BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan bergulirnya era reformasi yang telah menggugah kesadaran
seluruh komponen bangsa untuk melakukan pembenahan dan pembaharuan atas
berbagai ketimpangan, kinerja dan hal-hal yang dianggap tidak profesional serta
proporsional menuju masyarakat sipil yang demokratis. Polri pun tak lepas dari
wacana besar perubahan ini. Sebab, kepolisian merupakan cerminan dari tuntutan
dan harapan masyarakat akan adanya rasa aman, keamanan, ketertiban dan
ketentraman,
yang
mendukung
produktifitas
yang
mensejahterakan
warga
masyarakat.
Dalam upaya Kepolisian Negara Republik Indonesia membangun kepercayaan
(trust building) masyarakat maka perlu diterapkan suatu perpolisian yang
memasyarakat, membumi, demokratis, dan sarat dengan nilai-nilai budaya bangsa,
sehingga baik sebutan/pemahaman sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
masyarakat. Polri dalam upaya untuk menciptakan stabilitas keamanan negara
tersebut, sesuai dengan Grand Strategi Polri 2005-2025 salah satu program Polri
adalah
dengan
melaksanakan
program
pemolisian
masyarakat
(Polmas)
melalui
proses
demokrasi,
dengan
bertumpu
pada
partisipasi,
Reskrim, Lalu lintas, Intelkam, Samapta dan lainnya memiliki cara bertindak ( CB )
sendiri-sendiri sesuai bidangnya dan komuniti yang dihadapinya.
Model community policing dapat dianalogikan bahwa posisi polisi adalah dapat
berpindah secara fleksibel yaitu ; 1) Posisi setara antara polisi dengan warga
komuniti dalam membangun kemitraan dimana polisi bersama-sama dengan warga
dalam upaya untuk mencari solusi dalam menangani berbagai masalah sosial yang
terjadi dalam masyarakat. 2) Posisi di bawah adalah polisi berada di bawah
masyarakat yaitu polisi dapat memahami kebutuhan rasa aman warga komuniti yang
dilayaninya, dan 3) posisi polisi di atas yaitu polisi dapat bertindak sebagai aparat
penegak hukum yang dipercaya oleh warga masyarakat dan perilakunya dapat
dijadikan panutan oleh warga yang dilayaninya.
Konsep Polmas ini adalah untuk menumbuhkan adanya hubungan kerjasama
antara polisi dengan warganya sehingga dapat menumbuhkan kesadaran dan
kepercayaan warga dalam membantu polisi mengidentifikasi, menanggulangi dan
menyelesaikan sendiri masalahnya melalui keputusan dari warga itu sendiri. Polisi
hanya sebagai fasilitator saja, kegiatan polisi lebih banyak proaktif dalam
pendekatan-pendekatan secara sosial kepada warga. Ada gambaran bahwa gaya
pemolisian yang seharusnya dilakukan Polri adalah merubah gaya pemolisian yang
reaktif menjadi gaya pemolisian yang proaktif dan demokratis.
BAB II
PEMBAHASAN
meningkatkan
kualitas
hidup
masyarakat.
Penerapannya
dengan
Polri
memberdayakan
mampu
potensi
menguasai
lokal
karakteristik
maupun
pranata
kerawanan
sosial
daerah,
untuk
serta
mendukung
pelaksanaan tugas Polri. Selain itu anggota polri harus mampu menggali dan
mengembangkan kearifan lokal, kemudian memformulasikan menjadi strategi guna
mewujudkan masyarakat yang taat hukum. Polmas sebaiknya diimplementasikan
dengan menyesuaikan pada budaya setempat, sehingga Polri dapat lebih membumi
dan diterima oleh masyarakat.
mulus.
2. Pendekatan Bahasa
Harus dipahami, pendekatan bahasa merupakan faktor penting dalam
keberhasilan polmas. Bahasa, secara tidak langsung akan memudahkan jalinan
komunikasi antara personel kepolisian dengan masyarakat setempat.
