Anda di halaman 1dari 6

PERITONITIS

Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput organ perut
(peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan
dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik
dan patogenesis disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat
daruratan yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut peritonitis sering menular
dan sering dikaitkan dengan perforasi viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber
infeksi pada intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al, 2008).
Etiologi
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:

Peritonitis primer (Spontaneus)

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga peritoneum.
Penyebab paling sering dari peritonitis primer adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan
berkembang menjadi peritonitis bakterial.

Peritonitis sekunder

Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis, perforasi gaster dan
penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus,
kanker serta strangulasi usus halus

Peritonitis tertier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat tindakan operasi
sebelumnya Sedangkan infeksi intraabdomen biasanya dibagi menjadi generalized (peritonitis)
dan localized (abses intra abdomen) (Brian,2011).
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda biasanya berhubungan dengan proses penyebaran di dalam rongga
abdomen. Bertanya gejala berhubungan dengan beberapa faktor yaitu: lamanya penyakit, perluasan
dari kontaminasi cavum peritoneum dan kemampuan tubuh untuk melawan, usia serta tingkat
kesehatan penderita secara umum.
Manifestasi klinis dapat dibagi menjadi (1) tanda abdomen yang berasal dari awal
peradangan dan (2) manifestasi dari infeksi sistemik. Penemuan lokal meliputi nyeri abdomen, nyeri
tekan, kekakuan dari dinding abdomen, distensi, adanya udara bebas pada cavum peritoneum dan
menurunnya bising usus yang merupakan tanda iritasi dari peritoneum parietalis dan menyebabkan
ileus. Penemuan sistemik meliputi demam, menggigil, takikardi, berkeringat, takipneu, gelisah,
dehidrasi, oliguria, disorientasi dan pada akhirnya dapat menjadi syok (Doherty, 2006)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Evaluasi laboratotium hanya dilakukan jika adanya hubungan antara riwayat penyakit
dengan pemeriksaan fisik. Tes yang paling sederhana dilakukan adalah termasuk hitung sel darah
dan urinalisis. Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih biasanya lebih dari 20.000/mm3, kecuali
pada penderita yang sangat tua atau seseorang yang sebelumnya terdapat infeksi dan tubuh tidak
dapat mengerahkan mekanisme pertahanannya.
Pada perhitungan diferensial menunjukkan pergeseran ke kiri dan didominasi oleh
polimorfonuklear yang memberikan bukti adanya peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak
menunjukkan peningkatan yang nyata.
Analisa gas darah, serum elektrolit, faal pembekuan darah serta tes fungsi hepar dan ginjal
dapat dilakukan (Doherty, 2006).
Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kebanyakan kasus peritonitis hanya mencakup foto thorak PA
dan lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thorak dapat memperlihatkan proses pengisian
udara di lobus inferior yang menunjukkan proses intraabdomen. Dengan menggunakan foto polos
thorak difragma dapat terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibat adanya udara bebas
dalam cavum peritoneum daripada dengan menggunakan foto polos abdomen (Brian,2011)..
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar
mengalami dilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus perforasi. Foto polos abdomen paling
tidak dilakukan dengan dua posisi, yaitu posisi berdiri/tegak lurus atau lateral decubitus atau
keduanya. Foto harus dilihat ada tidaknya udara bebas. Gas harus dievaluasi dengan
memperhatikan pola, lokasi dan jumlah udara di usus besar dan usus halus (Fauci et al, 2008).
Tatalaksana
Tatalaksana utama pada peritonitis antara lain pemberian cairan dan elektrolit, kontrol
operatif terhadap sepsis dan pemberian antibiotik sistemik (Doherty, 2006).
Penanganan Preoperatif
Resusitasi Cairan
Peradangan yang menyeluruh pada membran peritoneum menyebabkan perpindahan cairan
ekstraseluler ke dalam cavum peritoneum dan ruang intersisial (Schwartz et al, 1989).
Pengembalian volume dalam jumlah yang cukup besar melalui intravaskular sangat
diperlukan untuk menjaga produksi urin tetap baik dan status hemodinamik tubuh. Jika terdapat
anemia dan terdapat penurunan dari hematokrit dapat diberikan transfusi PRC (Packed Red
Cells) atau WB (Whole Blood). Larutan kristaloid dan koloid harus diberikan untuk mengganti cairan
yang hilang (Doherty, 2006).

