Anda di halaman 1dari 6

ANTIBIOTIK

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang


mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri atau virus. Penggunaan
antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun
dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi
terhadap mutan atau transforman. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan
menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah
bakteri. Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan
membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman
untuk hidup.
Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun
seperti strychnine, antibiotik dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit
tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur,
atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam
melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang membidik bakteri gram negatif
atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga
bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.
Antibiotik oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotik
intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotik
kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.
Riwayat singkat penemuan antibiotik modern
Penemuan antibiotik terjadi secara 'tidak sengaja' ketika Alexander Fleming,
pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan
meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan
petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media
dan bagian di sekitar kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi
media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut
terhadap kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn.
P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang
dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian

pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui
menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.
Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh
peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun
hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.
Macam-macam antibiotik
Antibiotik dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan
susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotik [1] dilihat dari sasaran kerja
(targetnya)(nama contoh diberikan menurut ejaan Inggris karena belum semua
nama diindonesiakan atau diragukan pengindonesiaannya):

Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin,


Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;

Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya


rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;

Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari


golongan
gentamycin,

Macrolide,

Aminoglycoside,

chloramphenicol,

dan

kanamycin,

Tetracycline,

streptomycin,

misalnya
tetracycline,

oxytetracycline;

Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;

Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida,


misalnya oligomycin, tunicamycin; dan

Antimetabolit, misalnya azaserine.

Penggunaan antibiotik
Karena biasanya antibiotik bekerja sangat spesifik pada suatu proses,
mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri
yang 'kebal' terhadap antibiotik. Itulah sebabnya, pemberian antibiotik biasanya
diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka
waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotik yang
'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'.

Pemakaian antibiotik di bidang pertanian sebagai antibakteri umumnya


terbatas karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi pemakaiannya cukup
luas untuk menyeleksi sel-sel yang mengandung gen baru. Praktik penggunaan
antibiotik ini dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan karena kekhawatiran akan
munculnya hama/kuman yang tahan antibiotik.

Cara Kerja dan Mekanisme Resistensi Antibiotik


Sejak awal penemuannya oleh Alexander Fleming pada tahun 1928,
antibiotik telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol
infeksi bakteri pada manusia dan hewan.
Namun, sejalan dengan perkembangan dan penggunaannya tersebut,
banyak bukti atau laporan yang menyatakan bahwa bakteri-bakteri patogen menjadi
resisten terhadap antibiotik. Resistensi ini menjadi masalah kesehatan utama
sedunia. Penggunaan antibiotik ini (pada manusia dan hewan) akan menghantarkan
munculnya mikroorganisme resisten, tidak hanya mikroba sebagai target antibiotik
tersebut, tetapi juga mikroorganisme lain yang memiliki habitat yang sama dengan
mikroorganisme target. Hal ini dimungkinkan karena adanya transfer materi genetik
(plasmid atau transposon) di antara genus bakteri yang berbeda yang masih
memiliki hubungan dekat, meliputi bakteri Escherichia coli, Klebsiella, dan
Salmonella.
Penggunaan antibiotik pada pakan hewan sebagai pemacu pertumbuhan
telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang
umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia.
Cara kerja antibiotik
Antibiotik memiliki cara kerja sebagai bakterisidal (membunuh bakteri secara
langsung) atau bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Pada kondisi
bakteriostasis, mekanisme pertahanan tubuh inang seperti fagositosis dan produksi
antibodi biasanya akan merusak mikroorganisme. Ada beberapa cara kerja
antibiotik terhadap bakteri sebagai targetnya, yaitu menghambat sintesis dinding
sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat sintesis
asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit esensial.

Dinding sel bakteri terdiri atas jaringan makromolekuler yang disebut


peptidoglikan. Penisilin dan beberapa antibiotik lainnya mencegah sintesis
peptidoglikan yang utuh sehingga dinding sel akan melemah dan akibatnya sel
bakteri akan mengalami lisis. Riboson merupakan mesin untuk menyintesis protein.
Sel eukariot memiliki ribosom 80S, sedangkan sel prokariot 70S (terdiri atas unit
50S dan 30S). Perbedaan dalam struktur ribosom akan mempengaruhi toksisitas
selektif antibiotik yang akan mempengaruhi sintesis protein. Di antara antibiotik
yang mempengaruhi sintesis protein adalah kloramfenikol, eritromisin, streptomisin,
dan tetrasiklin. Kloramfenikol akan bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan
menghambat pembentukan ikatan peptida pada rantai polipeptida yang sedang
terbentuk. Kebanyakan antibiotik yang menghambat protein sintesis memiliki
aktivitas spektrum yang luas. Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang
membawa asam amino ke ribosom sehingga penambahan asam amino ke rantai
polipeptida yang sedang dibentuk terhambat. Antibiotik aminoglikosida, seperti
streptomisin dan gentamisin, mempengaruhi tahap awal dari sintesis protein dengan
mengubah bentuk unit 30S ribosom yang akan mengakibatkan kode genetik pada
mRNA tidak terbaca dengan baik.
Antibiotik tertentu, terutama antibiotik polipeptida, menyebabkan perubahan
permeabilitas membran plasma yang akan mengakibatkan kehilangan metabolit
penting dari sel bakteri. Sebagai contoh adalah polimiksin B yang menyebabkan
kerusakan membran plasma dengan melekat pada fosfolipid membran. Sejumlah
antibiotik mempengaruhi proses replikasi DNA/RNA dan transkripsi pada bakteri.
Contoh dari golongan ini adalah rifampin dan quinolon. Rifampin menghambat
sintesis mRNA, sedangkan quinolon menghambat sintesis DNA.
Mekanisme resistensi
Pada awalnya, problema resistensi bakteri terhadap antibiotik telah dapat
dipecahkan dengan adanya penemuan golongan baru dari antibiotik, seperti
aminoglikosida, makrolida, dan glikopeptida, juga dengan modifikasi kimiawi dari
antibiotik yang sudah ada. Namun, tidak ada jaminan bahwa pengembangan
antibiotik baru dapat mencegah kemampuan bakteri patogen untuk menjadi
resisten.

