Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan. Tanpa
kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang
diinginkan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan
perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan
kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal.
Pembelajaran di Indonesia hingga saat ini masih dianggap belum maksimal. Pembelajaran di
sekolah memberikan dampak pada pendidikan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara lain,
pendidikan di Indonesia masih sangat jauh. Pendidikan merupakan hal yang berkaitan dengan sistem
kurikulum yang dijalankan. Kemerosotan pendidikan di Indonesia yang tertinggal dari negara lain,
sangat erat kaitannya dengan masalah-masalah kurikulum yang dijalankan oleh para tenaga pendidik
dan Mendiknas. Untuk memajukan kembali pendidikan di Indonesia, maka kita harus terlebih dahulu
mengetahui masalah-masalah yang telah dihadapi oleh kurikulum Indonesia. Setelah itu, barulah kita
mampu mencari solusi untuk memecahkan masalah kurikulum di Indonesia.
Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional,
termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan
menyesuaikan diri dengan perubahan.
Perubahan kurikulum yang terjadi di Indonesia dewasa ini salah satu diantaranya adalah
karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu dinamis. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilainya
dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana secara
menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh prubahan iklim ekonomi,
politik, dan kebudayaan. Sehingga dengan adanya perubahan kurikulum itu, pada gilirannya
berdampak pada kemajuan bangsa dan negara. Kurikulum pendidikan harus berubah tapi diiringi juga
dengan perubahan dari seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia yang harus mengikuti perubahan
tersebut, karena kurikulum itu bersifat dinamis bukan stasis, kalau kurikulum bersifat statis maka
itulah yang merupakan kurikulum yang tidak baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Masalah kurikulum yang kompleks di Indonesia
2. Masalah kurikulum di Indonesia sering berganti nama
3. Masalah kurangnya sumber prinsip pengembangan kurikulm di Indonesi
C. Tujuan Penulisan
Ada pun tujuan penulisan dalam makalah ini, di antaranya adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah pengelolaan pendidikan
2. Mengetahui masalah-masalah yang terjadi pada kurikulum di Indonesia
3. Mengetahui cara atau solusi untuk mengatasi masalah kurikulum di Indonesia
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah segala sesuatu yang dijalankan, dilaksanakan, direncanakan, diajukan dan
diawasi pelaksanaannya yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, perkembangan siswa agar
mampu ikut andil dalam masyarakat dan berguna bagi masyarakat, juga akan berguna masa depannya
kelak.
1.
Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia
terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang
materi yang harus dikuasainya. Ssiswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi
yang sudah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang
diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dan hanya memahami sepintas tentang
materi tersebut. Dampaknya, pengetahuan siswa akan sangat terbatas dan siswa kurang mengeluarkan
potensinya, daya saing siswa akan berkurang.
Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan
semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani
dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami
kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru. Kurikulum di
Indonesia yang cenderung fokus pada kemampuan intelektual membuat bakat atau soft skill siswa
tidak berkembang. Padahal, sebenarnya bakat siswa bermacam-macam dan tidak bisa dipaksa harus
berada di suatu bidang saja. Akibat soft skill yang kurang tergali, di katakan Rektor Universitas
Pakuan, Bibin Rubini saat ini tawuran serta bentrok makin marak. Selain itu, Bibin juga
mengingatkan banyaknya aturan dan ketentuan yang ada dalam sistem pendidikan tidak
diimplementasikan. "Jika dilihat, sistem pendidikan kita tidak jauh berbeda dengan negara lain. Hanya
saja, di negara lain diimplementasikan dengan baik, sedangkan di kita hanya sekadar
aturan," misalnya kebijakan sekolah gratis tidak diterapkan dengan baik sehingga masih banyak
siswa tidak mampu yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena keberatan dengan biaya
pendidikan yang mahal. Jadi kebijakan yang ada diimplementasikan dengan baik, terutama soal wajib
belajar, maka angka partisipasi kasar pendidikan kita tentu akan semakin meningkat (A-155/A-89).
2.
3.
Pengembangan suatu kurikulum tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk menunjukan
dari mana asal mula lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip pengembangan
kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti
efektif), data eksperimen (temuan hasil penelitian), cerita/legenda yang hidup di masayaraksat
(folklore of curriculum), dan akal sehat (common sense).
Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu sifatnya sangat terbatas.
Terdapat banayk data yang bukan diperoleh dari hasil penelitian juga terbukti efektif untuk
memecahkan masalah-masalah yang komploks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat
(folklore of curiculum). Ada juga hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense).
C. Solusi
Dari masalah-masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tentu akan ada solusi yang mampu
untuk memecahkannya.
Berikut ini adalah beberapa solusi yang dapat dilakukan :
1. Mengubah paradigma dari pengajaran yang berbasis sistetik-materialistik menjadi religius. Solusi ini
menunjukan akan berkurangnya kemerosotan moral. Dimana tidak akan ada lagi siswa cerdas yang
tidak bermoral.
2. Mengubah konsep awal paradigma kurikulum menjadi alur yang benar untuk mencapai suatu tujuan
yang sebenarnya.
3. Melakukan pemerataan pendidikan melalui pemerataan sarana dan prasarana ke sekolah terpencil,
sehingga tidak akan ada lagi siswa di daerah terpencil yang terbelakang pendidikan.
4. Menjalankan kurikulum dengan sebaik mungkin.
5. Membersihkan organ-organ kurikulum darin oknum-oknum tak bertanggung jawab.
6. Mengadakan studi kasus penelitan di setiap daerah Nusantara, agar dapat melahirkan pengalaman dan
dokumentasi yang kuat dan efektif dalam pengembangan kurikulum. Studi kasus penelitian ini
sepertiMempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undangundang, keputusan pemerintah, peraturan-peraturan daerah dan lain sebagainya, Menganalisis
budaya masyarakat tempat sekolah berada, Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah,
Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja, Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka
kepentingan masyarakat.
Faktor sosial budaya sangat penting dalam penyusunan kurikulum yang relevan, karena kurikulum
merupakan alat untuk merealisasikan sistem pendidikan, sebagai salah satu dimensi dari kebudayaan. Implikasi
dasarnya adalah sebagai berikut:
1.
Kurikulum harus disusun berdasarkan kondisi sosial-budaya masyarakat. Kurikulum disusun bukan saja harus
berdasarkan nilai, adat istiadat, cita-cita dari masyarakat, tetapi juga harus berlandaskan semua dimensi
kebuadayaan seperti kehidupan keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya.
2.
Karena kondisi sosial budaya senantiasa berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan masyarakat, maka
kurikulum harus disusun dengan memperhatikan unsur fleksibilitas dan bersifat dinamis, sehingga kurikulum
tersebut senantiasa relevan dengan masyarakat. Konsekuensi logisnya, pada waktunya perlu diadakan perubahan
dan revisi kurikulum, sesuai dengan perkembangan dan perubahan sosial budaya yang ada pada saat itu.
3.
Program kurikulum harus disusun dan mengandung materi sosial budaya dalam masyarakat. Ini bukan hanya
dimaksudkan untuk membudayakan anak didik, tetapi sejalan dengan usaha mengawetkan kebudayaan itu
sendiri. Kemajuan dalam bidang teknologi akan memberikan bahan yang memadai dalam penyampaian
teknologi baru itu kepada siswa, yang sekaligus mempersiapkan mempersiapkan para siswa tersebut agar
mampu hidup dalam teknologi itu. Dengan demikian, sekolah benar-benar dapat mengemban peran dan
fungsinya sebagai lembaga modernisasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia mengalami kemerosotan di bidang pendidikan. Jika dibandingkan dengan negara
lain, Indonesia menduduki peringkat di bawah negara-negara di Asia. Hal ini sangat berkatan dengan
masalah-masalah kurikulum yang dihadapi Indonesia. Masalah kurikulum di Indonesia dapat
diselesaikan tidak cukup dengan mengganti namanya saja, melainkan harus melakukan perombakan
secara menyeluruh dari kurikulum.
Masalah kurikulum juga terletak dari sarana dan prasarana yang kurang merata. Selain itu,
kurikulum Indonesia yang terlalu kompleks, kurangnya sumber prinsip pengembangan dan
membebani siswa beserta guru yang berkaitan menjadikan kurang maksimalnya pembelajaran.
B. Saran
Persoalan yang sering kita temui di lapangan jangankan menyusun kurikulum, menjalankan
kurikulum yang sudah ada sulitnya bukan main. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya kongkrit
untuk mengiringi suksesnya penyempurnaan kurikulum ini.
Langkah perbaikan itu ibarat pepetah tiada rotan akarpun berguna, maka pemerintah
sebaiknya melakukan berbagai langkah perbaikan konsep dengan melibatkan berbagai
unsur/Stakholders pendidikan dan melakukan studi/penelitian lebih mendalam sebelum kebijakan
tersebut bergulir.
http://sarusmalafu25.blogspot.com/2013/05/maslah-masalah-yangberkaitan-dengan.html
teknologinya.
Kurikulum
yang
pernah
diberlakukan
di Indonesia dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
secara
nasional
saat pekerja kurikulum membuat keputusan dan beraksi untuk menetapkan rencana
yang akan dilaksanakan oleh guru dan siswa. Jadi perencanaan merupakan fase
berfikir atau fase disain.
