Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan
kematian dinegara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi
penderitaan fisik dan penurunan produktifitas kerja. Infeksi dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur serta parasit. Terjadinya infeksi pada seseorang dipengaruhi oleh
banyaknya mikroorganisme penyebab yang masuk, derajat virulensi serta kekebalan
tubuh.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2007, penyebab utama
kematian antara lain: 28,1 % disebabkan oleh penyakit infeksi dan parasit, 18,9 %
disebabkan oleh penyakit vaskuler, dan 15,7 % disebabkan oleh penyakit pernafasan
(Depkes 1997).
Bakteri flora normal pada organ tubuh tertentu bisa menjadi patogen apabila
terjadi perubahan substrat dan berpindahnya bakteri ke organ lain. Dalam rongga
mulut manusia terdapat bakteri flora normal yaitu Streptococcus mutans /
Streptococcus viridans, Staphylococcus spdanLactobacillussp, bahkan Streptococcus
mutans merupakan flora normal sepanjang hidup. Bakteri-bakteri tersebut dalam
rongga mulut berperan dalam proses pencernakan dan pertahanan.
Infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat menimbulkan tanda-tanda yang
khas pada setiap jaringan atau alat tubuh yang diinfeksi olehnya, yaitu peradangan,
nekrosis, dan pembentukan abses (Usman Chatib Warsa, 1993). Penyakit infeksi lain
yang sering dijumpai adalah demam tifoid dengan penyebab bakteri Salmonella typhi.
Akibat invasi bakteri tersebut ke dalam aliran darah, dapat timbul demam dengan
komplikasi berupa perdarahan dan perforasi usus yang dapat menyebabkan kematian.
Angka kematiannya sekitar 10-15% (Brooks, Butel, Morse, 2005).
Dan masih banyak lagi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri bakteri dan
tanda tanda yang disebabkan oleh bakteri tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas
kami tertarik membahas tentang penyakit infeksi bakteri seperti Impetigo, Kusta,
Variola, Varisela.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan Varisela ?
2. Apakah penyebab atau etiologi dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan
Varisela ?
3. Apakah manifestasi klinis dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan
Varisela?
4. Apa saja klasifikasi dari penyakit Kusta ?
5. Bagaimana patofisiologis dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan Varisela
?
6. Bagaimana penggambaran WOC dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan
Varisela ?
7. Apakah komplikasi yang diakibatkan dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola,
dan Varisela ?
8. Apa bentuk penatalaksanaan medis dari penyakit penyakit Impetigo, Kusta,
Variola, dan Varisela ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis dari penyakit Impetigo, Kusta,
Variola, dan Varisela ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan
Varisela.
2. Untuk mengetahui penyebab atau etiologi dari penyakit Impetigo, Kusta,
Variola, dan Varisela.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola,
dan Varisela.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit Kusta.

5. Untuk mengetahui patofisiologis dari penyakit Impetigo, Kusta, Variola, dan


Varisela.
6. Untuk mengetahui penggambaran WOC dari penyakit Impetigo, Kusta,
Variola, dan Varisela.
7. Untuk mengetahui komplikasi yang diakibatkan dari penyakit Impetigo,
Kusta, Variola, dan Varisela.
8. Untuk mengetahui bentuk penatalaksanaan medis dari penyakit penyakit
Impetigo, Kusta, Variola, dan Varisela.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis dari penyakit Impetigo, Kusta,
Variola, dan Varisela.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 IMPETIGO
2.1.1 Definisi
Impetigo adalah penyakit inflamasi kulit pustula yang disebabkan oleh
Staphylococcus dan Streptococcus.
Jenis impetigo :
a. Impetigo kontagiosa (nonbolusa)

Sangat menular, terutama mengenai wajah dan kulit kepala, dan ditandai oleh
vesikel yang menjadi pustule lalu menjadi krusta berwarna kuning madu.
b. Impetigo bullous
Yaitu infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh pembentukan bula dari
vesikula asli. Impetigo ini mengacu kepada infeksi kulit oleh streptokokus
atau stafilakokus yang terlihat pada anak-anak yang normal atau orang dewasa
yang sakit, khususnya dibagian wajah dan tangan.

2.1.2

Etiologi

1. Impetigo bulosa.
Agen penyebab : Stapphylococcus aureus yang menghasilkan eksotoksin
eksfoliatif akstraselular disebut exfoliatins A dan B.
2. Impetigo Nonbulosa
Agen penyebab :Stapphylococcus aureus utnuk 50-60% dari kasus.

Gbr. 1a Impetigo bulosa

Gbr. 1b Impetigo Non bulosa

3. Seringkali impetigo terjadi sekunder akibat pediculosis capitis (tuma kepala),


scabies (penyakit kudis), herpes simpleks, gigitan serangga, getah tanaman
yang beracun (poison ivy), atau eczema.
4. Impetigo

umumterjadipadaanak-anak

yang

tinggal

di

lingkungandengankondisikebersihannyakurangbaik.
5. Kesehatan yang buruk, hiegene yang buruk, dan malnutrisi dapat menjadi
predisposisi terjadinya impetigo pada orang dewasa.
Dari semua kasus, lebih dari 70% adalah impetigo nonbulosa.Impetigo
menular dan dapat menyebar ke bagian lain dari kulit pasien atau pada

anggota keluarga lain yang menyentuh pasien, atau menggunakan handuk


atau sisir yang terbasahi oleh eksudat lesi.
2.1.3

Manifestasi Klinis
a) Lesi dimulai dari sebagian macula kecil berwarna merah menjadi
vesikula berdinding tipis terpisah yang rupture dan tertutup oleh
keropeng yang berwarna kuning madu.
b) Keropengini, jika dilepaskan menunjukkan permukaan halus, merah,
lembab yang merupakan tempat tumbuhnya keropeng baru.
c) Jika kulit kepala terkena, rambut akan melekat satu sama lain.
Menurut Behrneman (1996), impetigo nonbulosa lesi selalu berawal dari

