Anda di halaman 1dari 9

Contoh-contoh Negara Demokrasi

Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa
Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung
jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki
seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih
dalam pemilu.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasi yang pernah ada di
Indonesia. Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 1950 ).
Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia.
Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya
revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahn presidensil
menjadi parlementer

2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama


a. Masa Demokrasi Liberal (1950 1959)
Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai Kepala
Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan parlemen, akuntabilitas politik
sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
Namun demikian praktek demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

Dominannya partai politik


Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
Bubarkan konstituante
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
Pembentukan MPRS dan DPAS

b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 1966)

Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan musyawarah
untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner
dengan berporoskan nasakom dengan ciri:

Dominasi Presiden
Terbatasnya peran partai politik
Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk
DPRGR
Jaminan HAM lemah
Terjadi sentralisasi kekuasaan
Terbatasnya peranan pers
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda
akhir dari pemerintahan Orde Lama.

3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru (1966 1998)


Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan
keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan
disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan
Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:

Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada


Rekrutmen politik yang tertutup
Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
Pengakuan HAM yang terbatas
Tumbuhnya KKN yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru:

Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )


Terjadinya krisis politik
TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi
Presiden.

4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 Sekarang).


Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil
Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:

Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi


Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden
RI
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan
tahun 2004

Jepang
Demokrasi di negara jepang sudah ada sejak pemerintahan di zaman meiji. Hal ini di tandai
dengan pembukaan kembali hubungan antara jepang dengan orang asing setelah runtuhnya
pemerintahan tokugawa. Hal ini juga membawa perubahan besar pada bidang perpolitikan di jepang.
Karena kebanyakan orang yang datang ke jepang menganut sistem demokrasi yang membebaskan
masyarakatnya mengeluarkan pendapat, sehingga masyarakat jepang juga ingin menerapkan sistem
demokrasi di jepang, untuk menjadikan negara yang kuat. Hal ini di dasari karena pada zaman tokugawa
yang bisa mengeluarkan pendapat hanya orang-orang yang berkuasa.
Atas dasar pemikiran-pemikiran inilah masyarakat mulai memikirkan tentang pembentukan
pemerintahan yang berdasarkan demokrasi. Pergerakan demokrasi ini diawali oleh golongan para bekas
samurai yang terjadi di pusat pemerintahan di Tokyo dan didaerah Tosa. Terjadi gerakan ini karena
perbedaan pendapat antara pemimpin di perintahan meiji mengenai hubungan diplomasi dengan
pemerintahan korea. Pergolakan ini mengakibatkan beberapa pemimpin mengundurkan diri dari
pemerintahan, diantaranya adalah Itagaki Taisuke dan Saigo Takamori. Setelah mereka menyerahkan
jabatannya kepada pemerintah, mereka mulai melakukan pergerakan di bidang demokrasi di daerah
asalnya masing-masing yaitu didaerah Tosa dan Kagoshima. Pergerakan demokrasi yang di bawa oleh
Itagaki di bidang politik yang menuntut pemerintahan dalam keputusan peraturan wajib militer dan
pembaharuan pajak yang merugikan setiap golongan masyarakat . karena gerakan ini mendapat
dukungan dari segala golongan masyarakat sehingga dapat bantuan dana untuk segalan gerakan
demokrasi.

A. Proses Terbentuknya Demokrasi Di Jepang


Dalam pembahasan proses terbentuknya demokrasi di jepang secara garis besar menurut Prof. Oguma
menjelaskan problematika dan dinamika perkembangan nation hood, demokrasi dan keterkaitan
keduanya. Menurutnya bahwa demokrasi yang dicapai Jepang saat ini bukanlah hasil yang dicapai

secara instant. Usaha untuk mencapainya membutuhkan tidak hanya upaya yang keras namun juga
proses yang panjang. Prof.Oguma kemudian membagi proses yang panjang tersebut ke dalam tiga
periode; masa sebelum perang , masa perang, dan masa sesudah perang. Masa sebelum perang meliputi
masa pasca Restorasi Meiji 1868 hingga tahun 1941, masa perang meliputi tahun 1941 hingga 1945, dan
masa pasca perang meliputi tahun 1945 hingga sekarang.

a.