3. Penerapan kurikulum adalah menterjemahkan rencana ke dalam tindakan. Pada saat
hasilnya diases dan keberhasilan pebelajar dan program ditentukan. Fase ini akan
dibahas lebih rinci pada langkah-langkah pengembangan kurikulum.
D. Masalah-masalah dalam Pembaharuan
Menurut Zahara Ideris (1982) yang dikutip oleh Subandijah (1993 : 77 )
mengemukakan masalah-masalah yang menuntut adanya inovasi pendidikan dan
kurikulum di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Perkembangan ilmu pengetahuan yang menghasilkan teknologi yang mempengaruhi
kehidupan sosial, ekonomi, politil, pendidikan dan kebudayaan.
b. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung ruang
dan fasilitas pendidikan sangat tidak seimbang.
c. Mutu pendidikan yang dirasakan semakin menurun, yang belum mampu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Kurang adanya relevansi antara program pendidikan dengan kebutuhan masyarakat
yang sedang membangun
e. Belum berkembangnya alat organisasi yang efektif serta belum tumbuhnya suasana
yang subur dalam masyarakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut
oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.
Akibat-Akibat dari Pembaharuan Kurikulum Sekolah
Usaha-usaha pembaharuan kurikulum dilakukan dengan maksud untuk mencari
suatu model kurikulum yang tepat untuk mememuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat yang senatiasa terus berubah dan terus berkembang.
Pada umumnya akibat yang ditimbulkan dari berlakunya kurikulum baru
tergantung pada taraf atau besarnya perubahan. Akibat-akibat perubahan tersebut
antara lain :
A. Tenaga kependidikan
Mereka harus berubah perilaku jika ada pembaharuan kurikulum sehingga
pembaharuan itu dapat berhasil dengan baik.
1) Guru
Kurikulum tahun 1975, kemudian Kurikulum Tahun 1984 menjadi kurikulum Tahun
1994 yakni adanya kurikulum muatan lokal. Dan sekarang Kurikulum Tahun 2003
marupakan Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang dikenal dengan istilah KBK.
C. Proses Belajar Mengajar
Hubungan guru dan peserta didik dapat berubah, pada kurikulum yang berpola
separated subject matter yang l;ebih menekankan pada penguasaan pengetahuan, anak
kurang aktif dalam proses belajar mengajar, tetapi gurulah yang paling banyak
berperan. Berbeda dengan activity curriculum or experiment of curriculum yang lebih
menekankan pada metode problem solving yang lebih banyak menuntut keaktifan
anak.
D. Sarana dan Prasana Pendidikan
Perubahan kurikulum juga menuntut disediakannya sarana dan prasana yang
menunjang pelaksanaan pembaharuan tersebut seperti alat-alat pelajaran: globe, OHP,
film radio, ruang kesenian/praktek, perpustakaan dan laboraturium. Dalam penyediaan
ini tentunya memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu.
E. Sistem Evaluasi
Dalam hal akan terjadi perubahan sistem evaluasi baik terhadap evaluasi
keberhasilan pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan maupun sistem penilaian
keberhasilan pembelajaran di sekolah atau dikelas.
http://ta-44.blogspot.com/p/pengembangan-dan-pembaruan-kurikulum.html
PERKEMBANGAN
KURIKULUM
DI
INDONESIA
Secara
umum,
perubahan
dan
penyempurnaan kurikulum dilakukan setiap sepuluh tahun sekali. Perubahan kurikulum tersebut
dilakukan agar kurikulum tidak ketinggalan dengan perkembangan masyarakat, termasuk ilmu
pengetahuan dan teknologinya. Kurikulum yang pernah diberlakukan secara nasional di Indonesia
dapat dijelaskan dalam tabel sebagai berikut:
rangka proses pengembangan kurikulum ini 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KBK sering disebut sebagai jiwa KTSP, karena KTSP sesungguhnya telah mengadopsi KBK.
Kurikukulum ini dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan)..... Baca
Selengkapnya
di
: HTTP://WWW.M-EDUKASI.WEB.ID/2013/05/PERKEMBANGAN-
KURIKULUM-DI-INDONESIA.HTML
Copyright www.m-edukasi.web.id Media Pendidikan Indonesia
2. Kurikulum pada masa VOC Kurikulum sekolah-sekolah selama VOC bertalian erat dengan
gereja. Menurut Hereen XVII, badan tertinggi VOC di negeri Belanda yang tertidi atas 17
orang anggota, tahun 1617, gubernur di Indonesia harus menyebarluaskan agama Kristen dan
mendirikan sekolah untuk tujuan itu. Menurut peraturan sekolah 1643 tugas guru dalah
memupuk rasa tajkut kepada Tuhan , mengajarkan dasar agama Kristen , mengajak anak
berdoa, bernyanyi , pergi ke gereja, mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru. Walaupun
tak ada kurikulum yang ditentukan biasanya sekolah menyajikan pelajaran tentang
ketekismus, agama, juga membaca , menulis dan menyanyi.Demikian pula tidak ditentukan
lama belajar. Peraturan hanya menentukan bahwa anak pria lebih dari usia 16 tahun dan anak
wanita lebih dari 12 tahun hendaknya jangan dikeluarkan dari sekolah. Pembagian dalam 3
kelas untuk pertama kali dimulai pada tahun 1778. Di kelas 3, kelas terendah, anak-anak
belajar abjad, di kelas 2 memaca, menulis, dan bernyanyi dan di kelas 1, kelas tertinggi:
membaca, menulis, katekismus, bernyanyi dan berhitung.
3. Kurikulum Sebelum 1892 (Sebelum Reorganisasi)
Sebelum 1892, Sekolah rendah tidak mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun dalam
peraturan 1871 ada petunjuk yang menentukan kegiatan sekolah. Ada 4 mata pelajaran yang
diharuskan , yakni membaca, menulis, bahasa (bahasa daerah dan bahasa Melayu), dan
berhitung. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Melayu. Adapun mengenai pelajaran
Agama, tidak di ajarkan. Seperti halnya di belanda pada masa liberal. Statuta 1874 menyatakan
pengajaran agama dilarang di sekolah pemerintah, akan tetapi ruang kelas dapat digunakan untuk
itu di luar jam pelajaran.
1. Kurikulum Setelah 1892 ( Setelah Reorganisasi) Kurikulum sekolah ini, seperti ditentukan
dalam peraturan 1893 terdiri atas pelajaran membaca dan menulis dalam bahasa daerah dalam
huruf daerah dan latin, membaca dan menulis dalam bahasa Melayu, berhitung, ilmu bumi
Indonesia, ilmu alam, sejarah pulau tempat tinggal, menggambar dan mengukur
tanah. Lama pelajaran diperpanjang dari 3 menjadi 5 kelas. Sekolah dibagi dalam 5 kelas
yang terpisah sehingga sekolah beruangan satu lambat laun lenyap. Sekolah Kelas Satu tidak
menjadi popular di kalangan Priayi, karena tidk memberikan pelajaran bahasa Belanda.
Akhirnya, pada tahu 1907 bahasa Belanda dimasukkan ke dalam program Sekolah kelas Satu
dan lama studi diperpanjang menjadi 6 tahun. Akan tetapi, perubahan itu tetap tidak
menjadikan Sekolah Kelas Satu popular, ia tetap menjadi terminal tanpa kesempatan
melanjutkan pelajaran. Kelemahannya jelas Nampak bila dibandingkan dengan ELS
(Europese Lagere School) dan HCS (Holland Chinese School) . Dirasakan adanya
diskriminasi terhadap anak Indonesia karena anak-anak cina di HCS diberi pelajaran dalam
bahasa Belanda selama 7 tahun. Barulah ketika tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan mulai
kelas 1 dan lama studi diperpanjang selama 7 tahun. Lamat laun Sekolah Kelas Satu
menyamai sekolah-sekolah yang tersedia bagi golongan bangsa lain, akan tetapi masih
mempunyai kelemahan karena tidak membuka kesempatan untuk melanjutkan pelajaran.
2. Kurikulum Sekolah Kelas Dua Disebut Sekolah Kelas Dua karena orang-orang yang sekolah
disana khusus sebagian kecil rakyat. Sekolah ini akan mempersiapkan berbagai ragam
pegawai rendah untuk kantor pemerintah dan perusahaan swasta. Disamping itu juga untuk
mempersiapkan guru bagi Sekolah Desa.Sekolah ini mempunyai kurikulum yang sangat
sederhana dikarenakan sekolah ini pada mulanya untuk seluruh rakyat Indonesia walupun
dalam perkembangannya kemudian lebih spesifik lagi. Program Sekolah Kelas Dua ini sama
dengan program Sekolah kelas Satu kelas 1-3. Perlu diketahui, Reorganisasilah yan
menyebabkan dua jenis sekolah ini, Sekolah Kelas Satu terutama bagi anak golongan atas dan
Sekolah Kelas Dua untuk orang biasa.