kulit wajah atau ekstremitas yang telah mengalami trauma. Lesi disertai rasa sakit
ringan

atau

tanpa

rasa

sakit

atau

eritema

bulosaterutamamenginfeksibayidananakkecil.Bulalunak,

disekelilingnya.Impetigo
transparan,

paling

seringberkembangpadakulitwajah, pantat, badan, perineum, dan ekstremitas. Impetigo


bulosa neonates : mulaipadadaerah yang dipakaikanpopok.Berbedapada impetigo
non-bulosa,

lesipada

impetigo

bulosamerupakanmanifestasisindromkulitbersisikstafilokokussetempatdanberkemban
gpadakulit yang utuh.
2.1.4

Patofisologis

Impetigo merupakan penyakit menular dan dapat menyebar ke bagian kulit pasien
lain atau anggota keluarga yang menyentuh pasien atau memakai handuk atau sisir
yang tercemar oleh eksudat lesi. Meskipun impetigo dijumpai pada segala usia,
namun penyakit ini terutama ditemukan di antara anak-anak yang hidup dalam
kondisi hiegene yang buruk. Daerah-daerah tubuh, wajah, tangan, leher dan
ekstremitas yang terbuka merupakan bagian yang paling sering terkena.
Infeksi ini dimulai sebagai macula eritematosa yang berkembang menjadi
pustula yang kecil dan akhirnya menjadi erosi yang dangkal dengan pembentukan
krusta yang warnanya seperti warna madu.
Impetigo bulosa. Impetigo bulosa lebih jarang terjadi dibandingkan
nonbulosa. Stapphylococcus aureus (penyebab) menghasilkan eksotoksin eksfoliatif

akstraselular disebut exfoliatins A dan B. Ekstoksin ini menyebabkan adhesi sel di


epidermis, dimana pada gilirannya menyebabkan timbulnya suatu bula dan
pengelupasan dari epidermis.
Impetigo Nonbulosa (Stapphylococcus aureus). Impetigo nonbulosa adalah
bentuk yang paling sering dari impetigo dan terjadi sekitar 70% pada anak usia di
bawah 15 tahun. Selain itu, sekitar 20-45% kasus disebabkan kombinasi S. aureus
dan S. pyogenes. S. aureus menghasilkan bakteriotoksin. Bakteriotoksin mengisolasi
S. aureus sehingga menyebabkan akumulasi pus. Jika seseorang melakukan kontak
dengan orang lain yang memiliki infeksi kulit atau pembawa organisme, kulit normal
individu akan mengalami invasi bakteri. Dan apabila terjadi suatu kondisi trauma
ringan, seperti lecet atau gigitan seranga, maka dapat mengakibatkan pengembanagan
lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu.
2.1.5

WOC

Lampiran 1.
2.1.6

Komplikasi

Komplikasi utama yang biasa terjadi adalah Glomerulonefritis akut (GNA)


sebanyak 2-5% yang disebabkan oleh serotype nefritogenik, sering terjadi pada anakanak, umumnya dibawah 6 tahun (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
2.1.7

Penatalaksanaan Medis

1. Pengobatan topical dengan krem antobiotik.


2. Drainage : bula dan pustule dengan ditusuk jarum steril untuk mencegah
penyebaran local.
3. Kompres larutan Sodium Klorida 0,9 %.
4. Pengobatan sistemik (FK Unair, 2007).
a. Diberikan pada kasus-kasus berat, lama pengobatan paling sedikit 7-10
hari.
b. Penisilin dan semisintetiknya (pilih salah satunya) seperti : Klokasilin,
Dikloksasilin, Fenoksimetil, Eritromisindosis : 250-500mgg/dosis, 4
kali/hari p.c anak-anak : 12,5-50mg/kg/dosis, 4 kali/hari p.c., Klindamisin

dosis : 150-300 mg/dosis, 3-4 kali/hari anak-anak lebih 1 bulan : 8-20


mg/kg/hari.
2.1.8

Asuhan Keperawatan Teoritis


1) Pengkajian Keperawatan
Keluhan Utama

Pada anamnesis biasnya didapatkan keluhan, meliputi hal-hal berikut:


1. Pada impetigo nonbulosa, keluhan dimulai dengan adanya pembentukan
suatu makula eritematosa tunggal yang cepat berkembang menjadi vesikel
dan pecah, meninggalkan eksudat kuning dengan adanya erosi diatasnya.
Awitan impetigo bulosa biasanya lebih cepat membesar dan bula yang
pecah. Lesi biasanya tanpa gejala. Terkadang, pasien melaporkan rasa
sakit atau gatal. Pasien dengan impetigo biasanya didapatkan adanya
riwayat kontak penderita impetigo lainnya.
2. Pada kedua jenis impetigo didapatkan adanya riwayat kondisi lingkungan
hidup yang penuh sesak, kebersihan yang rendah, atau lingkungan kerja
tidak higienis mendorong kontaminasi patogen yang dapat menyebabkan
impetigo.
3. Lesi impetigo biasanya sembuh tanpa jaringan parut. Jika tidak diobati,
lesi impetigo menghilo bolusa sering terjadi secara sepontan setelah
beberapa minggu.

2) Aplikasi NANDA, NOC, NIC pada Penyakit Impetigo


No.
1.

NANDA

NOC

Nyeri Akut

- Kontrol nyeri

DS : Pasien mengeluh

- Tingkatan nyeri

NIC
- Manajemen nyeri

nyeri, badan terasa


panas, mual muntah,

gatal-gatal pada kulit


DO : ekspresi wajah
meeringis, menggarukgaruk di kulit, gelisah
tidak bisa tidur.
2.

