Anda di halaman 1dari 5

Marina Chimica Acta, Oktober 2002, hal.

4-8
Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Hasanuddin

Vol. 1 No.1
ISSN 1411-2132

ISOLASI BIOAKTIF HYDROZOAN Lytocarpus philippinus


SEBAGAI BAKTERISIDA PADA UDANG
Emma Suryati1) dan Yusafir Hala2)
Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros
2)
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar
1)

ABSTRACT
Lytocarpus philippinus, a hydrozoan species, commonly found in coral reefs is suspected of having
bioactive material which can be used as bactericide. The experiment was aimed at finding out the
hydrozoan bioactive which could inhibit the growth of Pseudomonas sp isolated from diseases tiger
prawn. The analysis was conducted using extraction, fractionation, and purification methods. Hexane,
acid ethyl acetate, neutral ethyl acetate, and water were used as solvents. Chemical compounds of
hydrozoan bioactive were classified by color reaction on thin layer chromatography and identified by
spectroscopic methods. The bioactive extracted from Lytocarpus philippinus is suspected to be nCyclohexil-3-beta-methoxy-4-methyliden 4'5'1 compound.
Keywords: Bioactive, hydrozoan , bactericide

PENDAHULUAN
Penyakit pada budidaya perikanan merupakan
kendala pemeliharaan, baik di panti benih maupun pada
budidaya tambak. Telah dilaporkan jenis-jenis penyakit
yang sering menyerang udang windu seperti parasit
protozoa (Zoothamnium, Epystilis, Vorticella), jamur
(Lagenidium, Fusarium), bakteri (Vibrio harveyi, vibrio
alginoliticus), dan virus (Monodon Baculo Virus), di
Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa (Partasasmita et al
1988 dan Lightner et al 1989).
Penyakit
udang
yang ditemukan di Sumatera Utara antara lain MBV
(Monodon Baculo Virus), HPV (Hepatopangcreatic
Parvolic Virus), SHN (Septic Hepatopangcreatic
Necrosis), HE (Haemolite Enterestis), LOP (Lymphoid
Organ Phatology), TCBV (Type C Baculo Virus) dan
metazoa parasitic infection (Larkins et al, 1993).
Penanggulangan penyakit pada budidaya
perikanan masih terbatas pada pemakaian bahan-bahan
kimia seperti formalin, malachite green serta beberapa
jenis antibiotik seperti chloramphenicol, oxytetracyclin,
prefuran (Brown 1989). Di samping itu digunakan pula
pestisida alam yang masih terbatas jumlahnya seperti
rotenon, saponin, tolod, dan parakang (Suryati et al
1992).
Beberapa biota laut seperti bunga karang,
karang lunak, tunicata, dan beberapa jenis hydrozoan
dilaporkan mengandung zat bioaktif yang mungkin
dapat dimanfaatkan sebagai bakterisida khususnya pada
komoditas perikanan. Bunga karang yang dilaporkan
memiliki zat bioaktif antara lain sesterterpen dari
Hyatella intestinalis (Karuso et al 1989), metil steroid
dari Agelas flabelliformis (Gunasekara et al 1989),

Hipospongia comunis, Spongia officinalis, Ircinia


variabilis,
Spongia
gracilis
masing-masing
mengandung sesteterpen, terpenoid, variabilin dan
ketosteroid, (Madaio et al 1989), avarol dari Dysidea
avara (Crispino et al 1989), dan metil steroid glikosida
dan ketosteroid dari Erylus lendenfeldi dan Dyctionella
insica (Cimminiello et al 1989) yang dapat
dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan pengobatan
penyakit pada manusia dan hewan. Bunga karang yang
aktif sebagai bakterisida pada komoditas perikanan
antara lain Callyspongia sp, Halichondria sp, dan
Auletta sp (Suryati et al 1997). Selain bunga karang
dan karang lunak, hydrozoan juga merupakan salah satu
biota laut yang potensial sebagai bakterisida, khususnya
untuk penanggulangan penyakit pada bidang perikanan
yang selektif, efektif dan ramah lingkungan.