3. Kurikulum VolkSchool Kurikulum ini sangat sederhana. Kurikulum ini muncul seiring
dengan kebutuhan rakyat yang pada saat itu banyak buta huruf dan tidak bisa berhitung. Akan
tetapi, sekolah ini tetap saja dirasa tidak memenuhi keinginan murid untuk melanjutkan
pelajarannya. Banyak anak-anak dari sekolah ini yang ingin dipindahkan ke Sekolah Kelas
Dua. Pada akhirnya, sekolah desa ini menjadi substruktur dari Sekolah Kelas Dua dengan
mangadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
4. Kurikulum ELS (Europese Lagere School) Setelah Hindia Belanda diterima kembali dari
tangan Inggris pada tahun 1816 oleh para Komisariat Jendral , maka pendidikan ditanggapi
secara lebih sungguh-sungguh. Akan tetapi kegiatan mereka hanya terfokus pada anak-anak
berdarah Belanda. Sekolah Belanda ini sejak mulanya dimaksudkan agar sama dengan
netherland, walaupun terdapat perbedaan tentang muridnya, khususnya pada permulaannnya.
Kurikulum terdiri atas pelajaran membaca, menulis , berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu
bumi dan mata pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran agama ditiadakan. Pada tahun 1868
bahasa prancis diajarkan dan merupakan syarat untuk masuk ke sekolah Belanda.
5. Kurikulum HCS (Holland Chinese School) HCS mempunyai dasar yang sama dengan ELS.
Bahasa Perancis biasanya diajarkan pada sore hari seperti halnya dengan bahasa Inggris, yang
sebenarnya tidak diberikan kepada ELS, nemun diajarkan berhubung dengan kepentinan bagi
perdagangan. Kurikulum dan buku pelajarannyapun sama dengan ELS.
6. Kurikulum HIS (Holland Inlandse School) Pendirian HIS pada prinsipnya dikarenakan
keinginan yang kian menguat di kalangan orang Indonesia untuk memperoleh pendidikan,
khususnya pendidikan Barat. Kurikulum HIS seperti yang tercantum dalam Statuta 1914 No.
764 meliputi semua mata pelajaran. Lulusannyapun akhirnya bisa melanjutkan ke
STOVIA(School tot Opleiding van Indisce Artsen, Sekolah Dokter Djawa) dan MULO.
Selain itu mereka memasuki Sekolah Guru, Sekolah Normal, Sekolah Teknik, Sekolah
Tukag, Sekolah Pertanian, Sekolah Menteri Ukur, dan lain-lain.
7. Kurikulum MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Dengan program yang diperluas.
MULO merupakan sekolah pertama yang tidak mengikuti pola pendidikan Belanda, namun
tetap berorientasi ada Barat dan tidak mencari penyesuaian dengan keadaan Indonesia.
Programnya terdiri atas empat bahasa yakni, belanda, Perancis, Inggris dan Jerman. Kursus
MULO ini dibuka pada tahun 1903. Kursus ini dimaksud sebagai sekolah rendah .
8. Kurikulum HBS (Hogere Burger School) Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikitpun
berbeda dengan yang ada di negeri Belanda. Kurikulum ini dirasa mantap tanpa mengalami
banyak perubahan. Apa yang diajarkan tampaknya universal. Bahannyapun apat berubah
disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, namun mata pelajarannya tetap sama.
Siswa HBS harus mempunyai bakat yang tinggi dalam IPA , matematika ataupun bahasa.
Dan untuk gurunyapun, hanya mereka yang memperoleh gelar Ph.D (Doktor) atau diploma
yang boleh mengajar. Dengan demikian ini dapat mencapai taraf yang sama dengan sekolah
yang terdapat di Netherland.
1. Periode Tahun 1945 Sampai Tahun 1968 (Masa Kemerdekaan dan Pemerintahan
OrdeLama) .
1. Kurikulum 1947, Rentjana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan memakai istilah dalam bahasaBelanda leer plan artinya rencana
pelajaran, istilah ini lebih popular disbanding istilah curriculum (bahasa Inggris).
Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikanditetapkan Pancasila. Kurikulum
yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutanRentjana Pelajaran 1947, yang baru
dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan
kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.Bentuknya memuat dua hal pokok: * Daftar
mata pelajaran dan jam pengajarannya, * Garis-garis besar pengajaran. Pada saat itu,
kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikankolonial
tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Menurut Drs Mudjito; Ak; Msi
(Direktur Pemb. TK dan SD Depdiknas). yang melatar belakangi lahirnya
kurikulum ini adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaituMBO
(management by objective) yang terkenal saat itu, Metode, materi, dan tujuan
pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI),
yangdikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap
satuan bahasan.Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional
umum (TIU), tujuaninstruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar,dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru
dibuat sibuk menulis rincian apayang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
2. Kurikulum 1984 Kurikulum 1975 yang Disempurnakan Kurikulum 1984
mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi
faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum1975
yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari
mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.
Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning
(SAL). CBSA merupakan suatu upaya dalam pembaharuan pendidikan dan
pembelajaran pada saat itu. Pendekatannya menitikberatkan pada keaktifan siswa
yang merupakan inti dari kegiatan belajar. Dalam CBSA kegiatan belajarnya
diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan seperti mendengarkan, berdiskusi,
membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, membentuk gagasan,
menyusun rencana dan sebagainya. Adapun kegiatan yang dilakukan guru adalah
sebagai berikut: 1. Menyiapkan lembar Kerja 2. Menyususn tugas bersama siswa
3. Memberikan informasi tentang kegiatan yang akan di susun. 4. Memberikan
bantuan dan pelayanan apabila siswa mendapat kesulitan 5. Menyampaikan
pertanyaan yang bersifat asuhan 6. Membantu mengarahkan rumusan kesimpulan
umum. 7. Memberikan bantuan dan pelayanan khusus kepada siswa yang lamban
8. Menyalurkan bakat dan minat siswa 9. Mengamati setiap aktivitas siswa.
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan,Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986.Konsep CBSA
yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yangdiujicobakan,
mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional.Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang
terlihat adalahsuasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini
ada tempelangambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Akhirnya penolakan CBSA bermunculan.
3. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 Perkembangan Kurikulum
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulumkurikulumsebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Sayang, perpaduan
antara tujuan dan proses belum berhasil. Sehingga banyak kritik berdatangan,
disebabkan oleh beban belajar siswa dinilai terlalu berat, dari muatan nasional
sampai muatan lokal. Materimuatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya bahasadaerah kesenian, keterampilan daerah, dan lainlain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar
isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezimSoeharto pada 1998, diikuti
kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannyalebih pada menambal
sejumlah materi.
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah membawa perubahan hampir di semua
aspek kehidupan. Oleh karena itu dunia pendidikan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah
berkaitan dengan tuntutan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sebab melalui
proses pendidikan akan terlahir generasi muda yang berkualitas yang diharapkan mampu mengikuti
perubahan dan perkembangan kemajuan zaman disegala aspek kehidupan. Pembelajaran juga harus sesuai
dengan standar proses pendidikan. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan (Sanjaya, 2006:4). Serta untuk mencapai standar kompetensi lulusan tersebut, pada
hakekatnya mutu pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor yang paling menentukan
adalah kurikulum pendidikan yang berkualitas.
Dalam 5 dasawarsa terakhir, atau sejak berakhirnya era Presiden Soekarno yang disebut masa OrdeLama,
bangsa Indonesia telah melakukan 6 kali penggantian kurikulum. Bahkan dalam 10 tahun terakhir, sudah 2
kali terjadi penggantian kurikulum tersebut. Pada dasarnya, kurikulum-kurikulum tersebut memiliki tujuan
yang sama, namun dalam pelaksanaannya ada sedikit perbedaan. Kurikulum sendiri didefinisikan
bermacam-macam oleh para ahli. Namun pada intinya semua mengarah kepada pengertian yang sama.
Menurut Saylor J. Gallen & William N. Alexander dalam bukunya Curriculum Planning menyatakan
Kurikulum adalah Keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi belajar baik berlangsung dikelas,
dihalaman maupun diluar sekolah. Menurut B. Ragan mengemukakan kurikulum adalah Semua
pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah. Menurut Soedijarto, sebuah pengalaman Pemikiran
Bagi Prosedur Perencanaan dan Pengembangan; Kurikulum Perguruan Tinggi, BP3K Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan tahu 1975 Segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan dan
diorganisir untuk diatasi oleh siswa/mahasiswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
bagi suatu lembaga pendidikan. Jadi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kurikulum adalah suatu usaha terencana dan terorganisir untuk menciptakan suatu pengalaman belajar
pada siswa dibawah tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan untuk mencapai suatu tujuan.
Seperti yang telah disebutkan di atas, beberapa kurikulum pernah diterapkan pada sistem pendidikan di
Indonesia. Diantaranya, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, KBK, dan
KTSP. Dalam makalah ini akan disampaikan penjelasan tentang perjalanan kurikulum-kurikulum tersebut
dalam pendidikan di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
Selain digunakan untuk memenuhi tugas mata kuliah difusi dan inovasi pendidikan, tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana perjalanan kurikulum yang pernah diterapkan di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada
sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan belanda pun bersifat
diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur
asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan
priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):
1. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah,
namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah
Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru
atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk
golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun,
Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School(AMS) selama 3 tahun.
1. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar
bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa
HCS dapat melanjutkan ke Mulo.
2. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi,
yaituEropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6
tahun,Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi
8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.
3. Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947.
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah Leer Plan. Dalam bahasa Belanda,
artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi
pendidikan lebih bersifat politis dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas
pendidikan ditetapkan Pancasila.
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu,
kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang,
sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan
sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih
dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagaidevelopment conformism lebih
menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar
dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut
sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu:
Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan
1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif,
kreatif, dan produktif. Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu
memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving).
Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana. Disebut
Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan,
emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pada saat itu pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan
anak.
Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah
menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu siswa diberi kebebasan berlatih
kegitan dibidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan sesuai minat siswa. Kurikulum 1964
adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada
ketetapan MPRS No II tanun 1960.
Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang
asalnya berupa skor 10100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap
menggunakan skor 10 100. Kurikulum 1964 bersifat separate subject curriculum, yang memisahkan
mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).
C. Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai
produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 disebut sebagai kurikulum bulat, artinya hanya memuatmata pelajaran pokok-pokok saja.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik
beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
D. Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 disetujui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk secara nasional dilaksanakan
bertahap mulai tahun pengajaran 1976 dengan catatan, bahwa bagi sekolah-sekolah yang menurut
penilaian kepala perwakilan telah mampu, diperkenankan melaksanakannya mulai tahun 1975 .
1. Menganut pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Setiap guru harus mengetahui dengan jelas
tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar
dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2. Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti
dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.
3. Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang
pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.
4. Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang
tersedia.
5. Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal
dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
6. Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan, disamping Pendidikan Moral Pancasila dan
integrasi pelajaranpelajaran yang sekelompok.
7. Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem
yang meliputi komponen -komponen tujuan
pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat evaluasi, dan
metode pembelajaran.
1. Sistem Evaluasi, dilakukan penilaian murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan
memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran.
2. Kurikulum 1984
Kurikulum ini banyak dipengharuhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang memandang anak didik
sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh
sebab itu kurikulum 1984 menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada
tujuan. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses,
tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang
disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta (Universitas Negeri Jakarta) periode 1984-1992. Konsep CBSA yang elok secara
teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi
saat diterapkan secara nasional.
E. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran menekankan pada pola
pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar dengan kurang memperhatikan muatan (isi)
pelajaran. Hal ini terjadi karena berkesesuaian suasana pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar. Akibatnya, pada saat itu
dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim
ini memandang bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa, sehingga siswa
selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UndangUndang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian
waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi
kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang
menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. Pembagian tahapan pelajaran
di sekolah dengan sistem caturwulan. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang
cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang
memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat
kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan masya rakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari
kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/substansi
setiap mata pelajaran.
1. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan
berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan seharihari.
2. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan terutama
meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran terus menerus dilakukan, seperti
penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran matematika
di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus menerus dan jika perlu
diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta tuntutan lingkungan.
Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang
dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi dibidang
kurikulum.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi
dalam kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
2. Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
3. Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan
siswa setelah melalui proses pembelajaran.
4. Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam
suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat re ncana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber
daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi
pada:
1. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman
belajar yang bermakna.
2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya Rumusan kompetensi dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui,
disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah. Sekaligus menggambarkan
kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelan jutan untuk menjadi kompeten.
Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu: pemilihan
kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran.
1. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
1. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Struktur kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam suatu mata pelajaran memuat rincian
kompetensi (kemampuan) dasar mata pelajaran itu dan sikap yang diharapkan dimiliki siswa.
Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator. Perumusan indikator adalah untuk menjawab
pertanyaan, Bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapai hasil belajar yang diharapkan?.
Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakah siswa telah mencapai hasil belajar
seperti yang diharapkan. Indikator bukan berarti dirumuskan dengan rentang yang sempit, yaitu tidak
dimaksudkan untuk membatasi berbagai aktivitas pembelajaran siswa, juga tidak dimaksudkan untuk
menentukan bagaimana guru melakukan penilaian.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang
disusun oleh dan dilaksanakan dimasingmasing satuan pendidikan. KTSP secara yuridis diamanatkan
oleh UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan
KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006,
serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya
diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan SI dan SKL.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan
kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang
harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi merupakan pedoman
untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang memuat: Kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan ditingkat satuan
pendidikan, dan kalender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran.
Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Pemberlakuan KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24
Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan
pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada
sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional.
Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu
para ahli dari pergurua tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP
maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa: Perjalanan kurikulum di Indonesia baik pada masa
penjajahan, khususnya setelah berakhirnya Orde Lama diawali dengan diterapkannya kurikulum 1968,
kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum-kurikulum tersebut memiliki karakteristik
sendiri-sendiri yang membedakan dengan kurikulum yang satu dengan yang lain walaupun masih ada
beberapa kesamaan dan sifatnya menyempurnakan kurikulum sebelumnya.
B. Saran.
Dengan ditulisnya makalah ini, selain menambah wawasan pembaca diharapkan pemerintah dapat
menerapkan kurikulum yang terbaik, sehingga akan memajukan pendidikan di Indonesia. Semoga penulis
lain juga akan mengangkat tema perjalanan kurikulum di Indonesia dengan lebih baik dan lebih lengkap.
http://viewyuli.wordpress.com/2012/12/20/makalah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia/
JENIS DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
MAKALAH
Diajukan Guna Memenuhi Tugas Semestes III
Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu : Zaenal Khafidin, M. Ag
Di susun oleh:
1. Nimah Rhomadhoni 112115
C. Pembahasan
1. Jenis Jenis Kurikulum
a. Separated Curriculum
Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran
terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan
dengan mata pelajaran lainnya. Pembelajaran bentuk kurikulum ini cenderung kurang memerhatikan aktivitas siswa,
karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi sebagai bahan pelajaran dapat diterima dan
dihafal oleh siswa.
b. Correlated Curriculum
Kurikulum jenis ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara yang satu dan yang lain
sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas. kurikulum ini memungkinkan substansi pembelajaran bisa
lebih bermakna dan mendalam dibandingkan dengan mata pelajaran yang terpisah pisah. Sebagai contoh, pada mata
pelajaran fiqih dapat dihubungkan dengan mata pelajaran AlQuran dan Hadis.
c. Broad Fields Curriculum
Kurikulum Board Field kadang-kadang disebut kurikulum fusi. Taylor dan Alexander menyebutkan dengan sebutan
The Board Field of Subject Matter. Board Fields menghapuskan batas-batas dan menyatukan pelajaran yang
berhubungan dengan erat. ini memiliki keunggulan di antaranya adalah mata pelajaran akan semakin dirasakan
kegunaanya, sehingga memungkinkan pengadaan mayta pelajaran yang kaya akan pengertian dan mementingkan
prinsip dasar generalisasi. Ada pun kelemahannya adalah hanya memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak,
kurang logis dari suatu mata pelajaran.
Sebagai contoh, sejarah, geografi, ilum ekonomi dan ilmu politik menjadi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
d. Integrated Curriculum
Kurikulm terpadu merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai macam
pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan solusinya
dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin ata mata pelajaran. Kurikulum ini memberikan kesempatan pada
siswa untuk belajar secara kelompok maupun secara individu, lebih memberdayakan masyarakat sebagi sumber
balajar, memungkinkan pembelajaran bersifat individu terpenuhi, serta dapat melibatkan siswa dalam
mengembangkan program pembelajaran.
Model pengembangan kurikulum merupakan berbagai model dalam pengembangan kurikulum dimana yang
didalamnya berisi berbagai hal tentang alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan
(impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum
harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai
kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
2. Macam macam model pengembangan kurikulum:
a. The administrative model
The administrative model atau line staff adalah pengembangan kurikulum yang pelaksanaannya dimulai dari para
pejabat tingkat atas pembuat keputusan atau kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Dengan
wewenang administrator pendidikan yakni dirjen, direktur, dan kepala kantor wilayah pendidikan serta kebudayaan
kemudian membentuk suatu tim yang terdiri dari pejabat di bawahnya, dan para tokoh dari dunia kerja dan
perusahaan. Tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan,
dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya menyususn kurikulum secara operasional berkaitan
dengan memilih dan menyususn sekuens bahan pengajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun
pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
b. The grass roots model
Model pengembangan grass roots ini merupakan lawan dari model adminitratif. Inisiatif dan pengembangan
kurikulum model yang pertama, yang digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat
sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi.
Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu
sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.model grass roots memungkinkan terjadinya kopetisi di dalam
meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih
mandiri dan kreatif.
c. Beauchamps system
Model pengembangan kurikulum beauchamps system, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum, dan
beliau mengemumakan lima hal dalam pengembangan kurikulum:
1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah.
Yakni yang dicakup oleh kurikulum, baik dari tingkat sekolah; kecamatan; kabupaten; propinsi; ataupun seluruh
negara.
2. Menetapkan personalia.
Yakni orang orang yang mengambil andil dalam penegembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut
berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, yaitu: para ahli pendidikan/ kurikulum yang ada pada pusat
pengembangan kurikulum, para ahli pendidikan perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru, para profesional dalam
sistem pendidikan, dan tokoh masyarakat.
