A08 Mghscasjkfnblkajsfj
A08 Mghscasjkfnblkajsfj
OLEH:
MUHAMMAD GHUFRON
A14304013
RINGKASAN
tahun 2002-2006. Hal ini berarti bahwa masyarakat Kabupaten Lamongan dalam
menjalankan aktifitas ekonominya lebih berminat pada kegiatan sektor basis.
Pada analisis Shift Share laju pertumbuhan tertinggi di Kabupaten
Lamongan terdapat pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar
48,74 persen selama tahun 2002-2006. Hal ini disebabkan oleh semakin
meningkatnya sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Lamongan.
Hal yang sama juga dialami di tingkat Propinsi Jawa Timur, pertumbuhan paling
besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 41,11 persen..
Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di Propinsi Jawa Timur sebesar
22,96 persen atau Rp. 798.657,95 juta selama tahun 2002-2006 yang ditunjukkan
pada nilai KPP. Sektor yang memiliki nilai PP > 0 (cepat) yang terbesar terdapat
pada sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu 18,15 persen. Sedangkan sektor
yang memiliki nilai PP dengan persentase negatif PP < 0 (lambat) terbesar
terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian (-23,69) persen. Selanjutnya,
jika PPW > 0 (daya saing yang baik) yang terbesar terdapat pada sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan yaitu 39,24. Sedangkan sektor yang memiliki nilai
PPW < 0 (daya saing yang tidak baik) yang terbesar terdapat pada sektor listrik,
gas dan air bersih (-8,06) persen.
Berdasarkan analisis SWOT, strategi kebijakan pembangunan sektor
unggulan yang perlu diambil adalah meningkatkan potensi sumber daya alam
khususnya di sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasajasa. Hal ini mengingat dukungan dari pemerintah daerah, swasta/investor dan
masyarakat untuk memajukan sektor unggulan, dimana Kabupaten Lamongan
memiliki posisi dan letak geografis yang sangat strategis. Namun, pada
kenyataannya Kabupaten Lamongan masih menghadapi kendala berupa sumber
daya manusia petani dan nelayan yang rendah, sarana dan prasarana pembangunan
minim, bencana alam dan gagal panen serta beras impor yang masuk ke
Kabupaten Lamongan.
OLEH:
MUHAMMAD GHUFRON
A14304013
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Judul
Nama
: Muhammad Ghufron
NRP
: A14304013
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI
TULISAN
PADA
SUATU
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah..................................................................... 5
1.3. Tujuan ........................................................................................ 11
1.4. Manfaat ...................................................................................... 11
1.5. Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 13
2.1. Wilayah dan Pembangunan Wilayah........................................... 13
2.2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................... 15
2.3. Sektor Unggulan dan Kriteria Sektor Unggulan .......................... 18
2.4. Teori Basis Ekonomi .................................................................. 20
2.5. Konsep Analisis Shift Share........................................................ 22
2.6. Penelitian Terdahulu................................................................... 25
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 28
3.1. Kerangka Teoritis ....................................................................... 28
3.1.1. Desentralisasi................................................................... 28
3.1.2. Location Quotient ............................................................ 29
3.1.3. Analisis Shift Share.......................................................... 30
3.2. Kerangka Operasional................................................................. 31
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 34
4.1. Daerah dan Waktu Penelitian...................................................... 34
4.2. Jenis dan Sumber Data................................................................ 34
4.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data................................ 35
4.4. Metode Analisis.......................................................................... 35
4.4.1. Analisis Kuantitatif ........................................................... 36
4.4.1.1. Location Quotient................................................. 36
4.4.1.2. Efek Pengganda.................................................... 38
4.4.1.3. Analisis Shift Share .............................................. 39
4.4.2. Analisis Kualitatif ............................................................ 45
4.4.2.1. Matriks SWOT ..................................................... 46
BAB V GAMBARAN UMUM PENELITIAN............................................ 48
5.1. Kondisi Geografi ......................................................................... 48
5.2. Kondisi Demografi ...................................................................... 48
5.3. Karateristik Wilayah.................................................................... 49
5.4. Administrasi Pemerintah.............................................................. 49
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Model Analisis Shift Share...................................................................... 25
2. Skema Kerangka Penelitian Operasional ................................................. 33
3. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi ....................................................... 44
4. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Lamongan .................... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. PDRB Kabupaten Lamongan................................................................... 87
2. PDRB Propinsi Jawa Timur..................................................................... 88
3. Location Quotient (LQ) Kabupaten Lamongan........................................ 89
4. Pengganda Pendapatan............................................................................ 89
5. Perubahan PDRB Kabupaten Lamonga dan Propinsi Jawa Timur........... 90
6. Rasio PDRB Kabupaten Lamongan dan Propinsi Jawa Timur ................ 91
7. Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Lamongan ........................ 91
8. Pergeseran Bersih sektor perekonomian Kabupaten Lamongan ............... 92
8. Peta Kabupaten Lamongan ...................................................................... 93
BAB I
PENDAHULUAN
dalam
Pranata
(2004)
dengan
desentralisasi
diharapkan:
(1)
memiliki produk unggulan atau sektor unggulan, sedangkan program yang lain
seperti: (a) peningkatan penyediaan sarana dan prasarana, (b) pemberdayaan
kemampuan Pemerintah daerah untuk membangun kawasan-kawasan unggulan
dan klaster-klaster industri, agroindustri yang berdaya saing di lokasi strategis di
luar jawa, (c) pertimbangan kemungkinan perlunya pemberian status wilayah
pembangunan strategis sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas
(free port and trade zones), (d) penguatan Pemerintah daerah untuk
meningkatkan, mengefektifkan, dan memperluas kerjasama pembangunan
ekonomi regional yang saling menguntungkan, (e) peningkatan kerja sama antar
Pemerintah daerah melalui sistem jejaring kerja (networking) yang saling
menguntungkan, dan (f) pemberdayaan Pemerintah daerah dengan memfasilitasi
kegiatan-kegiatan yang terkait dengan kegiatan/program pengembangan wilayah
(Bappeda Kabupaten Lamongan, 2006).
Jika dilihat dari struktur ekonomi, tampak jelas perbedaan antara struktur
ekonomi Kabupaten Lamongan dengan struktur ekonomi Propinsi Jawa Timur.
Tabel 1. Perbandingan Struktur Ekonomi Kabupaten Lamongan dan
Propinsi Jawa timur tahun 2005 (persen)
Sektor
Primer:
1. Pertanian
2. Pertambangan dan penggalian
Sekunder:
3. Industri Pengolahan
4. Listrikk, Gas dan Air Bersih
5. Kontruksi
Tersier:
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-jasa
Total
Lamongan
40,99
40,71
0,28
10,39
5,20
1,44
3,75
48,62
30,11
1,84
3,58
13,09
100,00
Jawa Timur
19,07
17,06
2,01
35,74
30,07
2,06
3,61
45,19
27,23
5,54
5,36
8,06
100,00
Apabila dilihat dari segi PDRB Kabupaten Lamongan selama tahun 2005
menunjukkan hasil yang terus meningkat. Dari hasil perhitungan PDRB tahun
2005 atas dasar harga berlaku telah diketahui bahwa total nilai PDRB Kabupaten
Lamongan sebesar Rp. 5.274,93 milyar, mengalami kenaikan bila dibandingkan
tahun 2004 yang mencapai Rp. 4.711,13 milyar atau naik 11,97 persen.
Peningkatan PDRB ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan Pemerintah daerah
yang telah dibangun selama ini dalam menciptakan iklim usaha yang semakin
kondusif.
Untuk itu, pembangunan suatu wilayah harus menjadi prioritas Pemerintah
Kabupaten Lamongan, untuk memanfaatkan dan meningkatkan sektor unggulan.
Selama ini banyak sektor atau potensi wilayah di Kabupaten Lamongan belum
digunakan dan diekplorasi secara maksimal. Dengan berbagai dukungan dari
semua eleman masyarakat dan Pemerintah daerah, diharapkan pembangunan
wilayah Kabupaten Lamongan menjadi lebih baik dan menjadi contoh untuk
daerah-daerah yang lain.
