sistem cyclone. Sistem wet dust collector
yaitu abu yang keluar dari cerobong akan ditangkap oleh penangkap debu yang
didalamnya terdapat spray yang berfungsi sebagai alat penyemprot air pada abu
yang akan jatuh, sedangkan sistem cyclone yaitu abu kering yang akan jatuh ke
bawah akan ditampung oleh konveyor yang berisi air. Perbedaan dari ketiga ketel
tersebut hanya terletak pada kapasitasnya. Ketel STORK memiliki kapasitas uap
sebesar 20 ton/hari, ketel MAN sebesar 15 ton/hari dan ketel STERLING sebesar
12,5 ton/hari.
Di PG. Panji memiliki 12 bak pengendapan abu tetapi yang digunakan
hanya sebanyak 6 bak pengendapan dan sisanya digunakan sebagai cadangan. Abu
yang sangat halus dialirkan melalui pipa yang berada di dust collector menuju bak
pengendapan abu. Air yang berada diatas permukaan akan mengalir menuju
saluran pembuangan air dan abu yang mengendap diambil secara manual diangkut
menuju tempat pembuangan akhir (TPA) menggunakan truk ke TPA Moncel. Abu
yang berada di TPA setiap 3 hari sekali disiram untuk mengurangi adanya abu
yang beterbangan.
Limbah padat lainnya berasal dari stasiun pemurnian yaitu berupa blotong
yang masih bisa dimanfaatkan sebagai produk samping dalam pembuatan pupuk
organik. Pada proses penapisan menghasilkan nira tapis dan blotong, nira tapis
dipompa ke Door clarifier untuk dilakukan pemurnian kembali bersama nira
mentah sedangkan blotong yang dihasilkan dicampur dengan ampas halus
kemudian diangkut melalui conveyor belt menuju truk penampung yang akan
dibawa ke TPA. PG. Panji bekerja sama dengan PT. WOM sebagai lokasi TPA
untuk mengolah blotong menjadi pupuk organik.
5.2.3 Limbah Gas
PG. Panji menghasilkan beberapa limbah gas diantaranya yaitu polutan
cerobong ketel, polutan cerobong genset, polutan gas SO 4 dan polutan debu ampas
halus. Polutan cerobong ketel dan polutan cerobong genset berasal dari stasiun
ketel dengan ketiga jenis ketel yang bekerja yaitu ketel STORK, ketel MAN dan
ketel STERLING. Limbah gas di PG. Panji diuji berdasarkan kualitas udara emisi
cerobong dan ambien udara di sekitar pabrik. Selain itu, dilakukan pengamatan
visual untuk melihat ada tidaknya sebaran fly ash di lingkungan sekitar PG. Panji.
Hasil pengujian kualitas udara emisi cerobong PG. Panji dapat dilihat pada tabel
2.
Tabel 2. Hasil Pengujian Kualitas Udara Emisi Periode Juni
No
Sumber
Emisi
Ketel
STORK
Satuan
Kadar
Terukur
Baku Mutu
Udara Emisi
Per.Gub.Jatim
No. 10/2009
Nitrogen Dioksida
(NO2)
mg/Nm3
20,9
800
mg/Nm3
600
Total Pertikel
mg/Nm3
130
250
13,3
30
m/det
17,4
mg/Nm3
13,8
800
mg/Nm3
600
Parameter
Opasitas
Ketel MAN
Total Pertikel
Opasitas
Ketel
STERLING
mg/Nm3
173
250
14,1
30
m/det
15,6
mg/Nm3
27,1
800
mg/Nm3
mg/Nm3
%
199
15
600
250
30
m/det
14,2
Pb Asetat
didapat dari elektrolisa larutan penjernih untuk analisa nira dengan menggunakan
kertas saring. Kertas saring yang mengandung Pb Asetat selanjutnya dikeringkan
dalam oven. Accu bekas didapat dari penggantian accu kendaraan bermotor. Neon
bekas didapat dari penggantian lampu penerangan di area pabrik. Catridge bekas
didapar dari penggantian catridge pada printer di semua bagian pabrik. Limbahlimbah tersebut disimpan di TPS (Tempat Penampungan Sementara) Limbah B3
dengan pembersihan yang dilakukan secara rutin minimal satu kali dalam satu
minggu. Jika limbah B3 yang disimpan sudah banyak maka disalurkan kepada
supplier yang mempunyai izin mengelola limbah B3.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses pengolahan gula menghasilkan limbah yang dapat diklasifikasikan
menjadi 4 yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas, dan limbah B3.
Limbah padat berupa ceceran tebu, blotong dan abu ketel. Limbah cair berupa
limbah cair proses, air bekas pendingin metal, air bekas pendingin dust
collector dan air bekas kondensor. Limbah gas berupa polutan cerobong ketel,
polutan cerobong genset, polutan gas SO4, dan polutan debu ampas halus. Dan
limbah B3 (pelumas bekas, Pb Asetat, accu bekas, neon bekas, dan catridge
2.
bekas). Sedangkan produk samping yang dihasilkan berupa ampas dan tetes.
Limbah dan produk samping yang dihasilkan dari proses pengolahan gula
kristal putih memiliki penanganan yang berbeda-beda. Limbah berupa ampas
tebu dimanfaatkan untuk bahan bakar ketel, blotong dikelola dengan cara
bekerja sama dengan pihak ketiga untuk dijadikan pupuk, abu ketel ditimbun
di TPA Moncel, cairan polutan mengalami proses daur ulang di unit
pengolahan limbah cair (UPLC) dan recycle ke jalur sebagai air injeksi,
limbah gas yang berasal dari ketel diuji secara emisi dan ambien sedangkan
limbah B3 ditampung di gudang penyimpanan sementara yang selanjutnya
akan diangkut dan diolah oleh pemanfaat yang sudah memiliki ijin dari
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sedangkan ampas digunakan
sebagai bakan bakar untuk stasiun ketel dan tetes diolah kembali sebagai
bahan baku pembuatan MSG oleh pihak kedua.
6.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan kepada Pabrik Gula Panji adalah
pemanfaatan abu ketel dapat digunakan sebagai bahan campuran dalam
pembuatan batako untuk mengurangi tumpukan abu ketel yang berada pada TPA.
Selain itu, untuk mengurangi pol blotong yang masih tinggi sebaiknya digunakan
system pemurnian yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Gula Rafinasi. http://www.disbun.jabarprov.go.id/ [Diakses pada
11 Juni 2014].
Effendi, A. 1994. Diktat Mata Kuliah Teknologi Gula. Surabaya: Erlangga
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sugiharto. 1987. Pengelolaan Air Limbah. Yogyakarta: Kanisius.
Sulai. 2012. Jenis-Jenis Limbah. http://sulaimantap.wordpress.com/2011/03/
04/jenis-jenis-limbah/ [Diakses pada tanggal 11 Juni 2014].
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.