Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mobilitas ialah kemampuan seseorag untuk bergerak (berdiri, berjalan, berlari,
duduk, dll) secara bebas,mudah teratur dan mempunyai tujuan dalam memenuhi
kebutuhan hidup.Mobiitas diatur dengan mengkoordinasikan sistem Muskuloskeletal
(tulang, otot, sendi, ligame, bursae, kartilago) dan sisem saraf pusat.Sebagia besar fungsi
sistem Muskuloskeletal untuk empertahankan Body Alingmen dan memfasilitasi
mobiitas.Sedagkan Sistem saraf mengatur kontraksi otot yang yang dipengaruhi oleh
transport nutrisi dan oksigen serta oleh perpndahan produk sisa.
Mobilitas diberikan agar pasien terhindar dari posisi yang salah yag bisa
menyebabkan kontraktur,lordosis,foot drop,dll.Sehingga perlu adanya Body Alingmen
(postur) yang bisa memberikan kenyamanan,Meningkatkan keseimbangan,mengurangi
stersspada tendon,saraf dan sendi,serta memfasilitasi usaha bernafas pada pasien.Hal
tersebut dipengaruhi oleh gaya hidup, status kesehatan ( ketadakmampuan primer dan
sekunder ), tahap perkembangan, lingkungan, sikap dan kepercayaan.
Dalam body alingmen terdapat posisi berdiri, posisi tidur dan posisi duduk.Yang
memperhatikan adanya Center of gravity (pusat gravitasi/pusat ini tidak boleh
dipindahkan),garis gravitasi (line of gravity), dan dasar yang mendukung (base of
Support).
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan :

Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan 2.

Memahami Posisi Trendelenburg.


1.3 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan
yang lebih luas tentang Posisi Trendelenburg kepada pembaca.
1.4 Rumusan Masalah

o Jelaskanlah Defenisi, tujuan dan cara/prosedur Posisi Trendelenburg???

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Posisi Trendelenburg
A. Pengertian
Yang dimaksud dengan posisi tidur trendelenburg adalah posisi tidur pasien dalam posisi
bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki.
B. Tujuan
Tujuan menempatkan pasien dalam posisi trendelenburg adalah :
Agar darah lebih banyak mengalir ke daerah kepala
Untuk memudahkan operasi di bagian perut.
Untuk memudahkan perawatan dan pemeriksaan
C. Pelaksanaan
Posisi tidur trendelenburg dilaksanakan pada :
Pasien dalam keadaan syok.
Pasien dengan tekanan darah rendah
Pembedahan di daerah perut
Pemeriksaan tertentu, misalnya, bronchoscopy.
D. Persiapan alat-alat
Alat-alat yang disiapkan untuk melaksanakan posisi tidur ini adalah :
Dua potong balok yang sama tinggi untuk meninggikan bagian kaki tempat tidur atau
ada tempat tidur yang bias dinaikkan bagian kakinya.
E. Cara bekerja
Cara melaksanakan posisi tidur trendelenburg ini adalah sebagai berikut :
Memberi tahu pasien
Mencuci tangan

Mengangkat bantal
Memasang balok pada kedua kaki tempat tidur, di bagian kaki pasien atau menaikkan
pada bagian kaki bila ada tempat tidur yang bias diatur.
Merapikan pasien
Mencuci tangan.
Perhatian :
Perhatikan keadaan umum pasien selama bekerja

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Yang dimaksud dengan posisi tidur trendelenburg adalah posisi tidur pasien dalam
posisi bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki.
3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembacanya. Mohon maaf bila ada
kesalahan penulisan. Kami mengharapkan kritikan dan sumbangsih yang bersifat
membangun demi kebaikan dan kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
http://pria-nurse.blogspot.com/2011/06/pisisi-terlentang-kebutuhan-dasar.html
http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2009/12/mengaturposisi_17.html

KEBUTUHAN AKTIVITAS: MOBILITAS


Posted on 16.00 by admin | No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting
untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan
dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah
satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi
berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara
pasif dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasim secara pasif yaitu:
mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu
dengan orang lain secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu:
dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa
bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu
jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilisasi akan
memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau
keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui
manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan
mobilisasi
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kebutuhan aktivitas?
2. Sistem tubuh apa saja yang berperan dalam kebutuhan aktivitas?
3. Apa saja kebutuhan mobilitas dan imobilitas?
4. Apa saja kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi?
5. Bagaimana cara mengatur posisi tempat tidur pasien?
6. Bagaimana cara memindahkan pasien?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dasar
Keperawatan.
b. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan kebutuhan aktivitas.
Untuk mengetahui posisi tidur yang baik dan manfaatnya.

Untuk mengetahui cara memindahkan pasien dari satu posisi ke posisi


lain.
1.4 Sitematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang
masalah, rumusan masalah, maksud dan tujuan, sistematika penulisan,
metode penulisan.
Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang kebutuhan
aktivitas
Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi
keputusan. Studi kepustakaan adalah suatu metode pengumpulan data dengan
cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku
maupaun dari media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan
kebutuhan aktivitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Jenis Mobilitas
1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapt mengalami mobilitas sebagian
pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik.
Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya
adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan
diantaranya :

1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstrimitas
bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai
contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang
untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
perkembangan usia.
B. Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang menganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak
berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan
tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi
tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan
otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan
karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian
anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
1. Perubahan Metabolisme
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Sistem Pernapasan
6. Perubahan Kardiovaskuler

7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal


8. Perubahan Sistem Integumen
9. Perubahan Eliminasi
10. Perubahan Perilaku
Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas
A. Pengkajian Keperawatan, terdiri atas
1. Riwayat Keperawatan Sekarang, meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti
adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan
imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
2. Pengkajian Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita, berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit
sistem neurologis, riwayat penyakit kardiovaskular, riwayat penyakit
sistem muskuloskeletal, riwayat penyakit sistem pernapasan, riwayat
pemakaian obat seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat,
laksania, dan lain-lain.
3. Kemampuan Fungsi Motorik, pengkajiannya antara lain pada tangan kanan
dan kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan,
kekuatan, atau spastis.
4. Kemampuan Mobilitas, dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingakat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan & peralatan
Tingkat4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan
5. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of motion
ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan
kaki.
Gerak Sendi Derajat Rentang Normal
Bahu
Abduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh
180
Siku
Fleksi : angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu
150
Pergelangan Tangan
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah
80-90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hipereskstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin
70-90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak
tangan menghadap ke atas 0-20
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak tagang

menghadap ke atas 30-50


Tangan dan Jari
Fleksi : buat kepalan tangan
90
Ekstensi : Luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
Abduksi : kembangkan jari tangan 20
Abduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas, berhubungan dengan perubahan pada
sistem pernapasan, antara lain : suara napas, analisis gas darah,
gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti
panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas
terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seprti nadi dan tekanan darah,
gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital
setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi, dalam mengkaji kekuatan otot
dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan
otot dapat ditentukan dengan :
Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan
minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
tahana penuh
8. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan mobilitas dan
imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan
dalam mekanisme tulang, dan lain-lain
B. Diagnosis / Masalah Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan
lain-lain
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatik pneumonia
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
6. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
8. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
9. Retensi urine akibat gangguan mobilitas fisik
10. Inkontinensia urine akibat gangguan mobilitas fisik
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu
makan (anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik
usus
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrrolit akibat kurangnya asupan
(intake)
13. Gangguan interaksi sosial akibat imobilitas

14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas


C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur
tubuh yang benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal
tentang perubahan posisi selama kurang lebih setengah jam.
Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot
dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-angsur.
2. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di
samping tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan
ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan
dan ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.
4. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan
untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban
yang ringan, kemudian beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic
exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.
Meningkatkan fungsi kardiovaskular
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan antara lain dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan
pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hal tersebut dilakukan
secara bertahap. Di samping itu, dapat pula dilakukan pengukuran tekanan
darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan
sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah
kaki secara teratur.
Meningkatkan fungsi respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan cara melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan
batuk efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan posturnal
drainage, perkusi dada, dan vibrasi.
Meningkatkan fungsi gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara
mengatur diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu,
untuk mencegah dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan altihan
ambulasi.
Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah
posisi serta latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum
2500 cc per hari atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila
pasien tidak dapat buang air kecil secara normal, dapat dilakukan
kateterisasi. Di samping itu, untuk mencegah inkontinensia urine, dapat
dilakukan dengan cara minum banyak pada siang hari dan minum sedikit
pada malam hari.
Memperbaiki gangguan psikologis

Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari


imobilitas dapat dilakukan dengan cara komunikasi secara terapeutik
dengan berbagai perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril,
mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi
sosial, mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan
seterusnya.
D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh
sesuai kebutuhan pasien serta melakukan ROM pasif dan aktif.
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat
disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti fowler, sim, trendelenburg,
dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a) Posisi Fowler, adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi
pernapasan pasien.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Dudukkan pasien
Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat
tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90
derajat)
Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
b) Posisi Sim, adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi
ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat anus
(suposutoria)
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan
posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan
ditekuk diarahkan ke dada
Tangan kiri di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan
di atas tempat tidur
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup
dan kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada
Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri
di atas tempat tidur
c) Posisi Trendelenburg, pada posisi ini pasien berbaring di tempat
tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini
dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal di antara
kepala dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah
lipatan lutut.
Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat
tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien
d) Posisi Dorsal Recumbent, pada posisi ini pasien berbaring telentang

dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat


tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genitalia serta
pada proses persalinan.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka
Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat
tidur, dan renggangkan kedua kaki
Pasang selimut
e) Posisi Lithotomi, pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan
mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini
dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang
alat kontrasepsi.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua
pahanya dan tarik ke arah perut
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi
lithotomi
Pasang selimut
f) Posisi Genu Pectoral, pada posisi ini pasien menungging dengan kedua
kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur. Posisi ini
dilakukan untuk memeriksa daerah rektum dan sigmoid.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada kasur tempat tidur
Pasang selimut pada pasien
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas,
atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.
Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan
otot serta memelihara dan mobilitas persendian.
a) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan
Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien
Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
Catat perubahan yang terjadi
b) Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya
Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan
tangan lainnya

Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu


Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
Catat perubahan yang terjadi
c) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya
Kembalikan ke posisi semula
Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
d) Pronasi Fleksi Bahu
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
Angkat lengan pasien pada posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
e) Abduksi dan Adduksi
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien di samping badannya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
f) Rotasi Bahu
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
Letakkan satu lengan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan
pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke bawah
Kembalikan lengan ke posisi semula
Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
g) Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain
memegang kaki

Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah


Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
h) Infersi dan Efersi Kaki
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya
Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya
Kembalikan ke posisi semula
Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menhjauhi kaki yang
lain
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
i) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan
yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan tetap rileks
Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien
Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
j) Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
k) Rotasi Pangkal Paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan
yang lain di atas lutut
Putar kaki menjauhi perawat
Putar kaki ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
l) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit
Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari
tempat tidur, gerakkan kaki mendekati badan pasien
Kembalikan ke posisi semula

Catat perubahan yang terjadi


E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :
Peningkatan fungsi sistem tubuh
Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
Peningkatan fleksibilitas sendi
Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan
1.2 Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan Aktivitas
A. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ
dalam.
Terdapa tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan
pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan
tulang panjang seperti tulang femur dan fibia. Tulang panjang umumnya
berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung
tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari
epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada
kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak
serta akan menyatu pada masa dewasa.
B. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga
diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
C. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena
itu jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
D. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis)
dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap
saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian soamtis memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat
seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara
umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya
daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial
tangan.
E. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi
membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar
segemen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis
sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang

berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup


kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi
bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis,
sinkondrosis dan simpisis.
1.3 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Kebutuhan Mobilitas
Mobitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya. Mobilitas terbagi menjadi:
1) Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik
pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah
tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalamai
moblitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya
adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan
oleh rusaknya sistem saraf yang reversible. Contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang,
poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas
seseorang karena berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
2. Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat
berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.
3. Kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering
berjalan jauh memiliki kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga
sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena
adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang
cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada
tingkat usia yang berbeda.
B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan
(aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak

berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobiltas


terbagi menjadi:
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan
di daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengubah tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami
keterbatasan berpikir, seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak
akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena diamputasi ketika
mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan
dalam berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
1.4 Postur Tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagianbagian tubuh yang berhubungan dengan bagian tubuh yang lain. Bagian yang
dipelajari dari postur tubuh adalah persendian, tendon, ligamen dan
otot. Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan benar dan terjadi
keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi tubuh maksimal, seperti dalam
posisi duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik,
mengurangi jumlah energi yang digunakan, mempertahankan keseimbangan,
mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru, dan meningkatkan
sirkulasi, baik renal maupun gastrointestinal. Untuk mendapatkan postur
tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan,
diantaranya :
Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of
gravity-garis imaginer vertikal) melewati pusat gravitasi (center of
gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan dasar tumpuan
(base of support-posisi menyangga atau menopang tubuh)
Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah,
kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar
Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan
lebih banyak digunakan untuk mempertahankan keseimbangan
Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik
akan menghemat energi dan mencegah kelelahan otot
Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan
ligamen
Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan
otot serta mencegah kelelahan
Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah
kelelahan
Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk
mencegah beban belakang
Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri,

kelelahan otot, dan kontraktur.


Pembentukan postur tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya:
1. Status Kesehatan. Perubahan status kesehatan dapat menimbulkan
keadaan yang tidak optimal pada organ atau bagian tubuh yang mengalami
kelelahan atau kelemahan sehingga dapat memengaruhi pembentukan postur.
Hal ini dapat dijumpai pada orang sakit yang banyak mengalami
ketidakseimbangan dalam pergerakan.
2. Nutrisi. Nutrisi merupakan bahan untuk menghasilkan energi yang
digunakan dalam membantu proses pengaturan keseimbangan organ, otot,
tendon, ligamen, dan persendian. Apabila status nutrisi kurang,
kebutuhan energi pada organ tersebut akan berkurang sehingga dapat
memengaruhi proses keseimbangan.
3. Emosi. Emosi dapat menyebabkan kurangnya kendali dalam menjaga
keseimbangan tubuh. Hal tersebut dapat memengaruhi proses koordinasi
pada otot, ligamen, sendi, dan tulang.
4. Gaya Hidup. Perilaku gaya hidup dapat membuat seseorang menjadi lebih
baik atau bahkan sebaliknya menjadi buruk. Seseorang yang memiliki gaya
hidup tidak sehat, misalnya selalu menggunakan alat bantu dalam
melakukan kegiatan sehari-hari, dapat mengalami ketergantungan sehingga
postur tubuh tidak berkembang dengan baik.
5. Perilaku dan Nilai. Adanya perubahan perilaku dan nilai seseorang
dapat memengaruhi pembentukan postur. Sebagai contoh, perilaku dalam
membuang sampah di sembarang tempat dapat memengaruhi proses pembentukan
postur tubuh orang lain yang berupaya untuk selalu bersih dri sampah
Asuhan Keperawatan pada Masalah Postur Tubuh
a. Pengkajian Keperawatan
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji masalah
postur tubuh, diantaranya:
1. Postur tubuh yang benar saat berbaring, duduk dan berdiri.
Posisi berdiri
Pengkajian posisi berdiri dilakukan dengan cara menganjurkan pasien pada
posisi berdiri, kepalategak,dan mata menghadap lurus kedepan. Bila
diamati dari belakang bahu dan pinggul harus lurus dan sejajar. Amati
vertebra kolumna, apabila dari arah samping kepala tegak lurus dan
tulang belakang diluruskan bentuknya seperti huruf S, vertebra servikal
melengkung ke depan dan vertebra lumbal melengkung ke depan, kaki
ditempatkan sedikit terpisah untuk mencapai dasar dari topangan dan ibu
jari menunjuk ke depan dan apabila diamati dari depan berada pada garis
tengah vertikal. Apabila posisi tidak sesuai dengan posisi berdiri yang
benar, maka dapat diidentifikasi adanya gangguan otot/tulang.
Posisi duduk
Kepala pasien harus tegak lurus dengan leher dan vertebra kolumna,
kemudian berat badan bertumpu pada glutea dan paha, paha sejajar dan
datar pada bagian horizontal, kedua telapak kaki menapak pada lantai dan
dengan jarak 2-4 cm perlu dipertahankan antara tepi tempat duduk dengan
lutut dan lengan pasien. Pasien yang dalam keadaan abnormal akan
mengalami kelemahan otot atau paralisis otot serta adanya perubahan
sensasi (kerusakan saraf).

Posisi Berbaring
Letakkan pasien dengan posisi lateral, semua bantal dan penyokong posisi
dipindahkan dari tempat tidur, kemudian tubuh ditopang dengan kasur yang
cukup dan vertebra harus lurus dengan alas yang ada. Apabila dijumpai
kelainan pada pasien, maka terdapat proses penurunan sensasi atau
gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
2) Perubahan dalam tubuh kembang, identifikasi adanya trauma kerusakan
otot atau saraf, dan kemungkinan faktor yang menyebabkan postur tubuh
yang buruk.
B. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan posisi duduk, berdiri dan berbaring
yang salah akibat pemakaian gips pada daerah ekstremitas dan lain-lain.
2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat
kontraktur.
3. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai
kelemahan otot.
C. Perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
1. postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
2. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk,
berdiri, atau tidur secara optimal.
3. Kurangi cedera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu
pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Kurangi beban otot dengan cara
1.5 Kebutuhan Mekanika Tubuh Dan Ambulasi
Mekanika tubuh merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan
system saraf untuk mempertahankan keseimbangan tubuh dengan tepat.
Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efesien, yaitu tidak
banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam menggerakkan
dan mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas.
A. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
1) Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh.
Contoh: keseimbangan orang saat berdiri dan saat jalan akan berbeda.
Orang yang berdiri akan lebih mudah stabil dibandingkan dalam posisi
jalan. Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari
sisi satu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan selalu berubah
pada posisi kaki.
2) Menahan (squatting)
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.contoh :
posisi orang duduk akan berbeda dengan orang jongkok, dan tentunya
berbeda dengan posisi membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu
diperhatikan untuk memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam
menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
3) Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Yang perlu
diperhatikan adalah ketinggian, letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam
menarik, sodorkan telapak tangan dana lengan atas dipusat gravitasi
pasien, lengan atas dan siku diletakkan pada permukaan tempat tidur,
pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk, lalu dilakukan penarikan.
4) Mengangkat (lifting)
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar

besar dari tumit, paha bagian atas, kaki bagian bawa, perut, dan pinggul
untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
5) Memutar (pivoting)
Merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang
belakang. Gerakan memutar yang baik memerhatikan ketiga unsur gravitasi
agar tidak berpengaruh buruk pada postur tubuh.
B. Faktor faktor yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh
1) Status Kesehatan. Terjadi penurunan koordinasi yang disebabkan oleh
penyakit berupa berkurangya melakukan aktifitas sehari-hari.
2) Nutrisi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot dan
memudahkan terjadi penyakit.contoh: tubuh yang kekurangan kalsium akan
lebih mudah fraktur.
3) Emosi. Kondisi psikologi seseorang dapat mudah memudahkan perubahan
perilaku yang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan ambulasi
yang baik.
4) Situasi dan Kebiasaan. Situasi dan kebiasaan yang dilakukan sesorang
misalnya sering mengangkat benda-benda yang berat.
5) Gaya Hidup. Perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stress
dan kemungkinan besar akan menyebabkan kecerobohan dalam beraktifitas.
6) Pengetahuan. Pengetahuan yang baik dalam pengguanaan mekanika tubuh
akan mendorong seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga
mengurangi tenaga yang dikeluarkan.
C. Peran Sistem Skeletal, Muskular dan Syaraf
1) Sistem skeletal
a) Sebagai penunjang jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh.
b) Melindungi organ tubuh yang lunak, seperti otak, jantung, paru-paru
dan sebagainya.
c) Membantu pergerakan tubuh.
d) Menyimpan garam-garam mineral, seperti kalsium.
e) Membantu proses hematopoiesis yaitu pembuntukan sel darah merah dalam
sum-sum tulang.
2) Sistem muscular
Secara umum mempengaruhi kontraksi sehingga menghasilkan gerakangerakan.
3) Sistem saraf
Neurotransmiter merupakan substansi kimia seperti asetilkolin yang
memindahkan impuls listrik dari saraf yang bersilangan pada simpul
mioeural ke otot.
D. Dampak Mekanik Tubuh yang Salah
1) Terjadi ketegangan sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan
gangguan dalam system muskuloskletal.
2) Resiko terjadi kecelakaan pada system musculoskeletal. Seseorang
salah berjongkok atau berdiri akan mudah terjadi kelainan pada tulang
veterbra.
1.6 Askep Pemenuhan Kebutuhan Aktifitas
A.
Riwayat Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah mekanika tubuh dan ambulasi, antara

