2.1. Definisi
Keloid merupakan jaringan parut akibat luka atau trauma yang
berkembang
berlebihan, menimbul dan melebihi ukuran luka atau trauma yang terjadi.8Keloid
merupakan tumor jaringan ikat kulit yang umumnya timbul akibat trauma dan bakat.9
Keloid adalah pembentukan jaringan parut berlebihan (pertumbuhan proliferatif)
diatas permukaan kulit yang disebabkan oleh trauma atau luka dan bekas operasi karena
sintesis dan deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis.23, 24
Gambar. Keloid
Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain diperbaiki
melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen tersebut
meliputi pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberelastisitas kulit), serat kolagen
(memberi ketegangan kulit), dan gliko-saminoglikan yang membentuk matriks di mana
serat-serat struktural, saraf dan pembuluh darah berada. 23, 24
Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses penyembuhan luka
tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut hipertrofik atau keloid. Jaringan parut
abnormal tersebut dapat menyebabkan gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan
penatalaksanaannya relatif sulit. 23, 24
Lapisan epidermis atau kutikel, terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum,stratum
granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (terdiri atas dua jenis sel :sel-sel
kolumner dan sel pembentuk melanin).
2.
Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin). Secara garis besar dibagi menjadidua
bagian, yakni : pars papillare dan pars retikulare.
3.
Ada tujuh fungsi utama kulit adalah fungsi proteksi (pelindung terhadap cedera
fisik,kekeringan, zat kimia, kuman penyakit dan radiasi), absorpsi, ekskresi, persepsi (faal
perasa dan peraba yang dijalankan oleh ujung saraf sensoris Vater paccini, Meisner,Krause,
dan Ruffini yang terdapat di dermis), pengatura suhu tubuh (termoregulasiakibat adanya
jaringan kapiler yang luas di dermis, adanya lemak subkutan, dankelenjar keringat),
pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dankeratinisasi).10
2.3. Etiologi
Faktor-faktoryangmemainkanperan
utamadalam
pembentukan
keloid
adalah
predisposisi genetic dan beberapa bentuk trauma kulit. Kulit atau luka akan menimbulkan
ketegangandan menjadi penyebab penting dalam pembentukan bekas luka hipertrofik dan
keloid. Scar yang melalui sendi atau lipatan kulitdi sudut kanan cenderung untuk
membentuk bekas luka hipertrofik, karena kekuatan disebabkan oleh ketegangan konstan
yang terjadi. Meskipun keloid dapat terjadi pada semua usia, namun cenderung dialami pada
usia pubertas. Bahwa individu yang lebih muda lebih sering mengalami traumadan kulit
mereka lebih elastic dibandingkan kulit seseorang yang usianya lebih tua.
Kebanyakan keloid dialami seseorang yang berkulit hitam dan itu disebabkan oleh
faktor genetik. Terbentuknya keloid terutama terjadi padabagian tubuh dengan konsentrasi
melanosit yang tinggi, dan sangat
Terbentuknya keloid juga telah dikait kandengan factor endokrin. Menopause juga
mendorong resesi keloid, sedangkan wanita melaporkan pembesaran onset keloid selama
kehamilan 12
2.4.Patogenesis
Pemahaman tentang penyembuhan luka normal sangat penting dalam upaya
memahami mekanisme pembentukan keloid. Secara klasik, penyembuhan luka terbagi
dalam tiga fase, yaitu: inflamasi, fibroblastik dan maturasi.2
Secara umum, keloid timbul setelah cedera atau inflamasi kulit pada individu yang
beresiko. Keloid dapat terjadi dalam jangka waktu satu bulan sampai satu tahun setelah
trauma atau inflamasi. Trauma kulit pada dermis retikuler atau lapisan kulit lebih dalam lagi
cenderung berpotensi menjadi skar hipertrofik dan keloid. Beberapa penyebab keloid yang
sering dilaporkan adalah: akne, folikulitis, varicella, vaksinasi, tindik telinga, luka robek
dan luka operasi. Luka kecil sekalipun, bahkan bintil bekas gigitan serangga dapat menjadi
keloid. Injeksi menggunakan jarum ukuran kecil, seperti injeksi anestesi lokal, biasanya
tidak menimbulkan keloid. Keloid dapat terjadi pada injeksi yang memprovokasi inflamasi,
seperti vaksinasi. Penelitian di Taiwan mendapatkan bahwa 10% remaja mendapat keloid
pada tempat bekas injeksi vaksin Bacil Calmette Guerin (BCG).1
Setelah terjadi trauma/luka, pada lokasi luka terjadi degranulasi platelet, aktifasi
faktor pembekuan dan komplemen, mengakibatkan pembentukan bekuan fibrin untuk
hemostasis. Bekuan ini selanjutnya berperan sebagai rangka untuk penyembuhan luka.
