PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO kematian ibu adalah kematian seorang wanita waktu
hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun,
terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan. Angka Kematian Ibu (AKI) di negara berkembang
merupakan masalah yang besar dimana jumlah kematian maternal masih
tinggi, diperhitungkan terhadap 1.000 atau 10.000 kelahiran hidup bahkan
dibeberapa negara terhadap 100.000 kelahiran hidup. WHO memperkirakan
diseluruh dunia setiap tahunnya lebih dari 585.000 meninggal saat hamil atau
bersalin (Depkes RI, 2007).
Menurut data dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 tingkat kematian ibu saat melahirkan di Indonesia masih sangat
tinggi atau hampir setiap satu jam, dua ibu melahirkan meninggal dunia.
Indonesia merupakan negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi seASEAN yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada target nasional Millenium Development Goals (MDGs) tahun
2015, AKI akan turun dari 228/100.000 kelahiran hidup menjadi 102/100.000
kelahiran hidup begitu juga dengan Angka Kematian Bayi (AKB) turun
menjadi 23/1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi
Bengkulu pada tahun 2010 kematian ibu berjumlah 45 orang dan tahun 2011
turun menjadi 40 orang, akan tetapi secara Angka Kematian Ibu di provinsi
Bengkulu Tahun 2011 meningkat yaitu sebesar 120 per 100.000 kelahiran
hidup, dibandingkan pada tahun 2010 Angka Kematian Ibu hanya 115,2 per
100.000 kelahiran hidup. Sedangkan Angka Kematian bayi (AKB) pada tahun
2011 berdasarkan data profil kesehatan Kab/Kota sebanyak 33.343 kelahiran
hidup di provinsi Bengkulu, jumlah kematian bayi sebesar 319 dimana 205
bayi lahir mati. Angka kematian Bayi per 1000 kelahiran hidup di Provinsi
Bengkulu, pada tahun 2010 sebesar 5,2 per 1000 kelahiran hidup dan pada
tahun 2011 meningkat menjadi 9,6 per 1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu (AKI) Kota Bengkulu Tahun 2011 adalah 185,1
per 100.000 kelahiran hidup atau 10 orang kematian ibu karena melahirkan.
Kematian ibu karena melahirkan di Kota Bengkulu tahun 2011 terjadi pada
ibu berusia 20-34 tahun sebanyak 9 orang dan pada usia diatas 35 tahun 1
orang, kematian ibu karena perdarahan 2 orang, hypertensi 2 orang dan lainlain 6 orang. Angka kematian ibu karena melahirkan ini masih di bawah
angka kematian secara nasional yang mencapai 262 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan Kematian Bayi tahun 2011 berjumlah 64 orang dan bayi
lahir mati berjumlah 25 orang. Adapun penyebab kematian neonatal atau
kematian bayi sebelum mencapai usia satu minggu adalah BBLR berjumah
12 orang, asfiksia 4 orang dan lain-lain 11 orang. Angka Kematian Bayi tahun
2011 sebesar 11,8 per 1000 kelahiran hidup, angka ini lebih tinggi
dibandingkan tahun 2010 sebesar 8,4 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Kota
Bengkulu, 2011).
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil perumusan masalah
sebagai berikut: Masih tingginya angka kejadian Partus Prematurus Iminens
(PPI) di Ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu pada tahun 2013 dan
Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Partus
Prematurus Iminens (PPI) di Ruang Mawar RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dengan
menggunakan manajemen SOAP?
E.
1. Nova Maya Sari (2007) dengan judul Asuhan Kebidanan pada ibu hamil dengan
partus prematurus iminens terhadap Ny. Y Di RB Sayang Ibu kecamatan
Sukamaju Lampung Timur.
Hasil studi kasus : Pada ibu dengan partus prematur dilakukan Konseling
Informasi Edukasi (KIE), terapi obat Eritromycin 4x500mg, Nifedipin 3x10mg,
Sulfas ferrosus 11, rencana USG, Inj. Dexamethasone 2x1 Ampul selama 2 hari.
Asuhan yang dberikan yaitu : mengobservasi K/U, TTV, DJJ, kontraksi dan
menyarankan ibu untuk bedrest total
Setelah melakukan asuhan diperoleh hasil : keadaan janin baik, keadaan
umum ibu baik, TD : 110/70 mmHg, pembukaan 4 cm, perdarahan (+), kehamilan
tidak dapat dipertahankan.
2. Indra Kukuh Anggoro (2010) dengan judul Asuhan Kebidanan pada ibu hamil
dengan partus prematurus iminens terhadap Ny.Z Di RSUD Salatiga.
Hasil studi kasus : Dilakukan Konseling Informasi Edukasi (KIE), terapi yang
telah dilakukan antara lain : pertahankan kehamilan, bedrest total, Eritromycin
4x500mg, Nifedipin 3x10 mg, Sulfas ferrosus 1x1, rencana USG, Inj.