1.2. Perumusan Masalah
Berbagai kebijakan yang disampaikan Pemerintah mengenai dimensi
pembangunan telah mendorong pembangunan di propinsi dan kabupaten dalam
melaksanakan
desentralisasi
sebagai
wujud
otonomi
daerah.
Hal
ini
pada tahun 2006. Padahal Kabupaten Lamongan bisa mencapai 80,52 kwintal per
hektarnya. Permasalahan yang dihadapi yaitu mahalnya harga pupuk dan
pestisida, masuknya beras impor, minimnya teknologi, bencana banjir dan
konversi lahan. Sektor pertambangan dan penggalian misalnya, rendanya
teknologi, kelangkaan SDA, penambangan liar dan ekplorasi berlebihan. Sektor
industri pengolahan kurangnya bahan baku, rendahnya akses pasar, rendahnya
dukungan kelembagaan, modal usaha yang kurang dan teknologi masih minim.
Sektor listrik, gas dan air bersih belum memiliki energi alternatif dan
kurangnya persediaan air bersih. Sektor kontruksi, misalnya sengketa lahan,
sulitnya izin usaha, bangunan liar dan pajak bangunan yang tinggi. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran, misalnya menghadapi adanya meningkatnya
proteksi dan non tarif barier, tingginya ketergantungan ekspor pada pasar
tradisional, maraknya peredaran barang ilegal impor di pasar dalam negeri dan
terbatasnya sarana dan prasarana ekspor.
Sektor pengangkutan dan komunikasi, seperti mahalnya biaya angkutan,
jalan rusak dan kurangnya jaringan komunikasi. Sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan, seperti bunga bank yang relatif tinggi, jaminan keamanan rendah
dan lembaga keuangan yang belum merata di setiap daerah. Sektor jasa-jasa masih
menjadi masalah, seperti sarana dan prasarana belum memadai, investasi dan
anggaran yang minim serta kurangnya informasi/promosi khususnya di sub jasa
hiburan dan rekreasi/wisata.
Akibat
penduduk Kabupaten Lamongan rata-rata masih rendah dan jauh dari apa yang
diharapkan Pemerintah daerah, meskipun telah terjadi peningkatan. Pada tahun
2005 persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah
sebesar 14,94 persen, turun menjadi 12,66 persen pada tahun 2006. Sementara
untuk tidak/belum tamat SD dari 18,06 persen pada tahun 2005 turun menjadi
15,14 persen pada tahun 2006. Sedangkan untuk tamat SD dari 25,79 persen pada
tahun 2005 naik menjadi 30,43 persen pada tahun 2006. Untuk tamat SLTP
mengalami penurunan, dari 23,72 persen pada tahun 2005 turun menjadi 21,63
persen
pada
tahun
2006.
Jika
dibandingkan
dengan
tamat
SLTA
keterisolasian,
dan
ketidakmampuan
masyarakat
untuk
10
Kesejahteraan
Masyarakat
Lamongan
Melalui
11
12
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kekuasaan
Pemerintah,
seperti
propinsi,
kabupaten/kota,
14
15
yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif. Selanjutnya Tjokromidjojo
membedakan suatu perencanaan pembangunan, yaitu dipenuhinya berbagai ciriciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat pembangunan. Adapun ciri dan
tujuan dari perencanaan pembangunan adalah:
1. Perencanaan pembangunan mencerminkan dalam rencana untuk mencapai
perkembangan sosial ekonomi yang tetap (steady social economic
growth). Hal ini dicerminkan dalam usaha peningkatan produksi nasional,
berupa tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang positif.
2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan
per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang positif.
3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini disebabkan
oleh karena pada umumnya negara-negara baru berkembang struktur
ekonominya berat ke sebelah agraris.
4. Perluasan kesempatan kerja. Kecuali usaha menanggulangi adanya
pengangguran dan pengangguran tak kentara di negara-negara baru
berkembang, juga diupayakan perluasan kesempatan kerja untuk
menampung masuknya golongan usia kerja baru dalam kehidupan
ekonomi.
5. Usaha pemerataan pembangunan yang seringkali disebut sebagai
distributife justice. Pemerataan pembangunan ini ditunjukkan kepada
pemerataan pendapatan antara golongan-golongan dalam masyarakat dan
pemerataan pendapatan antara daerah-daerah dalam negara.
6. Adanya usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang
lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.
16
17
tenaga kerja dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat menggambarkan
kemakmuran daerah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat ditentukan oleh dua
faktor yaitu faktor lokal dan eksternal. Faktor lokal meliputi: ketersediaan sumber
daya alam, kualitas sumber daya manusia, kemampuan teknologi, permodalan dan
kewirausahaan. Sedangkan faktor eksternal diantaranya: perkembangan situasi
perekonomian nasional maupun internasional, dan berbagai kebijakan Pemerintah
baik yang berkaitan dengan sektor riil maupun moneter.
Menurut Glasson (1977) ada tiga konsep yang harus diperhatikan dalam
pertumbuhan ekonomi suatu daerah yaitu kutup pertumbuhan dan pusat
pertumbuhan antara lain:
a. Konsep leading industries
18
19
20
komoditas
unggulan
berorientasi
pada
kelestarian
indikasi
dampak
pengganda
(multiplier
effect)
bagi
kegiatan
21
Asumsi
yang
digunakan
adalah
produktivitas
rata-
22
sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sektor tersebut secara
otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun
kemunduran.
Adapun
sebab-sebab
kemajuan
sektor
basis
adalah:
(1)
(2) perkembangan
pendapatan dan penerimaan daerah, (3) perkembangan teknologi, dan (4) adanya
perkembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab kemunduran
sektor basis adalah: (1) adanya perubahan permintaan di luar daerah, dan (2)
kehabisan cadangan sumberdaya.
Semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah akan menambah arus
pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa
di dalamnya serta menimbulkan volume sektor non basis. Dengan kata lain sektor
basis berhubungan langsung dengan permintaan dari luar, sedangkan sektor non
basis berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis telebih dahulu
(Glasson, 1977).
2.5. Konsep Analisis Shift Share
Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et all pada
tahun 1960. Analisis Shift Share adalah salah satu alat analisis yang digunakan
untuk mengindentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan
maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu. Melalui analisis Shift
Share dapat dianalisis besarnya sumbangan pertumbuhan dari tenaga kerja dan
pendapatan pada masing-masing sektor di wilayah yang bersangkutan.
Keunggulan utama dari analisis Shift Share adalah dapat melihat
perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya dengan
menggunakn 2 titik waktu data. Data yang digunakan dalam anlisis Shift Share
23
dapat berupa data PDRB, PDB dan penyerapan tenaga kerja di masing-masing
sektor.
Analisis Shift Share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah
untuk melihat:
1. Perkembangan
sektor
perekonomian
di
suatu
wilayah
terhadap
pertumbuhan
nasional
(PN)
adalah
perubahan
24
b.
Komponen
Pertumbuhan
Proposional
(Proposional
Mix
Growth
Component)
Komponen pertumbuhan
proposional (PP)
tumbuh
karena
25
Wilayah ke-j
sektor ke-i
Lambat
PP + PPW < 0
Komponen Pertumbuhan
Proposional
Komponen Pertumbuhan
Pangsa Wilayah
26
Sektor yang memiliki daya saing kurang baik (PPW<0) adalah sektor listrik dan
air minum, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pertanian,
sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Sedangkan pada pergeseran bersih (PBij) sebagian besar
sektor-sektor yang ada di Kabupaten Pasaman bernilai negatif. Sementara sektor
yang memiliki pergeseran bersih (PBij) yang positif hanya terdapat tiga sektor
yaitu sektor pertanian, sektor pengangkutan dan sektor komunikasi.