Masa Sebelum Perang

Masa sebelum perang dicirikan oleh rasa kebangsaan yang masih bersifat tradisional serta mulai
munculnya tunas-tunas demokrasi. Rasa kebangsaan tradisional artinya kesetiaan masih belum
ditujukan pada entitas negara-bangsa secara modern melainkan masih pada penguasa-penguasa lokal
kuno (han). Untuk itu diperlukan (simbol/alat legitimasi) pemersatu yaitu insitusi Kekaisaran. Di saat
yang sama pengaruh demokrasi mulai muncul karena pengaruh Barat. Namun demikian kran
demokrasi ini belum bisa dibuka lebar dikarenakan negara masih dalam proses konsolidasi menuju
negara-bangsa yang dapat disatukan secara modern. Kalaupun akhirnya ada pemilihan umum, dan
parlemen pada ujung abad ke-19 kegiatan tersebut hanya ditujukan untuk mendapatkan citra dari Barat
bila Jepang telah demokratis (sebagai kedok untuk merevisi perjanjian Jepang-Barat 1854 yang
merugikan Jepang ) namun esensinya kedaulatan tetaplah di tangan kaisar bukan pada rakyat. Sehingga
demokrasi pada masa ini dapat dikatakan hanya wajahnya saja, sementara rasa kebangsaan cenderung
dipaksakan dari atas.
Saat memasuki abad ke-20 kran demokrasi ini akhirnya sedikit demi sedikit dibuka. Namun sayang
dengan mulai diberikannya sebagian kekuasaan politik pada pemerintahan yang dipilih melalui parpol
dan pemilu ternyata banyak melahirkan ekses negatif berwujud kolusi, nepotisme dan korupsi pada
tahun 1920 hingga 1930-an. Parlemen, dan parpol lebih suka berkolusi dengan zaibatsu (konglomerat)
daripada memikirkan nasib rakyat. Dari situ timbullah ketidakpuasan. Dan pihak yang paling tidak puas
melihat keadaan ini ialah kalangan militer. Dengan satus politik yang dekat dengan kaisar dan kekuatan
militernya, kalangan militer banyak melakukan asasinasi pemimpin politik yang dianggapnya merugikan
negara. Puncak dari serangkaian keterlibatan militer dalam politik ialah saat Jepang mendapat tekanan
dari Barat pada awal tahun 1941. Sejak saat itu militer mengambil alih kekuasaan politik atas nama
kaisar dan partai politik dibubarkan.
b.

Masa Perang

Masa Perang (1941 1945) ini ditandai oleh matinya demokrasi. Demokrasi dibungkam, kran
demokrasi ditutup rapat-rapat. Politik dijalankan oleh militer secara otoriter dan diktator atas nama
kaisar. Pada masa ini semangat nasionalisme (Rasa kebangsaan) bunkanlah hasil konsolidasi, melainkan
sekali lagi sifatnya paksaan dari atas dan untuk tujuan perang. Namun di sisi lain, perang dengan dampak
yang mengerikan telah menyadarkan rakyat (secara bersama) perlunya usaha untuk tidak mengulangi
perang. Untuk itu perlu saluran untuk menyuarakannya. Keinginan ini bersambut dengan kebijakan
demokratisasi tentara pendudukan AS di bawah Jenderal McArthur. Demokrasi yang ideal akhirnya
diupayakan terwujud justru bukan oleh Jepang sendiri melainkan oleh pihak eksternal yaitu AS. Sehingga
periode pasca perang dapat dikatakan kran demokrasi mulai sedikit demi sedikit dibuka.
c.

Masa Pasca Perang

Pasca perang 1945 hingga kini ditandai dengan dinikmatinya demokrasi secara meluas di kalangan
rakyat Jepang. Terbukanya kran demokrasi kembali bahkan lebih lebar dari masa-masa sebelumnya
berimplikasi pada banyak bidang. Yang jelas terimbas adalah bahwa kesadaran nasional lebih mudah
terakulasi disebakan bebasnya pers dan bebasnya berpendapat. Demokrasi telah memungkinan
kesadaran bangsa akan memori perang yang buruk mengkristal menjadi undang-undang untuk pasif
terhadap hal-hal yang berbau perang baik di dalam dan luar negeri. Selain itu demokrasi juga telah
mendorong lahirnya berbagai partai politik hasil kristalisasi kepentingan dan ideologi di masyarakat
(bukan inisiatif dari atas). Dan seterusnya hingga kesemuanya bermuara pada tumbuhnya ekonomi
Jepang secara pesat di era 70 hingga 80-an. Hingga titik ini dapat dikatakan demokrasi telah berperan
besar mengarahkan nationhood untuk berfokus memajukan kehidupan ekonomi. Sayang kondisi ini tak
bertahan lama. Munculnya berbagai kesenjangan di dalam negeri serta berubahanya perpolitikan dunia
semisal berakhirnya perang dingin, terbukanya ekonomi China ke arah liberal, dan dituntutnya Jepang
ikut ambil bagian kegiatan militer penjaga perdamaian mau tak mau berimplikasi ke Jepang.