3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
Berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan, memilih isi pengalaman belajar, serta
kegiaatan evaluasi, dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
4. Implementasi kurikulum. (melaksanakan kerikulum)
5. Evaluasi kurikulum.
Mencakup evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru, desain kurikulum, hasil belajar siswa, dan dari
keseluruhan sistem kurikulum.
d. The demonstration model
Model pengembangan kurikulum idenya datang dari bawah (Grass Roots). Semula merupakan suatu upaya inovasi
kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunkan dalam skala yang lebih luas, tetapi dalam prosesnya sering
mendapat tantangan atau keidaksetujuan dari pihak-pihak tertentu. Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua
bentuk model pengembangan ini. Pertama; sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah yang
diorganisasi dan ditunjuk untuk melaksanakan suatu uji coba atau eksperimen suatu kurikulum. Kedua; dari bebrapa
orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang sudah ada, kemudian mereka mengadakan eksperimen,
uji coba, dan mengadakan pengembangan secara mandiri.
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model pengembangan ini, di antaranya adalah : 1) kurikulum ini akan lebih
nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah; 2) perubahan kurikulum
dalam skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak administrator, akan
berbeda dengan perubahn kurikulum yang sangat luas dan kompleks;
3) hakikat model demonstrasi cerskala kecil akan terhindar dari kesenjangan dokumen dan pelaksanaan di lapangan;
4) model ini akan menggerakkan inisiatif, kreativitas guru-guru serta memberdayakan sumber-sumber administrasi
untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam mengembangkan program yang baru.
e. Rogers interpersonal relations model.
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing) yang mempunyai
kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri. Guru bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak,
mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers.
a) Pemilihan target dari sistem pendidikan
b) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok intensif.
c) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pengajaran.
d) Partisispasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
model ini berbeda dengan model-model lainnya yakni tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, tetapi yang ada
hanyalah rangkaian kegiatan kelompok.
f. Model Hilda Taba
Hilda Taba mengikuti cara pengembangan kurikulum yang berlaku secara umum yang mengikut langkah-langkah
sebagai berikut:
Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa
tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
g) Kurikulum tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)
Ciri khusus KBK yakni:
1. Lebih memgutamakan kemampuan
2. Menekankan bantuan alat
3. Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan masing-masing siswa.
4. Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.
h) Kurikulum tahun 2006/2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP memberikan kebebasan pada masing masing sekolah, KTSP memberikan kebebasan atau otonomi pada
tingkat sekolah. Artinya kepada sekolah dan guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum secara tepat
dan proporsional.
D. Kesimpulan
Berbagai jenis kurikulum dari baik dari Separated Curriculum, Correlated Curriculum, Broad Fields Curriculum,
Integrated Curriculum semua itu bertujuan untuk mencapai sistem belajar mengajar yang efektif dan efisien bagi
pendidik dan peserta didik.
Model pengembangan kurikulum merupakan alternatif guna untuk mendesain (designing), menerapkan
(impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Banyak macam model pengembangan kurikulum
yakni: The administrative model, The grass roots model, Beauchamps system, The demonstration model, Rogers
interpersonal relations model, Model Hilda Taba.
Pengembangan kurikulum di Indonesia dari tahun 1964 sampai dengan tahun 2006/2007 yakni dari kurikulum sistem
guru mengajarkan muridnya dengan sistem satu arah (guru aktif dan murid pasif), mulai pengenalan sistem
semesteran bagi SMP dan SMA dan cawu bagi tingkat dasar (SD), adanya sistem wajib belajar 9 tahun, kemudian
adanya sistem kurikulum berbasis kopetisi (KBK), sampai pada kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Idi, 2011, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, Ar-Ruzz Media: Jogjakarta
M. Saekan Muchith, 2011, PENGEMBANGAN KURIKULUM PAI, NORA MEDIA ENTERPRISE: Kudus,
Nana Syaodih Sukmadinata, 2000, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, PT REMAJA ROSDAKARYA :
Bandung,
S. Nasution, 1993, PENGEMBANGAN KURIKULUM, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung
Sukiman Danang. 2006. Telaah Kurikulum. Pustaka : Jakarta,
Haris Kurniawan, 2012, Model Pengembangan Kurikulum, Retrieved 21
September2013,fromhttp://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/model-pengembangankurikulum_5.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Sehingga pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Setelah itu adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan
delapan standar nasional pendidikan, salah satunya memuat standar isi yang didalamnya mengatur
tentang pengembangan kurikulum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, kami merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pendekatan pengembangan Kurikulum jika dilihat dari sudut pandang kebijakan
pengembangan kurikulum, pengorganisasian isi kurikulum, orientasi penyusunan kurikulum?
2. Bagaimanakah penerapan model-model pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana prosedur umum pengembangan kurikulum?
4. Bagaimanakah fungsi dari kurikulum muatan lokal?
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis kebutuhan.
Menyusun kurikulum, yang memanfaatkan pengalaman atau kajian para ahli kurikulum. Untuk itu
dalam menyusun kurikulum perlu ditelaah tiga sumber penentuan tujuan yang harus dicapai sekolah.
Administator Pendidikan
Terdiri atas direktur bidang pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kepala kantor wilayah,
kepala kantor kabupaten, dan kecamatan serta kepala sekolah.
b. Para ahli
Terdiri dari ahli pendidikan, ahli kurikulum, dan ahli bidang studi/ disiplin ilmu.
c.
Peranan Guru
Guru sebagai perencana, pelaksana, dan pengembang kurikulum di kelasnya. Dia juga mengolah dan
meramu kembali kurikulum dari pusat yang disajikan di kelasnya.
f.
secara secara kooperatif dan kolaboratif, akan dicarikan upaya pemecahannya menuju pembentukan
masyarakat yang lebih baik. Kurikulum model ini difokuskan pada problem yang sedang dihadapi
oleh masyarakat. Model kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan interaksional.
4. Pengembangan Kurikulum Model Teknologis (Sistemis)
Kurikulum sebagai model teknologi pendidikan menekankan pada penyusunan program
pengajaran dan rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem. Program pengajaran ini
dapat menggunakan sistem saja, atau juga dengan alat atau media. Dalam konteks kurikulum model
teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek, yakni hardware berupa alat benda keras
seperti proyektor, TV, LCD, radio, dan sebagainya, dan software berupa teknik penyusunan
kurikulum, baik secara mikro maupun makro.
Jenis penilaian yang akan digunakan, harus sesuai dengan sifat dari tujuan pendidikan, materi
pembelajaran, proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya, serta prinsip-prinsip evaluasi yang
ada.
2. Model John D. Mc Neil
Menurut John D. Mc Neil ada empat macam konsep kurikulum, yaitu:
a.
Kurikulum Humanistik
b.
c.
Kurikulum Teknologi
d.
Latar Belakang, berisi tentang rumusan falfasah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang
menjadi sasaran, rasional bidang study atau mata kuliah, serta struktur organisasi bahan pelajaran.
b. Silabus, mata pelajaran secara lebih terperinci yang diberikan yaitu ruang lingkup dan urutan
penyajiannya.
c.
Desain Evaluasi, strategi refisi atau perbaikan kurikulum mengenai bahan pelajaran dan organisasi
bahan dan strategi instruksionalnya.
2. Pedoman Instruktional
Pedoman Instruktional bersubjek kepada pihak pengajar. Pengajar tersebut menguraikan isi dari
pedoman kurikulum hingga lebih mendetail. Hal ini berfungsi agar kegiatan belajar mengajar benarbenar bersumber dari pedoman kurikulum.
D. Kurikulum Muatan Lokal
Di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman
adat istiadat, tata cara, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dan lain-lain merupakan salah satu
ciri khas yang memperkaya nilai kehidupan bangsa Indonesia. Pengenalan dan pengembangan
lingkungan melalui pendidikan sangat diarahkan untuk menunjang dan meningkatkan kualitas sumber
daya manusia yang pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan setiap siswa. Di mana
sekolah tempat program pendidikan yang merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu perlu
disusun mata pelajaran yang berbasis muatan lokal. Di mana mata pelajaran ini pun dilandasi oleh
badan hukum berupa undang-undang dan peraturan sebagai berikut, UU No. 22 Tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah, undang-undang Republik Indonesia No 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional pasal 37 ayat (1) dan pasal 38 ayat (2), dan peraturan pemerintah Republik Indonesia No 19
Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan.
Kita ketahui bahwa pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Adapun KTSP yaitu kurikulum
oprasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP juga terdiri
atas tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan
pendidikan , kalender pendidikan dan silabus. Kedua pengertian di atas sangat erat dan penting
terhadap mata pelajaran di setiap satuan pendidikan salahsatunya mata pelajaran muatan
lokal. Kurikulum muatan lokal merupakan langkah strategis bidang pendidikan formal dalam
mengembangkan sumber daya manusia, untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
daerah dalam mengelola seluruh potensi yang dimiliki
Adapun tujuan umum mata pelajaran muatan lokal ini adalah dapat menjadi acuan bagi satuan
pendidikan mulai dari SD sampai SMA/SMK. Tujuan khususnya adalah untuk bekal pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku siswa agar mereka memiliki wawasan yang lebih besar tentang keadaan
lingkungan, kebutuhan dan nilai-nilai yang berlaku di daerahnya serta bisa membangun pembangunan
nasional.