Resiko Infeksi

- Status Neurologis :

- Manajemen Sensasi

DS : Pasien mengeluh

Perifer

Perifer

Kurang Pengetahuan

- Pengetahuan tentang

- Pengetahuan Penyakit

DS :malu dengan kondisi

penyakit

terdapat luka pada kulit,


tidak bisa tidur/kurang
tidur
DO :
3.

sakitnya, dan
mengatakan tidak
mengetahui tentang
penyakitnya.
DO

:pasien

bertanya

tentang penyakitnya

2.2 KUSTA
2.2.1 Definisi
Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang
kulit dan susunan saraf tepi, sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan
dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini
(FKUI, 1999). Adhi Djuanda (1999) mendefinisikan kusta sebagai penyakit infeksi
kronis yang disebabkan oleh Mycrobacterium leprae yang intra seluler dan obligat
(Adhi Djuanda, 1999).
2.2.2

Etiologi

Penyebab penyakit kusta adalah bakteri Mycobacterium leprae yang berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1-8 mikron, lebar 0.2-0.5 mikron, biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel, dan bersifat tahan
asam (BTA). Penyakit kusta bersifat menahun karena Bakteri kusta memerlukan
waktu 12-21 hari untuk membelah diri. Dan masa tunasnya rata-rata 2-5 tahun.
Penyakit kusta dapat di tularkan kepada orang lain melalui saluran pernafasan dan
kontak kulit. Bakteri kusta ini banyak terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan
mukosa hidung. ( Widoyono, 2008 ).
2.2.3

Manifestasi Klinis

Bercak-bercak pada kulit, tidak nyeri ditekan, tidak bersisik. Tanpa pus, mati
rasa, pucat, sering menimbulkan borok atau nodul di muka dan daun telinga.
Pada mulanya kusta tidak menimbulkan gejala. Tetapi terdapat kelainan berupa
bercak berwarna putih dan kemerahan dan mirip dengan panu.
Tanda-tanda tersangka kusta (suspek) :
1.

Tanda-tanda pada kulit


a. Bercak/Kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh
b. Kulit mengkilap
c. Bercak yang tidak gatal
d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak
berambut.
e. Lepuh tidak nyeri.

2.

Tanda-tanda pada saraf


a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau
muka.
b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
c. Adanya cacat (deformitas)
d. Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh

2.2.4

Klasifikasi

Klasifikasi kusta menurut Ridley-Jopling (1962)yang dikelompokkanmenjadi


5

kelompok

berdasarkan

gambaran

klinis,

bakteriologis,histopatologi,

dan

imunologis.
1.

Tipe

Tuberkuloid

Tuberkuloid

(TT)

Lesi

berupa

bercak

makuloanestetik dan hipopigmentasi yang terdapat di semua tempat terutama pada


wajah dan lengan, kecuali: ketiak, kulit kepala (scalp), perineum dan selangkangan.
Batas lesi jelas berbeda dengan warna kulit disekitarnya. Hipopigmentasi merupakan
gejala yang menonjol. Lesi dapat mengalami penyembuhan spontan atau dengan
pengobatan selama tiga tahun.
2.

Tipe Borderline Tuberkuloid (BT) : Gejala pada lepra tipe BT sama

dengan tipe TT, tetapi lesi lebih kecil, tidak disertai adamya kerontokan rambut, dan
perubahan saraf hanya terjadi pembengkakan.
3.

Tipe Mid Borderline (BB) : Pada pemeriksaan bakteriologis ditemukan

beberapa hasil, dan tes lepromin memberikan hasil negatif. Lesi kulit berbentuk tidak
teratur, terdapat satelit yang mengelilingi lesi, dan distribusi lesi asimetris. Bagian
tepi dari lesi tidak dapat dibedakan dengan jelas terhadap daerah sekitarnya. Gejalagejala ini disertai adanya adenopathi regional.
4.

Tipe Borderline Lepromatous (BL) : Lesi pada tipe ini berupa macula

dan nodul papula yang cenderung asimetris. Kelainan syaraf timbul pada stadium
lanjut. Tidak terdapat gambaran seperti yang terjadi pada tipe lepromatous yaitu tidak
disertai madarosis, keratitis, uslserasi maupun facies leonine.
5.

Tipe Lepromatosa (LL) : Lesi menyebar simetris, mengkilap berwarna

keabu-abuan. Tidak ada perubahan pada produksi kelenjar keringat, hanya sedikit
perubahan sensasi. Pada fase lanjut terjadi madarosis (rontok) dan wajah seperti
singa, muka berbenjol-benjol (facies leonine).
Berikut ini adalah gambar penderita kusta menurut Ridley-Jopling :

10

Gambar 2a. Penderita Kusta Tipe Tuberkuloid & Bordeline

Gbr 2b. Penderita Kusta Tipe Gbr 2c. Penderita Kusta Tipe L.L dan B.L.
Lepramatos

11

2.2.5

Patofisiologi

Cara masuk M.leprae ke dalam tubuh masih belum diketahui dengan pasti,
namun beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa cara masuk tersering ialah
melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa
nasal. Bila kuman M.leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi
mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit)
untuk memfagositnya.
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imunitas selular, dengan
demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat
bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan.Pada kusta tipe
TT kemampuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup
menghancurkan kuman.
2.2.6

WOC
Lampiran 2.