Santoso (2005) menganalisis peran sektor pertanian dalam pembangunan
wilayah di Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian dengan menggunakan Kuosien
Lokasi (LQ) per komoditi adalah komoditi padi sawah, jagung, tembakau, kelapa,
padi ladang, ubi kayu, cabe, udang, wortel, dan daging sapi. Dari komoditi
tersebut hanya dua komoditi yang masuk dalam komoditi basis yaitu padi sawah
dan tembakau. Sedangkan pada surplus pendapatan terbesar untuk kecamatan
berada di Kecamatan Ampel (daging sapi) dan yang terkecil adalah Kecamatan
Boyolali (udang). Sedangkan pada efek pengganda pendapatan, kecamatan yang
memiliki efek pengganda pendapatan terbesar adalah Kecamatan Boyolali (udang)
dan Kecamatan Mojosongo (padi ladang).
Aidiyah (2005) menganalisis peran industri kecil dalam pembangunan
wilayah di Kabupaten Wonosobo Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian dengan
menggunakan Kuosien Lokasi (LQ) sebagian besar kecamatan di Kabupaten
Wonosobo untuk industri kecil makanan, minuman, dan tembakau sebagai sektor
basis, sedangkan industri tekstil pakaian jadi dan kulit menjadi sektor basis ke
dua, dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabot
menjadi sektor basis ketiga.
27
28
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
konteks
29
karena
penggandaan (multifikasi)
jumlah
pembelanjaan kembali pendapatan dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam
wilayah dan dipasarkan ke luar wilayah (ekspor).
30
Metode ekonomi basis akan sangat baik untuk daerah yang belum
berkembang, kecil, dan tertutup. Semakin luas wilayahnya maka model ini akan
semakin kurang untuk diterapkan. Daerah yang belum berkembang adalah daerah
yang perekonomianya hanya terdiri dari beberapa sektor saja. Daerah kecil adalah
daerah yang cakupannya tidak lebih dari wilayah kabupaten, akan tetapi dapat
juga propinsi asal tidak terlalu luas. Daerah tertutup adalah daerah yang keluar
masuknya barang-barang atau jasa dapat diketahui, misalkan pulau. Selain itu,
dengan adanya sektor basis ini sektor tersebut dapat dijual ke luar daerah,
sehingga akan menghasilkan pendapatan bagi daerah tersebut. Terjadinya arus
pendapatan dari luar daerah menyebabkan terjadinya kenaikan konsumsi dan
investasi daerah tersebut, dan pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan
kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan tidak hanya menaikkan
permintaan terhadap sektor basis, tetapi juga menaikkan permintaan terhadap
sektor non basis.
Selain sektor unggulan sebagai basis ekonomi, hal yang perlu diperhatikan
di dalam sektor unggulan adalah tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah.
Pertumbuhan ekonomi yang semakin menurun akan mengakibatkan penerimaan
daerah menjadi berkurang begitu juga sebaliknya. Akibatnya, Pemerintah daerah
menjadi tergantung kebutuhannya kepada daerah lain.
3.1.3. Analisis Shift Share
Dengan menggunakan analisis Shift Share (SS) tingkat pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah dapat diketahui. Penggunaan analisis ini akan sangat
bermanfaat bagi Pemerintah daerah untuk mengetahui besarnya tingkat
pertumbuhan ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Pada analisis Shift Share
31
32
terakhir
dari
penentuan
sektor
unggulan
daerah
adalah
33
Rendahnya
produktivitas
pertanian yang
kkkkkkkkk
dihasilkan
Kurangnya bahan
baku dan modal
usaha di dalam
industri pengolahan
Belum memiliki
energi alternatif dan
kurangnya
persediaan air bersih
Banyaknya bangunan
liar dan sulitnya
mendirikan usaha
Sarana dan
prasarana
perdagangan yang
masih terbatas
Belum meratanya
jaringan komunikasi
dan informasi di
setiap daerah
Minimnya anggaran
dan kurangnya
informasi di
subsektor jasa
pariwisata
Potensi Wilayah
Sektor Unggulan
Basis Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
Pendekatan LQ
Sektor Basis
Multiplier Pendapatan
Implikasi Strategi Kebijakan (SWOT)
Sektor Unggulan Prioritas Utama
Pembangunan
Gambar 2. Skema Kerangka Penelitian Operasional
34
BAB IV
METODE PENELITIAN
35
kependudukan, (3) potensi wilayah, dan (4) hasil wawancara dengan Bappeda dan
dinas-dinas yang terkait di Kabupaten Lamongan.
4.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Data sekunder diperoleh dari Kantor BPS Kabupaten Lamongan, Bappeda,
BPS Propinsi Jawa Timur serta instansi atau lembaga lain yang terkait dalam
penelitian. Data sekunder ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program
Microsoft Excel. Penelitian ini difokuskan ditingkat kabupaten, dengan tujuan
untuk memperoleh gambaran tentang sektor unggulan perekonomian dalam
menentukan prioritas pembangunan wilayah.
4.4. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua
analisis, yaitu analisis kuantitatif dan kualitatif.
Tabel 2. Penggunaan Metode Analisis Yang Digunakan
Tujuan
1. Mengidentifikasi sektor
unggulan daerah.
Alat Analisis
Location
Quotient (LQ)
Jenis Data
Sumber Data
BPS kabupaten
PDRB
kabupaten dan dan propinsi
propinsi
2. Mengidentifikasi besarnya
pengganda pendapatan.
Multiplier
pendapatan
Hasil analisis
LQ
BPS kabupaten
dan propinsi
3. Mengidentifikasi besarnya
peranan sektor unggulan
terhadap tingkat
pertumbuhan ekonomi.
Shift Share
PDRB
kabupaten dan
propinsi
BPS kabupaten
dan propinsi
Kualitatif
(SWOT)
Hasil
wawancara
dengan
pemerintah
daerah
Bappeda dan
dinas-dinas
yang terkait di
Kabupaten
Lamongan
36
37
basis. Metode Location Quotient merupakan suatu model yang dapat membantu
dalam menunjukkan (keunggulan) ekspor perekonomian suatu daerah atau derajat
self sufficiency pada suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah
dibagi menjadi dua golongan:
1. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani kebutuhan
di wilayah sendiri maupun di daerah luar yang bersangkutan.
2. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan hanya di
daerah tersebut dan bahkan belum mencukupi wilayahnya, sehingga
dibutuhkan bantuan dari daerah atau sektor lainnya.
Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk perhitungan LQ adalah
data PDRB berdasarkan harga konstan. Metode LQ ini juga merupakan
perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan
total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. LQ
juga efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial
atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Untuk mengidentifikasi sektor basis
dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Tiebout 1966, dalam Budiharsono).
LQ =
Si / Ni
Si / S
=
S/N
Ni / N
Keterangan:
LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi
Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten (wilayah bawah)
S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat kabupaten
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah propinsi (wilayah atas)
N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat propinsi.
38
39
Yb = Pendapatan basis
Yn = Pendapatan non basis
K = Pengganda basis
= Perubahan pendapatan
Adapun pengganda basis dalam satuan pendapatan adalah:
Pendapatan total
Pengganda basis =
Yt
atau dalam bentuk simbol K =
Pendapatan basis
Yb
Oleh karena itu pendapatan total = pendapatan basis + pendapatan non basis.
Maka rumus pengganda basis tersebut di atas dapat dimodifikasi menjadi sebagai
berikut:
Yt
K=
1
=
Yb
1
=
Yb
=
Yt Yn
=
Yt
Yn
Yn
1
Yt
Yt
Yt
Yt
Yt
40
2. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Misalnya semua sektorsektor perekonomian di suatu wilayah seperti sektor pertanian,
pertambangan dan galian, listrik, gas dan air bersih, perdagangan, hotel
dan restauran serta sektor-sektor lainnya.
3. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi (PDRB/kesempatan
kerja) dari sektor i pada wilayah j. Misalkan dalam suatu negara terdapat
m daerah/kabupaten/propinsi ( j = 1,2,3.m) dan n sektor ekonomi ( i =
1,2,3n), maka produksi/kesempatan kerja (propinsi) dari sektor i pada
tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
a. Perubahan produksi/kesempatan kerja sektor i pada wilayah j dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Yij = Y'ij Yij
dimana:
Yij = Perubahan produksi/kesempatan kerja sektor i pada wilayah j.
Y'ij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun
akhir analisis.
Yij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun
dasar analisis.
b. Persentase perubahan PDRB adalah sebagai berikut:
% Yij =
(Y ' ij Yij )
*100%
Yij
41
a. ri
ri
Y ' ij Yij
Yij
dimana:
Yij = Produksi/kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada
tahun dasar analisis.
Y'ij = Produksi/kesempatan kerja pada sektor i pada wilayah ke j pada
tahun akhir analisis.
b. Ri
Ri =
Y ' i Yi
Yi
dimana:
Y'i = Produksi/kesempatan kerja (propinsi) dari sektor i pada tahun
akhir analisis.
Yi = Produksi/kesempatan kerja (propinsi) dari sektor i pada tahun
dasar analisis.
c. Ra
Ra =
Y '... Y ...
Y ...
dimana:
Y'... = Produksi/kesempatan kerja (propinsi) pada tahun akhir analisis.
Y... = Produksi/kesempatan kerja (propinsi) pada tahun dasar analisis.
5. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah
Komponen pertumbuhan wilayah terdiri atas komponen pertumbuhan
Propinsi (KPP), komponen pertumbuhan proposional (PP) dan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
a. Komponen Pertumbuhan Propinsi (KPP)
KPPij
= (Ra) Yij
dimana:
KPPij
Yij
42
ri
Ri
Apabila:
PPWij > 0, berarti sektor/wilayah j mempunyai daya saing yang baik
dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.
PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j tidak mempunyai daya saing yang
baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya.
Rumus-rumus penting lain yang dapat digunakan adalah:
a. Perubahan dalam PDRB sektor i pada wilayah ke j dirumuskan sebagai
berikut:
Yij = KPPij + PPij +PPWij........................................................(1)
43
Y'ij Yij
= Ra
% PPij
= Ri Ra
% PWij
= ri Ri
atau
% KPPij
% PPij
% PWij
44
Kuadran IV
Kuadran I
PP
Kuadran III
Kuadran II
45o
PPW
wilayah-wilayah
lainnya.
Hal ini
menunjukkan bahwa
45
(iv) Pada Kuadran II dan Kuadran IV terdapat garis miring yang membentuk
sudut 45o dan memotong kedua kuadran tersebut. Bagian atau garis
tersebut menunjukkan bahwa
berarti
sektor/wilayah
yang
bersangkutan
menunjukkan
= PPij + PPWij
dimana:
PBij
PPij
46
47
kelemahan-kelemahan
internal
dengan
peluang-peluang
kekuatan-kekuatan
internal
dengan
ancaman-ancaman
STRENGTH (S)
Daftar Kekuatan
Internal
WEAKNESS (W)
Daftar Kelemahan
Internal
OPPORTUNITIES (O)
Daftar Peluang
Eksternal
STRATEGI S-O
Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI W-O
Mengatasi kelemahan
dengan memanfaatkan
peluang
THREATS (T)
Daftar Ancaman
Eksternal
STRATEGI S-T
Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman
STRATEGI W-T
Meminimalkan
kelemahan dan
menghindari ancaman
Ekternal
48
BAB V
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kabupaten Gresik
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
49
50
51
3. Sektor Peternakan
Sektor peternakan di Kabupaten Lamongan diarahkan pada kegiatan
peningkatan produksi ternak, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan
kesejahteraan para petani peternak. Jenis ternak yang diusahakan meliputi sapi
potong, sapi perah, kerbau, kuda, kmbing, domba, ayam buras, ayam ras, itik dan
itik manila.
4. Sektor Perikanan
Kabupaten Lamongan merupakan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur.
Kondisi alam di Kabupaten Lamongan sangat mendukung bagi upaya
pengembangan sektor perikanan. Kekayaan lau yang membentang dengan panjang
pantai sekitar 47 km, menjadikan kabupaten Lamongan sebagai daerah yang
potensial bagi produksi ikan tangkap.Berbagai jenis hasil tangkapan nelayan
Kabupaten Lamongan antara lain ikan layang, kuningan, tongkol, tengiri, kakap
merah, dorang dan cumi-cumi. Kontribusi yang diberikan sebesar 15,25% dari
total produksi ikan di Jawa Timur yaitu sekitar 65.874,984 ton.
5. Sektor Kehutanan
Sekitar 20 persen wilayah Lamongan terdiri dari hutan. Hutan negara yang
luasnya hampir 34.000 hektar tersebut tentu saja tidak dapat di jamah oleh rakyat.
Agar tidak terjadi penebangan hutan secara liar, Pemerintah Kabupaten Lamongan
telah mengaktifkan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di wilayah desa
yang memiliki hutan. Selain ikut menjaga hutan, para anggota LMDH juga bisa
mendapatkan penghasilan dari pengelolaan hutan dalam sistem Pengelolaan Hutan
Bersama masyarakat (PHBM).
52
penduduk
dalam
aktivitas
perekonomiannya
maupun
sosial
53
9. Sektor Pariwisata
Pembangunan sektor kepariwisataan di Kabupaten Lamongan diarahkan
pada peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan
kegiatan ekonomi. Obyek-obyek wisata yang saat ini menjadi andalan Kabupaten
Lamongan. Yakni, Wisata Bahari Lamongan (WBL) merupakan pengembangan
dari obyek wisata Tanjung Kodok yang telah ada sebelumnya, Goa Maharani, dan
Waduk Gondang.
5.7. Kawasan Pembangunan Sektor Perekonomian
Sesuai dengan kondisi geografinya, Pemerintah Kabupaten Lamongan
telah menetapkan 3 (tiga) zona pembangunan sektor perekonomian yang
diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi daerah. Ketiga zona
tersebut adalah:
Zona I
Zona I merupakan kawasan yang cocok untuk pembangunan sektor primer
Zona II
Zona II merupakan kawasan yang cocok untuk pembangunan sektor
54
Zona III
Zona III merupakan kawasan yang cocok untuk pembangunan sektor
55
BAB VI
SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN LAMONGAN
Untuk mengetahui sektor apa yang menjadi sektor unggulan daerah serta
berapa besar dampak sektor tersebut maka harus dilakukan suatu perhitungan
lebih lanjut. Umumnya dengan melihat data PDRB suatu wilayah kesejahteraan
penduduk dan kemajuan wilayah dapat diketahui, namun data PDRB hanya
memberikan sebagian kecil informasi. Oleh karena itu, diperlukannya suatu kajian
yang mendalam dengan menggunakan data dan analisis yang ada.
6.1. Sektor Basis dan Non Basis
Sektor unggulan daerah, pada dasarnya adalah sektor tersebut dapat
memberikan kontribusi yang besar pada daerah, bukan hanya untuk daerah itu
sendiri namun juga untuk memenuhi kebutuhan daerah lain. Dengan melihat data
PDRB maka beberapa sektor unggulan daerah dapat diketahui.
Indikator suatu sektor dikatakan menjadi sektor unggulan daerah adalah
ketika sektor tersebut menjadi sektor basis, yakni memiliki nilai LQ yang lebih
besar dari satu. Adapun perhitungan nilai LQ suatu sektor dapat dilihat pada tabel
5 berikut ini.
Tabel 4. Location Quotient (LQ) Kabupaten Lamongan Tahun 2002-2006
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Kontruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
2002
2,47
0,41
0,18
0,86
0,74
1,09
0,29
0,58
1,52
2003
2,46
0,45
0,17
0,94
0,73
1,06
0,30
0,59
1,36
2004
2,53
0,46
0,17
0,84
0,78
1,01
0,29
0,64
1,37
2005
2,50
0,46
0,18
0,80
0,80
1,03
0,29
0,68
1,40
2006
2,33
0,42
0,18
0,72
0,76
1,04
0,29
0,72
1,49
56
Bardasarkan tabel 4 di atas, terdapat tiga sektor yang menjadi sektor basis
di Kabupaten Lamongan yang merupakan sektor unggulan daerah dan enam
sektor lainnya menjadi sektor non basis sebagai sektor penunjang dari keberadaan
sektor basis. Sektor unggulan tersebut adalah sektor pertanian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa.