lain menilai adanya kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan


cara bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk, kemudian bangkit
dari kursi ke posisi berdiri, atau perubahan posisi. Selanjutnya menilai
adanya kelainan dalam mekanika tubuh pada saat duduk, berakivitas, atau
saat pasien menglami pergerakan serta pengkajian terhadap status
ambulasi. Kemudian, menilai gaya berjalan untuk mengetahui ada atau
tidaknya kelainan dengan cara mengamati apakah gaya berjalan pasien
( mantap atau tegak lurus ), ayunan lengan atas ( pantas atau tidak ),
kaki ikut siap pada saat ayunan atau tidak, langkah jatuh jauh dari
garis gravitasi atau tidak, serta berjalan apakah diawali dan diakhiri
dengan mudah atau tidak.
B.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan
kesejajaran tubuh, cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi,
kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot, serta
toleransi aktivitas.
1) Kesejajaran tubuh
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri,
duduk, atau berbaring. Pengkajian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
1. Menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat
pertumbuhan dan perkembangan.
2. Mengdentifikasi penyimpanan kesejajaran tubuh yang disebabkan fostur
yang buruk.
3. Memberi kesempatan klien untuk mengopservasi posturnya.
4. Mengidentifikasi kebutuhan belajar klien untuk mempertahankan
kejajaran tubuh yang benar.
5. Mengidentifikasi trauma, kerusakan otot, atau disfungsi saraf.
6. Memperoleh informasi mengenai factor-faktor lain yang mempengaruhi
kesejajaran yang buruk, seperti kelelahan, malnutrisi, dan masalah
psikologis.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral,
anterior, dan posterior guna mengamati apakah:
1. Bahu dan pinggul sejajar
2. Jari-jari kaki mengarah ke depan
3. Tulang belakang lurus, tidak melengkung ke sisi yang lain
Langkah pertama mengkaji kesejajaran tubuh adalah menempatkan klien pada
posisi istirahat sehingga tidak tampak dibuat-buat atau posisi kaku.
Jika mengkaji kesejajaran tubuh pasien imobilisasi atau pasien tidak
sadar maka bantal dan alat penopang di angkat dari tempat tidur lalu
klien diletakkan pada posisi telentang.
1.
Berdiri
Perawat harus memfokuskan pengkajian kesejajaran tubuh pada klien yang
berdiri sesuai hal hal berikut :
1. Kepala tegak dan midline
2. Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan
sejajar.
3. Ketika dilihat dari arah posterior, tulang belakang lurus
4. Ketika klien dilihat dari arah lateral, Kepala tegak dan garis tulang
belakang digaris dalam pola S terbaik. Tulang belakang servikal pada
arah anterior adalah cembung, tulang belakang lumbal pada arah anterior

adalah cembung.
5. Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam
dengan nyaman dan lutut pergelangan kaki agak melengkung. Orang tampak
nyaman dan tidak sadar akan lutut dan pergelangan kaki yang fleksi.
6. Lengan klien nyaman di samping.
7. Kaki di tempatkan sedikit berjauhan untuk mendapatkan dasar penopang,
dan jari jari kaki menghadap ke depan.
8. Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di
tengah tubuh, dan garis gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan
sampai titik tengah antara kedua kaki. Bagian lateral garis gravitasi
dimulai secara vertikal dari tengah tengkorak sampai sepertiga kaki
bagian posterior.
2.
Duduk
Perawat mengkaji kesejajaran pada klien yang duduk dengan mengobservasi
hal hal sebagai berikut :
1. Kepala tegak, leher dan tulang belakang berada dalam kesejajaran yang
lurus.
2. Berat badan terbagi rata pada bokong dan paha.
3. Paha sejajar dan berada pada potongan horisontal.
4. Kedua kaki di topang di lantai. Pada klien pendek tinggi, alat bantu
kaki digunakan dan pergelangan kaki menjadi fleksi dengan nyaman.
5. Jarak 2 4 cm dipertahankan antara sudut tempat duduk dan ruang
popliteal pada permukaan lutut bagian posterior. Jarak ini menjamin
tidak ada tekanan pada arteri popliteal atau saraf untuk menurunkan
sirkulasi atau mengganggu fungsi saraf.
6. Lengan bawah klien ditopang pada penganan tangan, di pangkuan, atau
di atas meja depan kursi.
Hal penting mengkaji kesejajaran dalam posisi duduk yaitu pada klien
yang mempunyai kelemahan otot, paralisis otot, atau kerusakan saraf.
Karena perubahan ini, klien mengalami pengurangan sensasi di area yang
sakit dan tidak mampu menerima tekanan ataupun penurunan sirkulasi.
Kesejajaran yang tepat ketika duduk mengurangi risiko kerusakan sistem
muskuloskeletal pada klien itu.
3.
Berbaring
Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan persepsi normal
terhadap tekanan. Sehingga merekabiasa merasakan posisi nyaman ketika
berbaring. Karena rentang gerak, sensasi dan sirkulasi pada orang sadar
berada dalam batas normal, mereka mengubah posisi ketika mereka
merasakan ketengangan otot dan penurunan sirkulasi.Pengkajian
kesejajaran tubuh ketika berbaring membutuhkan posisi lateral pada klien
dengan menggunakan satu bantal, dan semua penopangnya diangkat dari
tempat tidur. Tubuh harus ditopang oleh matras yang adekuat. Tulang
belakang harus berada dalam kesejajaran lurus tanpa ada lengkungan yang
terlihat. Pengkajian ini memberi data dasar mengenai kesejajaran tubuh
klien.
2. Penetapan Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanika tubuh dan
ambulasi, antara lain :
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat
spasme muskulusletal pada ekstremitas, nyeri akibat peradangan sendi,

atau penggunaan alat bantu dalam waktu lama.


2. Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan
tidak stabil, atau penggunaan tongkat yang tidk benar.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara
umum.
3. Perencanaan Keperawatan
1.
Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh saat melakukan aktivitas
sehari-hari.
2.
Memulihkan dan memperbaiki ambulasi.
3.
Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh.
4. Implementasi
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan berat
maksimum.
2. Angkat objek dengan benar dari bawah pusat gravitasi:
1. Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan.
2. Perbesar dasar dukungan anda dengan menempatkan kedua kaki agak
sedikit terbuka.
3. Turunkan pusat gravitasi anda ke objek yang akan diangkat.
4. Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala dan leher dengan
veterbrae, jaga tubuh tetap tegak.
3.
Angkat objek dengan benar dari atas pusat gravitasi tempat
tidur:
1. Gunakan alat melangkah yang aman dan stabil, jangan berdiri diatas
tangga teratas.
2. Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur.
3. Pindahkan berat objek dari tempat tidur dengan cepat pada lengan dan
diatas dasar dukungan. Menentukan apakah anda dapat melakukanya sendiri
atau membutuhkan bantuan.
Memindahkan pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Mempertahankan keseimbangan tubuh lebih baik, sehingga mengurangi risiko
jatuh.
Meningkatkan keseimbangan tubuh dan memungkinkan kelompok otot-otot
bekerja sama dengan cara yang sinkron.
Mengurangi risiko cedera vetebra lumbal dan kelompok otot.
Mencapai pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Meningkatkan keseimbangan tubuh selama mengangkat.
Mengurangi bahaya jatuh dengan memindahkan objek yang diangkat dekat
dengan pusat gravitasi diatas dasar dukungan.
5.
Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah mekanika tubuh dan ambulasi adalah unyuk menilai kemampuan
pasien dalam menggunakan mekanika tubuh dengan baik, menggunakan alat
bantu gerak, cara menggapai benda, naik atau turun, dan berjalan.
Masalah kebutuhan aktivitas
Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting yang manusia
makan dan bagaimana tubuh menggunakannya. Nutrien adalah zat kimia
organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh untuk
penggunaan fungsi tubuh.

1. Pengkajian
a. Dietary Data (Data diet dikumpulkan dari klien maupun dari keluarga).
Komponen dietary data :
24-Hours Recall Methode
Data yang dikumpulkan adalah tentang porsi makan, pola makan dan snack,
waktu makan, dan tempat makanan biasa diletakkan.
Food diaries
Pertanyaan tentang frekuensi makan, makanan apa saja yang dimakan
khususnya dalam 37 hari sebelum sakit menggambarkan intake (pemasukan)
nutrisi klien, apakah adekuat atau tidak.
Riwayat keperawatan dan diet: Anggaran makan, makan kesukaan dan
waktu makan.
b. Medical-Socioeconomic Data
Faktor-faktor medik, sosial dan ekonomi seperti juga budaya dan
psikologis dapat mempengaruhi pemilihan klien terhadap makanan. Faktorfaktor resiko berikut berhubungan dengan medikal-sosioekonomi yang dapat
menyebabkan perubahan status nutrisi klien. Kondisi medis yang dapat
menyebabkan gangguan intake nutrisi contoh: kanker, malabsorbsi, diare,
hipertiroid, infeksi berat, perdarahan, ketidakmampuan fisik dan mental.
c. Anthropometric Data (untuk mengevaluasi pertumbuhan dan mengkaji
status nutrisi serta ketersediaan energi tubuh).
Berat badan ideal : (TB 100) + - 10%
Lingkar pergelangan tangan
Lingkar lengan atas (MAC). Nilai Normal : Wanita 28,5 cm, Pria 28,3
cm
Lipatan kulit otot triseps (TSF). Nilai Normal : Wanita 16,518 cm,
Pria 12,516,5cm
d. Clinical Data (memperhatikan tanda-tanda abnormal tersebut bukan saja
pada organ-organ fisiknya tetapi juga fisiologisnya)
Keadaan fisik : apatis, lesu
Berat badan : obesitas, underweight
Otot : fleksi/lemah, tonus kurang, tidak mampu bekerja
Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, refleks menurun
Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi,
pembesaran liver/lien.
Kardiovaskuler : denyut nadi > 100x/mt, irama abnormal, TD
rendah/tinggi.
e. Biochemical Data (Data Lab)
Albumin ( N : 4 5,5 mg / 100 ml )
Tranferrin ( N : 170 250 mg / 100 ml )
Hb ( N : 12 mg / dl )
BUN ( N : 10 20 mg / 100 ml )
Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N: laki-laki : 0,61,3 mg/100 ml,
wanita: 0,51,0 mg/100 mg)
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi adalah keadaan di mana intake nutrisi kurang dari
kebutuhan metabolisme tubuh. Kemungkinan berhubungan dengan efek dari
pengobatan, mual/muntah, gangguan intake makanan, radiasi/kemoterapi,
penyakit kronis. Kemungkinan ditemukan data berat badan menurun,
kelemahan, kesulitan makan, nafsu makan berkurang, hipotensi,
ketidakseimbangan elektrolit dan kulit kering.

3. Intervensi
Kaji tanda vital, sensori, bising usus, status nutrisi, ukur intake
makanan dan timbang berat badan observasi kebutuhan nutrisi, jaga
privasi pasien, jaga kebersihan ruangan (barang-barang seperti sputum
pot, urinal tidak berada didekat tempat tidur), Berikan obat sebelum
makan jika ada indikasi untuk meningkatkan nafsu makan.
4. Implementasi
Dengan pemberian nutrisi melalui oral dan pemberian nutrisi melalui pipa
penduga/lambung.
5. Evaluasi
1. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam
makan serta adanya perubahan nafsu makan apabila terjadi kurang dari
kebutuhan.
2. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukkan dengan tidak adanya tanda
kekurangan atau kelebihan berat badan
3. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan
dengan adanya proses pencernaan makanan yang adekuat.
1.7 Mengatur Posisi Di Tempat Tidur
A. Posisi Fowler
Posisi fowler dengan sandaran memperbaiki curah jantung dan ventilasi
serta membantu eliminasi urine dan usus. Posisi fowler merupakan posisi
bed dimana kepala dan dada dinaikkan setinggi 45-60. Dengan tujuan:
1. Untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan
cardiovaskuler
2. Untuk melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca, menonton
televisi)
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan untuk
menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan.
Mencegah klien melorot kebawah pada saat kepala dianaikkan fowler tinggi
60 sesuai kebutuhan. (semi fowler 15-45 sampai 60
3. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada
celah disana. Bantal akan mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya
fleksi lumbal.
4. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya
kurva cervikal dari columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien
dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak bantal
dibawah kepala akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit.
Memberikan landasan yang, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan
akibat dari adanya hiper ekstensi lutut, membantu klien supaya tidak
melorot ke bawah.
7. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan
fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena.
Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot kebawah.
8. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila
ekstremitas bawah pasien mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol
ekstremitas bawah, gunakan gulungan trokhanter selain tambahan bantal

dibawah panggulnya. Mencegah hiperekstensi dari lutut dan oklusi arteri


popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat badan. Gulungan
trokhanter mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
9. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar
fleksi.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien
memiliki kelemahan pada kedua lengan tersebut. Mencegah dislokasi bahu
kebawah karena tarikan gravitasi dari lengan yang tidak disangga,
meningkatkan sirkulasi dengan mencegah pengumpulan darah dalam vena,
menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah kontraktur fleksi
pergelangan tangan.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
12. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
B. POSISI SIMS
Posisi sims atau disebut juga posisi semi pronasi adalah posisi dimana
klien berbaring pada posisi pertengahan antara posisi lateral dan posisi
pronasi. Posisi ini lengan bawah ada di belakang tubuh klien, sementara
lengan atas didepan tubuh klien. Dengan tujuan:
1. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut klien yang tidak sadar.
2. Mengurangi penekanan pada sakrum dan trokhanter besar pada klien yang
mengalami paralisis
3. Untuk mempermudahkan pemeriksaan dan perawatan pada area perineal
4. Untuk tindakan pemberian enema
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan
klien untuk posisi yang tepat.
3. Gulungkan klien hingga pada posisi setengah telungkup, bagian
berbaring pada abdomen
4. Letakkan bantal dibawah kepala klien. Mempertahankan kelurusan yang
tepat dan mencegah fleksi lateral leher.
5. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi
6. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus
melebihi dari tangan sampai sikunya. Mencegah rotasi internal bahu.
7. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai
setinggi pinggul. Mencegah rotasi interna pinggul dan adduksi tungkai.
Mencegah tekanan pada lutut dan pergelangan kaki pada kasur.
8. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien.
Mempertahankan kaki pada posisi dorso fleksi. Menurunkan resiko footdrop.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
C. POSISI TRENDELENBURG
Posisi pasien berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Dengan tujuan untuk melancarkan peredaran darah ke
otak.

D. POSISI DORSAL RECUMBENT


Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau
direnggangkan) di atas tempat tidur. Dengan tujuan untuk merawat dan
memeriksa genetalia serta proses persalinan.
E. POSISI LITOTOMI
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya
ke atas bagian perut. Dengan tujuan untuk memeriksa genetalia pada
proses persalinan dan memasang alat kontrasepsi.
F. POSISI GENU PECTORAL
Posisis genu pectoral merupakan posisi menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Dengan tujuan
untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid.
G. POSISI TERLENTANG (SUPINASI)
Posisi terlentang adalah posisi dimana klien berbaring terlentang dengan
kepala dan bahu sedikit elevasi menggunakan bantal. Dengan tujuan:
a. Untuk klien post operasi dengan menggunakan anastesi spinal.
b. Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat pemberian posisi pronasi
yang tidak tepat.
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan
klien untuk posisi yang tepat.
3. Letakkan bantal dibawah kepala, leher dan bahu klien. Mempertahankan
body alignment yang benar dan mencegah kontraktur fleksi pada vertebra
cervical.
4. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika ada
celah disana. Bantal akan menyangga kurva lumbal dan mencegah terjadinya
fleksi lumbal.
5. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit.
Memberikan landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah
ketidaknyamanan dari adanya hiperektensi lutut dan tekanan pada tumit.
6. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard.
Mempertahankan telapak kaki dorsofleksi, mengurangi resiko foot-droop.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralise pada ekstremitas atas,
maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan
menggunakan bantal. Posisi ini mencegah terjadinya edema dan memberikan
kenyamanan. Bantal tidak diberikan pada lengan atas karena dapat
menyebabkan fleksi bahu.
8. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
H. POSISI ORTHOPNEU
Posisi orthopneu merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi dimana
klien duduk di bed atau pada tepi bed dengan meja yang menyilang diatas
bed. Dengan tujuan:
a. Untuk membantu mengatasi masalah pernafasan dengan memberikan
ekspansi dada yang maksimal
b. Membantu klien yang mengalami masalah ekhalasi

PROSEDUR KERJA
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme.
b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan.
Mencegah klien merosot kebawah saat kepala dinaikkan.
c. Naikkan kepala bed 90
d. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit.
Memberikan landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah
ketidaknyamanan akibat dari adanya hiperekstensi lulut dan tekanan pada
tumit.
f. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam
keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan
dinding vena. Fleksi lutut membantu klien supaya tidak melorot kebawah.
g. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah
eksternal rotasi pada pinggul.
h. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah
plantar fleksi.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
I. POSISI PRONASI (TELUNGKUP)
Posisi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring diatas abdomen
dengan kepala menoleh kesamping. Dengan tujuan:
1. Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut.
2. Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut.
3. Memberikan drainase pada mulut sehingga berguna bagi klien post
operasi mulut atau tenggorokan.
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar di tempat tidur. Menyiapkan klien
untuk posisi yang tepat.
3. Gulingkan klien dengan lengan diposisikan dekat dengan tubuhnya
dengan siku lurus dan tangan diatas pahanya. Posisikan tengkurap
ditengah tempat tidur yang datar. Memberikan posisi pada klien sehingga
kelurusan tubuh dapat dipertahankan.
4. Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Bila
banyak drainase dari mulut, mungkin pemberian bantal dikontra
indikasikan. Menurunkan fleksi atau hiperektensi vertebra cervical.
5. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma
(atau payudara pada wanita) dan illiac crest. Hal ini mengurangi tekanan
pada payudara pada beberapa klien wanita, menurunkan hiperekstensi
vertebra lumbal, dan memperbaiki pernafasan dengan menurunkan tekanan
diafragma karena kasur.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai lutut sampai dengan tumit.
Mengurangi plantar fleksi, memberikan fleksi lutut sehingga memberikan
kenyamanan dan mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas,
maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan
menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan

memberikan kenyamanan serta mencegah tekanan yang berlebihan pada


patella.
8. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas,
maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan
menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan
memberikan kenyamanan. Bantal tidak diletakkan dibawah lengan atas
karena dapat menyebabkan terjadinya fleksi bahu.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
J. POSISI LATERAL (SIDE LYING)
Posisi lateral adalah posisi dimana klien berbaring diatas salah satu
sisi bagian tubuh dengan kepala menoleh kesamping.Dengan tujuan:
a. Mengurangi lordosis dan meningkatkan aligment punggung yang baik
b. Baik untuk posisi tidur dan istirahat
c. Membantu menghilangkan tekanan pada sakrum dan tumit.
PROSEDUR KERJA
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.
Menurunkan transmisi mikroorganisme.
b. Baringkan klien terlentang ditengah tempat tidur. Memberikan
kemudahan akses bagi klien dan menghilangkan pengubahan posisi klien
tanpa melawan gaya gravitasi.
c. Gulingkan klien hingga pada posisi miring. Menyiapkan klien untuk
posisi yang tepat
d. Letakkan bantal dibawah kepala dan leher klien. Mempertahankan body
aligment, mencegah fleksi lateral dan ketidaknyamanan pada otot-otot
leher.
e. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke depan sehingga tubuh tidak
menopang pada bahu tersebut. Mencegah berat badan klien tertahan
langsung pada sendi bahu.
f. Letakkan bantal dibawah lengan atas. Mencegah internal rotasi dan
adduksi dari bahu serta penekanan pada dada.
g. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstremitas
berfungsi secara paralel dengan permukaan bed. Mencegah internal rotasi
dari paha dan adduksi kaki. Mencegah penekanan secara langsung dari kaki
atas terhadap kaki bawah.
h. Letakkan bantal, guling dibelakang punggung klien untuk menstabilkan
posisi. Memperlancar kesejajaran vertebra. Juga menjaga klien dari
terguling ke belakang dan mencegah rotasi tulang belakang.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
1.8 Latihan Rentang Gerak (Rom)
Kerusakan mobilasasi, fisik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tenang tehnik-tehnik meningkatkan fungsi ekstremitas bawah dan atas.
Batasan karakteristik :
1. Mampu untuk bergerak untuk maksud tertentu dalam lingkunganya seperti
mobilisasi ditempat tidur, ambulasi.
2. Keterbatasan menggerakkna sendi-sendi
3. Adanya keterbatasan aktivitas
4. Malas untuk bergerak.