12

2.2.7

Komplikasi

Gejala klinik reaksi reversal adalah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang
telah ada bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat.
Artinya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi makin lebih
eritematosa, lesi makula menjadi infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi lama
menjadi bertambah luas. Tanda-tanda dari kerusakan saraf yaitu gangguan sensorik
dan kelemahan otot, demam dan malaise.Seluruh komplikasi penyakit kusta yang
dimaksud

meliputi:

(a)

Komplikasi

jaringan

akibat

invasi

masif

M.

leprae.(b) Komplikasi akibat reaksi. (c)Komplikasi akibat imunitas yang menurun.


(d) Komplikasi akibat kerusakan saraf. Cacat merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien kusta akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis
sewaktu terjadi reaksi kusta. (e) Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat
antikusta.
2.2.8

Penatalaksanaan Medis

Pemerintah telah melatih petugas Puskesmas di seluruh Indonesia untuk


melakukan pemeriksaan dan pengobatan kusta. Pengobatan kusta ditujukan untuk:
memutus mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah
terjadinya cacat pada penderita atau kecacatan lanjutan.MDT adalah singkatan dari
Multi Drug Therapy yang artinya pengobatan kombinasi. Jumlah obat dan lamanya
pengobatan pada penderita kusta tergantung dari klasifikasi penderita, bila ragu-ragu
penderita digolongkan tipe PB (kusta kering) atau MB (kusta basah) maka penderita
diobati sebagai kusta tipe MB.
2.2.9

Asuhan Keperawatan Teoritis


1) Pengkajian Keperawatan

A. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Pada umumnya pada pasien dengan kusta mengeluh
adanya bercak-bercak. Disertai hiperanastesi dan terasa kaku diikuti
dengan peningkatan suhu.
b. Riwayat kesehatan saat ini : Riwayat penyakit kusta biasanya adanya
bercak-bercak merah disertai hiperanastesi dan odema pada ektrimitas

13

pada bagian perifer seperti tangan, kaki serta bisa juga terjadi
peningkatan suhu tubuh.
c. Riwayat penyakit dahulu :Ada atau tidaknya penyakit serupa yang
menjangkiti.
d. Riwayat penyakit keluarga :Ada atau tidaknya anggota keluarga
memiliki ciri penyakit yang sama karena lebih rentan tertular.
B. Pola Fungsional Gordon
a.

Pola Persepsi dan

Adanya

penanganan kesehatan
Keluhan

tentang

penurunan

nafsu

makan, mual dan muntah, penurunan


adanya

berat badan, gangguan pencernaan.

gangguan terutama pada body image,

d.

Pola eliminasi

penderita merasa rendah diri dan

Biasanya tidak ada kelainan

merasa terkucilkan sedangkan pada

dan perubahan pada pola eliminasi

penanganan kesehatan pada penderita

pasien.

umumnya kurangnya kebersihan diri

e.

dan lingkungan yang kotor. Karena

Pada pasien kusta umumnya

kurangnya

pengetahuan

tentang

Pola tidur dan istirahat

pola tidur dan istirahatnya

tidak

penyakitnya maka timbul masalah

terganggu, tetapi pada pasien yang

dalam perawatan diri.

baru

b.

Pola aktivitas-latihan

Pasien kusta dalam aktifitasnya


mengalami

gangguan

dalam

hal

mengalami

stress, odema, dan peningkatan suhu


tubuh.
f.

biasanya pasien mengurung diri dan

persepsi

pada pergerakan ektrimitas bagian


didapatkan

merah

disertai

bercak-bercak
odema.

Pasien

dianjurkan harus banyak mobilisasi.


c.
metabolik

Pola

nutrisi

biasanya

mengalami gangguan tidur diakibatkan

interaksi sosial dengan masyarakat,

perifer

kusta

Pola

konseptual-

Pasien dan keluarga kurang


mengerti tentang penyakitnya dan
umumnya menghubungkan dengan hal
ghaib.

dan

g.

Pola

toleransi-koping

stress

14

Pasien membicarakan tentang


masalah

dan

penyakitnya

kepada

keluarga untuk mengurangi stress.


h.

Pola

persepsi

Dan masyarakat beranggapan penyakit


kusta

diri-

j.

malu

yang

Pola seksual- produktif

Pasien

Perasaan

penyakit

menjijikan.

konsep diri
terhadap

penyakit yang dideritanya dan kurang

umumnya

seksual karena keadaan tubuhnya.


k.

Pola peran hubungan

Biasanya pasien kusta selalu

kusta

mengalami kurang terpenuhinya pola

paham terhadap penyakitnya.


i.

merupakan

Pola nilai kepercayaan

Masih

lancarnya

dalam

melaksanakan

ibadah

dan

mengurung diri dan menarik diri dari

terpenuhinya aspek spiritual. Biasanya

masyarakat

ada

(disorentasi).

Pasien

merasa malu tentang keadaan dirinya.

anggapan

ghaib

dengan

penyakitnya.

C. Pemeriksaan fisik
a.

Sistem

penglihatan

:Adanya

gangguan

fungsi

saraf

tepi

sensorik,kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi
mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan
lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada kusta berat, jika terjadi peradangan
pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler
jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok.
b. Sistem pernafasan : Klien dengan kusta hidungnya seperti pelana dan
terdapat gangguan pada tenggorokan.
c. Sistem persarafan : Kerusakan fungsi sensorik. Kelainan fungsi sensorik
ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Akibat kurang/ mati rasa pada telapak
tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/
hilangnya reflek kedip.
d. Kerusakan fungsi motorik : Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi
lemah/ lumpuh dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan.
Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada

15

sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat
dirapatkan (lagophthalmos).
e. Kerusakan fungsi otonom :Terjadi gangguan pada kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering,
menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
f. Sistem muskuloskeletal : Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik
adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi
(mengecil).
g. Sistem integumen :Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti
panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan).
Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar
minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan
pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
2) Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC pada Peyakit Kusta
No.
1

NANDA

NOC

NIC

Kerusakan Integritas

- Integritas Jaringan :

- Pemeriksaan Kulit

Kulit

Membran Kulit dan

- Pengawasan Kulit

DS : Klien mengatakan

Mukosa

bahwa kulitnya berubah


menjadi tidak normal,
timbul bercak, dan ada
benjolan-benjolan.
DO : hipopigmentasi
(seperti panu), bercak
eritem (kemerahmerahan), infiltrat
(penebalan kulit), nodul
(benjolan)
2.

Resiko Gangguan Saraf

- Status Neurologis :

- Manajemen Sensasi

16

Perifer

Perifer

Perifer

DS : Klien mengatakan
bahwa merasa kurang/
mati rasa pada telapak
tangan dan kaki.
DO : Refleks sentuhan
pada ujung ekstremitas
tidak normal, refleks
kedip mata berkurang.
3.

terjadinya - Harga Diri

Resiko
harga

- Peningkatan harga diri

diri menjadi

rendah
DS : Klien mengatakan
malu terhadap penyakit
yang

dideritanya

tidak

ingin

dan

bertemu

dengan banyak orang.


DO

Klien

sering

menutup

diri,

menundukkan wajah.

2.3 VARIOLA
2.3.1 Definisi
Variola adalah penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh virus
variola major atau variola minor.Penyakit ini dikenal dengan nama Latinnya, variola
atau variola vera, yang berasal dari kata Latin varius, yang berarti berbintik, atau
varus yang artinya jerawat.Variola muncul pada pembuluh darah kecil di kulit serta
di mulut dan kerongkongan. Di kulit, penyakit ini menyebabkan ruam, dan kemudian
luka berisi cairan. Variola major menyebabkan penyakit yang lebih serius dengan
tingkat kematian 3035%. Variola minor menyebabkan penyakit yang lebih ringan

17

(dikenal juga dengan alastrim, cottonpox, milkpox, whitepox, dan Cuban itch) yang
menyebabkan kematian pada 1% penderitanya.Akibat jangka panjang infeksi Variola

major adalah bekas luka, umumnya di wajah, yang terjadi pada 6585% penderita.
Gbr. Variola pada Wajah

Gbr. 3b Variola pada tangan

2.3.2 Etiologi
Penyebab variola adalah virus variolae ada 2 tipe virus yang identik , tetapi
menimbulkan 2 tipe variola yaitu variola mayor dan variola minor (alastrim).
Perbedaan kedua virus itu adalah bahwa penyebab variola mayor bila dimokulasikan
pada membrane karioalontrik tubuh pada suhu 38o C. Sedangkan yang menyebabkan
variola minor tumbuh dibawah suhu itu.
2.3.3 Manisfestasi Klinis
1. Panas
2. Pusing
3. Tidak ada nafsu makan
4. Nyeri diotot dan tulang
5. Ruam dikulit
6. Berwarna kemerahan
7. Bentol-bentol
8. Terdapat cairan , nanah, dan darah
2.3.4 Patofisiologi
Variola (Smallpox)disebabkan oleh virus yang menyebar dari satu orang ke
orang lainnya melalui udara. Virus ini ditularkan dengan menghirup virus dari orang

18

yang terinfeksi. Selain itu, Smallpox juga bisa menyebar melalui kontak langsung
dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi dan objek yang terkontaminasi seperti
baju.
Penularannya melalui kontak langsung ataupun tak langsung tapi infeksi
primernya selalu melalui hawa nafas. Virusnya yang terdapat di udara, berasal dari
debu pakaian, tempat tidur, dari keropeng yang jatuh ditanah ataupun dari hawa nafas
di penderita, terhirup bersama hawa pernafasan sehingga terjadi penularan. Cacar
adalah penyakit yang sangat menular.
Virus variola diperoleh dari inhalasi (pernafasan ke paru-paru). Partikel virus
cacar dapat tetap pada benda seperti pakaian, tempat tidur, dan permukaan hingga 1
minggu. Virus dimulai di paru-paru, dari sana virus menyerang aliran darah dan
menyebar ke kulit, usus, paru-paru, ginjal, dan otak. Aktivitas virus dalam sel-sel
kulit menciptakan ruam yang disebut makula (karakteristik : datar, lesi merah).
Setelah itu vesikel (lepuh mengangkat) terbentuk. Kemudian, pustula (jerawat berisi
nanah) muncul sekitar 12-17 hari setelah seseorang menjadi terinfeksi. Sembuh dari
cacar sering meninggalkan bekas di kulit oleh karena pustula.
Manusia adalah host natural dari smallpox. Penyakit ini tidak dapat ditularkan
oleh serangga maupun hewan. Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia
akan memiliki kekebalan dan tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa
tetap tertidur di dalam tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan
menyebabkan herpes zoster.
2.3.5 WOC
Lampiran 3.
2.3.6 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang bisa disebabkan oleh variola ini adalah pneumonia
yang

disebabkan

virus, peradangan

jantung, peradangan

sendi, peradangan

hati, infeksi bakteri (erisipelas, pioderma, impetigo bulosa), ensefalitis (infeksi otak).
2.3.7 Penataklasanaan Medis
Pasien harus dikarantina. Pengobatan secara sistemik bisa dilakukan dengan
pemberian obat antiviral seperti isoprinosin dan interferon, bisa juga dengan globulin

