Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

PPOK EKSASERBASI AKUT

Disusun oleh :
dr. Eka Putra Jonathan
Pembimbing :
dr. Aang Hambali

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SUNGAI BAHAR
PROVINSI JAMBI
1

LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama Pasien

: Ny. W

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 75 tahun

Pekerjaan

:-

Alamat

: Sungai Bahar Unit V

Tanggal Datang ke Rumah Sakit

: 7 Oktober 2014

B. Anamnesa
Keluhan Utama

: Sesak nafas yang semakin memberat disertai batuk berdahak

1. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan sesak nafas yang dikeluhkan pasien sejak 1 bulan yang lalu dan
dirasakan hilang timbul, sesak nafas dirasakan semakin memberat dalam 4 hari ini
terutama saat beraktivitas dan sesak nafas dirasakan membuat pasien tidak dapat
tidur, dan pada saat bernafas mengaku memerlukan usaha yang lebih untuk bernafas.
Pasien mengaku juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 bulan ini. Batuk timbul
pada saat siang maupun malam. Batuk berdahak semakin sering dirasakan dalam 4
hari ini. Keluhan lain yang pasien rasakan adalah nyeri kepala, dan mual tanpa
disertai muntah serta badan terasa lemas.
Pasien adalah seorang perokok. Kebiasaan merokok sudah dimulai sejak pasien masih
usia muda (+20 tahun) hingga sekarang rata-rata 10 batang. Pasien mengatakan tidak
pernah minum obat rutin selama 6 bulan. Pasien mengaku nafsu makan masih baik
dan tidak ada keringat dingin pada malam hari. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Asma (-)
Riwayat HT (+) sudah 3 tahun, pasien sering mengontrolkan tekanan darahnya
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat alergi (-)
Riwayat penurunan berat badan dalam beberapa bulan disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

C.

Pemeriksaan Fisik

1. Kesan umum
: Tampak sangat sesak dan terdengar suara mengi, pasien hanya
nyaman saat membungkuk, dan saat berbicara terbata-bata.
Kesadaran
: Komposmentis.
2. Tanda utama
Tekanan darah
Nadi
Suhu
Pernapasan

: 150/100 mmHg
: 100 x/m, isi dan tegangan : reguler
: 36,5 C
: 32 x/menit

3.
a.
b.
c.

Status Generalis
Kulit : Ikterik (-), sianosis (-), hiperpigmentasi (-), pucat (-).
Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), discharge (-/-)
Pemeriksaan Mulut Tenggorokan : Pursed lip breathing (+), bibir sianosis (-), mukosa
bibir basah (+) normal, lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), tonsil tak membesar (
T1/T1)
d. Pemeriksaan Leher
- Kelenjar lnn
: Tidak membesar, nyeri (-), nyeri tekan (-)
- JVP
: Tidak meningkat
- Retraksi suprasternal : (+)
e. Pemeriksaan Dada : Sela iga melebar (+), simetris, deformitas (-), ketinggalan gerak
(-).
Paru:
Inspeksi : Hemithoraks kanan = kiri, sela iga melebar, retraksi intercosta (+),
retraksisubcosta (+) , barrel chest (+)
Palpasi : Suara fremitus kanan dan kiri melemah
Perkusi : Hipersonor kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler melemah. Suara tambahan paru (+) ronkhi
basah kasar (+/+) wheezing (+/+)
Jantung:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada sela iga ke IV 1cm medial mid clavicula kiri.
Perkusi : Batas jantung sedikit melebar
Auskultasi : Suara jantung : S1 > S2 (normal), bising (-)

f. Pemeriksaan Abdomen
3

g.

Inspeksi : Tegang (-), venektasi (-)


Auskultasi : Peristaltik usus normal
Perkusi : timpani (+), meteorismus (-), pekak beralih (-), undulasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar, lien dan ginjal tidak teraba
Pemeriksaan Ekstremitas
Pitting edema -/-

D. Diagnosis Kerja
PPOK Eksersebasi Akut
E. Diagnosis Banding
Asma Bronkial
Gagal Jantung Kronik
F.
Penatalaksanaan
Posisi duduk
Rawat Inap
O2 5 liter/menit nasal kanul
Diet halus, tinggi protein
IVFD Glukosa D5% 20 tetes/ menit + Aminophilin drip 1 amp/ 12 jam
Nebulizer salbutamol/ 8 jam
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Injeksi Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam
Paracetamol 500 mg tab 3 dd 1