Dexamethasone 2x1 Ampul selama 2 hari. Asuhan yang diberikan : memantau
K/U, TTV, DJJ, kontraksi dan menyarankan ibu untuk bedrest total
Setelah melakukan asuhan diperoleh hasil : K/U ibu baik, TTV normal, DJJ :
140x/menit, kontraksi berhenti, kehamilan masih bisa dipertahankan.
3. Romi Yunita (2012) dengan judul Asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny. S
G5P4A0 dengan Partus prematurus iminens Di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Hasil studi kasus : Pada ibu dengan partus prematur dilakukan Konseling
Informasi Edukasi (KIE) dan memberikan support mental, melakukan kolaborasi
dalam pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan USG dan pemeriksaan
laboratorium serta pemberian obat tokolitik nifedipine 4x10 mg, Inj.
Dexamethasone 2x1 ampul dan amoxilin 3x500 mg. Asuhan yang diberikan
yaitu : mengoservasi K/U, kesadaran, TTV, His, DJJ dan menganjurkan ibu untuk
bedrest total, memberikan cairan dan
F. Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan Studi Kasus ini dibuat sistematika penulisan yang
meliputi:
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang,
perumusan masalah, tujuan studi kasus, manfaat studi kasus, keaslian studi kasus
dan sistematika penulisan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Dalam bab ini berisi tentang teori medis partus prematurus, teori asuhan
kebidanan yang meliputi pengertian, manajemen kebidanan secara SOAP dan
kerangka konsep.
BAB III
METODOLOGI
Dalam bab ini berisi tentang jenis studi kasus, lokasi studi kasus, subyek studi
kasus,waktu studi kasus, instrumen studi kasus, tekhnik pengumpulan data dan
alat-alat yang dibutuhkan.
BAB IV
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori medis
1. Partus prematurus iminens
a. Pengertian
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang
lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus
preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu
dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010),
partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram. Berdasarkan beberapa teori diatas
dapat diketahui bahwa Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu
ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia
kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi
kurang dari 2500 gram.
b.
5)
6)
7)
1) Iatrogenik
a) Sectio cessarea ulangan yang dikerjakan terlalu dini
b) Pengakhiran kehamilan yang terlalu dini karena alasan bahwa bayi lebih baik
dirawat di bangsal anak dari pada dibiarkan dalam rahim. Termasuk keadaan
seperti diabetes maternal, penyakit hipertensi dalam kehamilan, erythroblastiosis
2)
plasenta,
overdistensi
uterus
karena
kehamilan
kembar,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2
c.
kali.
Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau
membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah telah dipaparkan, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007)
d.
2) Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam
3)
4)
5)
6)
waktu 10 menit
Adanya nyeri pada punggung bawah
Perdarahan bercak
Perasaan menekan daerah serviks
Pemeriksaan serviks menunjukkan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm dan
penipisan 50-80 %
7) Presentasi janin rendah sampai mencapai spa isiadika
8) Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
e.
1)
a)
b)
c)
d)
prematur
Pemerikaan penunjang
Menurut Nugroho (2010) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut :
Laboratorium
Pemeriksaan kultur urine
Pemeriksaan gas dan pH darah janin
Pemeriksaan darah tepi ibu : jumlah leukosit
C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita infeksi akut dan dideteksi
berdasarkan kemampuannya untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik
non spesifik kuman pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP, dibentuk di
frekuensi
dan
kekuatan
kontraksi
d) Sonografi seviks transperineal dapat menghindari manipulasi intravagina
f.
glukosa
(2) Mulai infus IV kemudian mulai obat dengan kecepatan 50 100 / menit, harus
menggunakan infussion pump
(3) Naikkan dosis dengan 50 / menit setiap 15 menit sampai kontraksi lebih kecil dari
empat kali / jam atau sampai dosis maksimum 350 / menit
(4) Pertahankan dosis selama 6 12 jam, pemantauan fetus terus dilakukan dan
pasien tetap diobservasi sampai menjadi stabil dengan medikasi oral
(5) Ubah menjadi pengobatan oral dengan pemberian 10 20 mg ritodrine peroral
satu jam sebelu menghentikan medikasi IV. Tindak lanjuti dengan 10 20 mg
ritodrine peroral setiap 2 4 jam sesuai keperluan.
b) Magnesium Sulfat
Mekanisme kerja magnesium yaitu menurunkan kalsium bebas intraselular yang
perlu untuk kontraksi otot polos, namun magnesium memiliki efek ini pada semua
otot.
Salah satu efek samping yang sangat mengganggu adalah disforia dimana
dilukiskan perasaan bagai terperangkap awan gelap.