Pada kurun waktu 2002-2006 ketiga sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1,
artinya ketiga sektor tersebut merupakan sektor basis yang cenderung dapat
mengekspor ke daerah lain. Sektor yang memiliki nilai LQ paling besar terdapat
pada sektor pertanian, dengan kisaran nilai LQ secara berturut-turut adalah 2,47;
2,46; 2,53; 2,50 dan 2,33. Hal ini disebabkan karena produksi sektor pertanian di
Kabupaten Lamongan telah mampu memenuhi kebutuhannya sendiri juga untuk
memenuhi kebutuhan daerah lainnya, misalnya dengan adanya Sungai Bengawan
Solo sebagai cadangan irigasi untuk menghadapi musim kemarau, Kabupaten
Lamongan telah mampu untuk memasok kebutuhan air untuk daerah pertanian
yang mengalami kekeringan. Selain itu terdapat Waduk Gondang untuk
memenuhi kebutuhan air di daerah lain, seperti Kabupaten Mojokerto dan
Jombang.
Adapun sektor pertanian yang paling menonjol terdapat pada sub sektor
tanaman pangan dan perikanan. Pada sub sektor tanaman pangan Kabupaten
Lamongan mampu memberikan kontribusi produksi gabah sebesar 776.085 ton
GKG atau 7,14 % dari total produksi gabah di Jawa Timur dan terbesar ke-2 di
Jawa Timur. Sedangkan untuk sub sektor perikanan, Kabupaten Lamongan
mampu memberikan kontribusi sebesar 15,25 % dari total produksi ikan di Jawa
57
Timur atau merupakan penghasil ikan terbesar di Jawa Timur, yaitu sekitar
65.874,984 ton.
Sektor jasa-jasa yang berada di urutan kedua dengan kisaran nilai LQ
adalah 1,52; 1,36; 1,37; 1,40 dan 1,49. Hal ini dipengaruhi oleh sub sektor hiburan
dan rekreasi yang menunjukkan suatu perkembangan yang nyata, dengan
memberikan kontribusi yang semakin meningkat terhadap perokonomian daerah
Kabupaten Lamongan. Pembangunan Wisata Bahari Lamongan (WBL) telah
memberikan pengaruh langsung terhadap besarnya kontribusi sub sektor ini
terhadap PDRB. Dengan kunjungan wisatawan mencapai kurang lebih 850.000
per tahun merupakan suatu potensi daerah yang besar untuk terus dikembangkan
dan disinergikan dengan obyek wisata lainnya seperti wisata religi/ziarah Makam
Sunan Drajat dan Goa Maharani.
Sejak dibuka tahun 2004, Wisata Bahari Lamongan (WBL) mampu
memberikan kontribusi pada PAD yang terus meningkat, adapun kontribusi WBL
pada tahun 2005 sebesar Rp 4.500.000.000; tahun 2006 sebesar Rp.
4.750.000.000; tahun 2007 sebesar Rp. 6.450.000.000 dan tahun 2008 ditargetkan
sebesar Rp. 8.000.0000.000. Secara tidak langsung memberikan multiplayer effect
terhadap berkembang tumbuhnya kegiatan ekenomi produktif lainnya di
masyarakat.
Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan
kisaran nilai LQ adalah 1,09; 1,06; 1,01; 1,03 dan 1,04. Perkembangan tersebut
masih dipengaruhi oleh besarnya volume perdagangan di Kabupaten Lamongan
khususnya komoditi pertanian dan hasil industri yang merupakan suatu potensi
unggulan daerah yang perlu didukung dengan sistem pemasaran yang efisien dan
58
dukungan sarana prasarana (infrastruktur) yang baik. Surplus beras pada tahun
2006 yang kurang lebih mencapai 358.000 ton merupakan salah satu komoditi
perdagangan unggulan daerah, demikian juga komoditi perikanan air tawar
(sawah tambak) dan perikanan laut yang memberikan kontribusi besar terhadap
perekonomian daerah. Selain itu Kabupaten Lamongan telah menyediakan
kawasan khusus untuk pariwisata, hotel dan restoran.
Sedangkan sektor yang memiliki nilai koefisien LQ < 1, artinya sektor
tersebut merupakan sektor non basis adalah sektor pertambangan dan penggalian
sebesar 0,41; 0,45; 0,46; 0,46 dan 0,42, sektor industri pengolahan sebesar 0,18;
0,17; 0,17; 0,18 dan 0,18, sektor listrik, gas dan air bersih 0,86; 0,94; 0,84; 0,80
dan 0,72, sektor kontruksi sebesar 0,74; 0,73; 0,78; 0,80 dan 0,76, sektor
pengangkutan dan komunikasi sebesar 0,29; 0,30; 0,29; 0,29 dan 0,29 dan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 0,58; 0,59; 0,64; 0,68 dan 0,72.
Selama kurun waktu 2002-2006 sektor yang memiliki nilai LQ paling
kecil adalah sektor industri pengolahan. Hal ini disebabkan sektor industri
pengolahan masih terpusat di kabupaten/kota tertentu yang ada di Jawa Timur.
Sebagai contoh Kabupaten Gresik, selama ini aktivitas industri banyak dilakukan
di daerah tersebut. Sehingga menjadikan Kabupaten Gresik sebagai kota industri.
6.2. Multiplier Pendapatan
Adanya efek pengganda (multiplier), maka pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah dapat diketahui. Efek pengganda sebagai siklus dari pembelanjaan
kembali pendapat diperoleh melalui penjualan barang dan jasa yang dihasilkan
oleh wilayah yang bersangkutan. Pengganda pendapatan basis dihitung dengan
59
2941649
3297449
3345710
3513544
4041103
536730
551855
578213
622320
666983
3478379
3849304
3923923
4135864
4708086
1,1825
1,1674
1,1728
1,1771
1,1650
0,1543
0,1434
0,1474
0,1505
0,1417
Rendahnya
yang dihasilkan,
60
BAB VII
ANALISIS SHIFT SHARE UNTUK MENGIDENTIFIKASI
PERTUMBUHAN EKONOMI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
PDRB Kabupaten
Lamongan
2002
1.524.740
35.419
177.380
59.133
96.931
991.130
60.995
106.872
425.779
3.478.379
2006
1.973.582
39.151
218.160
57.490
119.115
1.474.250
75.508
157.559
593.271
4.708.086
Perubahan
PDRB Kabupaten
Lamongan
448.842 (29,44)
3.732 (10,54)
40.780 (22,99)
-1.643 (-2,78)
22.184 (22,89)
483.120 (48,74)
14.513 (23,79)
50.687 (47,43)
167.492 (39,34)
1.229.707 (35,35)
Perubahan
PDRB Propinsi
Jawa Timur
9.657.745 (24,54)
-39.914 (-0,73)
8.390.071 (13,23)
231.156 (5,28)
736.975 (8,89)
23.812.475 (41,11)
1.858.843 (14,03)
954.877 (8,19)
5.263.017 (29,59)
50.865.245 (22,96)
61
Pemerintah
Kabupaten
Lamongan
terus
meningkatkan
pertumbuhan
22,99
persen.
Urutan
ketujuh
adalah
sektor
62
Secara
laju
63
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Kontruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Ri
0,25
-0,01
0,13
0,05
0,09
0,41
0,14
0,08
0,30
0,23
ri
0,29
0,11
0,23
-0,03
0,23
0,49
0,24
0,47
0,39
0,35
Sumber: BPS Kabupaten Lamongan dan Jawa Timur 2002 dan 2006, diolah
Keterangan:
Ri = Rasio produksi (propinsi) dari sektor i
ri = Rasio produksi sektor i pada wilayah j (kabupaten)
64
pengolahan 0,13, sektor kontruksi sebesar 0,09, sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan sebesar 0,08 dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,05.