Dalam penjelasan Poerwadaminta, WJS. (1976), pendekatan bahasa
merupakan salah satu cara untuk mengetahui kondisi dari masyarakat setempat.
Bahasa merupakan sarana pendekatan paling efektif. Untuk itu, setiap personil
kepolisian yang terlibat dalam polmas, diharapkan faham dan mampu berbahasa
daerah dimana dia bertugas agar memudahkan komunikasi. Karena, harus
diakui, masih banyak masyarakat Indonesia di pedalaman yang belum faham
dan tidak mengerti dengan bahasa Indonesia.
(FKPM)
adalah
mempererat
hubungan
dan
meningkatkan
komunikasi antara polisi dan masyarakat. Apabila bahasa setempat tidak mampu
dimengerti oleh personil kepolisian, bagaimana sebuah permasalahan ataupun
konflik yang terjadi dapat dipahami. Tentu tujuan ini akan sulit tercapai.
3. Pendekatan Adat Istiadat
Pendekatan khusus ini menjadi penting dalam implementasi polmas. Karena,
hingga kini masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tetap menggunakan
hukum adat dalam menyelesaikan sebuah permasalahan.
Selama ini, institusi adat di berbagai daerah telah banyak terbentuk namun
banyak
juga
yang
tidak
berjalan.
Untuk
itu,
kehadiran
polmas
akan
kepolisian
yang
bertugas
dalam
polmas.
Perbedaan
karakter
masyarakat antara satu provinsi dengan provinsi lainnya sangat penting difahami
dan dipelajari.
Perbedaan karakteristik secara tidak langsung juga berimplikasi pada
perbedaan tingkat keseriusan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Setiap
daerah, konflik terjadi sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Personel kepolisian
yang bertugas di daerah hendaknya melihat dan memahami karakteristik
masyarakat setempat. Karakteristik masyarakat yang keras tentu berbeda
menghadapinya saat bertemu dengan karakteristik masyarakat yang santun.
Dengan memahami karakteristik lokal, personel polmas akan lebih mudah
berinteraksi dengan masyarakat, sehingga konflik yang belum terjadi dapat
diredakan dengan memperhatikan karakteristik atau tabiat masyarakat lokal.
5. Psikologi Sosial Masyarakat
Selain masalah agama, adapt istiadat, bahasa dan karakteristik masyarakat,
implementasi polmas hendaknya juga melihat psikologis sosial masyarakat.
Kondisi psikologi masyarakat yang belum stabil akan mempengaruhi
implementasi dilapangan. Apalagi jika psikologis social tersebut masih berkaitan
dengan unsusr kepolisian atau aparat keamanan, tentu perlu penanganan
khusus agar masyarakata mampu menjalin kerjasama dan dapat membuka diri.
Faktor internal merupakan faktor dari kepolisian sedangkan faktor internal adalah
faktor dari masyarakat yang multikultural.
1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal
Beberapa faktor eksternal yang harus dilihat oleh setiap personil kepolisian
yang terlibat polmas adalah :
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Polmas harus mampu melihat peluang multikultural Negara Indonesia
sebagai kunci penyelesaian konflik sosial dalam masyarakat. Keragaman
bahasa, budaya dan adat-istiadat menjadi agenda utama bagi bagi setiap
anggota Polri dalam pelaksanaan polmas.
Pendekatan Agama
Pendekatan Bahasa
B. Saran
Guna
memaksimalkan
Polmas
untuk menyelesaikan
konflik sosial
di
10
4. Memberi pelatihan khusus bagi personil kepolisian yang terlibat polmas guna
mempermudah komunikasi dengan masyarakat setempat. khususnya dalam
hal kearifan lokal daerah setempat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Suadi, Asyari., dkk. 2003. Konflik Komunal di Indonesia Saat Ini. Jakarta :
INIS Universitas Leiden dan Pusat Bahasa dan Budaya UIN SYarif
Hidayatullah.
12