Anda di halaman 1dari 2

Nama : Tasya Bellinda Permatasari

NPM : 1406536101

Kelas : C 305 - S1 Reguler


TTD

LTM MPKT-A
Judul Seminar: Peradilan Etik dan Etika Konstitusi

Pembicara

: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie dan Prof. Dr. Franz Magnis Suseno

Data Publikasi : Rabu, 22 Oktober 2014

Penegakan hukum di pengadilan terutama di Mahkamah Konstitusi selama


ini berlandaskan pada rule of law. Prinsip ini sejalan dengan status Indonesia
sebagai negara hukum sebagaimana disebut dalam UUD 1945. Tetapi dalam
perkembangan dunia modern, terutama pasca modern, ternyata hukum tidak bisa
menjawab semua persoalan. Menegakkan hukum an sich justru bisa menimbulkan
masalah baru. Misalnya menghukum dan mengirimkan orang sebanyakbanyaknya ke penjara, ternyata tidak membuat masalah kejahatan selesai. Yang
terjadi kondisi di dalam penjara adalah overcapacity sehingga menimbulkan
kejahatan baru di dalam penjara. Pada masyarakat pasca modern, semakin banyak
kebutuhan, dan semakin banyak jenis masalah hukum yang harus dihadapi.
Keadilan tidak selamanya bisa diperoleh dalam waktu cepat melalui proses
penegakan hukum (rule of law) di pengadilan. Kecenderungan masyarakat dunia
ke depannya adalah menjunjung pemerintahan yang baik (good governance),
bukan lagi semata-mata pemerintahan yang berbasis konstitusi dan hukum
(constitutional and legal governance). Rule of law bukan lagi satu-satunya
jawaban atas segala permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini
dan yang akan datang. Menurut Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, kebutuhan di
masa mendatang adalah hukum yang etis, undang-undang yang etis, dan hakim
yang etis.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie kemudian membuat gagasan tentang etika,
tetapi etika tersebut bukan bertujuan untuk menggantikan hukum. Rule of law
tetap diperlukan. Etika (rule of ethic) hanya sebagai pelengkap rule of law.
Hukum dan etika harus bekerja sama dengan baik. Jika etika berfungsi baik maka
perilaku menyimpang bisa dihindari. Etika bisa mengoreksi penyimpangan yang
terjadi oleh penyelenggara negara. Penegakan etika bisa digunakan untuk

mencapai keadilan negara. Prosesnya bisa melalui proses peradilan etika. Selain
caranya yang lebih sederhana dibanding proses penegakan hukum, proses yang
cepat juga bisa menyelamatkan nama baik institusi dan lembaga. Upaya mencapai
tujuan di pulau keadilan ibaratnya seperti menggunakan kapal melewati samudera.
Kalau samudera etikanya kering, kapal tidak mungkin mencapai pulau keadilan.
Prof. Dr. Franz Magnis Suseno juga menjelaskan bahwa hukum bisa terus
menerus berubah melalui proses legislasi atau amandemen. Tetapi etika menjadi
sesuatu yang mendasar dan universal. Pendiri bangsa menggagas Indonesia
sebagai negara hukum, tetapi sebagai bangsa Indonesia juga harus memiliki dasar
yang kuat dalam etika. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, dalam rangka
pengembangan gagasan rule of ethic, yang paling bertanggung jawab adalah
Fakultas Hukum. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie memiliki harapan bahwa suatu saat
nama Fakultas Hukum berubah menjadi Fakultas Hukum dan Etika apabila
gagasannya tentang rule of ethic bisa diterima.

Anda mungkin juga menyukai