Muatan lokal merupakan salah satu kegiatan kulikuler untuk mengembangkan kompetensi
siswa yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah yang materinya tidak dapat dikelompokan
kedalam mata pelajaran yang ada. Muatan lokal juga merupakan bagian dari struktur dan muatan
kurikulum yang terdapat pada standar isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Hal ini
sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan
lokal mendukung dan melengkapi kurikulum nasional. Suatu sekolah dapat menyelenggarakan satu
mata pelajaran muatan lokal setiap semester hal ini berarti dalam satu tahun satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
Ruang lingkup muatan lokal meliputi keadaan dan kebutuhan daerah. Keadaan daerah disini
dimana di daerah tersebut pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, sosial, ekonomi dan
budaya. Kebutuhan daerah yaitu segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah,
khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan sumber daya manusia yang di sesuaikan
dengan arah perkembangan daerah serta potensi yang bersangkutan. Oleh karena itu mta pelajaran
muatan lokal sangat berguna bagi suatu daerah.
Pengembangan mata pelajaran muatan lokal dengan memberlakukan KTSP yang membawa
dampak bagi sekolah dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua
mata pelajara sudah mempunyai kopetensi dan kompetensi dasar. Sementara itu untuk mata pelajaran
muatan lokal yang merupakan kegiatan kulikuler yang harus di ajarkan di kelas tidak mempunyai
kopetensi dan kopetensi dasarnya. Pembangunan kopetensi dan kopetensi dasar untuk muatan lokal
bukanlah pekerjaan yang mudah karena harus dipersiapkan beberapa hal untuk dapat mengembangkan
mata pelajaran muatan lokal.
Sama halnya dengan masalah perkembangan mata pelajaran muatan lokal di atas muatan
lokal ini sepenuhnya di tangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan
secara professional dalam merencanakan dan melaksanakannya. Hal ini yang mempunyai wewenang
penuh adalah sekolah dan komite sekolah dimana penentuan kajian muatan dilaksanakan pada,
tersedianya sarana prasarana, tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa.
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber di atas. berbagai jenis kebutuhan ini dapat
mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah lain. Pengembangan standar kompetensi dan kompetensi
dasar merupakan langkah awal untuk membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan
di sekolah. Dalam hal ini silabus juga berperan penting terhadap mata pelajaran muatan lokal yang
mencakup, mengembangkan indikator, mengalokasikan waktu dan lain-lain.
Berikut ini adalah hal yang harus diprhatikan dalam pelaksanaan mata pelajaran muatan lokal.
1. Sekolah yang dapat mengembangkan kopetensi dan kopetensi dasar beserta silabusnya berarti dapat
melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu maka sebaliknya namun
bisa dengan cara melakukan kegiatan yang direncanakan oleh sekolah.
2. Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Pelaksanaan kegiatan
belajar diatur sedemikian rupa supaya tidak memberatkan peserta didik dan menggangu penguasaan
pada kurikulum Nasional.
3. Alokasi waktu untuk bahan kajian muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk
mata pelajaran lokal pada setiap semester.
Terlepas dari hal diatas dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana
pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, evaluasi dan ditindaklanjuti oleh guru. Silabus harus dikaji
dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memerhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar.
Komponen silabus minimal memuat: identitas sekolah, standar kopetensi dan kopetensi dasar, materi
pembelajaran. Setelah silabus selesai dibuat guru harus merencanakan pelaksanaan pembelajaran
untuk satu kali tatap muka. Penilain pencapaian kopetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
tes dan nontes mau itu berupa lisan atau tertulis, pengamatan kinerja, pengukuran sikap dan hasilkarya
siswa berupa tugas.
E. Model Pengembangan Kurikulum KTSP serta Kesesuaian Isi Kurikulum dengan Keadaan di
Lapangan
1. Tinjauan Teoritis
Model kurikulum yang diterapkan di Indonesia saat ini merupakan kurikulum 2006 atau disebut
sebagai KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP juga merupakan perbaikan dari KBK
(kurikulum Berbasis Kompetensi). KTSP berpacu kepada UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan dijabarkan ke dalam PP Nomor 19 tahun 2005. Arahan yang dijabarkan
dalam PP Nomor 19 tahun 2005 berupa Standar Isi, Standar Proses, standar Kompetensi Kelulusan,
Standar Pendidik dan tenaga kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan,
standar Pembiayaan dan Standar Penilaian Pendidikan.
2. Kenyataan yang ada
Pada standar Isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, KTSP dan
kalender pendidikan. Pada bagian kalender pendidikan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang
ada. Biasanya waktu efektif untuk belajar lebih sedikit dibandingkan dengan hari libur. Kadang kala
dalam kenyataannya guru seringkali memiliki urusan pribadi yang tidak dapat ditinggalkan, sehingga
berdampak kepada siswa. Jadwal tatap muka yang seharusnya dilakukan menjadi tidak
terselenggarakan. Hal ini berpengaruh kepada akhir dari waktu pembelajaran. Akibat waktu yang
terbatas seringkali materi yang diajarkan tidak tuntas.
Standar proses KTSP berisikan kepada proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotofasi peserta didik dalam berperan aktif, memberikan ruang yang
cukup, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik peserta didik.
Tetapi seringkali proses pembelajaran yang dilakukan dinilai kurang menarik, guru hanya
menggunakan metode ceramah di dalam kelas yang membuat peserta didik merasa bosan.
Pada standar kompetensi lulusan yang diterapkan bagi SMA memiliki tujuan untuk
mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki
pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta
menerapkan ilmu, teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika melihat salah satu
aspek seperti berakhlak mulia jelas sekali bahwa standar kompetensi lulusan tidak tercapai. Karena
pada kenyataannya banyak sekali kecurangan terutama pada pelaksanaan UAN.
Masalah-masalah yang diutarakan di atas merupakan sebagian masalah kecil yang terjadi di
lapangan akibat ketidaksesuaian pengembangan kurikulum yang diterapkan dalam undang-undang
dengan kenyataan yang ada. Jika ditambahkan dengan masalah standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana standar biaya serta standar lainya maka ketidaksesuain
tersebut semakin bertambah jelas.
3. Hasil/ kesimpulan
Model pengembangan kurikulum yang diterapkan di Indonesia berupa KTSP belum
sepenuhnya diteapkan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar
pendidikan nasional. Hal ini dikarenakan adanya ketidakcocokan antara undang-undang yang berlaku
dengan kenyataan di lapangan.
Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik dari pemerintah, tenaga pendidik maupun siswa
agar dapat melaksanakan pengembangan kurikulum ini dengan sebaik-baiknya. Perlu adanya suatu
terobosan baru untuk menghentikan masalah yang timbul bahkan sudah seperti membudaya.
Kesalahan yang dilakukan sepertinya selalu sama. Maka diperlukan adanya kesadaran dari setiap
elemen yang terlibat di dalamnya.
BAB III
PENUTUP
A. Analisis
Setelah membaca uraian pada bab sebelumnya ada beberapa hal yang kami amati yaitu
pendekatan, model serta prosedur pengembangan kurikulum berpacu kepada Undang-undang sistem
pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, yang kemudian dijabarkan ke dalam peraturan pemerintah
nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dalam penjabarannya terdapat kurikulum muatan lokal yang berfungsi sebagai
penunjang keterampilan, lingkungan hidup serta kelebihan dari daerah masing-masing. Muatan lokal
juga berfungsi untuk menggali bakat, pengetahuan, serta kreatifitas siswa terhadap potensi daerahnya.
Dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum di Indonesia digunakan model
pengembangan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). KTSP yang berlandaskan
kepada undang-undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003 serta penjabaran dari peraturan pemerintah
nomor 19 tahun 2005 memiliki sejumlah permasalahan. Permasalahan ini dikarenakan
ketidaksesuaian dengan kondisi di lapangan. Kemungkinan ketidaksesuaian ini dikarenakan pihak-
pihak yang terlibat dalam proses pengembangan kurikulum tidak mengerti atau tidak memahami
landasan hukum yang ada. Sehingga terjadilah sejumlah pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
Menindaklanjuti permasalahan di atas seharusnya adanya sebuah ketegasan dan
kerjasama dari pemerintah serta tenaga kependidikan untuk mencapai tujuan dari landasan hukum
yang ada. Serta adanya sejumlah perbaikan-perbaikan yang mengakibatkan kejadian serupa tidak
terulang kembali.
B. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab sebelumnya kami dapat mengemukakan simpulan sebagai
berikut.
1. Pendekatan Pengembangan Kurikulum jika dilihat dari berbagai sudut kebijakan, berisiskan berbagai
hal dalam pengembangan kurikulum khususnya unsur yang terlibat dalam pengembangan kurikulum,
organisasi isi kurikulum yang mencakup bisa dikatakan konten materi, dan orientasi penyusunan
kurikulum atau bisa dikatakan orientasi pengembangan kurikulum.