19

gama. Kecuali itu, diberikan juga obat yang bersifat simptomatik, misalnya
analgetik/antipiretik. Harus diperhatikan juga kemungkinan munculnya infeksi
sekunder maupun infeksi nosokomial, serta cairan tubuh dan elektrolit. Jika masih
ada lesi di mulut, diberikan amakan lunak. Pengobatan topical bersifat penunjang
misalnya kompres dengan antiseptic atau salap antibiotik.
2.3.8Asuhan Keperawatan Teoritis
1) Pengkajian Keperawatan
A. Keluhan Utama
Pada pasien variola biasanya memiliki keluhan utama : pusing, tidak ada
nafsu makan, nyeri diotot dan tulang, ruam dikulit, berwarna kemerahan, dan bentolbentol.
B. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat perjalanan penyakit :Biasanya pasien yang penderita variola
mengalami gejala perjalanan penyakit pusing, tidak ada nafsu makan,
nyeri diotot dan tulang, ruam dikulit, berwarna kemerahan, dan bentolbentol yang kemerah-merahan dan berisi nanah dan darah.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Biasanya pasien yang penderita variola
biasa tidak memiliki riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Tetapi
tidak

tertutup

kemungkinan

untuk

menderita

penyakit

tersebut

sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah ada keluarga yang menderita
penyakit ini sebelumnya. Biasanya keluarga pada pasien penderita variola
tidak mengalami penyakit yang sama.
C. Pola Fungsional Gordon
1. Pola

Perserpsi

dan

Penanganan Penyakit
Pada

pengkajian

pasien

variola biasanya ditemukan


untuk

persepsi

tantang

penyakit

biasanya

lebih

tertutup dan susah untuk


menangani penyakitnya.
2. Pola
Nutrisi/Metabolisme

20

Pengkajian pada pola nutrisi

Pasien

dan

pada

pada saat pengkajian akan

biasanya

didapatkan gangguan pada

mengalami gangguan untuk

pola istirahat/ tidur hal ini

memnuhi

nutrisi

dikarenakan

dikarenakan

pasien

mengalami nyeri otot dan

mengalami pusing dan tidak

tulang walaupun pada saat

nafsu makan.

istirahat.

metabolisme

pasien

variola

tidur

3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi pada
pasien

penderita

biasanya

variola

mengalami

ganguan kurang eliminasi


baik itu BAK maupun BAB

penderita

variola

pasien

Gangguan

pola

istirahat

juga

dan

dikarenakan

pada tubuh

klien didapatkankan ruam


dan

bentol-bentol

yang

dirasakan nyeri dan gatalgatal oleh pasien.

dikarenakan tubuh pasien

6. Pola Kognitif/Persepsi

mengalami

Pada

kompensasi,

pasien

yang

sehingga pasien mengalami

mengalami

demam dan menyebabkan

menyampaikan

dehidrasi.

pusing sehingga kognitifnya

4. Pola Aktivitas/Olahraga
Pada

pasien

variola
gangguan

penderita
mengalami

pada

pola

aktivitas dikeranakan pasien


merasakan nyeri pada otot
dan

tulang

dan

disertai

demam.

variola

akan

keluhan

tidak berjalan dengan baik


dan juga akan mengalami
masalah

dalam

indra

perabaan hal ini disebabkan


saraf tidak bekerja dengan
optimal.

Dalam

pengkajian

ini

untuk

pendengaran
penglihatan

hal

dan
tetap

normal

5. Pola Istirahat/Tidur

21

dan

tidak

berpengaruh

terhadap penyakit.

seksualitas
pasien

dikarenakan

mengalami

nyeri

pada otot dan tulang, dan

7. Pola Konsep Diri

juga pada umumnya pasien

Pada pasien penderita

mengalami demam.

variola biasanya akan


mengalami harga diri rendah

10. Pola

dan cenderung untuk

Koping/Penanganan

menutup diri berkomunikasi

Stres

dan bersosialisasi dengan

Pada

lingkungan.

penanganan strees pasien

8. Pola Hubungan Peran


Pada

pasien

penderita

dengan

variola

tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

hubungan

pola

peran tetapi tetap ada sedikit


hambatan saat beraktivitas
menjalankan

peran

pola

koping

mengalami

penolakan

terhadap

penyakitnya

sehingga

menolak

berinteraksi
lingkungan,
tetap

dan

untuk
dengan

tetap

masih

berinteraksi

dengan

keluarga.
11. Pola Nilai/Agama

dikarenakan pada umumnya

Pada

pasien mengalami demam.

penderita variola mengalami

Seksualitas/Reproduksi
pasien

dengan

penderita variola mengalami


gangguan

pasien

gangguan untuk memenuhi

9. Pola

Pada

pengkajian

pada

pola

kebutuhan
dikarenakan

beribadah
terasa

nyeri

pada otot tulang ditambah


lagi

klien

dengan

komplikasi demam.

2) Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC pada penyakit Variola

22

No.
1

NANDA

NOC

NIC

Kerusakan Integritas

- Integritas jaringan:

- Perawatan penekanan

Kulit

kulit dan menbran

ulcer

DS : Klien mengatakan

mukosa

- Perawatan luka

bahwa kulitnya berwarna

- Penanganan luka:

merah, terdapat nanah.

penanganan primer

DO : Adanya ruam pada


kulit, nanah, darah, dan
berbentuk bentol-bentol.
2.

Nyeri Akut

- Kontrol nyeri

- Manajemen nyeri

DS : Klien mengatakan

- Tingkatan nyeri

- Pemberian analgesik

bahwa merasa nyeri pada


otot dan tulangnya.
DO : Klien lemas,
pergerakan melambat
karena nyeri yang
dirasakan, ruam terasa
nyeri.