Rencana intervensi
1. Kaji faktor penyebab (trama, prosedur pembedahan, penyakit-penyakit
yang menimbulkan kecacatan.
2. Tingkatkan gerakan dan mobilitas secara optimal
A. Meningkatkan mobilisasi ekstremitas.
1. Ajarkan latihan rentang gerak (ROM) frekuensi tergantung kondisi
individu.
2. Pada ekstremitas sehat minmal 4 kali/hari jika mungkin.
a) Lakukan ROM pasif pada ekstremitas yang sakit sehingga lakukan secara
berlahan untuk mencegah terjafinya regangan pada sendi.
b) Selama latihan perhatikan toleransi nyeri.
c) Untuk ROM pasif posisi telentang paling efektif. Bila mampu secara
aktif dapat dilakukan dengan duduk.
d) Lakukan setiap hari dan coba menggabungkan dengan aktvitas lain.
3. Topang ekstremitas untuk mencegah atau mengurangi bengkak.
4. Obati nyeri jika diperlukan, khususnya sebelu aktivitas.
5. Gunakan kompres dingin untuk mengurangi nyeri, peradangan dan
bengkak.
6. Motivasi klien untuk melakukan latihan bagi sendi.
Tujuan ROM
1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah ke lainan bentuk
Prinsip Dasar Latihan ROM
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,
diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher,
jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagianbagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.
Manfaat ROM
1. Meningkatkan mobilisasi sendi
2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3. Meningkatkan massa otot
4. Mengurangi kehilangan tulang
5. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan
6. Mengkaji tulang sendi, otot
7. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
8. Memperlancar sirkulasi darah

9 Memperbaiki tonus otot


B. Latihan ROM Pasifdan Aktif
1. Freksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan.
c. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien.
d. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
e. Catat perubahan yang terjadi
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan
telapakmengarah ke tubuhnya.
c. Letakan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannyadengan tangan
lainnya.
d. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
e. Catat perubahan yangterjadi
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.
c. Letakan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan yang lain.
d. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya.
g. Kembalikan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi.
4. Pronasi Fleksi Bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilindungi
b. Atur posisi tangan pasien diisi tubuhnya.
c. Letakan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
d. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
e. Catat perubahan yang terjadi.
5. Abduksi dan Adduksi
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisi lengan pasien disamping badannya.
c. Letakan satu tangan perawat diatas sikupasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
d. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Catat perubahan yang terjadi.
6.
a.
b.
c.

Rotasi Bahu
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisilengan pasien menjauhi tubuh dengansiku menekuk
Letakan satu tangan perawat dilengan atas pasien dekat sikudan pegang

tangan pasien dengan tangan yang lain.


d. Gerakan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan ke bawah.
e. Kembalikan lengan ke posisi semula.
f. Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas.
g. Kembalikan lengan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan
lain memegang kaki.
c. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi
8.Infersi dan Efersi Kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien. Dengan satu jari, pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
d. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kakik menghadap kaki lainnya.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Putar kaki keluar sehuingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain.
g. Kembalikan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi
9. Fleksi dan Ekstensi pergelangan kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan
yang lain diatas pergelangan kaki dan relax
c. Tekuk pergelangan kaki. Arahkan jari-jari kaki ke arah pasien.
d. Kembalikan ke posisi semula.
e. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
f. Catat perubahan yang terjadi.
10. Fleksi dan Ekstensi Lutut
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan dibawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
c. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
d. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
e. Kebawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
f. Kembalikan ke posisi semula.
g. Catat perubahan yang terjadi.
11. Rotasi Pangkal Paha
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Tekan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang
lain diatas lutut.
c. Putar kaki menjauhi perawat
d.Putar kaki ke arah perawat.
e. Kembalikan ke posisi semula

f. Catat perubahan yang terjadi


12. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan perawat dibawah lutut pasien dan satu tangan pada
tumit.
c. Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm daritempat
tidur, gerakan kaki menjauhi badan pasien.
d. Gerakan kaki mendekati badan pasien.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Catat perubahan yang terjadi
C. Posisikan klien pada posisi fisiologis untuk mencegah komplikasi.
1. Gunakan papan kaki
2. Hindari duduk atau berbaring dalam posisi sama pada waktu yang lama
3. Ubah posisi setiap 2 4 jam
4. Gunakan bantal kecil /tidak sama sekali bila klien dalam posisi semi
fowler.
5. Pertahankan posisi tubuh yang benar bila menggunakan alat-alat
mekanik.
TRAKSI
1. Kaji posisi yang benar antara traksi dan tulang.
2. Observasi jumlah beban dan posisi yang benar.
3. Biarkan beban tergantung dengan bebas (tanpa selimut atau sprei).
4. Kaji perubahan sirkulasi : periksa kualitas nadi, suhu kulit, warna
ekstremitas, dan CR (bak bila < 2 detik)
5. Kaji adanya perubahan sirkulasi (kesemutan, nyeri, rasa mati)
6. Kaji adanya perubahan mobilisasi (kemampuan untuk fleksi, ekstensi)
7. Kaji tanda iritasi kulit ( kemerahan, lecet, pucat)
8. Kaji daerah pen skeletal traksi dari kelonggaran, peradangan,
ulserasi, dan pengeluaran cairan.
9. Bersihkan tempat penusukan pen.
GIPS
1. Kaji ketepatan balutan (jangan terlalu longgar dan kencang).
2. Kaji sirkulasi daerah yang terbalut setiap 2 jam sekali. (warna dan
suhu kulit, kualitas nadi, CR).
3. Kaji perubahan sensasi pada ekstremitas setiap 2 jam (kesemutan,
nyeri) gerakan sendi.
4. Kaji adanya iritasi kulit (kemerahan, ulserasi, atau keluhan nyeri
pada balutan)
5. Hindari adanay benda yang tajam masuk dalam balutan.
1.9 Latihan Gerak Ambulasi
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah mekaika tubuh dan ambulasi, antara
lain menilai adanya kemampuan dan keterbatasan dalam bergerak dengan
cara bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk, kemudian bangkit
dari kursi ke posisi berdiri, atau perubahan posisi. Selanjutnya,
menilai adanya kelainan dalam mekanika tubuh pada saat duduk,
beraktivitas atau saat pasien mengalami bergerakan serta pengkajian

terhadap status ambulasinya. Kemudian, menilai gaya berjalan pasien,


ayunan lengan atas, kaki ikut siap pada saat ayunan atau tidak, langkah
jatuh jauh dari garis gravitasi atau tidak serta berjalan apakah diawali
dan diakhiri dengan mudah atau tidak.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanika tubuh dan
ambulasi, antara lain :
1). Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat
spasme muskuloskeletal pada ekstremitas, nyeri akibat peradangan sendi,
atau penggunaan alat bantu dalam waktu lama.
2). Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan
tidak stabil, atau penggunaan tongkat yang tidak benar.
3). Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara
umum.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1). Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktivitas
sehari-hari.
2). Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
3). Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh
Perencanaan:
1). Terapi latihan: Mobilitas Sendi: pergerakan tubuh aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau memperbaiki fleksibilitas sendi.
2). Penaturan Posisi: tempatkan pasien yang sesuai untuk meningkatkan
kenyamanan, meningkatkan integritas kulit, dan mendukung kemandirian.
3). Berikan penguatan positif selama aktivitas
4). Dukung pasien / keluarga untuk memandang keterbatasan secara
realistis.
5). Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
6). Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
7). Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
8). Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapi dalam katihan aktivitas
9). Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas
10). Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
11). Berikan pendidikan kesehatan tentang:
a) Perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy
b) Penggunaan alat bantu pergerakan
D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1) Latihan Ambulasi
a. Duduk di atas tempat tidur
Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badannya dengan
telapak tangan menghadap ke bawah
c) Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu
pasien.
d) Bantu pasien untuk duduk dan beri penopang / bantal.
b. Turun dan berdiri

Cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur kursi roda dalam posisi terkunci
c) Berdirilah menghadap pasien dengan kedua kaki merenggang
d) Fleksikan lutut dan pinggang Anda.
e) Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya di bahu Anda dan
letakkan kedua tangan Anda di samping kanan dan kiri pinggang pasien
f) Etika pasien melangkah ke lantai tahan lutut Anda pada lutut pasien
g) Bantu pasien tegak dan jalan sampai ke kursi
h) Bantu pasien duduk di kursi dan atur posisi agar nyaman
2) Cara Membantu Pasien ke Kursi Roda
a. Membantu berjalan dengan cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau
memegang telapak tangan Anda.
c) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien
d) Bantu pasien berjalan
b. Membantu Ambulasi dengan Memindahkan Pasien
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak
dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard
dengan cara:
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Atur branchard dalam posisi terkunci
c) Bantu pasien dengan 2-3 perawat
d) Berdiri menghadap pasien
e) Silangkan tangan di depan dada
f) Tekuk lutut Anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
g) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher / bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul
pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan
kaki.
h) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
i) Atur posisi pasien di branchard (bangkar).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
masalah mekanika tubuh dan ambulasi adalah untuk menilai kemampuan
pasien dalam penggunaan mekanika tubuh dengan baik, penggunaan alat
bantu gerak, cara menggapai benda, naik dan turun, dan berjalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting
untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan
dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah
satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi
berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
B. Saran

Dalam mempelajari materi ini, harusnya mahasiswa dan pembaca pada


umumnya dapat mencari berbagai referensi agar isi tidak bersimpang siur
materi agar sesuai dengan yang seharunsnya dan BPKM.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia :
Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dasar
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta: Salemba Medika

Mobilisasi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi


kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai
bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja struktur musculoskeletal yang mempengaruhi mobilisasi?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
3. Bagaimana mekanisme tubuh dalam fisiologi pergerakan?

4. Bagaimana konsep dasar imobilitas dan resikonya pada klien?


5. Bagaimana askep pada klien ganguan imobilitas?
C.Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur musculoskeletal yang mempengaruhi mobilisasi?
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
3. Untuk mengetahui mekanisme tubuh dalam fisiologi pergerakan?
4. Untuk mengetahui konsep dasar imobilitas dan resikonya pada klien?
5. Untuk mengetahui askep pada klien ganguan imobilitas?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertia Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan

kesehatan,

memperlambat proses

penyakit

khususnya

penyakit

degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).


Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi
kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai
bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
a.

Tujuan dari Mobilisasi :


1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Mencegah terjadinya trauma
3. Mempertahankan tingkat kesehatan
4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari hari
5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
b. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

1. Rentang gerak pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
2.

Rentang gerak aktif


Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.