2. Secara umum model-model pengembangan kurikulum berdasarkan kepada empat aspek model
humanistic, model subjek akademik, model rekonstruksional social dan model teknologis. Model
tersebut berdasarkan kepada pendapat seorang ahli yaitu John D. Mc Neil. Selain dari model tersebut
terdapat juga sejumlah ahli seperti Ralph W Tyler serta Peter F Olivia.
Indonesia sendiri menerapkan gabungan dari model-model yang tercantum tersebut. Di Indonesia
mengembangkan empat tahapan yang dirumuskan oleh Ralph W Tyler. Kemudian guru juga dapat
berperan aktif dalam pengembangan kurikulum sesuai dengan pendapat Peter F Olivia. Tidak luput
juga dengan model pengembangan kurikulum yang oleh John D Mc Neil.
3. Dalam prosedur pengembangan kurikulum terdapat dua proses yaitu pedoman kurikulum dan
pedoman instruksional. Pedoman kurikulum berisi mengenai latar belakang silabus serta evaluasi
yang mengacu kepada perencanaan pengembangan kurikulum yang ada. Sementara pedoman
instruksional bersubjek kepada guru selaku orang yang melakukan penguraian isi dari kurikulum
hingga lebih mendetail.
4. Fungsi dari adanya muatan lokal yaitu untuk memperluas pengetahuan siswa sesuai dengan kondisi
daerahnya. Muatan lokal merupakan salah satu sarana untuk siswa dalam mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan seni yang dimiliki oleh potensi daerah masing-masing. Penerapan
kulikuler muatan lokal antara satu daerah dengan daerah lain berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
menterian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia kembali membuat kurikulum baru yang akan
menjadi kurikulum pendidikan kesebelas selama negara Indonesia berdiri. Sayangnya, kesiapan pelaksanaan kurikulum
yang rencana pelaksanaannya menghabiskan rupiah hingga 2.49 triliun ini masih meragukan.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pendidikan terbaru yang rencananya akan mulai diterapkan pada tahun ajaran
2013/2014 mendatang. Menurut bahan uji publik Kurikulum 2013 yang diterbitkan pemerintah pada bulan November 2012,
perubahan ini adalah amanat perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum dalam RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2010-2014. Selain itu, perubahan dilakukan sebagai penyempurnaan kurikulum
dengan metode pembelajaran aktif berdasarkan nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk daya saing dan karakter bangsa
sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010.
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah memiliki kurikulum Rencana Pelajaran Terurai (1947), Rencana Pendidikan Dasar
(1964), Kurikulum Sekolah Dasar (1968), Kurikulum Proyek Perintisan Sekolah Pembangunan atau PPSP (1973), Revisi
Kurikulum Sekolah Dasar (1975), Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 atau yang dikenal dengan
Kurikulum 1997, Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK (2004), dan kurikulum terakhir yaitu Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan atau KTSP (2006).
Dalam bahan uji publik Kurikulum 2013 juga disebutkan landasan filosofis atas perubahan kurikulum, yaitu adanya
kebutuhan akan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan kompetensi. Filosofi pendidikan yang dijalankan berbasis
pada nilai-nilai luhur, akademik, juga kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Ditemui di kantornya yang berada di
bilangan Sudirman, Kepala Sub-Bagian Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemdikbud, Didik Prangbakat menerangkan
bahwa perubahan yang ada dalam Kurikulum 2013 dibuat untuk meringankan beban guru maupun siswa dalam
pembelajaran.
Beberapa masalah dalam kurikulum sebelumnya juga menjadi alasan atas perubahan yang dilakukan. Disebutkan dalam
bahan uji publik Kurikulum 2013, Kurikulum 2006 dianggap belum sepenuhnya berbasis kompetensi dan memiliki
kekurangan dalam hal konten serta materi. Selama ini kurikulum dirasa sangat berat, jadi kami kurangi baik dari segi
konten dan metodologi pembelajarannya. Untuk SD kita kurangi beberapa bab dan materi-materi yang kira-kira dapat kita
ajarkan di SMP dan SMA, jelas Didik. Kurikulum 2006 juga dianggap mengerucut pada aspek pengetahuan. Kalau dulu
penekanannya lebih kepada pengetahuan, nanti penekanannya lebih ke sikap, kedua keterampilan, ketiga baru pengetahuan,
paparnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Mohammad Nuh mengatakan bahwa perubahan kurikulum dirasa
perlu sebagai jawaban atas tantangan zaman. Dalam dokumen wawancara di laman kemdikbud.go.id, Nuh menekankan
bahwa perubahan zaman menuntut perubahan sistem. Nanti kita akan memproduksi generasi yang usang, yang tidak cocok
dengan zamannya. Akibatnya, nanti jadi beban. Termasuk tidak terserap di ketenagakerjaan, terang Nuh memaparkan
alasannya melakukan perubahan kurikulum.
Bagaimana Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar?
Penerapan Kurikulum 2013 akan membawa beberapa perubahan dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Salah satunya
adalah penerapan metode tematik-integratif untuk kelas satu sampai tiga SD, yaitu integrasi beberapa mata pelajaran dengan
penekanan pada tema tertentu. Nantinya, materi Ilmu Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Sosial akan diintegrasikan
dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya ketika kita berbicara tentang diriku, di situ ada muatan matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, dan seterusnya, jelas Didik. Dengan metode tematik-integratif, mata
pelajaran yang tadinya berjumlah sepuluh akan diringkas menjadi enam saja mencakup Agama, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni dan Budaya, Olahraga dan Pendidikan Kesehatan.
Terkait metode tematik-integratif, Darmaningtyas selaku pemerhati pendidikan dan anggota tim pengembang Kurikulum
2013 berpendapat bahwa metode ini cocok diterapkan di bangku SD. Kelas satu sampai tiga SD sebaiknya fokus
pada Calistung (baca, tulis, dan berhitung) saja, ucapnya. Metode ini pun menuntut para guru untuk memfasilitasi proses
pengajaran. Kalau guru tidak punya pengetahuan yang luas, belajar akan kering, tidak menarik, ungkap Darmaningtyas.
Oleh karena itulah program pelatihan guru dianggap Darma menjadi sangat penting, agar guru dapat mengetahui bagaimana
cara untuk menyeimbangkan tema-tema yang sudah disusun di buku.
Menanggapi penerapan Kurikulum 2013, guru kelas dua SDN 01 Cipedak Jakarta Selatan, Adisti, merasa bingung apabila
metode tematik integratif benar-benar diterapkan. Kalau dilihat dari tingkat kesulitannya memang sangat sulit, sebab ada
beberapa yang harus digabungkan mata pelajarannya, ujar Adisti. Sampai saat ini ia merasa bahwa sosialisasi yang
disampaikan masih kurang dan belum ada kabar kapan pemerintah akan mengadakan pelatihan untuk guru terkait penerapan
Kurikulum 2013.
Hal lain yang menjadi sorotan dalam Kurikulum 2013 ialah penambahan jam belajar. Kegiatan belajar di SD akan bertambah
empat jam per minggu. Berdasarkan berkas publikasi Kurikulum 2013, hal ini dilakukan karena perubahan proses
pembelajaran dan proses penilaian memerlukan penambahan jam belajar.
Ditanya pendapatnya mengenai hal ini, Darmaningtyas justru mengaku bingung dengan kebijakan pemerintah menambah
jam pelajaran. Kalau memang ingin mengembangkan proses, ya justru seharusnya proses itu diperlonggar bukannya
ditambahin materi, ditambahin jam, ucapnya sambil mengerutkan dahi. Ia juga berpendapat bahwa semakin lama anak
berada di sekolah, maka anak akan menjadi semakin kuper (kurang pergaulan) dan kurang mengenal lingkungan di
sekitarnya. Apa peran orang tua dan masyarakat dalam pencerdasan anak? Tapi karena ini sudah diputuskan secara politik,
kita harus terima, keluh Darmaningtyas.
Tommy Awuy, pengajar filsafat di Fakultas Ilmu Budaya UI memiliki pandangan sendiri mengenai Kurikulum 2013. Baru
baca satu dua pasal saya sudah muak dengan draf ini, ujar Tommy tegas. Ia mengkritik frasa rasa syukur terhadap Tuhan,
kondisi yang dianggapnya sudah pasti tetapi disebutkan berulang kali di dalam pasal draf, ini jelas membatasi kritisisme
kita, Siswa didik seharusnya mampu mendapatkan pengetahuan yang murni dari kritisisme terhadap sesuatu sehingga
mendapatkan kesimpulan yang matang dan argumen yang kuat dan rasional untuk mendapatkan ilmu.
Pengajar yang dikenal dengan aktivitasnya di media sosial ini pun menyoroti bahwa sejak awal pendidikan Indonesia sudah
dikomodifikasi sedemikian rupa. Kurikulum kita dari dulu kala itu mempersiapkan anak didik untuk jadi birokrat, bukan
mempersiapkan daya kritis anak, tambahnya. Tommy juga mengatakan bahwa pada dasarnya pendidikan di Indonesia tidak
pernah lepas dari politik dan kekuasaan. Hasilnya? Ya pejabat sekarang ini, tetap saja korup bukan? lontar Tommy.
