Disusun Oleh :
MUHAMMAD FIKRI
13/JP031187/PEK/281240
PENDAHULUAN
Kemenpan-RB, terlihat indikasi kontribusi yang sangat rendah terhadap kemajuan negara.
Terbukti dari hasil evaluasi kinerja yang diterbitkan oleh Kemenpan-RB, peningkatan jumlah
lembaga dan pemerintah provinsi yang mendapat nilai B (Baik) sangat rendah setiap tahunnya.
Hal ini tentu tidak sejalan dengan semangat revormasi birokrasi dalam menciptakan birokrasi
pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan
bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilainilai dasar dan kode etik aparatur negara. Pembahasan tentang evaluasi kinerja organisasi sektor
publik memang merupakan topik yang hangat diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir di
instansi pemerintahan berbagai negara.
Menurut Maryanto dalam AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH
(AKIP) DAN PENGUKURAN KINERJA, Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
adalah instrumen pertanggungjawaban yang pada pokoknya terdiri dari berbagai indikator dan
mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian, dan pelaporan kinerja secara menyeluruh dan
terpadu untuk memenuhi kewajiban suatu instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, serta misi organisasi.
Terdapat lima komponen dalam mengevaluasi LAKIP dan masing-masing memiliki bobot
penilaian, dimulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi
kinerja dan pencapaian kinerja. Namun Nur Ana Sejati (2012) dalam artikelnya Mengapa Hasil
Evaluasi SAKIP Masih Rendah?, menyatakan bahwa rendahnya evaluasi atas sistem AKIP di
pemerintah daerah tak bisa dilepaskan dari peraturan perundangan yang belum mendukung
terwujudnya sistem tersebut secara sempurna. Penyelenggaraan pemerintahan daerah pada
dasarnya lebih dipengaruhi oleh peraturan perundangan yang mengatur daripada sebuah konsep
atau substansi yang diyakini kebenarannya dan praktik-praktik yang sehat. Sehingga peran
peraturan perundangan yang sinkron dengan penerapan suatu konsep sangat berpengaruh
terhadap kesediaan pemda untuk menerapkannya. Sama halnya dengan sistem AKIP yang hingga
tahun 2008 belum didukung oleh peraturan perundangan guna lebih mendorong pemerintah
daerah menerapkan konsep akuntabilitas dan manajemen kinerja. Bahkan hal tersebut diperkuat
oleh critical review yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Informasi
dan Otoriasi Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (PUSLITBANG SIOLAN
LAN) yang menyimpulkan :
hanya terbatas pada keuangan saja. Perluasan itu kearah tiga perspektif yang lain
yaitu: customer, proses bisnis intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan itu
menghasilkan manfaat sebagai berikut:
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks
2. Koheren berarti Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan
sebab akibat diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan
strategis. Kekoherenan itu akan memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam
mencari inisiatif strategis yang menghasilkan sasaran strategis yang bermanfaat untuk
menghasilkan kinerja keuangan.
3. Seimbang berarti empat perspektif yang ada di dalam Balanced Scorecard mencerminkan
keseimbangan antara pemusatan ke dalam (internal focus) dengan ke luar (external focus).
Keseimbangan antara proses bisnis intern dan pertumbuhan dan pembelajaran
sebagai internal focus dengan kepuasan customer dan kinerja keuangan sebagaiexternal
focus.
4. Terukur berarti sasaran strategis yang sulit diukur secara tradisional dalam Balanced
Scorecard dilakukan pengukuran agar dapat dikelola dengan baik. Sasaran strategis yang
sulit diukur adalah customer, proses bisnis intern serta pertumbuhan dan pembelajaran.
Mengenai kesesuaian dengan kondisi lingkungan bisnis saat ini, Balanced Scorecard juga
menampakkan kelebihannya dibandingkan pengukuran kinerja tradisional. John Corrigan
(1996) menjelaskan The Balanced Scorecard represents an opportunity for organizations
to develop a measurement systems that enhances performance within the dynamics of
todays business environment.