Berdasarkan hasil studi tentang mekanisme dan epidemiologi dari resistensi


antibiotik telah nyata bahwa bakteri memiliki seperangkat cara untuk beradaptasi
terhadap lingkungan yang mengandung antibiotik. Mekanisme resistensi pada
bakteri meliputi mutasi, penghambatan aktivitas antibiotik secara enzimatik,
perubahan protein yang merupakan target antibiotik, perubahan jalur metabolik,
efluks antibiotik, perubahan pada porin channel, dan perubahan permeabilitas
membran.
Mutasi genetik tunggal mungkin menyebabkan terjadinya resistensi tanpa
perubahan patogenitas atau viabilitas dari satu strain bakteri. Perkembangan
resistensi terhadap obat-obat antituberkulos, seperti streptomisin, merupakan
contoh klasik dari perubahan tipe ini. Secara teoretis ada kemungkinan untuk
mengatasi resistensi mutasional dengan administrasi suatu kombinasi antibiotik
dalam dosis yang cukup untuk eradikasi infeksi sehingga mencegah penyebaran
bakteri resisten orang ke orang. Namun, adanya emergensi yang meluas dari
multidrug resistant Mycobacterium tuberculosis memperlihatkan bahwa tidak mudah
untuk mengatasi resistensi dengan formula kombinasi. Contoh lain resistensi
mutasional yang juga penting adalah perkembangan resistensi fluoroquinolone pada
stafilokokki, Pseudomonas aeruginosa, dan patogen lain melalui perubahan pada
DNA topoisomerase. Kejadian mutasi mungkin juga mengubah mekanisme
resistensi yang ada menjadi lebih efektif atau memberikan spektrum aktivitas yang
lebih luas.
Problem yang cukup penting adalah kemampuan bakteri untuk mendapatkan
materi genetik eksogenus yang mengantarkan terjadinya resistensi. Spesies pada
peneumokokki dan meningokokki dapat "mengambil" materi DNA di luar sel
(eksogenus) dan mengombinasikannya ke dalam kromosom.
Banyak materi genetik yang bertanggung jawab terhadap resistensi
ditemukan pada plasmid yang dapat ditransfer atau pada transposon yang dapat
disebarluaskan di antara berbagai bakteri dengan proses konjugasi. Transposon
merupakan potongan DNA yang bersifat mobile yang dapat menyisip masuk ke
dalam berbagai lokasi pada kromosom bakteri, plasmid atau DNA bakteriofag.
Beberapa transposon atau plasmid memiliki elemen genetik yang disebut integron
yang mampu "menangkap" gen-gen eksogenus. Sejumlah gen kemungkinan dapat

disisipkan ke dalam integron yang menghasilkan resistensi terhadap beberapa


bahan antimikroba.
Mekanisme yang mirip mungkin terlibat dalam pembentukan elemen genetik
yang mengode resistensi vankomisin pada enterokokki. Enterokokki, yang
merupakan komensal saluran usus dan genital, meningkat menjadi patogen di
rumah sakit. Hal ini berhubungan dengan resistensi alami enterokokki terhadap
antibiotik yang paling umum digunakan dan kapasitasnya untuk memperoleh sifat
resistensi melalui mutasi (penisilin) atau transfer gen resistensi pada plasmid dan
transposon (aminoglikosida dan glikopeptida).
Kerja antibiotik; Mengapa minum obat harus habis?
Antibiotik

sebenarnya

berkerja

pada

saat

kuman

mereplikasi

atau

berkembang biak. Salah satu kerja dari suatu antibiotik adalah dengan menghambat
pembentukan dari dinding kuman, sehingga kuman baru tidak terbentuk. Sampai
saat ini belum ada antibiotik yang bisa membunuh kuman dewasa.
Tubuh kita dilengkapi oleh sistem kekebalan oleh Yang Maha Kuasa, sistem
inilah yang menjadi obat alam untuk melawan kuman. Oleh karena itu bila
kekebalan tubuh kita melemah, itu sama saja dengan kuman yang sedang
membentuk dinding sel dihambat oleh antibiotik, tapi kuman dewasa tetap merusak
tubuh tanpa henti.
Zat yang terkandung suatu antibiotik tetap saja butuh waktu dalam bekerja,
oleh karena itu apabila kita mengkonsumsi antibiotik secara setengah - setengah
dan kuman tidak tuntas di hambat pembentukan dinding selnya, kuman itu sendiri
akan tetap bisa menjadi dewasa dan akan terjadi kekebalan terhadap antibiotik
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai