Referat TB Paru Dengan Gangguan Fungsi Hati - Final
Referat TB Paru Dengan Gangguan Fungsi Hati - Final
PENDAHULUAN
Obat merupakan zat kimia yang sering diberikan oleh para dokter
dalam penatalaksanaan suatu penyakit. Di dalam tubuh, setiap zat
dimetabolisme agar dapat digunakan oleh tubuh sesuai dengan fungsinya.
Hati adalah organ utama dalam metabolisme berbagai zat.
Obat yang kita telan
mengharuskan
penatalaksanaan
transplantasi
hati
atau
kematian. Di Amerika, dilaporkan 2000 kasus gagal hati akut, dan 50%
diantaranya disebabkan oleh penggunaan obat.(1)
TB Paru - hepatotoksis
Obat-obatan
anti
tuberculosis
menyebabkan drug-induced
adalah
liver injury.
obat
yang
paling
sering
Namun
hal
ini
seringkali
diikuti
sedikit
peningkatan
dari
transaminase, yang mana kerusakan serius pada hepar terjadi kurang dari
5% kasus, dan perubahan yang pasti pada obat-obatan anti-TB yang
dibutuhkan hanya 1-2%. Insiden hepatitis meningkat berdasarkan umur,
mulai dari dibawah 1% pada pasien dengan umur kurang dari 20 tahun, dan
meningkat sampai 5% pada pasien umur 60 tahun. Faktor resiko lain dari
hepatotoksisitas adalah riwayat mengkonsumsi alcohol atau alcoholic liver
disease, hepatitis B dan C, terpapar substansi lain yang menginduksi enzim
sitokrom P450, peningkatan transaminase atau bilirubin dan kemungkinan
ko-infeksi dari HIV. Akibat kematian yang disebabkan oleh obat-obatan antiTB paling banyak terjadi pada pasien lebih dari 50 tahun dengan faktor
resiko.
Dari obat lini pertama, Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid adalah
obat yang berpotensi hepatotoksik. Karena obat-obatan itu digunakan dalam
kombinasi,
maka
akan
sulit
untuk
menentukan
obat
mana
yang
dibandingkan
menyebabkan
menyebabkan
2
hepatitis,
dengan
Rifampiain.
meskipun
hyperbilirubinaemia
TB Paru - hepatotoksis
lebih
Rifampisin
sering
terisolasi,
juga
isoniazid.
mungkin
dapat
Rifampisin
karena
BAB II
ISI
I.
METABOLISME OBAT
3
TB Paru - hepatotoksis
pada
kerusakan membran
sel,
Sedangkan
obat
yang
bersifat
hidrofilik
TB Paru - hepatotoksis
luar sel hepatosit, obat akan mengalami konjugasi dengan zat-zat yang akan
mempermudah kelarutan obat dalam tubuh (seperti asam amino, asetat,
sulfat, glutation, dan asam glukuronat).
Selanjutnya dimetabolisme, obat akan
diekskresikan sesuai dengan sifatnya. Obat
yang bersifat hidrofilik dan memiliki berat
molekul
yang
TB Paru - hepatotoksis
Reaksi
obat
diklasifikasikan
sebagai
reaksi
yang
dapat
diduga
Reaksi
idiosinkratik
tergantung
pada
idiosinkrasi
pejamu
II.
KLASIFIKASI
Menurut WHO, hepatotoksik diklasifikasikan menjadi 4 grade:
Grade I ditandai dengan peningkatan SGPT 1,25 2,5 kali dari nilai normal.
Grade II, peningkatan SGPT 2,6 5 kali dari nilai normal.
Grade III, peningkatan SGPT 5,1 10 kali dari nilai normal.