3. Rentang gerak fungsional


Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan (Carpenito, 2000)
B. Struktur System Musculoskeletal yang Mempengaruhi Mobilisasi
Gerakan tulang dan tulang sendi merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara
hati-hati untuk mencapai koordinasi. Ada 2 tipe kontraksi otot isotonik dan isometrik.
Pada kontraksi isotonik : peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak
ada pemendekan.
-Otot yang Penting dalam Pergerakan
Otot yang penting dalam pergerakan melekat di region skelet tempat pergerakan itu
ditimbulkan oleh pengungkitan. Pengungkitan terjadi ketika tulang tertentu seperti
humelus, ulna dan radius serta sendi yang berhunbungan seperti sendi siku bekerja sama
sebagai pengungkit. Selanjutnya kekuatan yang bekerja pada ujung tulang mengangkat
berat pada itik yang lain untuk memutar tulang pada arah yang berlawanan dengan gaya
yang diberikan. Oto yang melekat dengan tulang pengungkit memberikan kekuatan yang
penting untuk menggerakan objek.
Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari pergerakan ekstimitas atas. Otot
lengan sejajar satudengan yang lainnya dan memanjang kan tulang secara maksimal.
Otot sejajar ini memberikan kekuatan dan bekerja dengan tulang dan sendi untuk
memampukan lengan mengangkat objek.
a. Otot Yang Penting Dalam Membentuk Poatur/ Kesejajaran Tubuh
Otot terutama berfungsi memepertahankan postur, bebentuk pendek dan menyerupai kulit

karena membungkus tendon dengan arah miring berkumpul secara tidak langsung pada
tendon. Otot ekstremitas bawah, tubuh, leher dan punggug yang terutama berfungsi
membentuk postur tubuh (posisi tubuh dalam kaitanya dengan ruang sekitar) kelompok
otot itu bekerja sama untuk menstabilkan dan menopang berat badan saat berdiri atau
duduk dan memungkinkan individu tersebut umtuk mempertahankan postur duduk atau
berdiri.
b. Pengaturan postur dan gerakan otot
Postur dan penggerakan dapan mencerminkan kepribadian dan suasana hati seseorang.
Postur dan pergerakan juga tergantung pada ukuran skelet dan perkembangan otot skelet.
Koordinasi dan pengaturan kelompok otot yang ber5beda tergantung pada tonus otot dan
aktifitas dari otot antagonistik, sinergistik dan antigravitas.
-

Tonus Otot : tonus otot atau tonus adalah suatu keadaan normal dari tegangan otot yang
seimbang. Ketegangan dicapai dengan kontrkasi dan relaksasi secra bergantian tanpa
gerakan aktif, serat dan kelompok otot tertentu. Tonus otot memungkinkan bagian tubuh
mempertahankan posisi fungsional tanpa kelemahan otot. Tonus otot juga mendukung
kembalinya aliran darah vena ke jantung seperti yang terjadi pada otot kaki. Tonus otot
dipertahankan melalui penggunaan otot yang terus menerus. Aktifitas sehari-hari
membutuhkan kerja otot dan membantu mempertahankan tonus otot akibatnya dari
imobilisasi atau tirah baring menyebabkan aktivitas dan tonus otot berkurang.

Kelompok otot. Kelompok otot antogonistik, sinergistik, dan antigravitas dikoordinasi


oleh sistem saraf, dan bekerja sama untuk mempertahankan postur dan memulai
pergerakan.

Otot sinergistik berkontraksi bersama untuk menyempurnakan gerakan


yang sama. Ketika lengan fleksi, kekuatan otot kontraksi dari otot bisep
brakhialis ditingkatkan oleh otot sinergik, yaitu brakhialis. Selanjutnya
aktifitas otot sinergistik terdapat dua penggerakan aktif

yaitu bisep

brakhialis dan brakhialis berkontraksi sementara otot antogonistik yaitu

otot trisep brakialis berelaksasi.

Otot antagonistik bekerja sama untuk menggerakan sendi. Selama


pergerakan, otot penggerak aktif berkontraksi dan otot antagonisnya
relaksasi. Misalnya ketika lengan fleksi maka otot bisep brakhialis aktif
berkontraksi dan otot antagonisnya, trisep brakhialis relaksasi. Selama
lengan diekstensikan

maka otot trisep brakhialis aktif berkontraksi

sehingga lawannya yaitu otot bisep brakhialis relaksasi.


Otot antigravitas sangat berpengaruh pada stabilisasi sendi. Otot secara
terus menerus melawan efek gravitasi tubuh dan mempertahankan postur
tegak atau duduk. Pada orang dewasaotot anti grafitasi adalah otot
ekstensor kaki, gluetus maksimus, quadrisep femoris, otot soleus dan otot
punggung .

C. Faktor faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


Faktor yang mempengaruhi mobilisasi antara lain:
a. Gaya Hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya;
seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan,
typoid dan penyakit kardiovaskuler.

c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya.
Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita
madura dan sebagainya.
d. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit
akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang
pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda
pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

D. Mekanisme Tubuh Dalam Fisiologi Pergerakan


Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa
disadari yaitu gerak refleks.Untuk terjadi gerak refleks, maka dibutuhkan struktur sebagai
berikut : organ sensorik (yang menerima impuls), serabut saraf sensorik (yang
menghantarkan impuls), sumsum tulang belakang (serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls), sel saraf motorik (menerima dan mengalihkan impuls), dan
organ motorik (yang melaksanakan gerakan). Gerak refleks merupakan bagian dari
mekanika pertahanan tubuh yang terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar, misalnya
menutup mata pada saat terkena debu, menarik kembali tangan dari benda panas
menyakitkan yang tersentuh tanpa sengaja. Gerak refleks dapat dihambat oleh kemauan
sadar ; misalnya, bukan saja tidak menarik tangan dari benda panas, bahkan dengan
sengaja menyentuh permukaan panas. (Evelyn Pearce, 2009 : 292)

Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara tiba-tiba diluar
kesadaran kita. Refleks fleksor, penarikan kembali tangan secara refleks dari rangsangan
yang berbahaya merupakan suatu reaksi perlindungan. Refleks ekstensor (polisinaps)
rangsangan dari reseptor perifer yang mulai dari refleksi pada anggota badan dan juga
berkaitan dengan ekstensi anggota badan. Gerakan refleks merupakan bagian dari
mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar misalnya
menutup mata pada saat terkena debu
Untuk terjadinya gerakan refleks maka dibutuhkan struktur sebagai berikut, organ
sensorik yang menerima impuls misalnya kulit. Serabut saraf sensorik yang
menghantarkan impuls tersebut menuju sel-sel ganglion radiks posterior dan selanjutnya
serabut sel-sel akan melanjutkan impuls danmenghantarkan impuls-impils menuju
substansi pada kornu posterior medula spinalis. Sel saraf motorik menerka impuls dan
menghantarkan impuls-impuls melalui serabut motorik.
Kegiatan sistem saraf pusat ditampilkan dalam bentuk kegiatan refleks.Dengan kegiatan
refleks dimungkinkan terjadi hubungan kerja yang baik dan tepat antara berbagai organ
yang terdapat dalam tubuh manusia dan hubungan dengan sekelilingnya.Refleks adalah
respon

yang

tidak

berubah

terhadap

perangsangan

yang

terjadi

diluar

kehendak.Rangsangan ini merupakan reaksi organisme terhadap perubahan lingkungan


baik didalam maupun diluar organisme yang melibatkan sistem saraf pusat dalam
maupun memberikan jembatan (respons) terdapat rangsangan. Refleks dapat berupa
peningkatan maupun penurunan kegiatan, misalnya kontraksi atau relaksasi otot,
kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan adanya kegiatan refleks, tubuh mampu
mengadakan reaksi yang cepat terhadap berbagai perubahan diluar maupun didalam
tubuh disertai adaptasi terhadap perubahan tersebut.Dengan demikian seberapa besar
peran sistem saraf pusat dapat mengukur kehidupan organisme.
Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tertentu disebut lengkung refleks.
Komponen-komponen yang dilalui refleks :

1. Reseptor rangsangan sensorik yang peka terhadap suatu rangsangan misalnya kulit
2. Neuron aferen (sensoris) yang dapat menghantarkan impuls menuju kesusunan saraf

pusat (medula spinalis-batang otak)


3. Pusat saraf (pusat sinaps) tempat integrasi masuknya sensorik dan dianalisis kembali
ke neuron eferen
4. Neuron eferen (motorik) menghantarkan impuls ke perifer
5. Alat efektor merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh suatu serat otot
atau kelenjar.
Walaupun otak dan sum-sum tulang belakang mempunyai materi sama tetapi susunannya
berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak dibagian luar atau kulitnya dan dibagian putih
terletak ditengah. Pada sum-sum tulang belakang bagian tengah berupa materi kelabu
berbentuk kupu-kupu,sedangkan pada bagian-bagian korteks juga dapat berupa materi
putih.

Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini
terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan
saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Serat neuron aferen
masuk susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus
kranialis, sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi
kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla
spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik dikenal sebagai hokum
Bell- Magendie.

Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan
membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi
potensial aksi yang terbentuk akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di
system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat
rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic Potential=EPSP)
dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP) di hubungan-

hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang
bersifat gagal atau tuntas.Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons
yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan
terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan
tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar
untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu
ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system
saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh berbagai masukan
dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.

Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps
anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan
monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang
mempunyai lebih dari satu interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan
polisanptik dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis
lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan refleksnya dapat
dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek penggiatan bawah
ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain. (Laurale Sherwood, 2006)
Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi
serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang
(stretch reflex) ini berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan
setiap perubahan pasif panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot
ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke
tibia (tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Reflex regang yang
terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami ekstensi dan
mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Reflex patella yang normal
mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot,
masukan aferen, neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu
sendiri-berfungsi normal. Reflex ini juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara

masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di
otak.Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otototot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak.
(William F. Ganong, 2008)

Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua
komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah
menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra
utama akhiran dari spindle otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch.
Artinya, ketika tiba-tiba otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke
sumsum tulang belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau
penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi, fungsi refleks
untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang.Refleks regangan yang dinamis
berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang
baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang
lama setelahnya.Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan
oleh kedua primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah
bahwa hal itu menyebabkan tingkat kontraksi otot tetap cukup konstan, kecuali jika
sistem saraf seseorang secara spesifik kehendak sebaliknya.(Guyton dan Hall, 2006)
Peregangan otoy secara tiba-tiba merangsang muscule spindle dan sebaliknya ini
menyebabkan refleks kontraksi dari otot yang sama. Karena alasan yang jelas, refleks
yang sering disebut suatu refleks regang mempunyai suatu konponen dinamik dan suatu
komponen statik. Refleks regang dinamik disebabkan oleh isyarat dinamik yang kuat dari
muscle spindle. Refleks regang static dibangkitkan oleh isyarat kontinu reseptor static
yang dihantarkan melalui ujung primer dan sekunder muscle spindle. Refleks regang
negatif, bila suatu otot tiba-tiba diperpendek, terjadi efek yang berlawanan. Refleks ini
menentang pemendekan otot tersebut dengan cara yang sama seperti refleks regang
positif yang menentang pemanjangan otot. (Athur C. Guyton, 2008 : 457)
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai
tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata.Refleks

kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip
dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau
cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer.Harus membangkitkan
rangsangan baik secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata
sebaliknya). Refleks mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Pemeriksaan refleks kornea
merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika mengevaluasi
koma.Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen refleks
kornea ketika mata terkena dirangsang.Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi
dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks C6 derajat busur.Tes ini dilakukan
dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan cepat menekan tendon biceps
brachii saat melewati kubiti fosa.

a.

