Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Pada umumnya benih dipanen untuk ditanam kembali sehingga dapat
dihasilkan individu baru. Namun berbeda kisahnya jika benih tersebut merupakan
benih yang mengalami dormansi. Benih seperti itu tidak dapat langsung ditanam
namun harus diberi perlakukan tertentu untuk dapat berkecambah dan tumbuh.
Industri obat tradisional di Indonesia berkembang dengan cukup pesat. Namun
sejalan dengan perkembangan industri obat muncul pula permasalahan mengenai
suplai bahan baku yang hingga kini masih mengandalkan pasokan dari hutan atau
habitat alami dan sebagian kecil berasal dari hasil budidaya (Hasanah dan Rusmin,
2006).
Salah satu tanaman obat yang masih mengandalkan pasokan dari hutan adalah
tanaman saga. Tanaman saga memiliki pertumbuhan yang merambat dan sudah biasa
ditanaman oleh masyarakat (Purwantoro dan Roemantyo, 1993). Bagian dari tanaman
saga yang dimanfaatkan sebagai obat yaitu bagian daun dan biji. Daun saga banyak
dimanfaatkan sebagai obat batuk, sariawan dan bronchitis, amandel, dan sakit
tenggorokan.
Selain permasalahan pasokan bahan baku tanaman obat yang masih
mengandalkan pasokan hutan adapula kendala lain yang menghambat kebutuhan
pasokan bahan baku tersebut. Diantaranya adalah sifat benih tanaman obat yang
mengalami dormansi. Benih tanaman daga merupakan salah satunya. Benih saga
memiliki presentase benih dorman yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan sifat kulit
benih saga yang keras dan dilapisi oleh lapisan lilin sehingga tidak bisa menyerap air
dan gas secara langsung. Maka dari itu diperlukan perlakuan khusus untuk
mematahkan dormansi pada benih saga dan untuk mempercepat perkecambahannya.

1.2

Tujuan
Laporan ini disusun untuk mengetahui kualitas benih melalui pengujian
dormansi pada benih saga dengan perlakuan pengamplasan terlebih dahulu serta untuk
mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi dormansi benih saga tersebut.
Adapun tugas ini sebagai sarana pemenuhan nilai pada mata kuliah Teknologi
Perbenihan I.

Anda mungkin juga menyukai