Disusun Oleh:
Zulkarnain
Pembimbing:
dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An
Pendahuluan
penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga kesehatan lain, peran
pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya
guna memahami lebih jauh tentang perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit
DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan
mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Dalam konteks ini keberadaan
organisasi perkumpulan penyandang diabetes seperti PERSADIA, menjadi sangat
dibutuhkan, yang akan membantu meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM
dan memikirkan kepentingan mereka sendiri semaksimal mungkin.
Definisi
Klasifikasi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan berubahnya
homeostasis glukosa yang disebabkan karena kurangnya produksi insulin (DM tipe I)
atau karena resistensi insulin (DM tipe II)
Endokrinopati
Infeksi
Kedua hormon ini mengatur regulasi glukosa agar selalu normaglikemia. Pada
keadaan istirahat, hepar menghasilkan 10 gram glukosa per jam yang dibagikan 6
gram per jam ke otak (tana perlu insulin) dan 4 gram per jam untuk hepar, otot dan
jaringan adipose dengan bantun insulin (Unger, 1982).
Glukagon mempunyai efek positif untuk merangsang sekresi insulin,
sebaliknya insulin mempunyai pengaruh menekan sekresi glukagon. Glukagon
melalui hepar mempunyai fungsi produksi glukosa, dan insulin merangsang ambilan
glukosa di hepar, otat dan jaringan adipose. Apabila makanan yang mengandung
karbohidrat diberikan maka timbul sekresi insulin yang sekaligus menekan sekresi
glukagon, sehingga tidak timbul hiperglikemia. Sebaliknya, pada waktu olah raga,
amilan glukosa meningkat, tubuh memerlukan glukosa dengan jalan meningkatkan
sekrei glukagon agar produksi glukosa dari hepar meningkat; sekresi insulin menurun
karena ditekan oleh katekolamin sehingga hipoglikemia dapat diindarkan.
Pada DM tipe 2. Sekresi sel-B terganggu dan mungkin juga terdapat kelainan
reseptor di perifer, maka ambilan glukosa di hepar, otot dan jaringan adipose
menurun, sehingga hiperglikemia tidak dapat dihindarkan. Pada waktu anestesi dan
operasi kadar hormon-hormon kontra meningkat (ACTH, Growth hormon,
Vasopressin, Prolaktin, TSH, Peningkatan aktivitas saraf simpatis) sehingga
mekanisme regulasi glukosa akan lebih sulit (Elliott et al, 1983) (Hawkins et al, 1983)
(Lee HA, 1983).
IIA. Pada DM tipe-1 keadaan berbeda dengan DM tipe-2, karena sel B pada
DM tipe-1 tidak lagi bekerja (Gambar 2). Akibatnya sel-A mengeluarkan glukagon
berlebihan (supresi oleh insulin tidak ada) yang selanjutnya akan meningkatkan
sekresi glukosa dari hepar lebih dari 20 gram/jam. Karena kekurangan insulin absolut,
ambilan glukosa di hepar, otot dan jaringan adipose menurun (kurang dari 1
gram/jam) sedangkan untuk otak tetap dapat dipenuhi 6 gram per jam (tidak
diperlukan insulin). Akibat dari ini semua adalah hiperglikemia yang disertai ekskresi
glukosa lewat urine melebihi 14 gram/jam (glukosuria).
IIB. Pada DM tipe-1 dengan regulasi baik, mekanisme regulasi glukosa dapat
dipahami melalui Gambar-3. Apabila penderita mendapatkan injeksi insulin, maka
sumber insulin bersifat otonom. Hambatan insulin eksogen terhadap sekresi glukagon
tetap ada meskipun pada waktu hipoglikemia (karena ambilan glukosa oleh jaringan
perifer berjalan terus).
Tidak terlalu jelas peningkatan sekresinya pada waktu operasi. Yang jelas rasio T3r T3 turun disebabkan karena peningkatan kortisol, atau oleh karena adaptasi
terhadap peningkatan aktivitas metabolic. Namun demikian analgesia epidural
yang menekan peningkatan sekresi kortisol akibat operasi, tidak mempengaruhi
rasio T3-rT3 tersebut.
- Katekolamin
Mempunyai efek yang menonjol pada metabolisme karbohidrat. Adrenalin
meningkatkan glikogenolisis di hepar, otot dengan akibat peningkatan keluarnya
laktat dari otot.
Pada waktu operasi atau puasa, glukosa harus diproduksi oleh tubuh sendiri
(terutama hepar) dengan kecepatan 180-240 gr/24 jam ( 10 gr/jam) untuk
mempertahankan hidup jaringan yang essensial (otak: 6 gr/jam); sebagian besar
energi untuk otot dipenuhi oleh asam lemak dan keton bodies. Hepar dan ginjal
adalah organ penghasil glukosa, tetapi pada keadaan puasa 90% kebutuhan glukosa
dapat dipenuhi oleh hepar.