Refleks kulit perut


Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan.
Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kearah umbilicus. Respon yang terjadi berupa
kontraksi otot dinding perut.

b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba
menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa
menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan
kapas.Respon berupa kedipan mata secara cepat.
c.

Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba.Respons berupa
konstriksi pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.

d. Refleks Periost Radialis


Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan.Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii.Respons berupa fleksi
lengan bawah pada siku dan supinasi tangan.
e.

Refleks Periost Ulnaris


Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi

dan supinasi.Ketuklah pada periost prosessus stiloideus.Respons berupa pronasi tangan.


f.

Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)

1) Knee Pess Reflex (KPR)


Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung
bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut.
Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai
kontraksi otot kuadrisips.
2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan.Ketuklah pada tendo
Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot biseps
yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot biseps.
4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada tendo
otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi otot
triseps.
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi.Tunggulah pada saat
orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan
jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa
fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.
Yang Perlu Diperhatikan:
1.

Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota
gerak) yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang
coba untuk mempertahankan posisinya.

2.

Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi
dan letak anggota gerak orang coba diatur dengan baik.

3.

Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan
kekuatan yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Refleks fisiologis
1.Pada pemeriksaan refleks kulit perut orang coba tidak mengalami reaksi,ketika daerah
abdomen di gores. Hal ini disebabkan adanya kelainan pada daerah abdomen.Kulit di
daerah abdomen dari lateral ke arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa
kontraksi otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil, tidak terjadi
lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot perutnya sudah kendor.
2. Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba menggerakkan bola mata ke
lateral yaitu dengan melihat salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi
kontralateral kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung membentuk
silinder halus.Respon berupa kedipan mata secara cepat.Sentuhan pada sisi kornea
dengan kapa yang berbentuk silinder halus akan mengakibatkan kontraksi secara spontan
pada bola. Hal ini disebabkan mata termasuk organ tubuh yang sangat sensitif terhadap
benda-benda asing
3. Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana respon pupil mata
ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil. Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi
pupil homolateral dan kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi
pupil adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh N.Opticus, lalu masuk ke
mesencephalon, dan kemudian melanjutkan ke N .Oculomotoris dan sampai ke spingter
pupil.Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.Pada percobaan refleks cahaya, pupil
mata mengalami pengecilan.Cahaya yang berlebihan yang masuk kedalam mata membuat
pupil mata menjadi kecil.
4. Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang coba difleksikan pada
sendi tangan dan sedikit dipronasikan kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada
ujung distal os radii.Pada percobaan refleks periost radialis terjadi gerakan fleksi.Hal ini
menandakan tangan orang coba normal karena respons ketika diketuk. Jalannya impuls
pada refleks periost radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis
kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu masuk ke n. ulnaris lalu
akan menggerakkan m. fleksor ulnaris. Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah
pada siku dan supinasi tangan.

5. Pada percobaan refleks perost ulnaris terjadi supunasi dan ini menundakan bahwa
tangan orang coba normal. Pada percobaan refleks stretuch pada kpr terjadi ekstensi yang
disertai kontraksi otot kuadriseps, APR terjadi plantar fleksi dan kontraksi otot
gastroknimius, untuk biseps terjadi fleksi lengan dan kontraksi otot biseps dan refleks
triseps dan withdrawl refleks mengalami fleksi dan ekstensi pada lengan.Respon dari
refleks periost ulnaris berupa pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus
styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke N. cranialis 5-6 lalu
masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan m. brachioradialis.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan akan timbul kontraksi.
Respon ini disebut refleks regang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan
responnya berupa kontraksi otot yang diregangkan.Reseptornya adalah kumparan otot
(muscel spindle).Yang termasuk muscle spindle reflex (stretcj reflex) yaitu Knee Pess
Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR), Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan
Withdrawl refleks.Pada Knee Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan
respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Pada
Achilles Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan pada sendi lutu dan kaki
didorsofleksikan.Respon yang terjadi ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari
kaki dan kontraksi otot gastroknemius.Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot biseps
terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan supinasi.Sedangkan jika tendo otot
triseps diketuk, maka respon yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi.Untuk
mengetahui fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya untuk
memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat dilihat pada saat spatula
dimasukkan ke dalam mulut, maka akan timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII
dapat dilakukan pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa dengan
malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata antara nervus IV, abduscens, dan
oculomotoris.Nervus XI (nervus accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang
coba, jika ada pertahanan, artinya normal.Respon motorik kasar melibatkan seluruh
koordinasi sistem saraf.Respon ini dapat dilihat saat orang diminta menunjuk anggota
secara bergantian. Orang normal akan menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang
koordinasi sistem sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.
.

E. Konsep Dasar Imobilisasi dan Resikonya pada Klien

a.

Pengertian Imobilisasi
Imobilisasi merupakan gangguan imobilisasi fisik . (NANDA)
Sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan
gerak fisik (Kim et al, 1995)

Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan


gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu
eksternal ( mis: gips atau traksi rangka) pembatasan gerakan volunter atau kehilangan
fungsi motorik.
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
a.

Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang


disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

b.

Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan


untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak

c.

Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai

d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang
sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

b. Resiko imobilisasi pada klien :


-

Pengaruh Fisiologis

Pengaruh Psikososial

1. Pengaruh Fisiologis :
Apabila ada perubahan mobilisasi maka setiap sistem tubuh beresiko mengalami
gangguan. Tingkat keparahan tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara
keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang dialami. Mis : imobilisasi lansia dengan
penyakit kronik lebih cepat dari pada orang usia muda.

Beberapa perubahan yang

diakibatkan antara lain:

1. Perubahan metabolik :
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal antara lain laju metabolik
(metabolisme karbohidrat, lemak dan protein), ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
dan gangguan pencernaan.

Keberadaan proses infeksius pada klien dengan imobilisasi mengalami peningkatan BMR
diakibatkan karena demam atau penyembuhan luka. Demam dan penyembuhan luka
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen.

2. Perubahan sistem respiratory :


Klien pasca operasi dan imobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru.
Komplikasi paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipstatik.

3. Perubahan sistem kardiovaskuler :


Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi ada tiga perubahan utama yaitu :
1) Hipotensi ortostatik
Penurunan tekanan darah sistolik 25mmHg dan distolik 10 mmHg
ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk keposisi
berdiri. Pada klien imobilisasi terjadi penurunan sirkulasi volume
cairan, pengumpulan darah, pada ekstremitas bawah dan
penurunan respons otonom. Faktor-faktor tersebut menyebabkan

penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung


yang terlihat pada penurunan tekanan darah.

2) Meningkatkan beban kerja jantung


Peningkatan beban kerja jantung maka konsumsi oksigen juga
bertambah. Oleh karena itu jantung bekerja lebih keras dan kurang
efisien selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi
meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi
jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja.

3) Pemebentukan trombus
Klien juga beresiko terjadi pembentukan trombus . trobus adalah
akumolasi trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah dan
elemen sel-sel darah yang menempel pada dinding bagaian anterior
vena atau arteri kadang-kadang menutup lumen pembuluh darah.
Ada tiga faktor pembentukan trombosit :

Hilangnya integritas dinding pembuluh darah


(mis :atherosklerosis)

Kelainan aliran darah (mis : aliran darah vena yang lambat


akibat tirah baringdan imobilisasi)

Perubahan unsur-unsur darah ( mis: perubahan dalam


faktor

pembekuan

darah

atau

peningkatan

aktifitas

trombosit)

2. Pengaruh psikososial
Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori dan sosiokultural.
Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimana juga lansia lebih rentan
terhadap perubahan-perubahan tersebut, sehingga perawat harus mengobservasi lebih

dini. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, petubahan perilaku, perubahan
siklus tidur bangun dan ganguan dan koping.

F. ASUHAN KEPERAWATAN MOBILISASI

Pengkajian mobilisasi
o

Kaji rentang gerak klien

Kaji gaya berjalan klien

Kaji kondisi klien preaktifitas meliputi :

Status CV dan pernapasan

Gangguan fisik contoh : penyakit, pembedahan, Hb, Ht, kesimbangan


cairan dan elektrolit

TTV
Kenyamanan misalkan nyrei
Usia, BB daan jenis kelamin
Terakhir makan /minum obat status emosional dan motivasi
Tingkat aktifitas sebelum sakit
Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas, meliputi :
Kecepatan dan kekuatan nadi
Tekanan darah

Diagnosa Yang Mungkin Muncul

Intoleransi aktifitas b.d kesejajaran tubuh yang buruk, penurunan imobilisasi

Resiko cidera b.d ketidaktepatan mekanika tubuh, ketidaktepatan posisi

Hambatan mobilitas fisik b.d pergerakan rentang gerak, tirah baring


Gangguan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, tekanan

permukaan kulit
Perencanaan dan Intervensi Untuk Mobilitas
o
o

Membantu pasien berjalan


Berikan latihan fleksi dan ekstensi tulang panggul, ekstensi lutut fleksi dan
ekstensi pergelangan kaki, pengencangan otot perut, pantat dan paha

Identifikasi latihan dan aktifitas yang tepat untuk klien

Lakukan program latihan yang terencana bersama klien

Kaji sistem muskuloskeletal


Inspeksi : eritema, atrofi otot, kontarktur sendi ; palpasi peningkatan diameter
betis/paha, kontraktur sendi

Kaji sistem integumen


Inspeksi adanya kerusakan integritas kulit dan higienisnya

Kaji sistem eliminasi


Inspeksi saluran urin : warna, jumlah dan penurunan frekuensi BAK ; inspeksi
frekuensi dan kontraksi feses, palpasi : distensi kandung kemih

Evaluasi klien dengan gangguan mobilitas


Posisi tubuh tegap waktu sewaktu berjalan
Dapat berjalan tanpa bantuan dari tempat ke ruang perawat 3 kali sehari
Tidaka mengalami kontraktur
Tidak terjadi atrofi otot
Tidak ada rasa nyeri ataupun kaku pada persediaan
Melakukan latihan rentang gerkan tanpa bantuan 2 kali sehari

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif
dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas
dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

Imobilisasi merupakan gangguan imobilisasi fisik . (NANDA)


Sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan
gerak fisik (Kim et al, 1995)
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi :
a) Gaya Hidup
b) Proses penyakit dan injuri
c) Kebudayaan
d) Tingkat energy
e) Usia dan status perkembangan

DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
Pooter, Perry.2006.Fundamental Keperawatan, edisi 4. Jakarta : EGC

Macam-Macam Posisi Pasien

A. POSISI FOWLER
Pengertian
Posisi fowler merupakan posisi bed dimana kepala dan dada tanpa fleksi lutut.dinaikkan
setinggi 45-60
Tujuan
1. Untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan cardiovaskuler