BAHAN DAN METODE


Penelitian isolasi dan pemurnian zat bioaktif
hydrozoan dilakukan di Balai Penelitian Perikanan
Pantai Maros sedangkan identifikasi dilakukan di Balai
Doping Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Peralatan yang
digunakan antara lain Spektrofotometer UV-Vis dan IR
Shimadzu, KCKT Hitachi model D7000 IF. Elusidasi
struktur dilakukan dengan menggunakan GCMS,
dengan GC Hewlett Packard type 6890 Series, MS
Hewlett Packard type 5972, gas pembawa helium,
kolom HP 5 (crosslinked 5% PHME siloxan 30m x
0,25 mm x 0,25 m) dengan tekanan kolom 4,46 Psi
constanta flow suhu awal 280 oC methode BAHLM9,
detektor MSD Energi 70 eV.

Emma Suryati & Yusafir Hala

Mar. Chem. Acta

Isolasi dan pemurnian bakteri pada udang


Isolasi bakteri dari udang dilakukan dengan
mengambil hepatopankreas udang, kemudian di gerus
dan diencerkan dengan 9 ml saline solution. Kemudian
0,1 ml sampel diinokulasikan pada plat media TSA dan
TCBS, diinkubasi selama 48 jam. Bakteri yang tumbuh
pada plat diisolasi dan dimurnikan berdasarkan bentuk
dan warna koloni pada media agar miring TSA,
diinkubasikan selama 4 jam.
Uji karakteristik
dilakukan dengan cara inkubasi selama 48 jam
menggunakan media OF, TSI, SIM, MR-VP, King A,
King B, Gelatin. Identifikasi genus dan spesies bakteri
patogen mengacu pada buku kunci.

Pseudomonas sp. Uji kemurnian dilakukan dengan


menggunakan KCKT.
Identifikasi isolat murni Lytocarpus philippinus yang
efektif sebagai bakterisida.
Isolat murni yang diperoleh dari isolasi dan
pemurnian, selanjutnya diklasifikasi berdasarkan reaksi
penampak noda pada kromatografi lapis tipis, dan
pengukuran secara spektrofotometri UV-Vis, IR, dan
spektrometri massa.
HASIL DAN BAHASAN
Hasil uji hayati dari ekstrak kasar Lytocarpus
philippinus terhadap bakteri Pseudomonas sp
menunjukkan zona hambatan sebesar 26,4 mm (20 L)
dan 31,0 mm (40L). Sebagai pembanding, antibiotik
yang sering digunakan, seperti Oxytetracyclin, hanya
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio sp
dengan diameter hambatan 19,0 mm, kloramfenikol
dapat meghambat pertumbuhan bakteri Vibrio sp dan
Enterobacteriaceae masing-masing 24,6 mm dan 11,9
mm pada konsentrasi di atas 100 ppm. Malachite green
dan prefuran tidak mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Vibrio sp dan Enterobacteriaceae pada
konsentrasi yang sama (Madeali 1995).
Bakterisida pada umumnya menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengiritasi dinding
sel, menggumpalkan protein bakteri serta terjadi
hidrolisis dan difusi caiaran sel yang disebabkan karena
perbedaan tekanan osmosis (Salle 1961).