B. Sistem Pemerintahan Jepang


Membicarakan sistem politik suatu negara, berarti membicarakan interaksi aktif yang erat, selaras,
saling mengisi, saling memberi pengertian, antara komponen supra struktur politik, sehingga terdapat
suasana kehidupan kenegaraan yang harmonis dalam menentukan kebijakan umum dan menetapkan
keputusan politik. Dalam hal ini, masyarakat yang tercermin dalam komponen komponen infra struktur
politik berfungsi sebagai masukan (input) yang berwujud pernyataan kehendak dan tuntutan
masyarakat (social demand); sedangkan supra struktur politik (pemerintah dalam arti luas) berfungsi
sebagai output dalam hal menentukan kebijakan umum (public policy) yang berwujud keputusankeputusan politik(political decision). Suasana kehidupan politik tersebut dapat dilihat dalam
UUD/Konstitusi masing-masing negara (bila negara itu mempunyai UUD/Konstitusi)[2].
Jepang (sebagai salah satu negara demokrasi) juga mempunyai struktur ketatanegaraan
sebagaimana tersebut di muka, yang meliputi supra struktur politik dan infra struktur politik. Hal ini
dapat dilihat dalam Konstitusi 1947..
Supra struktur politik, meliputi lembaga-lembaga kenegaraan atau Lembaga-lembaga Neagra atau
alat alat Perlengkap Negara. Dengan demikian, supra struktur politik Negara Jepang menurut Konstitusi
1947, meliputi :
A. Lembaga Legislatif (legislature), yaitu National Diet (Parlemen Nasional)
B. Lembaga Eksekutif (Executive), yaitu Cabinet (Dewan Menteri), yang dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri.
C.

Lembaga Judisiil (Judiciary), yaitu Supreme Court (Mahkamah Agung).

Sedangkan Infra struktur politik meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan
lembaga lembaga kemasyarakatan, yang dalam aktivitasnya mempengaruhi (baik secara langsung
maupun tidak langsung) lembaga-lembaga kenegaraan dalam menjalankan fungsi serta kekuasaannya
masing-masig.

Infrastruktur ini terdiri dari lima 5 komponen/unsur, yaitu :


1.

Partai politik (political party)

2.

Golongan kepentingan (interest group), terdiri dari :

a.

Interest group asosiasi

b.

Interest group institusional

c.

Interest group non asosiasi

d.

Interest group yang anomik

3.

Golongan penekan (pressure group)

4.

Alat komunikasi politik (media political communication)

5.

Tokoh politik (political figure)

Jepang sebagai suatu negara yang menganut sistem politik demokrasi, tidak dapat meniadakan hidup
dan berkembangnya partai politik, dengan kata lain adanya partai politik merupakan salah satu ciri
bahwa Jepang merupakan negara demokrasi. Sampai saat ini, Jepang menganut sistem politik multi
party (banyak partai), yaitu ada enam (6) partai besar :
1. Liberal Democratic Partay (jiyu Minshuto or Jiminto), yang banyak didukung oleh birokrat,
pengusaha, dan petani.
2.

The Japan Socialist Party (nippon S Hakaito), yang didukung oleh buruh(sayap kiri).

3.

The Komneito (Clean Goverment Party), yang didukung para penganut agama Budha.

4.

The Democatic Socialist Party (Minshato), yang didukung oleh buruh (sayap kanan).

5.

The Japan Communist Party (Nihon Kyosanto), yang didukung oleh komunis.

6. The United Social Democratic Party (Shakai Minshu Rengo of Shminren), merupakan partai
termuda dan terkecil di Jepang, merupakan sempalan JSP (sosialis sayap kanan).

Contoh-contoh Negara teokrasi


Egyp Kuno
Pada masa egypt kuno sistem pemerintahan Tuhan ini telah ada, sehingga setiap raja firaun
menganggap dirinya sebagi Tuhan ataupun anak Tuhan. Begitupun dengan kekaisaran Kisra,
para kaisar mengaku dirinya mempunyai hubungan khusus dengan Tuhannya Ahuramazda.
Mereka mengatur masalah perintah dan larangan, juga ucapannya berarti undang-undang yang

turun dari langit. Tidak dapat diprotes sekalipun bertentangan dengan kemaslahatan rakyat,
karena setiap keputusannya adalah keputusan yang diwahyukan Tuhan.

Republik Islam Iran


Sistem pemerintahan Republik Islam Iran adalah sistem wilayatul faqih, yang diatur berdasarkan prinsipprinsip pemerintahan dan kepemimpinan agama. Dalam konstitusi Iran, Undang-Undang Dasar harus
mempersiapkan lahan bagi seorang faqih yang melebihi persyaratan yang diakui sebagai pemimpin oleh
rakyat. Pengaturan urusan-urusan adalah di tangan orang-orang yang alim tentang Allah, yang
terpercaya dalam urusan apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah, sebagai bagian dari kewajiban
Islam yang sejati, untuk mencegah setiap penyelewengan oleh berbagai organ Negara dan tugas-tugas
Islam hakiki.
Kecakapan khusus pemimpin atau dewan Kepemimpinan adalah:
(1) memenuhi persyaratan dalam hal keilmuan dan kebajikan yang esensil bagi kepemimpinan agama
dan pengeluaran fatwa;
(2) berwawasan sosial, berani, berkemampuan dan mempunyai cukup keahlian dalam pemerintahan.
Ada lima lembaga penting di dalam Konstitusi tersebut, di antaranya yaitu: Faqih, Presiden, Perdana
Menteri, Parlemen, dan Dewan Pelindung Konstitusi. Kekuasaan terbesar dipegang oleh Faqih. Namun,
jika tidak ada yang memenuhi Syarat maka wewenang faqih akan dipegang oleh sebuah dewan yang
beranggotakan 3-5 orang fuqaha. Wewenang Faqih antara lain:
o

Mengangkat Ketua Pengadilan Tertinggi Iran

Mengangkat dan memberhentikan seluruh Pimpinan Angkatan Bersenjata Iran.

Mengangkat dan memberhentikan Pimpinan Pengawal Revolusi (Pasdaran).

Mengangkat anggota Dewan Pelindung Konstitusi.

o
Membentuk Dewan Pertahanan Nasional yang anggota-anggotanya terdiri dari Presiden,
Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Kepala Pasdaran, dan dua orang penasihat yang diangkat oleh
Faqih.
Pemegang kekuasaan terbesar kedua adalah Presiden yang dipilih setiap empat tahun. Kekuasaan
legislatif dipegang oleh parlemen yang beranggotakan 270 orang, yang dipilih secara bebas dan rahasia
oleh rakyat. Di samping parlemen, terdapat sebuah badan yang disebut Dewan Pelindung Konstitusi
yang beranggotakan 12 orang, 6 orang lainnya terdiri dari ahli hukum umum yang diusulkan oleh Dewan
Pengadilan Tinggi Iran dan disetujui parlemen.
Tugas Presiden menurut Konsep Wilayat-Faqih yaitu:
o

Menjalankan konstitusi Negara.

Menjadi kepala pemerintahan.

Mengkoordinir tiga lembaga Negara yaitu; Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.

o
Menandatangani seluruh perjanjian dan berhak mengangkat Perdana Menteri setelah parlemen
memberikan persetujuan.
o

Presiden dapat meminta kabinet untuk bersidang kapan saja, langsung di bawah pimpinannya.

o
Presiden merupakan pejabat tertinggi Pemerintah Iran dalam hubungan dengan dunia
internasional.
Tugas Parlemen Republik Islam Iran sesuai dengan konsep wilayatul faqih adalah
(i)
(ii)
(iii)

Mengawasi kebijakan Pemerintah,


Mengontrol kebijakan Pemerintah,
Membahas kebijakan Pemerintah.

Tugas Dewan Pelindung Konstitusi, adalah menafsirkan Konstitusi Iran dan bertugas melaksanakan
referendum, pemilihan Presiden, dan pemilihan anggota parlemen. Wilayatul Faqih inilah yang
diberlakukan dalam RII yang diciptakan oleh seorang ulama Syiah yang mempunyai pengaruh besar
dalam perpolitikan di Iran yaitu Ayatullah Imam Khomeini.
Ayatullah Khomeini memaparkan bahwa tidak setiap faqih qualified sebagai pemimpin. Sekurangkurangnya ada delapan persyaratan yang harus dipenuhi seorang faqih untuk bisa memimpin sebuah
pemerintahan Islam, yaitu:
(1) mempunyai pengetahuan yang luas tentang hukum Islam,
(2) harus adil, dalam arti memiliki iman dan akhlak yang tinggi,
(3) dapat dipercaya dan berbudi luhur,
(4) jenius atau cerdas,
(5) memiliki kemampuan administratif,
(6) bebas dari segala pengaruh asing,
(7) mampu mempertahankan hak-hak bangsa, kemerdekaan dan integritas territorial tanah Islam,
sekalipun harus dibayar dengan nyawa dan
(8) hidup sederhana.

Referensi

http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi

http://golput.info/demokrasi/sejarah-demokrasi-dunia/59-sejarah-demokrasi-dunia.html
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/demokrasi-dan-pelaksanaan-demokrasi-di-indonesiabeserta-contohnya/
http://andrykusmayadi.blogspot.com/2011/12/demokrasi-di-negara-jepang.html
http://makalah-fankano2.blogspot.com/2008/11/teokrasi-wajah-buram-bagi-agama-dan.html
http://nursalimrembang.wordpress.com/2011/04/11/pemerintahan-dalam-islam-menurut-maududipakistan-dan-ayatullah-khomeni-iran/

Anda mungkin juga menyukai