Secara teori, cairan koloid lebih efektif untuk mengatasi kehilangan cairan intravaskuler, tapi
cairan ini lebih mahal. Sedangkan cairan kristaloid lebih murah, mudah didapat tetapi membutuhkan
jumlah yang lebih besar karena kemudian akan dikeluarkan lewat ginjal (Schwartz et al, 1989).
Suplemen kalium sebaiknya tidak diberikan hingga perfusi dari jaringan dan ginjal telah
adekuat dan urin telah diprodukasi (Doherty, 2006).
Antibiotik
Bakteri penyebab tersering dari peritonitis dapat dibedakan menjadi bakteri aerob yaitu E.
Coli, golongan Enterobacteriaceae dan Streptococcus, sedangkan bakteri anaerob yang tersering
adalah Bacteriodes spp, Clostridium, Peptostreptococci. Antibiotik berperan penting dalam terpai
peritonitis, pemberian antibiotik secara empiris harus dapat melawan kuman aerob atau anaerob
yang menginfeksi peritoneum (Evans, HL. 2001).
Pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sebelum didapatkan hasil kultur dan dapat
diubah sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas jika masih terdapat tanda infeksi. Jika
penderita baik secara klinis yang ditandai dengan penurunan demam dan menurunnya hitung sel
darah putih, perubahan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati meskipun sudah didapatkan hasil
dari uji sensitivitas (Cole et al,1970).
Efek pemberian antibiotik pada peritonitis tergantung kondisi-kondisi seperti: (1) besar
kecilnya kontaminasi bakteri, (2) penyebab dari peritonitis trauma atau nontrauma, (3) ada tidaknya
kuman oportunistik seperti candida. Agar terapi menjadi lebih efektif, terpai antibiotik harus diberikan
lebih dulu, selama dan setelah operasi (Schwartz et al, 1989).
Pada umumnya Penicillin G 1.000.000 IU dan streptomycin 1 gram harus segera diberikan.
Kedua obat ini merupakan bakterisidal jika dipertahankan dalam dosis tinggi dalam plasma.
Kombinasi dari penicillin dan streptomycin juga memberikan cakupan dari bakteri gram negatif.
Penggunaan beberapa juta unit dari peniillin dan 2 gram streptomycin sehari sampai didapatkan
hasil kultur merupakan regimen terpai yang logis. Pada penderita yang sensitif terhadap penicillin,
tetracycline dosis tinggi yang diberikan secara parenteral lebih baik daripada chloramphenicol pada
stadium awal infeksi (Cole et al,1970).
Pemberian clindamycin atau metronidazole yang dikombinasi dengan aminoglikosida sama
baiknya jika memberikan cephalosporin generasi kedua(Evans, HL. 2001)..
Antibiotik awal yang digunakan cephalosporin generasi ketiga untuk gram negatif,
metronidazole dan clindamycin untuk organisme anaerob (Doherty, 2006).
Daya cakupan dari mikroorganisme aerob dan anerob lebih penting daripada pemilihan
terapi tunggal atau kombinasi. Pemberian dosis antibiotikal awal yang kurang adekuat berperan
dalam kegagalan terapi. Penggunaan aminoglikosida harus diberikan dengan hati-hati, karena
gangguan ginjal merupakan salah satu gambaran klinis dari peritonitis dan penurunan pH

intraperitoneum dapat mengganggu aktivitas obat dalam sel. Pemberian antibiotik diberikan sampai
penderita tidak didapatkan demam, dengan hitung sel darah putih yang normal (Doherty, 2006).
Oksigen dan Ventilator
Pemberian oksigen pada hipoksemia ringan yang timbul pada peritonitis cukup diperlukan,
karena pada peritonitis terjadi peningkatan dari metabolism tubuh akibat adanya infeksi, adanya
gangguan pada ventilasi paru-paru. Ventilator dapat diberikan jika terdapat kondisi-kondisi seperti
(1) ketidakmampuan untuk menjaga ventilasi alveolar yang dapat ditandai dengan meningkatnya
PaCO2 50 mmHg atau lebih tinggi lagi, (2) hipoksemia yang ditandai dengan PaO2 kurang dari 55
mmHg, (3) adanya nafas yang cepat dan dangkal (Evans, HL. 2001).
Intubasi, Pemasangan Kateter Urin dan Monitoring Hemodinamik
Pemasangan nasogastric tube dilakukan untuk dekompresi dari abdomen, mencegah
muntah, aspirasi dan yang lebih penting mengurangi jumlah udara pada usus. Pemasangan kateter
untuk mengetahui fungsi dari kandung kemih dan pengeluaran urin. Tanda vital (temperature,
tekanan darah, nadi dan respiration rate) dicatat paling tidak tiap 4 jam. Evaluasi biokimia
preoperative termasuk serum elektrolit, kratinin, glukosa darah, bilirubin, alkali fosfatase dan
urinalisis (Marshall, JC. 2003).
Penanganan Operatif
Terapi primer dari peritonitis adalah tindakan operasi. Operasi biasanya dilakukan untuk
mengontrol sumber dari kontaminasi peritoneum. Tindakan ini berupa penutupan perforasi usus,
reseksi usus dengan anstomosis primer atau dengan exteriorasi. Prosedur operasi yang spesifik
tergantung dari apa yang didapatkan selama operasi berlangsung, serta membuang bahan-bahan
dari cavum peritoneum seperti fibrin, feses, cairan empedu, darah, mucus lambung dan membuat
irigasi untuk mengurangi ukuran dan jumlah dari bakteri virulen(Hau, T , 2003).
Kontrol Sepsis
Tujuan dari penanganan operatif pada peritonitis adalah untuk menghilangkan semua
material-material yang terinfeksi, mengkoreksi penyebab utama peritonitis dan mencegah komplikasi
lanjut. Kecuali pada peritonitis yang terlokalisasi, insisi midline merupakan teknik operasi yang
terbaik. Jika didapatkan jaringan yang terkontaminasi dan menjadi fibrotik atau nekrosis, jaringan
tersebut harus dibuang. Radikal debridement yang rutin dari seluruh permukaan peritoneum dan
organ dalam tidak meningkatkan tingkat bertahan hidup. Penyakit primer lalu diobati, dan mungkin
memerlukan tindakan reseksi (ruptur apendik atau kandung empedu), perbaikan (ulkus perforata)
atau drainase (pankreatitis akut). Pemeriksaan kultur cairan dan jaringan yang terinfeksi baik aerob
maupun anaerob segera dilakukan setelah memasuki kavum peritoneum (Doherty, 2006).
Peritoneal Lavage
Pada peritonitis difus, lavage dengan cairan kristaloid isotonik (> 3 liter) dapat menghilangkan
material-material seperti darah, gumpalan fibrin, serta bakteri. Penambahan antiseptik atau antibiotik