Uji hayati zat bioaktif hydrozoan


Hydrozoan
Lytocarpus
philippinus
dikumpulkan dari perairan pantai dengan cara
penyelaman, lalu diidentifikasi menggunakan buku
kunci (Brusca et al, 1990). Sekitar 500 g dikoleksi
dalam keadaan segar, dimasukkan ke dalam wadah yang
berisi metanol 80% dan disimpan pada suhu rendah.
Ekstrak kasar dibuat dengan menghaluskan hydrozoan
kemudian direndam dalam larutan metanol 80% selama
3 kali 24 jam, selanjutnya diuji keaktifannya
menggunakan bakteri bioindikator, Pseudomonas sp,
yang telah diisolasi dari udang yang terinfeksi penyakit.
Metode uji hayati yang digunakan adalah metode difusi
agar yang telah dimodifikasi (Cowan, 1985), volume
yang digunakan yaitu 20 dan 40 L dari ekstrak yang
konsentrasinya 1g/mL bahan segar.
Isolasi dan pemurnian zat bioaktif Lytocarpus
philippinus
Pemurnian zat bioaktif Lytocarpus philippinus
di lakukan
melalui ekstraksi dan fraksionasi
menggunakan pelarut air, heksan, etil asetat asam, basa,
dan etil asetat netral (Suryati et al. 2002). Fraksi aktif
lalu dipisahkan secara kromatografi kolom, lapis tipis
(KLT), dan lapis tipis preparatif. Selanjutnya uji
kemurnian
dilakukan
dengan
menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) yang diikuti
dengan uji hayati menggunakan bioindikator bakteri
yang sebelumnya telah diisolasi dari udang yang
terinfeksi penyakit. Isolat yang digunakan setara dengan
20L dan 40L larutan yang mengandung 1 g/ml berat
segar .
Fraksi aktif dari Lytocarpus philippinus
dipisahkan dengan teknik kromatografi kolom terbuka
silika gel menggunakan campuran pelarut heksan, asam
asetat, dan air dengan perbandingan 2,5 : 4,5 : 3,0.
Fraksi aktif kemudian dipisahkan lagi dengan cara yang
sama menggunakan campuran pelarut butanol, etil
esetat, air dengan perbandingan 4 :2,5: 3 Setiap fraksi
diuji keaktifannya menggunakan bakteri bioindikator

Tabel 1.
Hasil fraksionasi Lytocarpus philippinus, dan uji hayati
menggunakan bakteri bioindikator Pseudomonas sp

Fraksi aktif
1. Ekstak kasar
2. Fraksi heksan
3. Fraksi etil asetat asam
4. Fraksi etil asetat netral
4. Fraksi etil asetat basa
5. Fraksi air

Zona hambatan pada bakteri


Pseudomonas sp, mm
20 L
40 L
28,7 0.08
38,7 0,05
32,9 0,05
36,8 0,05
-

Keterangan:(-)Tidak memberikan hambatan terhadap pertumbuhan


bakteri

Dari
hasil
fraksioansi,
masing-masing
diperoleh empat fraksi, yaitu fraksi heksan yang dapat
melarutkan senyawa-senyawa yang sangat tidak polar,
fraksi etil asetat asam melarutkan senyawa-senyawa
organik yang bersifat asam seperti asam fenolat,
karboksilat, alkohol dan asam-asam organik lainnya.
Fraksi etil asetat netral melarutkan senyawa-senyawa
5

Volume 2,3,4 No. 2

Isolasi Bioaktif Hydrozoan Lytocarpus Philippinus ...

netral seperti alkaloid, steroid, terpen dan senyawasenyawa yang bersifat netral lainnya. Dan terakhir,
fraksi air yang dapat melarutkan senyawa-senyawa yang
sangat polar seperti peptida, glikosida, amina, dan
karbohidrat makromolekul lainnya. Hasil fraksionasi
dan uji hayati dari Lytocarpus philippinus terhadap
bakteri Pseudomonas sp menunjukkan fraksi yang aktif
pada fraksi etil asetat basa. Hasil fraksionasi dan uji
hayati dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil uji hayati pada tahap fraksionasi
Lytocarpus philippinus terhadap bakteri Pseudomonas
sp menunjukkan fraksi yang aktif pada fraksi etil asetat
basa dengan diameter hambatan pada bakteri
Pseudomonas sp, berturut-turut 32,9 0,05 mm dan
36,8 0,05 mm pada volume 20 L dan 40
L,sedangkan fraksi lain tidak memberikan hambatan
terhadap pertumbuhan bakteri. Senyawa yang larut
pada etil asetat basa pada umumnya senyawa yang
bersifat netral dan bersifat basa seperti senyawa
alkaloid, terpen, poliketida , steroid, ketosteroid, dan
turunan dari skualen. Senyawa-senyawa yang larut
pada etil asetat asam pada umumnya senyawa-senyawa
yang bersifat asam pula seperti asam karboksilat, asam
fenolat, flavonoid, fenil propanoid, antosianin dan
turunannya.