Masalah Anggaran
Selain materi rencana kurikulum, anggaran pelaksanaan juga dianggap beberapa kalangan tidak luput dari masalah.
Indonesian Corruption Watch (ICW) yang aktif mengawasi rencana Kurikulum 2013 bersama sejumlah kalangan yang
menamakan diri Koalisi Tolak Kurikulum, nyinyir atas rencana Kemdikbud yang labil. Pada awalnya, Kemdikbud
mengajukan dana pelaksanaan rencana sebanyak tiga kali, dari usulan 684 milyar dan membengkak sampai 2,49 triliun.
Namun usulan hanya disetujui DPR sebesar 631 miliar. Merasa kekurangan, Kemdikbud mencoba menggunakan DAK
(Dana Alokasi Khusus) pada APBN dan dana melekat Kemdikbud untuk memenuhi anggaran. Dana melekat sendiri adalah
dana yang masuk dalam rencana anggaran Kemdikbud yang digunakan untuk urusan di luar rencana kurikulum. Sampai
sekarang, usulan tambal sulam itu belum disetujui oleh DPR. Anggota dewan hanya menyarankan Kemdikbud berkoordinasi
dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) terlebih dahulu perihal status hukumnya.
Usaha Kemdikbud yang mencoba menggunakan DAK dan dana melekat ditanggapi miring oleh anggota badan pekerja ICW
divisi monitoring pelayanan publik, Siti Juliantari. Tidak dibenarkan jika mengacu UU Keuangan nomor 17 tahun 2003,
sehingga kami mencoba melobi DPR agar menahan anggaran tersebut karena beberapa kejanggalan tentang Kurikulum
2013. UU nomor 17 tahun 2003 mengatur bahwa perubahan anggaran yang sudah ditetapkan dalam APBN harus melalui
persetujuan DPR. Ketika wacana ini dikonfirmasi, Didik Prangbakat selaku Kepala Sub-Bagian Direktorat Pembinaan
Sekolah Dasar Kemdikbud tidak bisa memberikan komentar. Mengenai dana saya tidak bisa memberi tahu, karena bukan
wewenang saya, jawabnya.
Untuk mendukung pelaksanaan rencana kurikulum, pemerintah menargetkan pencetakan buku pada Juli 2013. Target ini
dirasa melompati kesepakatan kebijakan kurikulum yang tidak kunjung rampung. Siti Juliantari mengungkapkan bahwa
masalah tender pencetakan buku dengan anggaran sebesar 1,2 triliun rawan penyimpangan karena berpacu dengan waktu
yang semakin sempit. Juli 2013, buku sudah harus jadi dan terdistribusi hingga pelosok Indonesia. Yang dikhawatirkan
proses lelang tidak berjalan sesuai aturan, tegas Tari.
Saat ini, Kemdikbud belum melakukan tender buku untuk Kurikulum 2013. Sampai sekarang buku masih dalam proses
perumusan, kata Didik. Buku yang sedang digarap sekarang ini masih harus melewati penilaian untuk kemudian dapat
dilakukan tender terbuka. Tari beranggapan bahwa buku belum selesai ditulis karena dokumen kurikulum masih bergantiganti. Kurikulum ini hanya proyek saja, karena substansi kurikulumnya masih amburadul, hanya mengejar pengadaan buku
dan pelatihan guru yang sering sekali dikorupsi, ujar peneliti yang juga alumni dari Departemen Kriminologi FISIP UI ini.
Mahasiswa UI Ilmu Politik 2010 Gusti Raganata juga mengasumsikan hal serupa. Kalau dari sisi politik, ini seperti bukan
untuk perubahan, tapi lebih ke arah peninggalan rezim, ujarnya. Gue sih gak setuju dengan penerapan Kurikulum 2013,
karena kalau ganti kurikulum berarti ganti buku dan ada kerja sama dengan percetakan baru. Gusti merasa bahwa yang
diuntungkan nantinya adalah para produsen buku.
***
Artikel ini juga dapat dibaca di Liputan Khusus buletin Gerbatama edisi Mei 2013 produksi Suara Mahasiswa UI. Rubrik
Ekopolkum.
Ini adalah reportase yang memakan waktu paling lama sejauh ini. Saya ditugaskan sejak Maret tapi baru selesai di akhir
April dan naik cetak di bulan Mei. Kalau dilihat dari momentumnya, lebih tepat sih, sebab di bulan Mei ada Hari
Pendidikan Nasional.
Awal dapat penugasan ini, saya sedikit waswas. Soalnya cakupan isunya nasional dan daftar narasumbernya cukup
panjang. Saya yang masih pemula merasa belum punya kapasitas cukup saat itu, apalagi awal ditugaskan saya sama sekali
gak paham seluk beluk perubahan kurikulum dan isi kurikulum 2013. Jadilah saya dan Aji rekan meliput kali ini
mencoba menggali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber dan mencoba memahaminya.
Karena banyaknya materi, dan stagnannya perkembangan liputan akibat bertele-telenya birokrasi pengajuan surat
wawancara kepada deretan orang kementerian itu ditambah lelahnya bolak balik Depok Gunung Sahari Sudirman
Depok, telpon sana sini hingga pulsa habis berkali-kali, ya, saya sempat demot. Belum lagi urusan lain-lainnya yang cukup
ganggu waktu liputan saya ini. Sempat ditegur Pemred Gerbatama karena dia merasa saya kurang giat.
Di saat saya demot, saya sempat tinggalkan liputan ini. Saat itu, saya ditugaskan untuk meliput berita lain oleh lembaga
pers lain tempat saya menjadi kontributor. Saya senang dan antusias sekali sebab saya ditugaskan untuk bertemu Daoed
Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. Soalnya, saya ngefans sama beberapa tulisan buah pemikiran
beliau. Bisa bertemu dan meliput kuliah eksklusif beliau di dalam ruang utama di Dekanat FE UI jadi kesempatan berharga
buat diri saya. Bahkan saya sempat senyum-senyum maksimal saat bisa duduk di antara Dekan, Dewan Guru Besar, para
Profesor FE, dan ahli-ahli ekonomi di ruangan kecil itu. Maklum, dulu saya bercita-cita jadi ahli ekonomi dan sempat ingin
kuliah di Ilmu Ekonomi UI, tapi gak jadi karena saya lebih berminat kuliah di FISIP.
Saat itu, saya sama sekali gak inget lagi liput kurikulum 2013. Saya terlalu fokus sama bahasan yang lagi diangkat. Seusai
kuliah, saya dapet kesempatan menyapa singkat beliau saat ambil makan siang. Gak berapa lama, orang-orang dewasa
muncul dan ajak obrol dan makan bareng beliau. Ya sudah, saya pulang karena saya sudah selesai liputan.
Pas di jalan saya baru sadar. Alamak! Kenapa saya tadi gak tanya pendapat beliau perihal Kurikulum 2013? Padahal
berita saya akan lebih kaya lagi nilainya jika seorang mantan Mendikbud saya kutip pendapatnya melalui wawancara
singkat. Ya sudahlah ya, mungkin ini juga teguran biar saya fokus dan gak demot demot lagi. Cukup jadi kisah
mengesankan yang sekaligus saya sesali dalam rentang waktu pengerjaan reportase ini.
Ada lagi cerita saat saya dan Aji demot di kantor Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Saat itu Aji ajak saya untuk duduk di
depan gedung. Sambil ngerokok dia nanya saya, Din, apa yang akan kita lakuin kalau kita wartawan profesional?
Pertanyaan itu menggelitik saya. Aji gak punya jawabannya. Saya jawab, Gue gak tau mereka bakal ngapain, tapi yang
pasti mereka gak akan nyerah dan selalu punya akal. Saya langsung bangun dan ninggalin Aji sendirian. Apa yang saya
lakukan? Naik ke lantai empat, mengendap-endap, dan langsung nerabas masuk ke kantor yang bersangkutan tanpa peduli
izin perizinan. Sampai sekarang saya masih gak paham yang saya lakuin itu bijak atau enggak. Biasalah, pewarta muda
yang gejolaknya masih ababil.
Ada lagi hal yang menarik. Ingat Ibu Adisti, guru SD yang saya kutip di artikel atas? Dia adalah wali kelas adik saya. Pas
saya mau wawancara beliau, saya bingung. Bingung karena saya disuruh nunggu depan toilet. Pas saya perhatiin, ternyata
toilet tidaklah lagi menjadi toilet. Melainkan disulap menjadi ruang kerja Bu Adisti. Saya masuk dengan perasaan
canggung, duduk di depan meja kerjanya. Terlihat dua bilik yang pintunya ditutup rapat, dan WC berdiri untuk laki-laki
yang diisi dengan sepasang sepatu putih berhak dan sepasang sepatu coklat di bagian atasnya. Ruang toilet ini terlihat
bersih dan belum berapa lama dipakai, meski sedikit-sedikit saya bisa hirup bau toilet yang tidak menyenangkan.
Pertanyaan pertama saya jelas, Kok kita sedang berada di toilet laki-laki?
Dia menjawab dengan air muka yang sama sekali tak berubah, seolah pertanyaan saya begitu biasa. Saya guru baru, tidak
punya meja di ruang guru. Makanya saya dikasih meja kerja di sini.