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan
karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang berbahaya.1
B. Epidemiologi
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK
umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK
terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di
ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007
menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81
tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu
109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%. Kebanyakan pasien PPOK adalah lakilaki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan
pada wanita.1
C. Faktor Risiko
Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang
menyebabkan terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko
tersebut meliputi faktor pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor
pejamu meliputi genetik, hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik
yang utama adalah kurangnya alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor.
Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi akibat pajanan asap rokok atau polusi.
Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat lahir dan pajanan semasa anakanak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru diduga berkaitan dengan
risiko mendapatkan PPOK.2
Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi
tertinggi terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok.
Usia mulai merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif berhubungan dengan
angka kematian. Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin
berhubungan juga dengan faktor genetik.2
Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose response,
artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan
5

merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan
dose response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang
rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10
bungkus tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan
menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok.3
Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap
kompor, asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas
buang industri, gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di
tempat kerja, seperti bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan
yang terus menerus oleh polusi udara merupakan faktor risiko lain PPOK.2
D. Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai
hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan
restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa
perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP).3
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar
dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan.1
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
6

demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps.1
E. Diagnosis
Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat
menentukan PPOK Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan
dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat penyakit.
1. Anamnesis
a. Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan
adanya riwayat pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polusi
tempat kerja. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal
yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.3
b. Gejala klinis Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan
respirasi ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai
gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan. Batuk kronik adalah batuk
hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengobatan yang
diberikan. Kadang- kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus
tanpa disertai batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering
dikeluhkan pasien terutama pada saat melakukan aktivitas.1
Tabel 2.1. Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

2. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada
seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing(seperti
orang meniup), terlihat penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas,
pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena
jugu laris dan edema tungkai.

3. Pemeriksaan Penunjang
7

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)


Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
b. Radiologi (Foto Toraks)
Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler
meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar.1
c. Laboratorium
Darah rutin
Analisa gas darah
Mikrobiologi sputum 1
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi
(derajat) PPOK, yaitu:
Tabel 2.2. Klasifikasi PPOK

F. Diagnosis Banding
8

PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca TB


paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik.
Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma
bronkial dan gagal jantung kronik

G. PPOK Eksaserbasi Akut


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian akut dalam
perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya perubahan basal sesak napas,
batuk, dan/atau sputum yang diluar batas normal dalam variasi hari ke hari.1
Penyebab eksaserbasi akut dapat primer yaitu infeksi trakeobronkial (biasanya
karena virus), atau sekunder berupa pneumonia, gagal jantung, aritmia, emboli paru,
pneumotoraks spontan, penggunaan oksigen yang tidak tepat, penggunaan obat- obatan
(obat antidepresan, diuretik) yang tidak tepat, penyakit metabolik (diabetes melitus,
gangguan elektrolit), nutrisi buruk, lingkungan memburuk atau polusi udara, aspirasi
berulang, serta pada stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi).2
Selain itu, terdapat faktor-faktor risiko yang menyebabkan pasien sering
menjalani rawat inap akibat eksaserbasi. Menurut penelitian Kessler dkk. (1999) terdapat
faktor prediktif eksaserbasi yang menyebabkan pasien dirawat inap. Faktor risiko yang
signifikan adalah Indeks Massa Tubuh yang rendah (IMT<20 kg/m2) dan pada pasien
dengan jarak tempuh berjalan enam menit yang terbatas (kurang dari 367 meter). Faktor
risiko lainnya adalah adanya gangguan pertukaran gas dan perburukan hemodinamik
paru, yaitu PaO265 mmHg, PaCO2>44 mmHg, dan tekanan arteri pulmoner rata-rata
(Ppa) pada waktu istirahat > 18 mmHg.
9

Gejala eksaserbasi utama berupa peningkatan sesak, produksi sputum meningkat,


dan adanya perubahan konsistensi atau warna sputum. Menurut Anthonisen dkk. (1987),
eksaserbasi akut dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe I (eksaserbasi berat) apabila
memiliki 3 gejala utama, tipe II (eksaserbasi sedang) apabila hanya memiliki 2 gejala
utama, dan tipe III (eksaserbasi ringan) apabila memiliki 1 gejala utama ditambah adanya
infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi
nadi > 20% baseline (Vestbo, 2006).
H. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari
eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya
komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi.1 Penanganan eksaserbasi akut dapat
dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk
eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat
dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan,
ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU.2
1. Bronkodilator
Bronkodilator yang lebih dipilih pada terapi eksaserbasi PPOK adalah
short-acting inhaled B2-agonists. Jika respon segera dari obat ini belum tercapai,
direkomendasikan menambahkan antikolinergik, walaupun bukti ilmiah
efektivitas kombinasi ini masih kontroversial.1
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid oral/intravena direkomendasikan sebagai tambahan terapi
pada penanganan eksaserbasi PPOK. Dosis pasti yang direkomendasikan tidak
diketahui, tetapi dosis tinggi berhubungan dengan risiko efek samping yang
bermakna. Dosis prednisolon oral sebesar 30-40 mg/hari selama 7-10 hari adalah
efektif dan aman.1 Menurut PDPI (2003), kortikosteroid tidak selalu diberikan
tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat
diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan
secara intravena.
3. Antibiotik
Berdasarkan bukti terkini yang ada, antibiotik harus diberikan kepada:
a. Pasien eksaserbasi yang mempunyai tiga gejala kardinal, yaitu peningkatan
volume sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan peningkatan sesak
b. Pasien eksaserbasi yang mempunyai dua gejala kardinal, jika peningkatan
purulensi merupakan salah satu dari dua gejala tersebut
c. Pasien eksaserbasi yang memerlukan ventilasi mekanik. Pemilihan antibiotik
disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik
10

yang mutakhir. Antibiotik yang dapat diberikan di Rumah Sakit yaitu lini I:
Ampisilin, Kotrimoksasol, Eritromisin, dan lini II: Ampisilin kombinasi
Kloramfeniko l, Eritromisin, kombinasi Kloramfenikol dengan Kotrimaksasol
ditambah dengan Eritromisin sebagai Makrolid.3
4. Terapi Oksigen
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan
utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang
mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di
ICU. Tingkat oksigenasi yang adekuat (PaO2>8,0 kPa, 60 mmHg atau
SaO2>90%) mudah tercapai pada pasien PPOK yang tidak ada komplikasi, tetapi
retensi CO2 dapat terjadi secara perlahan-lahan dengan perubahan gejala yang
sedikit sehingga perlu evaluasi ketat hiperkapnia (PDPI, 2003).
5. Ventilasi Mekanik
Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat
adalah mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta memperbaiki gejala.1
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas
akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas kronik
ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg,
serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak
napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan
kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada
kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG,
hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan.4

PEMBAHASAN
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
11

Eksaserbasi Akut, PPOK sendiri memiliki karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Dinyatakan PPOK
(secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada anamnesis ditemukan adanya riwayat
pajanan faktor risiko disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama
pada saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih
tua. Pada pasien didapatkan keluhan sesak yang semakin memberat saat aktivitas dan
pasien merupakan seorang perokok aktif sejak usia muda.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti
polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : sesak bertambah,
produksi sputum meningkat, perubahan warna sputum. Eksaserbasi akut dapat dibagi
menjadi tiga tipe, dari anamnesa didapatkan pasien masuk dalam kategori II (eksaserbasi
sedang) karena datang dengan sesak nafas yang dikeluhkan pasien sejak 1 bulan yang
lalu dan dirasakan hilang timbul, sesak nafas dirasakan semakin memberat dalam 4 hari.
Pasien mengaku juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 3 bulan ini, semakin sering
dirasakan dalam 4 hari ini.
Faktor risiko utama dari pasien adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Perubahanperubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang
terjadinya peradangan kronik pada paru.
Pada pasien seharusnya disingkirkan terlebih dahalu adanya infeksi pada paru
lainnya. Untuk itu ada baiknya pasien harus dilakukan pemeriksaan BTA untuk
mengetahui apakah pasien mengidap infeksi Tuberkulosis paru. Selanjutnya pasien juga
harus dilakukan pemeriksaan spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) untuk
mengetahui derajat keparahan PPOK pada pasien. Foto thorax juga harus dilakukan,
unutk memastikan gambaran PPOK dan untuk melihat apakah gagal jantung juga terlibat.
Terakhir, pemeriksaan laboratorium seperti darah rutin, analisa gas darah juga dilakukan
untuk melihat apakah asidosis respiratorik terjadi pada pasien.
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Penanganan eksaserbasi akut
dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk
eksaserbasi sedang dan berat). Pada pasien, di rujuk untuk mendapatkan perawatan dan
penatalaksanaan yang adekuat. Untuk terapi medikamentosa pada pasien sebaiknya
diberikan:

12

O2 4 liter/menit nasal kanul


Posisi duduk
Diet halus, tinggi protein
IVFD Glukosa D5% + Aminophilin drip 20 tetes/menit
Nebulizer salbutamol/ 8 jam
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Injeksi Metilprednisolon 62,5 mg/12 jam

Untuk terapi medikamentosa lainnya dapat diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan


penunjang (Foto thorax, dan atau EKG) untuk melihat apakah gagal jantung juga terlibat.
Untuk terapi non medikamentosa dapat dilakukan fisioterapi pernafasan pada pasien

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) PPOK. Pedoman Praktis Diagnosis
13

dan Penatalaksanaan di Indonesia, 2003


2. Aru W, Bambang S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II edisi keempat,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2006
3. Amim M. PPOM : Polusi Udara, Rokok dan Alfa-1 Antitripsin. Cetakan Pertama,
Airlangga University Press. Surabaya 1996
4. Robert R, Antonio, A, et all. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of COPD. Medical Communication Resources. www.goldcopd.com
2009

14

Anda mungkin juga menyukai