diameter hambatan berturut-turut sebesar 19,8 0,05


mm dan 31,8 0,05 mm pada volume 20 L dan 40 L
dari larutan yang mengandung 1 g/mL, setara berat
segar. Hasil Uji kemurnian dengan KLT dan KCKT
berturut-turut memberikan satu noda dan satu puncak.
Hal ini menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh
merupakan senyawa murni

Tabel 4.
Hasil uji hayati fraksi etil asetat basa dengan kromatografi
kolom terbuka menggunakan eluen campuran
butanol, etil esetat, dan air

Zat bioaktif hydrozoan pada umumnya


dihasilkan dari proses metabolisme sekunder biota laut
tersebut. Selain itu, juga kemampuan zat bioaktif
hydrozoan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
kemungkinan disebabkan karena sifat fisiologisnya
yang dapat memanfaatkan bakteri dan biota lain sebagai
sumber nutrien.
Berdasarkan data yang ada, zat
bioaktif hydrozoan mempunyai prospek yang cerah
terutama sebagai bahan bekterisida pada komoditas
perikanan.
Hasil identifikasi
menggunakan reaksi
penampak noda pada KLT menunjukkan bahwa
senyawa yang terdapat pada Lytocarpus philippinus
memberikan respon terhadap golongan senyawa asam
fenolat dan steroid. Pada umumnya asam fenolat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena dapat
mengiritasi dinding sel pada bakteri, juga dapat
mengkoagulasi protein sehingga dimanfaatkan sebagai
bakterisida atau bakteriostatis.
Hasil analisis menggunakan spektroskopi
menunjukkan bahwa spektrum UV-Vis dari Lytocarpus
sp memperlihatkan dua puncak, hal ini menunjukkan
bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa yang
mengandung atom C yang terkonyugasi. Hasil
pengukuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Fraksi hasil
pemurnian,
(nomor fraksi)
etil asetat basa
1. A (1)
2. B (2-8)
3. C (9-12)
4. D (13-18)
5. E (19-26)
6. F (27-30)
7. G (31-33)
8. H (34-37)
9. I (38-49)
10. J (50-54)
11. K (55-57)
12. L (58-70)

Gambar 1.
Kromatogram isolat murni Lytocarpus philipinus

Zona hambatan pada bakteri


Pseudomonas sp, mm
20 L
40 L
24,4 0,05
30,0 0,05
19,8 0,05
31,8 0,05
-

Keterangan : (-)
Tidak memberikan hambatan terhadap
pertumbuhan bakteri

Hasil uji hayati dari fraksi aktif Lytocarpus


philippinus dapat dilihat pada Tabel 4. Fraksi yang
paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri
bioindikator Pseudomonas sp yaitu fraksi C dengan

Emma Suryati & Yusafir Hala

Mar. Chem. Acta

Gambar 2.
Spektrum UV-Vis Lytocarpus phillipinus

Hasil pengukuran isolat Lytocarpus sp


menggunakan IR, memperlihatkan hasil interpretasi
spektrum antara lain rentangan OH pada daerah
panjang gelombang 3423,4 cm-1, kemudian ikatan
rangkap dua C=C pada panjang gelombang 1637,5 cm1
, serta C=O pada panjang gelombang 1049,2 cm-1.
Spektrum IR dari isolat tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 4.
Kromatogram dan spektrum MS isolat aktif
dari Lytocarpus phillipinus