Glukosa ini berasal dari glikogenolisis (short term) dan glukoneogenesis.
Enzim fosforilase akan diaktifkan dan menghasilkan G-6-P (Glucose-6-Phosphate)
dan dari sinilah glukosa dilepaskan. Enzim G-6-P ini hanya terdapat di hepar dan
ginjal, tidak terdapat dalam otot. Bahan glukoneogenik yang perlu diketahui,
antara lain: (Elliott et al, 1983).
1. Piruvat
2. Laktat ( 50% dari seluruhnya)
3. Alanin, Glutamin dan Glisin
4. Gliserol (5-10%)
Meskipun otot tidak memiliki enzim G-6-P, secara indirek otot dapat
menghasilkan glukosa melalui bahan glukoneogenik.
- Laktat
Pada olah raga atau hipotensi, laju produksi laktat meningkat tajam dan
menghasilkan ion hydrogen yang berlebihan, sehingga dapat mengakibatkan
asidemia (asidosis laktat).
Hepar yang normal, perharinya dapat mengambil 400 gr laktat. Organ yang dapat
menggunakan laktat adalah jantung.
- Gliserol
Merupakan bahan glukoneogenik yang dilepaskan dari jaringan adipose (sekitar 510% dari seluruhnya). Sebagian besar (80-90%) gliserol mengalami metabolisme
di dalam hepar dan bahan ini diutamakan untuk glukoneogenesis sewaktu puasa.
- Alanin
Merupakan sumber utama bahan glukoneogenik yang berasal dari protein. Apabila
keadaan puasa berlangsung terus maka glikogenolisis hepatik menurun sedangkan
glukoneogenesis meningkat. Cadangan glikogen di hepar hanya 72 gr dan di otot
245 gr, sedangkan kebutuhan glukosa untuk jaringan tubuh yang essensial adalah
180-240 gr/24 jam. Cadangan glikogen tubuh hanya cukup untuk sekitar 24 jam,
maka selanjutnya kekurangan akan dipenuhi melalui glukoneogenesis. Bila
kebutuhan glukosa masih berlangsung terus maka protein tubuh akan dibongkar
oleh kortisol. Proteolisis ini dapat meningkatkan mortalitas, apabila tidak segera
diatasi. Tetapi kadar keton bodies akan meningkat melalui proses lipolisis,
sedangkan pada waktu puasa proses ini meningkat pula. Susunan Saraf Pusat (SSP)
akan menggunakan keton bodies ini sebagai sumber energi (sebagai oxidative
fuel). Pada saat ini kebutuhan glukosa total akan turun separuhnya dan ginjal akan
menjadi sumber produksi glukosa.
1.
Gangguan Reologi:
- Viskositas darah meningkat
- Mudah terjadi agregasi trombosit, demikian pula akan mudah timbul agregasi
eritrosit dan lekosit, yang memudahkan terjadinya trombosis.
3.
4.
Status immunology humoral dan selluler menurun: kemunduran fungsi sel Tsuppresor dan lain-lain.
5.
2.
3.
4.
besar, yang pada dasarnya harus dilakukan sebaik mungkin sebelum menjalani
tindakan operasi. Perlu dicatat kepentingan pemantauan kadar glukosa darah selama
operasi. Untuk hal tersebut petugas cukup menggunakan reflectance meter yang dapat
digunakan di kamar operasi. Operasi yang lama dapat meningkatkan kadar glukosa
darah. Bila kadar glukosa darah tinggi maka perlu diberikan insulin.
C. Operasi besar
Bagi pasien yang akan menjalani operasi besar yang memerlukan anestesi umum dan
dipuasakan, dibutuhkan infus insulin dan glukosa serta pemantauan kadar glukosa
darah setiap jam. Pemberian infus insulin dan glukosa dapat diberikan secara terpisah,
misalnya insulin kerja singkat dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% dengan
konsentrasi 0,5 unit/ml dan larutan dekstrose 5% atau 10% tergantung keperluan.
Infus insulin ditambahkan pada infus dekstrosa dan kecepatan infus disesuaikan
dengan kadar glukosa darah. Pada operasi yang memerlukan pembatasan cairan
seperti pada pasien gagal ginjal dan penyakit jantung kongestif, sebagai asupan
karbohidrat dapat digunakan dekstrosa 50%.
Tindakan operasi jantung dan pintas kardiopulmonar seringkali memerlukan dosis
insulin yang tinggi untuk mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik.
Pengendalian kadar glukosa darah yang baik selama operasi akan menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas pasien DM. Kadar glukosa darah yang baik pada persiapan
dan selama operasi dipertahankan pada kadar 100125 mg/dL. Hal yang perlu
mendapat perhatian pada pasien DM yang memerlukan tindakan operasi darurat
adalah waktu terakhir mendapat suntikan insulin dan penilaian status metabolik
melalui pemantauan kadar glukosa darah.