Penerapan balance scorecard dapat berfungsi sebagai pelengkap atau bahkan
menggantikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang berlaku dalam menunjang
perbaikan hasil kualitas evaluasi kinerja dan kemudahan dalam penerapannya di instansi
pemerintah. Dari latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan kajian lebih lanjut
dengan judul penelitian Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala Kapuas
Ddengan Menggunakan Pendekatan Balance Scorecard.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Evaluasi kinerja organisasi sektor publik, khususnya pemerintah daerah yang mengacu
pada Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dianggap belum cukup komplek
dalam memetakan indikator keberhasilan. Sehingga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan
menggunakan alternatif evaluasi kinerja yang dapat mengukur aspek keuangan dan
nonkeuangan, yaitu salah satunya menggunakan pendekatan balance scorecard. Mahmudi (2007)
menyatakan, hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan hanya
sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan
nonkeuangan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
Bagaimana evaluasi kinerja di organisasi sektor publik dengan menggunakan pendekatan
balance scorecard.
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah, berikut ini adalah pertanyaan penelitian tentang bagaimana
evaluasi kinerja organisasi sektor publik dengan menggunakan pendekatan balance scorecard :
1. Apakah pendekatan balance scorecard bisa digunakan sebagai dasar evaluasi kinerja di
Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala Kapuas?
2. Bagaimana evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala Kapuas sebelum
menggunakan pendekatan balanced scorecard?
3. Bagaimana evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala Kapuas sesudah
menggunakan balanced scorecard?
4. Bagaimana perbedaan kualitas informasi dari evaluasi kinerja setelah dan sebelum
menggunakan pendekatan balance scorecard?
1.4. METODE PENELITIAN
1.4.1.
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sifat keadaan ( attributes) dari sesuatu benda, orang, atau
keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa
berupa sifat, kuantitas, dan kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan,
pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpati-antipati, keadaan batin, dsb.
(orang), bisa pula berupa proses dan hasil proses (lembaga).
Objek penelitian ini adalah evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala Kapuas
dengan menggunakan pendekatan balance scorecard.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan yaitu data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berbentuk
kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik
pengumpulan data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi.
Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman
video. Data kualitatif berfungsi untuk mengetahui kualitas dari sebuah objek yang akan diteliti.
2.
Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan
sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data
primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang
digunakan untuk mendapatkan data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi.
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder
umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Data primer dan sekunder diperoleh dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala Kapuas,
instansi pemerintahan lain, jurnal, LAKIP, SAKIP, LHP, literatur, laporan dan dokumen lain yang
sesuai dan menunjang dalam penelitian ini.
1.4.3. Teknik Pengumpulan Data
1.
Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan
panca indra. Tetapi observasi sebenarnya adalah kegiatan mengumpulkan data yang digunakan
untuk menghimpun data dalam penelitian melalui panca indra atau diartikan sebagai pengamatan
dalam pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi
dalam penelitian ini akan difokuskan pada evaluasi kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kuala
Kapuas.
2.
Interview (wawancara)
Interview atau wawancara adalah sebuah percakapan langsung (face to face) antara peneliti
dan informan, dalam proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
wawancara yang terstruktur. Maksudnya adalah proses wawancara dilakukan secara terencana.
Dalam hal ini, peneliti terlebih dahulu menyiapkan interview guide sebagai panduan dalam
mewawancarai informan untuk mendapatkan informasi.
3.
Studi Pustaka
Dokumentasi atau studi pustaka adalah metode yang digunakan untuk menelusuri
data history atau mengkaji literatur-literatur dan laporan-laporan yang berkaitan dengan judul
penelitian.
1.4.4. Metode Analisis Data
Moleong (1991) menyatakan bahwa prinsip penelitian kualitatif adalah menemukan teori
dan data. Peranan teori baru atau verifikasi teori baru akan tampak sewaktu analisis data ini
mulai dilakukan. Tahapan analisis data merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dengan
tahapan-tahapan lainnya. Data primer dan sekunder dianalisis secara kualitatif, melalui verstehen
atau interpretasi atau juga disebut dengan tafsir. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif dan menggunakan teknik analisis diskriptif kualitatif dan interpretatif.
REFERENSI
(22:31,
kinerja
instansi
(11:29,