Sedangkan sektor yang memiliki nilai Ri terkecil diperoleh pada sektor
pertambangan dan penggalian yaitu sebesar (-0,01). Hal ini diakibatkan oleh
kurangnya infrastruktur daerah yang mendukung, selain itu juga akibat dari
rendahnya investasi di sektor tersebut.
Nilai ri dihitung berdasarkan selisih antara PDRB dari sektor i di
Kabupaten Lamongan pada tahun akhir analisis dengan PDRB dari sektor i di
Kabupaten Lamongan pada tahun dasar analisis dibagi dengan PDRB dari sektor i
di Kabupaten Lamongan pada tahun dasar analisis. Berdasarkan tabel 7 di atas
sektor yang memiliki nilai ri paling besar adalah sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 0,49. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya peningkatan
tersebut diakibatkan oleh semakin meningkatnya lembaga perdagangan di sektor
tersebut. Kemudian diikuti oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
sebesar 0,47, sektor jasa-jasa 0,39, sektor pertanian sebesar 0,29, sektor
pengangkutan dan komunikasi 0,24, sektor kontruksi dan industri pengolahan
masing-masing sebesar 0,23 dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar
0,11.
Sedangkan nilai ri terkecil terdapat pada sektor listrik, gas dan air bersih
yaitu sebesar (-0,03). Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa
rendahnya sektor tersebut diakibatkan oleh kurangnya sarana dan prasarana yang
mendukung. Selain itu, Kabupaten Lamongan juga kurang memiliki potensi pada
sektor listrik, gas dan air bersih.
65
KPP
(Ra) *Yij
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
350.090,00
8.132,43
40.727,58
13.577,31
22.255,97
227.569,75
14.004,84
24.538,49
97.761,57
798.657,95
PP
(Ri-Ra)
*Yij
24.087,14
-8.389,70
-17.252,76
-10.455,75
-13.642,33
179.863,76
-5.444,81
-15.783,64
28.233,88
161.215,79
persen
(PP)/Yij
*100%
1,58
-23,69
-9,73
-17,68
-14,07
18,15
-8,93
-14,77
6,63
4,63
PPW
(ri-Ri) *Yij
74.664,85
3.989,27
17.305,18
-4.764,56
13.570,35
75.686,49
5.952,97
41.932,15
41.496,56
269.833,26
persen
(PPW)/Yij
*100%
4,90
11,26
9,76
-8,06
14,00
7,64
9,76
39,24
9,75
7,76
66
67
persen, sektor kontruksi (-14,07) persen dan sektor pengangkutan dan komunikasi
(-8,93) persen dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (-14,77)
persen. Artinya keenam sektor tersebut memiliki pertumbuhan ekonomi yang
lambat.
Pada tabel tersebut, sektor yang memiliki nilai PP terbesar terdapat pada
sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
daerah serius untuk meningkatkan sarana dan prasarana dibidang sektor tersebut,
sebagai bentuk kebijakan pemerintah dalam membangun wilayah. Sedangkan
sektor yang memiliki nilai PP dengan persentase negatif terbesar terdapat pada
sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini dikarenakan sarana dan prasarana
pembangunan yang masih minim terhadap sektor tersebut.
Selanjutnya, untuk mengetahui komponen pertumbuhan wilayah lain
adalah Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Komponen PPW timbul karena
peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Jika PPW > 0 maka sektor yang
bersangkutan memiliki daya saing yang baik bila dibandingkan dengan wilayah
lainnya yang ada di Propinsi Jawa Timur. Adapun sektor yang memiliki daya
saing yang baik adalah sektor pertanian sebesar 4,90 persen, sektor pertambangan
dan penggalian sebesar 11,26 persen, sektor industri pengolahan sebesar 9,76
persen, sektor kontruksi/bangunan 14,00 persen, sektor perdagangan, hotel dan
restoran sebesar 7,64 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9,76
persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 39,24 persen dan sektor
jasa-jasa 9,75 persen (Tabel 8).
68
Sedangkan sektor yang memiliki daya saing yang tidak baik jika PPW < 0
sektor listrik, gas dan air bersih (-8,06) persen. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya kurangnya daya saing di sektor tersebut diakibatkan oleh kurangnya
penerapan teknologi dan sarana prasarana pendukung. Selain itu juga diakibatkan
kurangnya akses pasar dan dukungan kelembagaan.
7.3. Pergeseran Sektor-Sektor Perekonomian
Pergeseran bersih diperoleh dari hasil penjumlahan antara Pertumbuhan
Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) di setiap sektor
perekonomian. Apabila PB > 0, maka pertumbuhan sektor perekonomian
Kabupaten Lamongan termasuk ke dalam kelompok yang progresif (maju).
Sedangkan PB < 0, artinya sektor perekonomian Kabupaten Lamongan termasuk
kelompok yang lamban.
Tabel 9. Pergeseran Bersih Sektor Perekonomian Kabupaten Lamongan
No
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Kontruksi
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total
69
penggalian (-12,42) persen, sektor listrik, gas dan air bersih (-25,74) persen,
sektor kontruksi (-0,07) persen. Secara keseluruhan
pergeseran bersih di
Kabupaten Lamongan menghasilkan nilai yang positif yaitu Rp. 12,39 persen.
7.4. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian
Profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian merupakan identifikasi
dari persentase nilai pertumbuhan proporsional dan nilai pertumbuhan pangsa
wilayah. Nilai ini akan menunjukkan pada kuadran mana pertumbuhan masingmasing sektor. Pada sumbu horizontal terdapat PP sebagai absis dan pada sumbu
vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.
Gambar 3. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi di Kabupaten Lamongan
Pertanian
50
Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan
40
30
20
PP
10
-30
0
-20
-10
0
-10
-20
10
20
30
Perdagangan, Hotel
dan Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persewaan
dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
PPW
70
yang cepat dan daya saingnya baik dibandingkan dengan wilayah lainnya,
sehingga sektor tersebut tergolong ke dalam sektor progresif (maju).
Kuadran II, menunjukkan sektor ekonomi di Kabupaten Lamongan
pertumbuhannya cepat (PP > 0), tetapi daya saing untuk wilayah tersebut tidak
baik dibandingkan dengan wilayah lainnya (PPW < 0). Pada gambar di atas
menunjukkan tidak terdapat sektor perekonomian Kabupaten Lamongan yang
berada di kuadran tersebut. Hal ini menunjukkan rata-rata sektor perekonomian
Kabupaten Lamongan memiliki daya saing yang baik.
Kuadran III, menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang ada di wilayah
Kabupaten Lamongan pertumbuhannya lambat (PP < 0), juga daya saing wilayah
untuk sektor tersebut juga tidak baik dibandingkan dengan wilayah lainnya (PPW
< 0). Sektor yang berada pada kuadran III adalah sektor listrik, gas dan air bersih.
Artinya sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat dan daya saing yang
tidak baik dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga sektor tersebut
tergolong ke dalam sektor yang lambat.