Prosedur pemberian Magnesium Sulfat :
(1)
2)
a)
b)
c)
d)
Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor resiko persalinan
Dosis awal
Salbutamol 10 mg dalam
larutan
NaCl
atau RL, ulai
infuse 10 tetes /
menit
MgSo4
Berikan
awal 6 g
Dosis selanjutnya
Bila kontraksi masih
ada,
tingkatkan
tetesan infuse 10
tetes
per
menit
sampai
kontraksi
berhenti atau nadi
ibu melebihi 120 x /
menit.
Bila
kontraksi
berhenti, jaga tetesan
paling tidak 12 jam
setelah
kontraksi
uterus berakhir.
Maintenance
ventolin per oral 3 x
4 mg / hari paling
sedikit 7 hari
hati
pemakaian
pada
ibu
anemi
Edema paru ibu : dapat
terjadi bila memakai
steroid bersamaan dengan
salbutamol. Batasi air,
jaga keseimbangan cairan
dan hentikan obat
dosis Diikuti
dosis Hati
hati
untuk
selanjutnya 2g / jam hipermagnesia untuk janin
dan ibu
Periksa
refleks
dan
respiratory
rate
dan
produksi urine
Nifedipine
20 mg per oral
Nitrat
10
sublingual
3 x 20 mg
mg 20 mg per oral
Lemas, hipotensi
Pusing, sakit kepala, mual
Pencegahan
Pencegahan partus prematurus iminens menurut Oxorn (2010) adalah :
1) Tindakan umum
a) Dilaksanakan perawatan prenatal, diet, pemberian vitamin dan penjagaan hygiene
b) Aktivitas ( kerja, perjalanan, coitus ) dibatasi pada pasien dengan riwayat partus
prematurus
c) Penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan segera
d) Keadaan seperti toksemia dan diabetes memerlukan kontrol yang seksama
e) Tindakan pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif gigi harus
ditunda.
2) Tindakan khusus
a) Pasien dengan kehamilan kembar harus istrahat di tempat tidur sejak minggu ke
28 hingga minggu ke 36 atau ke 38
b) Fybrodenoma uteri, jika terdapat keluhan maka harus dirawat dengan istirahat di
c)
d)
pembedahan segera
Inkompetensi cervix harus dijahit dalam bagian pertama trimester kedua selama
Hindari kehamilan pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 17 tahun ) atau terlalu
yang baik
Anjurkan tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol serta obat terlarang
Hindari kerja berat dan beristirahat yang cukup
Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan prematur
Kenali dan obati infeksi genital
Deteksi dan penanganan faktor resiko terhadap persalinan prematur
a) Nama
adanya kekeliruhan atau untuk membedakan dengan klien atau pasien lainnya.
b) Umur :Untuk mengetahui faktor resiko. Pada ibu hamil dengan PPI biasanya
terjadi pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun (Nugroho, 2010)
c) Agama
: Untuk memberikan motivasi atau dorongan sesuai
agama yang dianut.
d) Suku bangsa :Untuk mengetahui adat istiadat yang
merugikan.
e) Pendidikan
dengan
menguntungkan dan
informasi hal-hal baru atau pengetahuan baru karena tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, mudah mendapatkan informasi. Memudahkan ibu untuk menerima
informasi KIE tanda bahaya partus prematurus iminens.
f) Pekerjaan
:Untuk mengetahui status ekonomi keluarga. Pada ibu hamil
dengan PPI terjadi pada keadaan sosial ekonomi rendah dan pekerjaan yang
terlalu berat sewaktu hamil (Nugroho, 2010).
g) Alamat
:Untuk mempermudah hubungan jika diperlukan dalam keadaan
mendesak sehingga bidan mengetahui tempat tinggal pasien.
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan yang dirasakan saat pemeriksaan serta berhubungan
dengan persalinan. Pada kasus ibu hamil dengan partus prematurus iminens
keluhannya meliputi mules yang berulang pada usia kehamilan 20-37 minggu,
keluar lendir bercampur darah, kram seperti menstruasi, nyeri punggung bawah,
tekanan panggul yang terasa seperti bayi mendorong kebawah, cairan encer yang
keluar dari vagina (Winkjosastro, 2010)
3) Riwayat menstruasi
5) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat penyakit seperti : hypertensi,
jantung, diabetes melitus dan asma.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini. Pada
ibu dengan PPI, penyakit yang diderita ibu seperti toksemia, anemia, penyakit
ginjal yang kronis dan penyakit demam yng akut (Oxorn, 2010).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui adanya penyakit menurun seperti asma, DM,
hipertensi,
Riwayat perkawinan
Yang perlu dikaji adalah status perkawinan sah atau tidak, lamanya perkawinan,
sudah berapa lama menikah (Sutjiati, 2010). Pada ibu hamil dengan PPI terjadi
15% terjadi persalinan prematur pada kawin tidak sah (Nugroho, 2010).