pada cairan irigasi tidak berguna bahkan berbahaya karena dapat memicu adhesi (misal: tetrasiklin,
povidone-iodine). Antibiotik yang diberikan cecara parenteral akan mencapai level bakterisidal pada
cairan peritoneum dan tidak ada efek tambahan pada pemberian bersama lavage. Terlebih
lagi, lavage dengan menggunakan aminoglikosida dapat menyebabkan depresi nafas dan
komplikasi anestesi karena kelompok obat ini menghambat kerja dari neuromuscular junction.
Setelah dilakukan lavage, semua cairan di kavum peritoneum harus diaspirasi karena dapat
menghambat mekanisme pertahanan lokal dengan melarutkan benda asing dan membuang
permukaan dimana fagosit menghancurkan bakteri (Doherty, 2006).
Peritoneal Drainage
Penggunaan drain sangat penting untuk abses intra abdominal dan peritonitis lokal dengan cairan
yang cukup banyak. Drainase dari kavum peritoneal bebas tidak efektif dan tidak sering dilakukan,
karena drainase yang terpasang merupakan penghubung dengan udara luar yang dapat
menyebabkan kontaminasi. Drainase profilaksis pada peritonitis difus tidak dapat mencegah
pembentukan abses, bahkan dapat memicu terbentuknya abses atau fistula. Drainase berguna pada
infeksi fokal residual atau pada kontaminasi lanjutan. Drainase diindikasikan untuk peradangan
massa terlokalisasi atau kavitas yang tidak dapat direseksi (Doherty, 2006).
Pengananan Postoperatif
Monitor intensif, bantuan ventilator, mutlak dilakukan pada pasien yang tidak stabil. Tujuan utama
adalah untuk mencapai stabilitas hemodinamik untuk perfusi organ-organ vital., dan mungkin
dibutuhkan agen inotropik disamping pemberian cairan. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari,
bergantung pada keparahan peritonitis. Respon klinis yang baik ditandai dengan produksi urin yang
normal, penurunan demam dan leukositosis, ileus menurun, dan keadaan umum membaik. Tingkat
kesembuhan bervariasi tergantung pada durasi dan keparahan peritonitis. Pelepasan kateter
(arterial, CVP, urin, nasogastric) lebih awal dapat menurunkan resiko infeksi sekunder (Doherty,
2006).
Komplikasi
Komplikasi postoperatif sering terjadi dan umumnya dibagi menjadi komplikasi lokal dan
sistemik. Infeksi pada luka dalam, abses residual dan sepsis intraperitoneal, pembentukan fistula
biasanya muncul pada akhir minggu pertama postoperasi. Demam tinggi yang persisten, edema
generalisata, peningkatan distensi abdomen, apatis yang berkepanjangan merupakan indikator
adanya infeksi abdomen residual. Hal ini membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut misalnya CT-Scan
abdomen. Sepsis yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kegagalan organ yang multipel yaitu
organ respirasi, ginjal, hepar, perdarahan, dan sistem imun (Doherty, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Brian, J. 2011, Peritonitis and Abdominal Sepsis. Diakses pada 24 oktober 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview#aw2aab6b2b4aa
Doherty, Gerard. 2006. Peritoneal Cavity in Current Surgical Diagnosis & Treatment 12ed. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Evans, HL. 2001. Tertiary Peritonitis (Recurrent Diffuse or Localized Disease) is not An Independent
Predictor of Mortality in Surgical Patients with Intra Abdominal Infection. Surgical Infection
(Larchmt); 2(4) : 255-63
Fauci et al, 2008, Harrisons Principal Of Internal Medicine Volume 1, McGraw Hill, Peritonitis
halaman 808-810, 1916-1917
Hau, T. 2003. Peritoneal Defense Mechanisms. Turk J Med Sci; 33: 131-4
Marshall, JC. 2003. Intensive Care Management of Intra Abdominal Infection. Critical Care Medicine;
31(8) : 2228-37

Anda mungkin juga menyukai