Kuadran IV, menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang ada di Kabupaten
Lamongan pertumbuhannya lambat (PP < 0), tetapi daya saing wilayah untuk
sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (PPW > 0). Sektor
yang berada pada kuadran IV adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan, sektor kontruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi serta
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa
kelima sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat tetapi memiliki daya
saing yang baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
71
BAB VIII
STRATEGI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN WILAYAH
KABUPATEN LAMONGAN
72
73
perdagangan
dan
pariwisata
yang
diharapkan
dapat
74
75
dengan pihak swasta atau pihak lain. Strategi ini direkomendasikan untuk
mengatasi kelemahan Kabupaten Lamongan berupa pemanfaatan dan
pengelolaan SDA belum optimal khususnya di sektor pertanian, tenaga
penyuluhan pertanian lapangan (PPL) yang dirasa kurang optimal dalam
menghadapi persoalan yang dihadapi petani dan nelayan, misalkan soal
hama dan penyakit. Sealain itu, kelemahan yang dihadapi Pemerintah
Kabupaten Lamongan yaitu kurangnya informasi di sub sektor pariwisata,
padahal sektor ini memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
Kabupaten Lamongan. Selama tahun 2007 sektor ini memberikan
kontribusi sebesar Rp. 6.450.000.000. Dengan memanfaatkan peluangpeluang berupa kemitraan dan kerjasama dengan pihak swasta atau pihak
lain dan minat investor yang besar serta menggunakan perkembangan
teknologi yang semakin pesat di sektor basis maka diharapkan kelemahankelemahan tersebut dapat diatasi.
2. Meningkatkan kualitas SDM petani dan nelayan, tenaga penyuluhan
pertanian lapangan (PPL), mengoptimalkan pemanfaatan dan pengelolaan
SDA serta peningkatan produksi dan pemanfaatan perkembangan
teknologi. Strategi ini direkomendasikan untuk mengatasi kelemahan
Kabupaten Lamongan berupa Kualitas SDM petani dan nelayan yang
rendah, selama ini petani dan nelayan masih kurang untuk jiwa
ketrampilan dan berwirausaha, tenaga PPL masih minim/belum merata di
setiap daerah serta pemanfaatan dan pengelolaan SDA yang belum
optimal. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan peluang
yang berupa sentra untuk produksi pertanian khususnya pada sub sektor
76
Kabupaten
Lamongan
berupa
sarana
dan
prasarana
77
kekuatan koordinasi antar lembaga, dinas atau instansi terkait. Faktorfaktor kekuatan tersebut dimanfaatkan dan dikembangkan untuk
menghindari ancaman berupa persaingan antar wilayah terutama adalah
sektor perekonomian yang belum mampu bersaing (sektor non basis) dan
menghadapi era globalisasi yang menuntut daya saing yang tinggi.
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif untuk mendorong investasi.
Strategi ini didasarkan atas tanggapan kekuatan dari potensi SDA yang
besar di sektor basis yang memiliki nilai LQ >1, pertumbuhan cepat (PP
>0) dan memiliki pangsa wilayah yang sangat baik (PPW >0) serta letak
geografis kabupaten yang berada di jalur Pantura. Kekuatan-kekuatan
tersebut dimanfaatkan dalam rangka menciptakan iklim usaha yang
kondusif untuk menghindari kondisi politik dan keamanan daerah yang
tidak stabil serta bencana alam yang selama ini terjadi yaitu banjir
musiman yang mengakibatkan perekonomian daerah terganggu dan terjadi
gagal panen di sektor pertanian.
3. Memperkuat kelembagaan perdagangan dan membuat manajemen
pembangunan sektor unggulan (kawasan pertanian) secara nyata dalam
menghadapi era globalisasi, peredaran barang ilegal impor dan mengatasi
beras impor yang berakibat pada turunnya harga beras. Strategi ini
didasarkan atas tanggapan kekuatan dari koordinasi antar lembaga, dinas
atau instansi terkait yang bertujuan untuk menghindari ancaman berupa
era globalisasi yang menuntut daya saing yang tinggi, maraknya peredaran
barang ilegal impor misalkan pupuk tanpa bersertifikat dan masuknya
beras impor yang berakibat pada turunnya harga beras.
78
79
80
EKSTERNAL
OPPORTUNITIES/P
ELUANG (O)
1. Sentra produksi
pertanian (tanaman
pangan dan
perikanan)
2. Dukungan
pemerintah pusat
atau propinsi dalam
memajukan sektor
basis
3. Kemitraan dan
kerjasama dengan
pihak swasta atau
pihak lain
4. Minat investor
yang besar di
sektor basis
5. Perkembangan
teknologi di sektor
basis
THREATS/ANCAMA
N (T)
1. Kondisi politik dan
keamanan yang
tidak stabil
2. Persaingan antar
wilayah
3. Era globalisasi
yang menuntut
daya saing yang
tinggi
4. Bencana alam dan
gagal panen
5. Peredaran barang
ilegal impor
6. Beras impor
STRENGTH/KEKUATAN (S)
1. Potensi SDA yang besar di sektor basis
(LQ >1, PP >0 dan PPW >0 )
2. Koordinasi antar lembaga dan dinas
(sektor pertanian dan perdagangan)
3. Letak geografis kabupaten yang berada
di jalur Pantura
4. Daerah
penyangga
utama
kota
metropolitan Surabaya
5. Ditunjuk sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK)
STRATEGI S-O
1. Meningkatkan potensi SDA dengan
memanfaatkan dukungan dari
pemerintah pusat atau daerah serta
mengoptimalkan perkembangan
teknologi di sektor basis dalam
mencanangkan pembangunan (S1, O2,
O5)
2. Memanfaatkan potensi sumberdaya yang
dimiliki dan menarik minat investor serta
kemitraan dan kerjasama dari pihak
sawasta atau pihak lain (S1, S3, S4, S5,
O3, O4)
3. Mengoptimalkan koordinasi antar
lembaga dan dinas dalam meningkatkan
produksi pertanian, kemitraan/kerjasama
dengan pihak swasta atau pihak lain serta
pemanfaatan perkembangan teknologi
(S2, O1, O3, O5)
STRATEGI S-T
1. Pemberdayaan kelembagaan daerah
dalam menghadapi persaingan antar
wilayah dan era globalisasi (S4, T2, T3)
2. Menciptakan iklim usaha yang kondusif
untuk mendorong investasi (S1, S2, S3,
T1,T4)
3. Memperkuat kelembagaan perdagangan
dan membuat manajemen pembangunan
sektor unggulan (kawasan pertanian)
secara nyata dalam menghadapi era
globalisasi, peredaran barang ilegal
impor dan mengatasi beras impor yang
berakibat pada turunnya harga beras
(S2,T3,T5,T6)
WEAKNESS/KELEMAHAN (W)
1. Kualitas SDM petani dan nelayan yang
rendah
2. Sarana dan prasarana pembangunan di
sektor basis masih minim
3. Pemanfaatan dan pengelolaan SDA belum
optimal
4. Alokasi dana pembangunan di sektor basis
masih terbatas
5. Belum optimalnya tenaga penyuluhan
(PPL)
6. Kurangnya informasi di sub sektor jasa
(wisata)
STRATEGI W-O
1. Mengoptimalkan pemanfaatan
dan pengelolaan SDA untuk menciptakan
lapangan kerja dengan memanfaatkan adanya
minat investor yang besar serta membangun
kemitraan dan kerjasama dengan pihak
swasta atau pihak lain (W3, W5, W6, O2,
O4, O5)
2. Meningkatkan kualitas SDM petani dan
nelayan, tenaga PPL, mengoptimalkan
pemanfaatan dan pengelolaan SDA serta
peningkatan produksi dan pemanfaatan
perkembangan teknologi (W1,W3, W5, O1,
O6)
3. Memperbaiki sarana dan prasarana,
meningkatkan ketersediaan dana
pembangunan dan mengoptimalkan informasi
di sub sektor jasa dengan memanfaatkan
adanya minat investor yang besar dan
kerjasama dengan pihak swasta dan
peningkatan teknologi (W2, W4, W6, O3,
O4, O5)
STRATEGI W-T
1. Meningkatkan kualitas SDM petani dan
nelayan serta perbaikan jaringan informasi
dalam menghadapi era globalisasi (W1, W6,
T3)
2. Memperbaiki sarana dan prasarana
pembangunan serta mengoptimalkan
pemanfaatan SDA untuk menghadapi
persaingan antar wilayah (W2, W3, T1, T2)
3 Pemberdayaan SDM petani dan nelayan serta
peningkatan tenaga penyuluhan secara
optimal dalam menghadapi era globalisasi
dan mengatasi bencana alam dan gagal panen
(W1, W5, T3,T4)
81
Untuk itu agar sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran
serta sektor jasa-jasa dapat berkembang dan tumbuh maka perlu didukung oleh
sektor lainnya. Sektor tersebut adalah sektor non basis sebagai penunjang
keberadaan sektor basis. Kebijakan yang bisa dilakukan misalnya pada sektor
pertambangan dan penggalian perlu penguasaan teknologi, peningkatan produksi,
ekplorasi sumberdaya mineral dan penelitian bahan galian yang lain. Sedangkan
pada sektor industri pengolahan, kebijakan yang perlu diambil adalah
mengikutsertakan masyarakat luas dalam kegiatan industri, khususnya melalui
pengembangan usaha industri kecil dan menengah. Selanjutnya adalah pembinaan
industri pedagang kecil dan menengah, melalui kelompok usaha bersama dengan
pengembangan usaha yang maju dan modern serta peningkatan industri
pengolahan terhadap pendapatan maupun tenaga kerja yang tidak hanya
memperhatikan teknologi padat modal, namun juga memperhatikan teknologi
bersifat padat karya.