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian isolasi zat bioaktif
hydrozoan Lytocarpus philippinus terhadap bakteri
penyebab penyakit pada udang diperoleh empat fraksi
hasil, yaitu: fraksi air, heksan, etil asetat asam, netral,
dan fraksi etil asetat basa. Fraksi etil asetat basa aktif
menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp.
Hasil pe4murnian fraksi etil asetat basa memberikan
hambatan dan isolat murni pada fraksi ke-3. Hasil
identifikasi berdasarkan reaksi penampak noda pada
KLT dan data spektroskopi menunjukkan bahwa isolat
murni Lytocarpus philippinus adalah n-sikloheksil-3betametksi-4-metiliden 4'5'1

Gambar 3.
Spektrum IR isolat bioaktif Lytocarpus phillipinus

Kromatogram dan spektrum isolat Lytocarpus


sp menunjukkan bahwa isolat tersebut merupakan
senyawa n-sikloheksil-3-betametksi-4-metiliden 4'5'1
sesuai data library yang ada pada spektroskopi massa
yang digunakan. Kromatogram dan spektrum absorpsi
dapat dilihat pada Gambar 4.

Volume 2,3,4 No. 2

Isolasi Bioaktif Hydrozoan Lytocarpus Philippinus ...

PUSTAKA
Brown, J.H. 1989. Antibiotics their use and abuse in aquaculture. Aquaculture 20(24) : 34-43.
Brusca, R.C and G.J. Brusca.1990. Invertebrates.Sinauer Associated,Inc.,Mass.USA 922 p.
Cimminiello. P., Ernesto. F, Silvana M., and Alvinso M. 1989. A Novel conyugatedketosteroid from the marine
sponge Dyctionella incisa. J. of Natural Product.52 (6) : 1331-1333.
Cowan, S.T. 1985. Manual for the Identification of Medical Bacteria.
Cambridge.

cambridge University Press.

Crispino, A., Deguillo, S De Rosa and G. Strazullo. 1989. A New Bioactive Derivation of Avarol from the marine
sponge Dysidea avara. J. of Natural Product. 52 (6) : 646-648.
Gunasekara, S.P., S. Cramck and R. Longlei. 1989. Immunosuppre sive compounds from a deep water marine
sponge, Agelas flabelliformis. J. of Natural Product 52 (4) : 757-761.
Karuso. P., R.C. Cambic and B.F. Bowden. 1989. Chemisty of sponges VI Scalarane sestesterpenes from Hyatella
intestinalis. J. of Natural Product 52 (2) : 289-293.
Larkins, P.E. 1993. Shrimp diseases in North Sumatera Province. Symposium Perikanan Indonesia I. Jakarta.
Madaio, A., V. Picciali and D. Sica. 1989. New Polyhydroxysterols from the Dictyoceratid sponges Hippospongia
communis, Spongianella gracillis. J. Natural Product 52 (5) : 952-961.
Madeali, M.I. 1995. Toleransi bakteri terhadap antibiotik. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Perikanan
Pantai Maros.
Partasasmita, S., M.I. Madeali, dan A. Tompo. 1988. Inventarisasi parasit dan penyakit udang windu (Penaeus
monodon) di panti benih dan tambak di Jawa dan Bali.J.Penel.Budidaya Pantai 4 (1) : 65-75.
Salle, A.J. 1961. Fundamental Principle of Bacteriologi. Mc Graw Hill Book. Company Inc., London. 479.
Suryati, E., Muliani, dan T. Ahmad. 1997. Penapisan Bioaktif Spons untuk Bakterisida dalam Bidang Perikanan.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Terumbu Karang, Panitia Program MAB Indonesia, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Suryati, E dan Y. Hala. 2002. Bioactive Substances of Mangrove Exoecaria agallocha as Schrimp Diseases
Inhibitor. Mar.Chim.Acta. 2,3,4(1) : 9-14.

Anda mungkin juga menyukai