Degranulasi platelet menyebabkan pelepasan dan aktifasi sitokin poten termasuk
transforming growth factor- (TGF-), epidermal growth factor (EGF), insulin like growth
factor-1 (IGF-1) dan platelet-derived growth factor (PDGF). Growth factor berfungsi
merekrut dan mengaktifkan sel netrofil, epitel, endotel makrofag, sel mast dan fibroblas.2
Pembentukan jaringan granulasi dan maturasi skar membutuhkan keseimbangan
antara biosintesis kolagen dan degradasi matriks hingga dicapai penyembuhan luka optimal.
Makrofag, fibroblas dan pembuluh darah bergerak ke tempat luka untuk mengembalikan
integritas dermal yang rusak. Makrofag merupakan sumber sitokin yang berfungsi untuk
stimulasi fibroplasia dan angiogenesis. Fibroblas berfungsi membangun komponen matriks
ekstraseluler baru, memulai sintesis kolagen dan menciptakan regangan tepi luka melalui
protein yang kontraktil seperti aktin dan desmin. Pembuluh darah menyuplai oksigen dan
nutrisi untuk mempertahankan pertumbuhan sel. Degradasi matrik dikoordinasikan melalui
aksi kolagenase, proteoglikanase, metalloproteinase dan protease.14
Seiring dengan proses diatas, faktor antifibrotik juga dilepaskan, termasuk interferon dan interferon- yang diproduksi oleh leukosit dan fibroblas, sedangkan interferon-
diproduksi oleh limfosit T. Interferon berfungsi menghambat sintesis kolagen dan
fibronektin oleh fibroblas. Interferon juga menghambat diferensiasi fibroblas. Maturasi skar
berakhir dengan dengan regresi stimulasi sitokin dan stimuli angiogenik, menghasilkan skar
yang hiperemis dan contracted. Scar remodelling terjadi pada 6-12 bulan selanjutnya,
dengan skar yang terbentuk mendekati 70-80% tensile strength kulit normal. Fase inflamasi
yang memanjang mengakibatkan peningkatan aktifitas sitokin. Resiko pembentukan keloid
meningkat seiring dengan aktifitas sitokin yang berkepanjangan.15
Penelitian lain tentang patogenesis keloid mendapatkan bahwa pada keloid terjadi
down-regulation gen yang terkait apoptosis. Selain itu pada biakan fibroblas keloid
didapatkan produksi kolagen dan matriks metalloproteinase lebih besar dibandingkan
fibroblas dermal normal.16
A. Histopatolgi
Karakteristik histologis keloid adalah peningkatan kolagen dan glikosaminoglikan.
Terdapat banyak serabut kolagen berhyalin tebal yang tersusun secara tidak teratur, disebut
sebagai keloidal collagen.1 Susunan kolagen yang tidak beraturan ini berbeda dari serabut
kolagen normal yang tersusun secara paralel terhadap epidermis. Selain itu pada keloid
terdapat beberapa gambaran histologis, diantaranya: tidak adanya pembuluh darah yang
tersusun vertikal, adanya gambaran seperti ujung lidah di bawah epidermis dan papiler
dermis yang tampak normal, gambaran horizontal fibrous band dan fascia like band di
dermis retikuler bagian atas.20
2.6. Penatalaksanaan
Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis keloid yang ada saat ini, terdapat tiga
pendekatan terapi yang dapat digunakan: manipulasi terhadap aspek mekanis penyembuhan
luka, koreksi terhadap ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen, dan
perubahan respon imun/inflamasi.2
Penanganan keloid merupakan masalah yang sulit, karena rendahnya respon
penyembuhan terhadap berbagai terapi dan cenderung kambuh. Keloid yang hanya diterapi
dengan pembedahan memiliki angka kekambuhan sampai 80%.1
Pada ukuran dan jumlah lesi keloid harus diukur untuk merencanakan penanganan
keloid. Penggolongan ini penting karena lesi yang kecil (dini) dapat diterapi secara radikal
dengan cara pembedahan dan terapi ajuvan. Terapi laser sebagai monoterapi juga efektif
untuk terapi radikal keloid dini. Terapi konservatif non bedah, tidak efektif jika digunakan
sebagai monoterapi.21
Pasien dengan keloid berukuran besar biasanya disertai infeksi dan nyeri, sehingga
pengurangan ukuran masa keloid dan terapi simtomatik dengan berbagai modalitas terapi
harus dipertimbangkan kasus per kasus.21
Penanganan keloid yang paling sering digunakan dan paling sering dilaporkan
efikasinya adalah injeksi kortikosteroid intralesi, bedah eksisi, cryotherapy, laser, radiasi
dan silicone gel sheeting. Beberapa metode penanganan keloid lain lebih jarang digunakan
namun secara efikasi cukup efektif adalah: imiquimod topikal dan antimetabolit (5fluorouracil dan bleomisin).
1.
10
tindakan yang cukup menyakitkan bagi pasien. Untuk mengurangi nyeri saat injeksi
KIL, sebelum injeksi digunakan salap anestetik eutectic mixture of local anesthetics
(EMLA), dapat juga dengan cara triamsinolon diencerkan dengan lidokain, atau
anestesi dengan cara infiltrasi menggunakan lidokain. Cara yang terakhir
disebutkan lebih efektif dalam mengurangi nyeri saat injeksi KIL. Karena nyeri saat
injeksi dan kekhawatiran terhadap penggunaan kortikosteroid dosis tinggi secara
berulang maka injeksi KIL sulit digunakan untuk keloid yang berukuran besar atau
berjumlah banyak.22
2.
Bedah Eksisi
Bedah eksisi merupakan cara penanganan keloid yang pertama kali
dikenal. Pertama kali dilakukan oleh Druit di tahun 1844 dan disempurnakan
oleh De Costa pada tahun 1903. Secara umum pembedahan diperlukan
sebagai terapi lini kedua untuk lesi yang tidak berespon terhadap terapi lain.
11
Selain itu bedah eksisi juga dilakukan pada lesi keloid yang luas sehingga
membutuhkan debulking lebih dahulu sebelum terapi lain dilakukan.2
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pada bedah eksisi keloid.
Semua sumber yang dapat menyebabkan inflamasi, termasuk folikel rambut
yang terperangkap, kista epitelial dan sinus tract harus dibuang, karena hal
tersebut dapat berpotensi menjadi sumber fibrogenic growthstimuli.
Rekonstruksi bedah sedapat mungkin didesain untuk mengurangi trauma
jaringan dan wound tension, serta mencegah terjadinya dead space, hematom
dan infeksi. Reorientasi skar harus sejajar dengan garis skin tension.2
Jika kulit sekitar eksisi tidak dalam kondisi tension yang berlebihan,
keloid berukuran kecil dapat dieksisi dan luka ditutup secara primer. Namun
jika penutupan primer tidak mungkin dilakukan dan memerlukan tandur kulit,
maka dilakukan eksisi keloid dengan meninggalkan daerah berbentuk elips
yang akan ditanamkan tandur kulit. Daerah berbentuk elips ini berfungsi
untuk menurunkan central tensile forces, dan diharapkan dapat menurunkan
kemungkinan untuk kambuh. Tandur kulit full thickness lebih baik dibanding
tandur kulit split thickness, karena memungkinkan penutupan luka lebih baik
dan menyediakan struktur mikrovaskuler yang cukup untuk meyakinkan
terjadi anastomosis dengan struktur mikrovaskuler host sehingga mengurangi
angiogenesis dan proliferasi fibroblast.2
Bedah eksisi pada kebanyakan kasus keloid bukanlah tindakan kuratif.
Rekurensi setelah tindakan berkisar antara 45% sampai 100%. Karena
rekurensi yang tinggi ini, bedah eksisi saja tanpa terapi tambahan bukanlah
12
terapi terbaik. Eksisi sering menyebabkan skar yang lebih panjang dari keloid
asalnya dan bila kambuh dapat terjadi keloid yang lebih besar lagi. Injeksi
kortikosteroid intralesi untuk menurunkan angka rekurensi dapat dilakukan
intraoperatif atau pasca eksisi. Umumnya digunakan triamsinolon asetonid
intralesi, dimulai dua minggu setelah eksisi, dilanjutkan sampai satu tahun
atau sampai wound bed tetap sejajar dengan kulit sekitar selama. Alternatif
monoterapi tambahan lain adalah imiquimod topikal dan terapi radiasi.21
Beberapa peneliti menyebutkan bahwa wound tension yang berlebihan
mungkin menyebabkan pembentukan keloid, oleh karena itu disarankan
penyatuan tepi luka didesain untuk meminimalisir wound tension. Perawatan
seksama harus dilakukan untuk menjaga wound tension di garis luka supaya
tetap relaks, hal ini dicapai
Radiasi
Mekanisme terapi radiasi dalam mencegah keloid masih sangat kurang
dimengerti. Radiasi diduga mengontrol sintesis kolagen dengan cara
mengeliminasi fibroblas abnormal dan meningkatkan fibroblas normal yang
telah ada. Radioterapi juga dihubungkan dengan penghambatan pembentukan
neovascular buds dan proliferating young fibroblasts sehingga menurunkan
produksi kolagen pada fase awal penyembuhan luka. Analisis in vitro terapi
radiasi terhadap fibroblas keloid menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
apoptosis sel tersebut akibat radiasi. Kombinasi pembedahan dengan radiasi
pascaoperasi merupakan metoda yang lebih efektif untuk mengatasi keloid
13
electron beam.23
Efek samping yang sering terjadi adalah transient erythema dan
hiperpigmentasi. Terapi radiasi memiliki resiko karsinogenesis, sehingga
walaupun resiko ini kemungkinan kecil terjadi pada keloid, pasien harus tetap
diberitahu agar waspada karena secara teori hal itu mungkin terjadi.1
4.
Cryotherapy
Cryotherapy menggunakan refrigerant, sebagai terapi tunggal atau
dikombinasi dengan injeksi KIL telah lama digunakan sebagai terapi keloid.
Metoda aplikasi cryotherapy adalah dengan cara ditempelkan, disemprotkan,
dan disuntikkan intralesi. Dalam sebuah penelitian randomized clinical trial,
Layton dkk mendapatkan bahwa lesi vaskuler dini berespon lebih baik secara
signifikan dibanding lesi yang lebih besar, sehingga disimpulkan cara ini
efektif untuk keloid berukuran kecil.15
Bahwa kerusakan sel dan mikrovaskuler yang diakibatkan oleh
cryotherapy, secara langsung menyebabkan stasis dan pembentukan trombus
sehingga terjadi nekrosis serta perlunakan dan pendataran keloid. Secara in
vitro, cryotherapy mampu mengubah sintesis kolagen dan differensiasi
14
5.
Laser
Mekanisme yang mendasari efek terapi laser pada keloid, masih belum
jelas sepenuhnya. Coagulation necrosis pembuluh darah akibat efek selective
photothermolysis dan efek panas yang dihasilkan oleh energi laser
menyebabkan penghancuran kolagen, perbaikan susunan serat kolagen,
sintesis kolagen baru dan pelepasan histamin. Nekrosis pembuluh darah juga
menyebabkan penurunan aliran darah kapiler di papila dermis. Kolagen yang
baru terbentuk, bukanlah keloidal collagen melainkan kolagen normal.25
15
diperkuat
dengan
silicon
membranebacking.
Lapisan tersebut dapat melekat dengan mudah pada jaringan skar atau
direkatkan dengan plester. Lapisan dapat dicuci setiap hari dan dipakai
kembali, maksimal sampai 12 hari. Silicone gel sheet didesain untuk
digunakan pada kulit yang intak. Lapisan membran tersebut sebaiknya tidak
digunakan pada luka terbuka atau pada kulit dengan kelainan dermatologi
yang mengintervensi kontinuitas kulit. Idealnya, silicone sheet diaplikasikan
pada stadium awal ketika jaringan skar mulai menunjukkan tanda ke arah
berkembangnya jaringan skar hipertrofik (kemerahan, membesar). Pasien
16
5-Fluorouracil
5-Fluorouracil (5-FU), merupakan analog pirimidin yang banyak
digunakan dalam pengobatan kanker dan glaukoma. Dalam sel 5-FU
dikonversikan menjadi substrat aktif yang menghambat sintesis DNA dengan
cara kompetitif terhadap penggabungan urasil. Penelitian terbaru mendapatkan
bahwa 5-FU memiliki efikasi yang baik untuk menangani keloid. Kemampuan
17
digunakan
nitroge
liquid
yang
mempengaruhi
18
modalitas terapi yang lain menghasilkan resolusi tanpa rekurensi pada 51 74%
pasien setelah 30 bulan observasi. Eksisi Rekurensi dapat terjadi sekitar 45100% pada pasien dengan terapi eksisi tanpamodalitas terapi lain seperti
radioterapi atau injeksi kortikosteroid post eksisi.
Terapi laser dapat digunakan laser karbon dioksida, laser argon atau
YAG laser. Dengan laser karbon dioksida, lesi dapat terpotong dan terbakar
dengan trauma jaringan yangminimal.
2.7. Pencegahan
Pencegahan pembentukan keloid merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
dalam penanganan keloid. Klinisi harus waspada terhadap faktor resiko keloid, termasuk
riwayat keloid, riwayat keloid dalam keluarga, tension di lokasi trauma dan warna kulit
gelap. Keloid timbul jika sebelumnya terjadi cedera kulit walaupun cedera tersebut ringan
sekali. Keloid juga dapat berasal dari proses inflamasi yang lemah, termasuk akne dan
injeksi. Perhatian khusus harus diberikan ketika mengobati pasien dengan riwayat keloid.
Faktor yang dapat dikelola untuk mencegah terjadinya keloid adalah daya mekanik luka
(stretching tension), pencegahan infeksi luka dan reaksi benda asing.21
Beberapa hal penting untuk mencegah keloid adalah:
1.
2.
3.
Hindarkan luka dari daya mekanis langsung (misalnya gesekan dan garukan)
4.
19
5.
Untuk pasien dengan luka di telinga, kurangi kontak dengan bantal ketika tidur,
untuk mencegah gesekan.
6.
Untuk pasien wanita dengan luka di dada, gunakan bra dan pakaian dalam ketat
untuk mencegah regangan kulit yang disebabkan oleh berat payudara.
7.
Untuk pasien dengan luka di supra pubik, dianjurkan untuk memakai korset.
8.
Setelah pembedahan dan trauma, luka yang terjadi harus dijaga tetap bersih
dengan cara melakukan irrigasi dan mengoleskan obat
antibakteri atau
antijamur.
9.
Setelah pembedahan dan trauma, hindari kontak antara dermis daerah luka
(termasuk lubang tindik telinga) dengan benda asing.27,21
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Robles, D.T., Berg, D. 2007. Abnormal wound healing: keloids. Clinics in Dermatology
25:26-32.
2. Urioste, S.S., Arndt, K.A., Dover, J.S. 1999. Keloids and hypertrophic scars: Review and
treatment strategies. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery 18(2):159-71
3. Sjamsoe Daili. E,dkk. 2005. Penyakit kulit yang umum di Indonesia. Jakarta: PT Medical
Multimedia Indonesia.
4. Siregar, RS, Dr. SpKK . 2005. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. EGC.
Jakarta.
5. Moore, KL. 2002. Anataomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates
6. Tedd woods. 2012. www.skinlayer.net/3-layers-of-skin
7. DOLORES WOLFRAM, MD, .2009.Hypertrophic Scars and KeloidsFA Review of Their
Pathophysiology,
Risk
Factors,
and
Therapeutic
Management
www.theaaams.com/wp.../12/Kelloids-rx.pdf
8. Paul
A.K
2004.
Medical
and
surgical
therapies
for
keloids.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
9. Ulrich, D., Ulrich, F., Unglaub, F., Piatkowski, A., Pallua, N. 2010. Matrix
metalloproteinases and tissue inhibitors of metalloproteinases in patients with different
types of scars and keloids. Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery
63:1015-21
10. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P. 2008. Current progress in keloid research and
treatment. J Am Coll Surg 206:731-41.
21
11. Steifert, O., Mrowietz, U. 2009. Keloid scarring: bench and bedside. Arch Dermatol Res
301:259-72
12. Harting, M., Hicks, M.J., Levy, M.L. 2008. Dermal hypertrophies. Dalam: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fizpatricks
Dermatology in General Medicine. 7thed. New York: The McGraw-Hill Companies, 5534
13. Shelley, B.W., Shelley, E.D. 1992. Scar. Dalam: Advanced dermatologic diagnosis. 1st
ed. Philadelphia:WB Saunders Company, 1153-6
14. Lee, S., Yosipovitch, G., Chan, Y., Goh, C. 2004. Pruritus, pain, and small nerve fiber
function in keloids: A controlled study. J Am Acad Dermatol 51:1002-6.
15. Ong, C.T., Khoo, Y.T., Mukhopadhyay, A., Masilamani, J., Do, D.V., Lim, J., dkk. 2010.
Comparative proteomic analysis between normal skin and keloid scar. British Journal of
Dermatology 162:1302-15.
16. Ogawa, R. 2010. The most current algorithms for the treatment and prevention of
hypertrophic scars and keloids. Plast Reconstr Surg 125:557-68.
17. Hochman, B.,
Triamcinolone Acetonide for Keloid Treatment:A Systematic Review. Aesth Plast Surg
32:705-9
18. Speranza, G., Sultanem, K., Muanza, T. 2008. Descriptive study of patients receiving
excision and radiotherapy for keloids. Int J Radiation Oncology Biol Phys 71:1465-9
19. Berman, B., Villa A.M., Ramirez, C.C. 2005. Novel opportunities in the treatment and
prevention of scarring. J Cutan Med Surg 32-6
22
20. Cho, S.B., Lee, J.H., Lee, S.H., Lee, S.J., Bang, D., Oh S.H. 2010. Efficacy and safety
of 1064-nm Q-switched Nd:YAG laser with low fluence for keloids and hypertrophic
scars. JEADV24:1070-4
21. Staff pengajar Bagian Ilmu bedah FK UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.
22. Kelly, A.P. 2009. Update on the management of the keloids. Semin Cutan Med Surg.
28:71-6.
23. Hartyng M, Hicks MJ, Levy ML. Dermal hypertrophies. In: Wolff K, et al, editor.
th
Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7 Edition. New York: Mc. Graw Hill,
2008. h. 553-4
24. Thompson. Lester. 2001. Skin Keloid. ENT Journal.
23