2.4 VARISELA
2.4.1 Definisi
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan
oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang
umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan
erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah
menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson,
(1986), p. 1483).Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. (Djuanda, 1993)
2.4.2 Etiologi
23

Varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga virus
varicella-zoster (virus V-Z), dan juga dapat disebut sebagai Human (alpha) herpes
virus-3 (HHV3). Diperkirakan bahwa setelah ada kontak dengan virus V-Z akan
terjadi varisela; kemudian setelah penderita tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap
ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis) dan kemudian virus V-Z
diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan herpes zoster.
2.4.3 Manifestasi Klinis
Terdapat dua stadium :
1) Stadium Prodomal : Gejala prodomal muncul setelah 14-15 hari masa
inkubasi, dengan timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak terlalu
tinggi serta malaise. Pada anak lebih besar dan dewasa ruam didahului
oleh demam selama 2-3 hari sebelunya, menggigil, malaise, nyeri kepala,
anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa kasus nyeri tenggorok dan
batuk.
2) Stadium Erupsi : Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan
cepat menyebar ke badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian
depan yang tertutup dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan tangan.
Penyebaran lesi varisela bersifat sentrifugal ke muka dan ekstremitas, serta
dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas bagian atas.
Gambaran yang menonjol adalah perubahan yang cepat dari makula
kemerahan ke papula, vesikula, pustula, dan akhirnya menjadi krusta.
Perubahan ini hanya terjadi berkisar 8-12 jam. Gambaran vesikel khas,
superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti tetesan air. Penampang 2-3
mm berbentuk elips dengan sumbu sejajar garis lipatan kulit. Jika terdapat
infeksi sekunder terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional

24

(lymphadenopathy regional). Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.


Gambar 4. Vesikel pada penderita varisela

2.4.4 Patofisiologis
Virus masuk ke dalam tubuh melaui mukosa traktur respiratorius bagian atas
atau orofaring yaitu virus berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan
ludah yang berasal dari batuk/ bersin penderita dan diterbangkan melalui udara dan
kontak langsung melalui kulit yang terinfeksi. Kemudian virus tersebut mengalami
multiplikasi awal setempat dan virus yang menyebar ke pembuluh darah dan saluran
limfe (Viremia Primer).Kemudian akan dimakan oleh sel-sel system retikuloendotial.
Disini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada periode inkubasi). Pada masa ini,
infeksi dihambat oleh imunitas non spesifik. Pada kebanyakan individu, replikasi
virus lebih menonjol atau lebih dominan dibandingkan imunitas tubuhnya, sehingga
dalam waktu 2 minggu setelah infeksi, terjadi viremia yang lebih hebat (Viremia
Sekunder). Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh
tubuh lewat aliran darah, terutama di kulit dan membran mukosa.
2.4.5 WOC
Lampiran 4.
2.4.6 Komplikasi
Varisela dapat menimbulkan berbagai komplikasi, tetapi umumnya pada kulit,
pada susunan syaraf pusat, atau sistem pemafasan yang dijumpai. Komplikasi yang
paling sering dijumpai pada kulit adalah sebagai akibat infeksi sekunder oleh bakteri
staphylococcus ataupun streptococcus. Bisa juga dijumpai hemorhagic varicella.
Pada susunan syaraf pusat, komplikasi bisa berupa encephalitis,Reyessyndrome
asepticmeningitis dan Guillain-Barre Syndrome. Komplikasi pada saluran pemafasan
termasuk infeksi virus dan bakteri pencumoni, infeksi saluran nafas atas terutama
otitis media.
2.4.7

Penatalaksanaan Medis

Pada anak sehat, varisela umumnya ringan dan dapat sembuh sendiri (self
limited), cukup diberikan pengobatan simtomatik yakni : (a) Mencegah infeksi

25

sekunder untuk menghilangkan rasa gatal (misal kuku digunting pendek agar bersih
dan mengindari parut bekas garukan, mengganti pakaian dan alas tempat tidur
sesering mungkin). Bila terdapat infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotika.
Pada lesi kulit lokal dapat diberikan lotio calamine. Untuk mengurangi rasa gatal
dapat dengan kompres dingin, mandi secara teratur ataupun dengan pemberian
antihistamin. (b) Menurunkan panas. Antipiretik jarang diperlukan. Salisilat tidak
dianjurkan karena berhubungan dengan timbulnya sindrom Reye, sedangkan
asetaminofen cenderung memberikan efek yang berlawanan, tidak meringankan
gejala malah memperpanjang masa sakit.
2.4.8

Asuhan Keperawatan Teoritis


1) Pengkajian Keperawatan

A. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : ruam pada kulit berisi cairan jernih yang tersebar ke seluruh
tubuh.
b. Keluhan Tambahan : Gatal pada ruam
c. Riwayat Penyakit Sekarang :Terdapat keluhan adanya ruam diseluruh badan.
Diawali dengan demam dan sakit kepala sehingga membuat nafsu makan
berkurang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pada kasus anak-anak biasanya belum pernah ada
riwayat, pada kasus dewasa, pernah terjadi saat kanak-kanak dan terulang
kembali.
e. Riwayat Penyakit Keluarga :Adakah penyakit yang diderita oleh anggota
keluarga lainnya, bisa terjadi karena terinfeksi oleh anggota keluarga lain,
atau dapat dari orang lain.
f. Riwayat Sosial :Pada kasus anak-anak biasanya anak mengakui bahwa teman
sepermainannya mempunyai penyakit yang sama dengan ia.

B. Pola Fungsional Gordon

26

a. Pola persepsi dan penanganan


kesehatan :

g. Pola toleransi diri-koping stres


Membicarakan dan menjelaskan

Keluhan tentang nyeri dan gatal

kepada keluarga masalah kesehatan

pada kulit dan tidak bisa bersentuhan

yang

dengan

keluarga.

orang

menuturkan

lain,

klien

keluhan

sering
tentang

kesembuhan.

dengan

h. Pola persepsi diri-konsep diri

dan kecurigaan terhadap yang diderita

kesukaran

dalam

serta mengeluhkan citra diri rendah.

melakukan aktivitas, mengatakan ada

i. Pola peran hubungan

keluhan sakit kepala dan merasa lelah.

Hubungan

c. Pola nutrisi dan metabolik

sulit

d. Pola eliminasi

anggota

melakukan

aktivitas

akibat

penyakit yang diderita dan harus

perubahan

eliminasi

sebagai akibat dari perubahan pola


nutri dan asupan makanan.

diisolasi agar tidak menginfeksi orang


lain.
j. Pola seksual- reproduktif

e. Pola tidur dan istirahat

Tidak

Pola tidur mengalami gangguan

seksual

akibat nyeri

dengan

keluarga lain tetap harmonis, klien

Kehilangan nafsu makan

Adanya

anggota

Perasaan cemas terhadap penyakit

b. Pola aktivitas-latihan
Adanya

dihadapi

yang dirasakan

dan

terpenuhinya

pola

k. Pola nilai kepercayaan

gangguan kenyaman akibat tinbulnya

Masih

vesikel.

kegiatan spiritual dan ibadah

f. Pola konseptual-persepsi
Adanya

ruam

yang

dapat

melaksanakan

terpenuhi.
berisi

vesikel dengan cairan yang


tidak boleh digaruk.

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : kurang dari 110/70 mmHg

27

b. Nadi : rentang 70-90 kali /menit


c. Pernafasan

: 18-24 kali / menit

d. Suhu

: diatas 36,50C

2) Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC pada Penyakit Varisela


No.
1

NANDA

NOC

NIC

Resiko Infeksi

- Integritas Jaringan : - Pengendalian

DS :Klien mengatakan bahwa

Kulit dan Membran

Infeksi

merasa sakit kepala dan merasa

Mukosa

- Proteksi Infeksi

lelah. ruam pada kulit yang

- Penyembuhan

menyebar cepat sesudah demam

Luka : Penyembuhan

terasa.

Primer

DO : Klien mudah lelah, dan


penyebaran ruam berupa krusta
pada wajah, badan dan
ekstremitas yang cepat.
2.

Nyeri Akut

- Kontrol Nyeri

- Manajemen

DS : Klien mengatakan nyeri

- Tingkat

Nyeri

disertai gatal pada kulit.

Kenyamanan

DO : Wajah klien meringis


apabila terjadi sentuhan pada
kulit klien yg terkena infeksi.
3.

Hipertermi

- Termoregulasi.

Pengobatan

DS : Klien atau orangtua klien

- Status Tanda-

Demam.

mengatakan terjadi peningkatan

Tanda Vital.

- Pemantauan

suhu tubuh klien

Tanda-Tanda

DO :Suhu klien diatas normal,

Vital.

demam/hipertermi
4.

Gangguan pemenuhan nutrisi - Status nutrisi.

- Bantuan

28

- Pengontrolan berat

kurang dari kebutuhan tubuh

penambahan berat

DS : Klienmengatakan tidak badan.

badan.

nafsu makan.

- Manajemen

DO

BB

badan

klien

nutrisi.

mengalami penurunan, intake


makanan dan minuman tidak
adekuat, makan klien bersisa.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Impetigo adalah penyakit inflamasi kulit pustula yang disebabkan oleh
Staphylococcus dan Streptococcus. Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. (Djuanda, 1993).
Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit
dan susunan saraf tepi, sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat
menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (FKUI,
1999). Variola adalah penyakit menular pada manusia yang disebabkan oleh virus
variola major atau variola minor. Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus
varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. (Djuanda, 1993).
Etiologi dari penyakit penyakit itu adalah bakteri. Penyakit penyakit tersebut
adalah penyakit infeksi bakteri. Seperti impetigo etiologi penyakit ini adalah bakteri
Staphylococcus dengan manisfestasi klinisnya adalah lesi, Keropengini, rambut akan
melekat satu sama lain. Kusta etiologinya adalah Mycrobacterium leprae dengan

29

manisfestasi klinisnya adalah bercak-bercak, kulit yang mengkilat dan bercak yang
tidak gatal. Etiologi dari variola adalah virus variola major atau variola minor dengan
manisfestasi klinisnya panas, pusing, tidak ada nafsu makan, nyeri diotot dan tulang,
ruam dikulit. Sedangkan varisela disebabkan oleh virus varisela-zoster dengan
manisfestasi klinisnya adalah ruam kulit, menggigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia,
nyeri punggung.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat
memahami tentang penyakit penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri sehinga
kita lebih hati hati dalam kehidupan. Dengan makalah ini kita bisa mengetahui apaapa saja gejala, penyebab dan cara mengatasi penyakit penyakit tersebut. Penulis juga
menyarankan agar kita sebagai seorang perawat lebih memahami askep untuk
penyakit penyakit infeksi bakteri ini.

30

DAFTAR PUSTAKA
Adhi Djuanda. (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua.Jakarta : FK
Universitas Indonesia.
Arief, M, Suproharta, Wahyu J.K. Wlewik S. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, ED
: 3 jilid : 1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Behrman,

Kliegman&

Arvin.

(1996).IlmuKesehatanAnak

Nelson,

Ed.

15,

Vol.3.Jakarta : EGC.
Brooker Chris.(2005). Ensiklopedia Keperawatan. Singapore : Elsevier.
Handoko RP. (2001). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin : Penyakit Virus.5th ed.
Jakarta : Balai penerbit FKUI,.p.110-9
June M. Thomson, et. al. (1986). Clinical Nursing Practice. The C.V. Mosby
Company, Toronto.
Mansjoer, Arif dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.
Mitchell N. Richard, et al. (2006). DasarPatologisPenyakit Robbins &Cotran, Ed.7.
Singapore : Elsevier.
Muttaqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen.Jakarta : Salemba Medika.

31

Anda mungkin juga menyukai