Bagi pasien yang akan menjalani operasi elektif, pemberian insulin umumnya dimulai
apabila ditemukan kadar glukosa darah lebih dari 140 mg/dL. Sementara itu, bagi
pasien DM di ruang intensif yang akan menjalani operasi, insulin dapat mulai
diberikan bila kadar glukosa darah lebih dari 110 mg/dL. Target kadar glukosa darah
yang diinginkan untuk pasien kritis yang akan menjalani operasi adalah 80 110
mg/dL, sementara untuk pasien dengan operasi lainnya, target kadar glukosa darah
adalah 90-140 mg/dL.
D. Penatalaksanaan pasca tindakan operasi
Pada operasi besar, infus dekstrosa dan insulin harus diteruskan sampai pasien bisa
makan, kemudian dimulai dengan pemberian insulin subkutan sesuai kebutuhan. Bagi
pasien yang memerlukan nutrisi enteral tetap dianjurkan pemberian insulin kerja
singkat setiap enam jam dan perlu pengawasan untuk menghindari terjadinya
hipoglikemia. Pasien yang tidak bisa makan dan harus mendapat nutrisi parenteral
dapat mengalami gangguan metabolik yang berat. Penggunaan infus insulin pada
pasien-pasien tersebut mengikuti aturan dosis seperti yang ditunjukkan pada table.
Kadar glukosa darah dipertahankan pada kisaran 80 110 mg/dL untuk pasien kritis
dan kisaran 90 140 mg/dL untuk pasien operasi lainnya.
pembedahan
lebih
besar
pengaruhnya
daripada
stress
anestesinya.
Hari persiapan
Penderita kelas 1
Pada penderita DM yang diterapi / terkontrol dengan diet atau diet dan OAD
tergantung pada macam pembedahannya apakah OAD perlu diganti dengan RI. Bila
setelah pembedahan penderita diharapkan dapat segera diberikan intake peroral, maka
OAD tidak perlu diganti dengan RI. Tetapi pada pembedahan besar dimana beberapa
hari intake harus melalui per infus maka OAD harus segera diganti dengan RI.
Pengantian ini perlu waktu untuk monitoring.
Bila didapatkan acetonuria tanpa
glukosuria, hal
ini
kemungkinan
Hari sebelum operasi pasien jangan diberi makanan padat selama 24 jam
sebelum waktu operasi yang direncanakan dan puasa setelah tengah malam.
Pada jam 06.00 hari operasi berikan cairan IV dengan larutan yang
Setelah infus terpasang berikan insulin separo dosis pagi biasanya secara
subcutan.
Infus D5% dapat diteruskan selama operasi dengan paling sedikit 125
ml/jam/kg dan pasca operasi pantau kadar glukosa darah tiap 1 2 jam, tangani
dengan sliding scale.
Regimen kontrol ketat I
mg/dL. Dalam praktek dapat memperbaiki penyembuhan luka operasi dan mencegah
infeksi luka.
Infus RI ( 50 Unit dalam 250 ml 0,9 % NaCl ) lewat pompa infus. Sebelumnya
bilas jalur IV dengan campuran infus 60 ml, 1,7 dimana akan membuat jenuh tempat
ikatan insulin dipipa infus.
plasma ( mg/dl ) / 150 ( dibagi 100 bila penderita mendapat terapi stesolid, obesitas
dan infeksi )
Cek ulang kadar glukosa plasma tiap 2 4 jam sesuai keperluan dan sesuaikan
kadar insulin sehingga didapatkan kadar glukosa darah antara 100 200 mg/dL.
Pada hari operasi cairan dan elektrolit selama operasi diberikan, namun jangan
memberikan dextrose, larutan yang mengandung laktat. Tentukan kadar glukosa darah
saat mulai operasi dan tiap 2 jam selama 24 jam, sesuaikan dosis insulin.
Walaupun tidak diperlukan untuk menangani hipoglikemi ( yaitu kadar glukosa darah
< 50 mg/dL ), tetap siapkan 15 ml dekstrosa 15 % dalam air ( 7,5 g dextrosa dalam
tubuh dengan berat badan 70 kg pasien menaikkan kadar glukosa darah kira-kira 30
mg/dL ). Pada pasien ini infus insulin dihentikan.
pancreas ) dan mengatur kontrol untuk regimen glukosa darah yang diinginkan.
Karena penyulit pasca operasi terbanyak adalah infeksi ( dua pertiga kasus ),
maka penderita DM yang kurang baik persiapannya atau karena keadaan preoperasi
sebelumnya, akan cenderung mengalami sepsis.
Tetralogi terapi DM dengan sepsis yang perlu diingat adalah :
Regulasi cepat
NPE ( Nutrisi Par-Enteral ) harus segera dimulai pada hari kedua ( paling
lambat hari ketiga ) dengan syarat kadar glukosa darah kurang dari 200 250 mg/dL (
bila belum laksanakan regulasi cepat terlebih dahulu )
Antibiotika ( selama 1 2 minggu )
Daftar Pustaka