Grade IV, peningkatan SGPT, >10 kali dari nilai normal. 3
Grade
Alkali
0
DBN
1
>BAN-2,5
fosfatase
DBN
Bilirubin
Normal
Bilirubin
berkaitan
dengan
graft-versushost disease
(GVHD)
untuk studi
transplantas
i,
sumsum
tulang, jika
disebutkan
khusus
dalam
protokol
GGT
2
>2,5-5 x BAN
3
>5-20 x BAN
4
>20 x BAN
BAN
>1,5-3 x BAN
>10 x BAN
1-1,5 x BAN
>3-6
>
>15
>2-<3
mg/100ml
mg/100ml
100ml
>2,5-5 x BAN
>5-20 x BAN
>20 x BAN
Ada
6-15
mg
mg/100ml
DBN
Tidak ada
>BAN-2,5
BAN
-
Hepatomega
li
Catatan : Derajat hepatomegali hanya untuk efek samping berat berkaitan dengan
pengobatan termasuk penyakit oklusi vena
Hipoalbumin
DBN
< BBN 3 g/dl
>2-<3 g/dl
<2 g/dl
emia
Asterixis
Ensefalopati/k
oma
Normal
Disfungsi
6
/
TB Paru - hepatotoksis
gagal
hati
(klinis)
Aliran vena
Porta
SGOT (AST)
Normal
DBN
>BAN-2,5
DBN
BAN
Tidak ada
>BAN-2,5
x
x
Menurun
Retrograd
>2,5-5 x BAN
>5-20 x BAN
>2,5-5 x BAN
>5-20 x BAN
Sedang
berat
>20 x BAN
>20x BAN
Mengancam
nyawa/cacat
BAN
SGPT (ALT)
Ringan
Problem
hepatik
lainnya
III.
OBAT
ANTI
TUBERKULOSIS
YANG
BERSIFAT
HEPATOTOKSIK
Obat anti tuberkulosis terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid,
Ethambutol dan Streptomisin. Yang memiliki efek hepatotoksik adalah INH,
Rifampisin dan Pirazinamid. Pasien dengan Hepatitis C dan HIV memiliki
resiko hepatotoksik 4-5 kali lebih besar. Sedangkan pada pasien dengan
karier HbsAg positif dan HbeAg inaktif dapat diberikan obat standar jangka
pendek dengan syarat pengawasan tes fungsi hati setiap bulan. Pasien TB
yang mendapat INH 10% mengalami kenaikan konsentrasi aminotransferase
dalam minggu pertama. Hanya 1% yang akan berkembang menjadi hepatitis
serupa hepatitis virus.6
TB Paru - hepatotoksis
Isoniazid (INH)
Rifampisin
memperlihatkan
peninggian
serum
transaminase,
bilirubin.
Pirazinamid
tuberkulosis
jangka
pendek.
Pirazinamid
memiliki
efek
adalah
hepatotoksik
dan
juga
hiperurisemia.
Pirazinamid
TB Paru - hepatotoksis
IV.
V.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Hal ini penting untuk menentukan apakah obat anti-TB adalah
penyebab kerusakan hati atau apakah ada penyebab lain seperti hepatitis
virus. Diferensial diagnosa untuk anti-TB-drug induced liver adalah termasuk
penyebab infeksi seperti hepatitis virus A, B dan C, virus demam kuning,
virus
Epstein-Barr
dan
Sitomegalovirus,
penyakit
kuning
juga
bisa
dipertimbangkan
adalah
penyalahgunaan
alkohol
TB Paru - hepatotoksis
dan
2
zat-zat
VI.
DIAGNOSIS
akan
obat,
respon
terhadap
antidotum
obat,
hasil
uji
International
Consensus
Criteria,
diagnosis
10
TB Paru - hepatotoksis
menunjukkan
bahwa
obat
anti-TB
dapat
dilanjutkan,
sementara lebih dari tiga kali lipat ketinggian harus mengarah kepada
penghentian obat karena berpotensi hepatotoksik.
Tes serologis untuk hepatitis virus dapat dilakukan. Dalam satu waktu
prothrombin meningkat secara signifikan, diukur dengan international
normalized ratio (INR), dapat menunjukkan kerusakan hati yang parah,
terutama jika tidak berespon terhadap vitamin K, dan harus mengarah pada
konsultasi dengan hepatologis berkaitan dengan evaluasi untuk transplantasi
hati, jika tersedia.
Diagnosis diferensial berupa hemokromatosis harus dipikirkan karena
adanya
peningkatan
elemen
dari
feritin
dan
saturasi
besi.
Serum
VIII. MANAJEMEN
Pada
pasien
yang
sedang
mengkonsumsi
obat
anti-TB
yang
TB Paru - hepatotoksis
meyakinkan dari penjelasan lain, dan obat-obatan yang berkaitan dengan hal
tersebut harus dihentikan.
Ethambutol dan Streptomisin dianggap aman untuk pasien karena
memang Ethambutol jarang menyebabkan hepatitis dan Streptomisin tidak
menyebabkan hepatitis. Di antara obat lini kedua, Ethionamide, Asam ParaAmmosalicylic (PAS), dan Fluoroquinolones lebih jarang dapat menyebabkan
hepatitis. Kerusakan hati yang parah dapat mendahului gejala lain dengan
hanya beberapa hari, penting bahwa hepatotoksisitas berat diketahui
sesegera mungkin karena keterlambatan menghentikan OAT meningkatkan
risiko kematian. Ada beberapa cara untuk pengulangan kembali pengobatan,
baik berkaitan dengan waktu dan pemilihan obat. Sekali OAT telah
dihentikan, upaya-upaya harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
lain dari hepatitis termasuk alkohol dan hepatitis virus.2
Penatalaksanaan drug induced hepatitis :
-
Bila klinik (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop
Bila gejala klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2 OAT Stop
12
TB Paru - hepatotoksis
IX.
Jika tes darah untuk menilai fungsi hati tersedia, reintroduksi OAT
dapat dimulai segera setelah tes fungsi hati telah normal. Namun, dalam
keadaan beban yang
mungkin tidak dapat dilakukan. Dalam situasi ini, pengobatan sesuai gejala.
Biasanya, penyakit kuning dan gejala lain akan berkurang dalam 1-2 minggu.
WHO merekomendasikan bahwa reintroduksi OAT dilakukan 2 minggu
setelah penyakit kuning hilang.
X.
XI.
hepatitis.
pengenalan
efektif
kemoterapi
dengan
Isoniazid.
Ketika
pengulangan kembali Isonoazid, diberikan dosis awal 50mg per hari. Jika
tidak ada gejala kambuh atau tanda tanda kerusakan, dosis dapat
dinaikkan menjadi 100mg per hari selama 4 hari, lalu dinaikkan kembali
13
TB Paru - hepatotoksis
menjadi 200mg pada hari ketujuh, dan diberikan dosis penuh dari hari ke14.5
Pasien harus dimonitor selama 1 minggu, dan, jika obat tersebut dapat
ditoleransi,
selanjutnya
dapat
dipertimbangkan
kembali
pemakaian
minggu,
Pirazinamid.
Namun,
boleh
jika
mempertimbangkan
ada
hepatitis
dengan
kembali
sakit
pemakaian
kuning,
WHO
diberikan selama 2 bulan sebelumnya, tidak perlu untuk mengulang obat ini,
karena tidak digunakan untuk pengobatan fase selanjutnya. Penyakit kuning yang
asimptomatik sering karena pemakaian Rifampisin. Jika Pirazinamid dan Rifampisin
perlu dihindari, maka digunakan 2SHE/10HE.
XII.
1.
KOMPLIKASI
2.
Pelebaran vena
Ketika ada pembendungan di vena porta maka darah akan mengalir
kembali ke perut, esophagus dan traktus intestinal bagian bawah.
3.
Jaundice
Terjadi jika ada peningkatan bilirubin.
4.
Sirosis
Adalah kondisi hati yang serius dan irreversible.13
Di antara pasien yang mengalami peningkatan transaminase yang
TB Paru - hepatotoksis
kerusakan hati
tidak
dilakukan transplantasi.