7)
usia berapa dan sebab meninggal, berat badan dan panjang badan waktu lahir.
9) Pola kebiasaan sehari-hari
Menurut (Saminem, 2010) pola kebiasaan seharihari yang perlu dikaji adalah :
a)
Pola nutrisi
Makan teratur 3 kali sehari, 1 piring nasi, lauk, sayur dan buah, minum kurang
lebih 8 gelas per hari, susu, teh dan air putih. Pada ibu yang kurang gizi dapat
Apa aktivitas sehari-hari yang dilakukan ibu. Pada ibu hamil dengan PPI baianya
c)
berlebihan terutama pada usia kehamilan tua dan dengan posisi yang tidak aman
d) Pola eliminasi
Utuk mengetahui frekuensi BAB dan BAK serta output cairan. Pada ibu hamil
dengan PPI biasanya disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih atau
bakterinuria ( Wiknjosasttro, 2010).
e) Perokok dan pemakai obat-obatan
Untuk mengetahui apakah ada kebiasaan merokok dan mengkonsumsi obatobatan serta alkohol. Pada ibu dengan PPI biasanya perokok berat atau lebih dari
10 batang/hari (Wiknjsastro, 2010).
b. Data Obyektif
Data Obyektif menggambarkan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik, hasil
laboratorium dan pemeriksaan diagnostik lain yang dilakukan sesuai dengan
beratnya masalah. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau orang lain yang
dapat dimasukkan dalam data obyektif ini. Data ini akan memberikan bukti gejala
klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis untuk mendukung
asuhan sebagai langkah kedua dalam SOAP (Saminem, 2010).
1) Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang
atau buruk.
Kesadaran
Tekanan darah
adalah 120/80 mmHg. Pada ibu hamil dengan PPI biasanya mengalami anemia
selama kehamilannya (Nugroho, 2010).
Suhu
:Apakah ada peningkatan suhu atau tidak. Normalnya suhu
tubuh adalah 35,6 0 C 37,60 C . pada ibu dengan PPI adanya demam yang akut
(Oxorn, 2010).
Denyut nadi
telinga, bentuk
(1) Mamae
:Untuk
mengkaji
frekuensi,
lamanya
dan
kekuatan
kontraksi. Pada ibu dengan partus prematurus iminens terjadinya kontraksi uterus
yang teratur dengan jarak 7-8 menitatau kurang atau 2-3 kali dalam waktu 10
menit sekali atau 1-2 kali (Wiknjosastro, 2010)
Tafsiran berat :
partus prematurus iminens tafsiran berat janin adalah < 2500 gram
4) Pemeriksaan dalam anogenital
a) Vulva/vagina
Untuk mengetahui adakah edema, varises, luka, kemerahan atau tidak,
pembesaran kelenjar bartolini, ada pengeluarann pervaginam atau tidak, ada
pembukaan atau tidak, penipisan, presentasi, selaput ketuban masih utuh atau
tidak dan sudah sejauh mana penurunan kepala. Pada ibu hamil dengan PPI
adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginam. Pada pemeriksaan
dalam, pendataran 50-80 % atau lebih, pembukaan 2cm atau lebih (Saefuddin,
2009).
b) Perineum
Untuk mengetahui ada bekas luka atau tidak, ada keluhan atau tidak
c) Anus
Untuk mengetahui ada hemoroid atau tidak, ada kelainan atau tidak.
5) Pemeriksaan penunjang
Dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosa. Pada kasus partus prematurus
imminens data yang diperlukan adalah berupa USG (tebal serviks 2 cm), keadaan
air ketuban, CTG (kesejahteraan janin), CRP (> 0,7 mg / ml ), leokosit dalam air
ketuban (20 / ml atau lebih), leukosit dalam serum ibu (>13.000 / ml), kultur
urine, pemeriksaan gas dan pH darah janin.
c. Analisa data
Merupakan kesimpulan dari data subjektif dan objektif. Analisa pada partus
prematurus iminens yaitu : Ny. ....., G .... P .... A .... umur < 20 tahun atau > 35
tahun, usia kehamilan 20-37 minggu, janin gameli, , keadaan ibu dan bayi baik /
buruk.
d. Penatalaksanaan dan Evaluasi
Merupakan rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis data serta
evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan, seperti:
jam
(2) Golongan beta-mimetik
Salbutamol :20-50 g / menit, salbutamol per oral 4 mg, 2-4 kali sehari
5) Memantau keadaan janin, keadaan janin baik
6) Memantau kontraksi, DJJ dan apabila upaya tokolitik tidak berhasil, lakukan
pemantauan kemajuan persalinan
C. Kerangka konsep
INPUT
a.
b.
c.
d.
e.
PROSES
OUTPUT