Pada sektor listrik, gas dan air bersih diperlukan suatu kebijakan dan
dorongan pengembangan, baik dari Pemerintah pusat maupun daerah yaitu dengan
meningkatkan penyediaan tenaga listrik yang meliputi peningkatan sarana
distribusi PLN. Selama ini Kabupten Lamongan masih mengalami kekurangan,
karena sektor tersebut masih memusat di daerah-daerah tertentu di Jawa Timur.
Sedangkan pada sektor kontruksi/bangunan, kebijakan yang perlu diambil adalah
mempermudah persyaratan pendirian bangunan, perpajakan, asuransi dan lembaga
keuangan agar dinamika perekonomian dapat berjalan lancar.
Selanjutnya pada sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu dengan
melakukan pengembangan transportasi khususnya transportasi darat, dengan
82
melalui kegiatan seperti pemasangan pagar pengaman jalan, lampu lalu lintas,
pembangunan terminal, peningkatan jalan kereta api dan sebagainya. Sedangkan
untuk sistem komunikasi diperlukan pembangunan stasiun pemancar seperti radio,
televisi, telepon, internet dan sebagainya. Sementara itu untuk sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan perlu untuk ditingkatkan lagi. Selama ini sektor
tersebut masih belum merata di setiap daerah yang ada di Kabupaten Lamongan.
8.5. Badan Pengawas Daerah (Bawasda)
Badan
Pengawas
Kabupaten
Lamongan
telah
diberikan
mandat
: www.lamongan.go.id
83
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
9.1. Kesimpulan
1. Terdapat tiga sektor unggulan Kabupaten Lamongan yang menjadi basis
ekonomi daerah, yaitu sektor pertanian, sektor jasa-jasa dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan enam sektor lainnya termasuk
ke dalam sektor non basis yaitu sektor pertambangan dan penggalian,
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
kontruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan.
2. Pada efek pengganda pendapatan sektor basis yang dihasilkan menujukkan
bahwa koefisien pengganda pendapatan selama tahun 2002-2006 lebih
besar dari pada efek pengganda pendapatan di sektor non basis. Hal ini
menunjukkan minat msyarakan terhadap aktifitas ekonomi di sektor basis
lebih besar.
3. Hasil analisis Shift Share menunjukkan sektor pertanian memiliki
pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik begitu juga pada sektor
jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran.
4. Inti dari strategi kebijakan pembangunan adalah untuk meningkatkan
potensi ekonomi daerah dengan memperdayakan masyarakat dalam
mengelola
dan
memanfaatkan
sektor
unggulan
daerah
dan
84
9.2. Saran
1. Pemerintah daerah sebaiknya memprioritaskan sektor basis yaitu sektor
pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa
sebagai sektor unggulan daerah dalam mencanangkan pembangunan
daerah dan mengikutsertakan sektor non basis sebagai penunjang
keberadaan sektor basis.
2. Dalam mencanangkan pembangunan, pemerintah daerah sebaiknya
mengunakan kekuatan dan peluang sebaik-baiknya untuk mengurangi
kelemahan dan menghindari ancaman yang selama ini menjadi beban
pembangunan daerah.
3. Saran penelitian lanjutan perlu dilakukan pendekatan secara regional untuk
menentukan aspek lokasi yaitu di daerah mana sektor tersebut akan
dibangun atau dilaksanakan selain itu juga perlu dikaji sektor unggulan
ditingkat propinsi.
85
DAFTAR PUSTAKA
86
87
87
Lampiran 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupataen Lamongan Atas Dasar Harga Konstan`01 Tahun 2002-2006 (Juta
Rupiah)
No
Sektor
2002
2003
2004
2005
2006
1
Pertanian
1524740
1740533
1777544
1800286
1973582
2
Pertambangan dan Penggalian
35419
34400
34338
37072
39151
3
Industri Pengolahan
177380
180914
190309
204491
218160
4
Listrik, Gas dan Air Bersih
59133
58868
56627
57421
57490
5
Kontruksi
96931
103410
108928
115120
119115
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
991130
1113781
1122063
1239623
1474250
7
Pengangkutan dan Komunikasi
60995
64342
65264
69051
75508
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
106872
109921
122747
139165
157559
9
Jasa-jasa
425779
443135
446103
473635
593271
Total
3478379
3849304
3923923
4135864
4708086
88
Lampiran 2. Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan`01 Tahun 2002-2006 (Juta
Rupiah)
No Sektor
2002
2003
2004
2005
2006
1 Pertanian
39354488 42143435
43331493
44700984
49012233
2 Pertambangan dan Penggalian
5495073
4512702
4595921
5024241
5455159
3 Industri Pengolahan
63396901 64133626
67520434
70635868
71786972
4 Listrik, Gas dan Air Bersih
4378885
3717168
4171615
4429541
4610041
5 Kontruksi
8293319
8447765
8604401
8903497
9030294
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran
57926650 62512781
68295968
74546735
81739125
7 Pengangkutan dan Komunikasi
13245296 12953457
13830439
14521814
15104139
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
11656351 11037400
11783343
12666393
12611228
9 Jasa-jasa
17785422 19426120
20095274
20945649
23048439
Total
221532385 228884454
242228888
256374722
272397630
89
Tabel 5. Perubahan PDRB Kabupaten Lamongan dan Propinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan`01 Menurut Sektor
Perekonomian Tahun 2002-2006 (juta rupiah).
Sektor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Total
2006
1.973.582
39.151
218.160
57.490
119.115
1.474.250
75.508
157.559
593.271
4.708.086
Perubahan
PDRB Kabupaten
Lamongan
448.842 (29,44)
3.732 (10,54)
40.780 (22,99)
-1.643 (-2,78)
22.184 (22,89)
483.120 (48,74)
14.513 (23,79)
50.687 (47,43)
167.492 (39,34)
1.229.707 (35,35)
2006
49.012.233
5.455.159
71.786.972
4.610.041
9.030.294
81.739.125
15.104.139
12.611.228
23.048.439
272.397.630
Perubahan
PDRB Propinsi
Jawa Timur
9.657.745 (24,54)
-39.914 (-0,73)
8.390.071 (13,23)
231.156 (5,28)
736.975 (8,89)
23.812.475 (41,11)
1.858.843 (14,03)
954.877 (8,19)
5.263.017 (29,59)
50.865.245 (22,96)
90
91
Keterangan:
1 = Sektor Pertanian; 2 = Sektor Pertambangan dan Penggalian; 3 = Sektor Industri Pengolahan; 4 = Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; 5 = Sektor Kontruksi; 6
= Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7 = Sektor Pengangkutan dan Komunikasi; 8 = Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; 9 = Sektor Jasajasa. KPP = Komponen pertumbuhan propinsi sektor i untuk wilayah j, PP = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j dan PPW =
Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j. Yij = Produksi dari sektor i pada wilayah kabupaten. Ra = 0,23 menggambarkan satuan
wilayah.
92