XIII. PENCEGAHAN
Pemantauan klinis setidaknya dilakukan setiap bulan. Dilakukan
pemeriksaaan darah transaminase untuk pasien dengan faktor resiko
hepatotoksik
yang
tinggi
untuk
mengetahui
kerusakan
hepar
awal,
perkembangan virus hepatitis atau infeksi HIV; ibu hamil atau postpartum (3
bulan pertama); dan bagi orang yang mengkonsumsi alkohol secara teratur.
Umur (> 35tahun) bukan lagi indikasi bagi pemeriksaan transaminase. Hal
ini direkomendasikan kepada pasien penyakit hepar yang dipantau dengan
pemeriksaan darah sampai transaminase normal. Pada pasien yang tidak
dilakukan pemeriksaan darah, dikelola berdasarkan gejala- gejala klinis. Jika
pasien mederita hepatitis dan telah melakukan pengobatan, hal ini
seharusnya
dicatat
dalam
catatan
pasien
dan
pasien
seharusnya
XIV. PROGNOSIS
Kebanyakan pasien dengan gejala hepatitis akut akibat obat dapat
sembuh secara sempurna setelah pemberian terapi simtomatik dan juga
penghentian obat yang menginduksi. Selain itu, pasien dengan gejala ringan
yang mungkin tidak dikenal (asimtomatik) juga diharapkan pulih tanpa sisa
gejala klinis, laboratorium, radiologi, atau bukti histologis penyakit hati.
Mayoritas pasien dengan kerusakan hati yang signifikan secara klinis seperti
penyakit kuning juga memiliki prognosis umumnya baik untuk sembuh
kembali. Sebagai contoh, 712 dari 784 (90,8%) pasien dengan penyakit
kuning pulih, dan hanya 72 (9,2%) meninggal atau menjalani operasi
transplantasi hati. Sebaliknya, prognosis pasien dengan hepatotoksik berat
yang berkembang menjadi kegagalan hati akut (ALF) dibarengi dengan
15
TB Paru - hepatotoksis
(3)
Bab III
KESIMPULAN
Hepatotoksisitas Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E),
Streptomisin (S) (3 obat pertama bersifat hepatotoksik)
2. Factor risiko hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut, pasien
wanita, status nutrisi buruk, alkohol, punya penyakit dasar hati, karier
HBV, prevalensi tinggi di negara berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut,
pemakaian obat tidak sesuai aturan dan status asetilatornya) dan
Faktor Genetik
3. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC dengan HCV atau HIV yang
memakai OAT adalah 4-5 x lipat.
4. Pada pasien TBC dengan karier HBsAg (+) dan HBeAg (-) yang inaktif
dapat diberikan obat standar jangka pendek (R, H, E dan/atau Z)
dengan syarat pengawasan tes fungsi hati dilakukan tiap bulan
5. Sekitar 10% pasien TBC yang mendapat (H) mengalami kenaikan
aminotransferase dalam minggu pertama terapi menunjukkan respon
adaptif terhadap metabolit toksik obat. (H) dilanjutkan atau tidak tetap
akan terjadi penurunan konsentrasi aminotransferase sampai batas
16
TB Paru - hepatotoksis
Daftar Pustaka
1. Mehta, Nilesh MD, Lisa Ozick, MD and Emmanuel Gbadehan, MD. DrugInduced
Hepatotoxicity.
http://emedicine.medscape.com/article/169814-overview.
november
2009
2. Simon, Schaaf H Prof, Zumla Alimuddin I. Tuberculosis A
Comprehensive Clinical Reference 2009
3. Prihatni, Delita, Ida Parwati, Idaningroem Sjahid, Coriejati Rita. Efek
Hepatotoksik
Anti
Tuberkulosis
terhadap
Kadar
Aspartate
Diagnosis
and
Management.
Philadelphia
Churcill
17
TB Paru - hepatotoksis
hepatitis
with
anti-tubercular
18
TB Paru - hepatotoksis