2. Untuk melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca, menonton televisi)


3. Peralatan
1. Tempat tidur
2. Bantal kecil
3. Gulungan handuk
4. Bantalan kaki
5. Sarung tangan (bila diperlukan)

Prosedur kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan
transmisi mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien
melorot kebawah pada saat kepala dianaikkan.
sampai3. Naikkan kepala bed 45 ), fowler tinggi 60 sesuai kebutuhan. (semi fowler
15-4560
4. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah disana.
Bantal akan mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
5. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva cervikal
dari columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa
bantal. Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan menyebabkan fleksi kontraktur dari
leher.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan
yang, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiper ekstensi
lutut, membantu klien supaya tidak melorot ke bawah.
7. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah
terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu supaya
klien tidak melorot kebawah.
8. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstremitas bawah
pasien mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol ekstremitas bawah, gunakan
gulungan trokhanter selain tambahan bantal dibawah panggulnya. Mencegah

hiperekstensi dari lutut dan oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat
badan. Gulungan trokhanter mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
9. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar fleksi.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien memiliki
kelemahan pada kedua lengan tersebut. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan
gravitasi dari lengan yang tidak disangga, meningkatkan sirkulasi dengan mencegah
pengumpulan darah dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah
kontraktur fleksi pergelangan tangan.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
12. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

B.SEMI FOWLER
Pengertian
Posisi semi fowler adalah suatu posisi dimana bagian kepala tempat tidur dinaikkan 25
30 derajat, bagian ujung dan tungkai kaki sedikit dianggkat, lutut diangkat dan ditopang,
dengan demikian membuat cairan dalam rongga abdomen berkumpuldiarea pelvis
Tujuan
Tujuan pemberian posisi semi fowler adalah sebagai berikut;
mengurangi tegangan intra abdomen dan otot abdomen, memperlancar gerakan
pernafasan pada pasien yang bedrest total, pada ibu post partum akan memperbaiki
drainase uterus, dan memberikan rasa nyaman bagi pasien dalam beristirahat.
Prosedur
Pasien ditumpukkan pada bagian punggung.
1) Bagian kepala tempat tidur dinaikkan 30 derajat
2) Digunakan satu, dua atau tiga bantal untuk menopang kepala dan bahu.
3) Lutut dapat ditekuk sedikit dan ditopang dengan bntal.
4) Bantal dapat ditempatkan di bawah masing-masing lengan sebagai penopang.
5) Bantalan kaki mempertahankan kaki pada posisinya.

Catatan :
Posisi Fowler : Pasien duduk setengah tegak (45 60 derajat ) , lutut boleh ditekuk atau
lurus. Ada 3 jenis posisi fowler :
High Fowler : Kepala pasien diangkat 80 90 derajat
Semi Fowler : Kepala pasien diangkat 30 45 derajat
Low Fowler : Kepala pasien diangkat < 30 derajat

C.TRENDELENBURG
Pengertian
Yang dimaksud dengan posisi tidur trendelenburg adalah posisi tidur pasien dalam posisi
bagian kepala lebih rendah dari pada bagian kaki.
Tujuan
Tujuan menempatkan pasien dalam posisi trendelenburg adalah :
memudahkan perawatan dan pemeriksaan
Pelaksanaan
Posisi tidur trendelenburg dilaksanakan pada :
Pasien dalam keadaan syok.
Pasien dengan tekanan darah rendah
Mencuci tangan.
Persiapan alat-alat
Alat-alat yang disiapkan untuk melaksanakan posisi tidur ini adalah :
Dua potong balok yang sama tinggi untuk meninggikan bagian kaki tempat tidur atau ada
tempat tidur yang bias dinaikkan bagian kakinya.
Cara bekerja
Cara melaksanakan posisi tidur trendelenburg ini adalah sebagai berikut :
Memberi tahu pasien
Mencuci tangan
Mengangkat bantal
Memasang balok pada kedua kaki tempat tidur, di bagian kaki pasien atau menaikkan pada
bagian kaki bila ada tempat tidur yang bias diatur.

Merapikan pasien
Perhatikan keadaan umum pasien selama bekerja

D.POSISI GENU PEKTORAL (KNEE CHEST)


Pengertian
Pada posisi ini genu pectoral, pasien menugging dengan kedua kaki di tekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur.

Tujuan:
Pemeriksaan daerah rectum dan sigmoid
Alat dan bahan:
1. Tempat tidur
2. Selimut
Prosedur pelaksanaan:
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
2. Cuci tangan
3.

Minta pasien untuk mengambil posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada
menempel pada matras tempat tidur

4. Pasang selimut untuk menutupi daerah parineal pasien


5. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.

E. POSISI LITOTOMI
Pengertian
Pada posisi ini, pasien di tempatkan pada posisi telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan di tarik ke atas abdomen.

Tujuan:
1. Pemeriksaan alat genitalia

2. Proses persalinan
3. Pemasangan alat kontrasepsi
Alat dan bahan:
1. Bantal
2. Tempat tidur khusus
3. Selimut /kain penutup
Prosedur pelaksanaan:
1. Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
2. Cuci tangan
3. Pasien dalam keadaan berbaring (telentang)
4. Angkat kedua paha dan tarik ke atas abdomen
5. Tungkai bawah membentuk sudut 90 terhadap paha
6. Letakkan bagian lutut /da penyangga kaki di tempat tidur khusus untuk posisi litotomi
7. Pasang selimut
8. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan

F. DORSAL RECUMBENT
Pengertian
Pada posisi ini, pasien di tempatkan pada posisi telentang dengan kedua lutut fleksi di
atas tempat tidur.

Tujuan:
1. Perawatan daerah genitalia
2. Pemeriksaan genitalia
3. Posisi pada proses persalinan

Alat dan bahan:


1. Bantal
2. Tempat tidur khusus

3. Selimut
Prosedur pelaksanaan:
1. Jelaskan prosedur pada pasien yang akan di lakukan
2. Cuci tangan
3. Pasien dalam keadaan berbaring (telental)
4. Pakaian bawah di buka
5. Tekuk lutut dan di renggangkan
6. Pasang selimut untuk menutupi area genitalia
7. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan
G.POSISI SIM
Pengertian:
Pada posisi ini pasien berbaring miring baik ke kanan atau ke kiri.

Tujuan:

Memberikan kenyamanan

Melakukan huknah

Memberikan obat per anus

Memberikan pemeriksaan daerah anus


Alat dan bahan:
Bantal
Prosedur pelaksanaan:

1. Cuci tangan
2. Lakukan persiapan seperti di uraikan di atas
3. Tempatkan kepala datar di tempat tidur
4. Tempatkan pasien dalam posisi telentang
5. Posisikan pasien dalam posisi miring yang sebagian pada abdomen
6. Tempatkan bantal kecil di bawah kepala
7.

Tempatkan bantal di bawah lengan atas yang di fleksikan, yang menyokong lengan
setinggi bahu. Sokong lengan lain di atas tempat tidur.

8.

Tempatkan bantal di bawah tungkai atas yang di fleksikan, yang menyokong tungkai
setinggi panggul.

9. Tempatkan bantal pasien paralel dengan permukaan plantar kaki.


10. Turunkan tempat tidur.
11. Observasi posisi sejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, dan titik potensi tekanan.
12. Cuci tangan
13.

Catat prosedur, termasuk posisi yang di tetapkan, kondisi kulit, gerakan sendi,
kemampuan pasien membantu bergerak, dan kenyamanan pasien.

JENIS JENIS PEMBERIAN POSISI TUBUH PADA PASIEN


1. Posisi Fowler
Pengertian
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepalatempat tidur
lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan
memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Tujuan
Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
Meningkatkan rasa nyaman
Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi dada
dan ventilasi paru
Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi
1) Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
2) Pada pasien yang mengalami imobilisasi
Alat dan bahan :
Tempat tidur khusus
Selimut

Cara kerja :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
Dudukkan pasien
Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau aturr tempat tidur.
Untuk posisi semifowler (30-45) dan untuk fowler (90).
Anjurkan pasien untuk tetam berbaring setengah duduk.

2. Posisi semi fowler

1.
2.
3.
1.
2.
3.

Pengertian
Semi fowler adalah sikap dalam posisi setengah duduk 15-60 derajat
Tujuan
Mobilisasi
Memerikan perasaan lega pada klien sesak nafas
Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Cara / prosedur
Mengangkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat ( 45-90 derajat)
Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika tubuh bagian atas klien
lumpuh
Letakan bantal di bawah kepala klien sesuai dengan keinginan klien, menaikan lutut dari
tempat tidur yang rendah menghindari adanya teknan di bawah jarak poplital ( di bawah
lutut )

3.Posisi sim
Definisi :
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri, posisi ini dilakukan untuk memberi
kenyamanan dan memberikan obat melalui anus (supositoria).
Tujuan :
1. Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot pinggang
2. Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
3. Memasukkan obat supositoria
4. Mencegah dekubitus
Indikasi :
Untuk pasien yang akan di huknah
Untuk pasien yang akan diberikan obat melalui anus

Alat dan bahan :


Tempat tidur khusus
Selimut
Cara kerja :

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan
setengan telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas
tempat tidur.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengan telungkup dan kaki
kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahakan ke dada.
Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas
tempat tidur.

4. Posisi trendelenburg
Definisi :
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah
daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.
Alat dan bahan :
Tempat tidur khusus
Selimut
Indikasi :
1) Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
2) Pasien shock
3) Pasien hipotensi.

Alat dan bahan :


Tempat tidur khusus
Selimut
Cara kerja :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan
setengan telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada.
Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas
tempat tidur.
Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengan telungkup dan kaki
kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahakan ke dada.
Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas
tempat tidur

5.

Posisi dorsal recumbent


Definisi :
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut flexi (ditarik atau
direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa
genetalia serta pada proses persalinan.
Tujuan :
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan punggung belakang.
Indikasi :
Pasien yang akan melakukan perawatan dan pemeriksaan genetalia
Untuk persalinan
Alat dan bahan :
Tempat tidur
Selimut
Cara kerja :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal diantara kepala dan
ujung tempat tidur pasien dan berikan bantal dibawah lipatan lutut
Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur
khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.

6. Posisi Litotomi
Definisi :
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas
bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses
persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.

Indikasi :
Untuk ibu hamil
Untuk persalinan
Untuk wanita yang ingin memasang alat kontrasepsi
Alat dan bahan :
Tempat tidur khusus
Selimut
Cara kerja:
Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik
ke arah perut
Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
Pasang selimut
7. Posisi Genu pectrocal/ Knee chest
Definisi :
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
daerah rektum dan sigmoid.
Tujuan :
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.
Indikasi :
Pasien hemorrhoid
Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.
Cara kerja :

Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
mencmpel pada kasur tempat tidur.
Pasang selimut pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai