Anda di halaman 1dari 8

II.

DASAR TEORI

A. BATU SALURAN KEMIH

1. Definisi
Penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK
adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi
yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Menon et al., 2002).
2. Etiologi
a. Faktor Intrinsik
1) Heriditer/keturunan
Salah satu penyebab batu ginjal adalah faktor keturunan
misalnya asidosis tubulus ginjal (ATG). ATG menunjukkan suatu
gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal atau kehilangan HCO3
dalam air kemih, akibatnya timbul asidosis metabolik. Riwayat
batu saluran kemih bersifat keturunan, menyerang beberapa orang
dalam

satu

keluarga.

Penyakit-penyakit

heriditer

yang

menyebabkan batu saluran kemih antara lain:


a) Dents disease yaitu terjadinya peningkatan 1,25 dehidroksi
vitamin D sehingga penyerapan kalsium di usus meningkat,
akibat hiperkalsiuria, proteinuria, glikosuria, aminoasiduria dan
fosfaturia yang akhirnya mengakibatkan batu kalsium oksalat
dan gagal ginjal.
b) Sindroma Barter, pada keadaan ini terjadi poliuria, berat jenis
air kemih rendah hiperkalsiuria dan nefrokalsinosis (Lina,
2008).
2) Umur
Batu saluran kemih banyak terdapat pada golongan umur
30-60 tahun. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap penderita
batu saluran kemih di RS DR Kariadi selama lima tahun (1989-

1993), frekuensi terbanyak pada dekade empat sampai dengan


enam (Lina, 2008).
3) Jenis kelamin
Kejadian batu saluran kemih berbeda antara laki-laki dan
wanita. Pada laki-laki lebih sering terjadi dibanding wanita 3:1.
Serum testosteron menghasilkan peningkatan produksi oksalat
endogen oleh hati. Rendahnya serum testosteron pada wanita dan
anak-anak menyebabkan rendahnya kejadan batu saluran kemih
pada wanita dan anak-anak (Lina, 2008).
2. Faktor Ekstrinsik
1) Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal
sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di
Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2) Iklim dan temperatur
3) Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih.
4) Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5) Pekerjaan
Sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk dan
kurang aktifitas atau sedentary life (Purnomo, 2011).

3. Patogenesis
Batu saluran kemih dapat terjadi di semua bagian saluran kemih.
Sebanyak 97% batu saluran kemih dapat berada di paremkim, papilla,
kalik, pelvis renalis, dan kaliks serta ureter. Hanya 3% yang ditemukan di
buli dan uretra (Lina, 2008).
Terdapat 5 teori patogenesis pembentukan batu saluran kemih pada
umumnya:

a. Teori supersaturasi/kristalisasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang
terlarut dibandingkan dengan air biasa. Campuran beberapa ion aktif
dalam urin menimbulkan interaksi sehingga mempengaruhi kelarutan
elemen-elemen urin. Dengan adanya molekul-molekul zat organik
seperti urea, asam urat, sitrat, dan mukoprotein, juga akan
mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang
relatif tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat, dan sebagainya)
makin meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut
(Trihono & Pardede, 2002).
b. Teori nukleasi/adanya nidus
Batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu sabuk batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu
jenuh (supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih (Schwartz, 2000).
c. Teori inhibitor
Supersaturasi kalsium, oksalat, dan asam urat dalam urin
dipengaruhi oleh adanya inhibitor kristalisasi. Hal inilah yang dapat
menjelaskan mengapa pada sebagian individu terjadi pembentukan
saluran kemih, sedangkan pada individu yang lain tidak, meskipun
sama-sama terjadi supersaturasi. Ternyata pada penderita batu saluran
kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai penghambat dalam
pembentukan batu (Trihono et al., 2002).
d. Teori epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas
permukaan kristal lain. Sebagai contoh, bila supersaturasi urin oleh
asam urat telah terjadi oleh suatu sebab, misalnya dehidrasi, atau
masukan purin yang meningkat, maka konsentrasi asam urat umumnya
meninggi sehingga terjadi pembentukan kristal asam urat. Bila pada
penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan masukan kalsium
dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal ini

kemudian akan menempel di permukaan kristal asam urat yang telah


terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan batu saluran
kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh kalsium
oksalat di bagian luarnya (Trihono et al., 2002).
e. Teori kombinasi
Teori terakhir mengenai pembentukan batu saluran kemih adalah
gabungan dari berbagai teori tersebut di atas. Pertama, fungsi ginjal
harus cukup baik. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan
pH yang sesuai untuk kristalisasi. Ketiga, urin harus tidak
mengandung sebagian atau seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat,
kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam urin
(Trihono et al., 2002).

4. Patofisiologi
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin
(statis urin), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretrero-pelvis), divertikel,
obstruksi infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,
stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan tertentu
yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang
saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain
sehingga menjadi kristal yang lebih besar.
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan
belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kimh. Kondisi
metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam

urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum
di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu (Purnomo, 2011).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhu terbentuknya renal kalkuli
seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hiperparatiroidisme
Asidosis tubular renal
Malignansi
Penyakit granulomatosa (sarcoidosis, tuberculosis)
Masukan vitamin D yang berlebihan
Masukan susu dan alkali
Penyakit mieloproliferatif (leukimia, polisiternia, mieloma multiple)
Serta faktor presipitasi seperti : gaya hidup, intake cairan kurang,

retensi urin, konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi, dan lain-lain.


Semua kondisi di atas akan mempengaruhi keadaan metastabel dari zat-zat
yang terlarut dalam urin, di mana keadaan metastabel ini sangat berkaitan
dengan pH larutan, suhu, konsentrasi solut dalam urine, dan laju aliran
urin yang jika tidak seimbang maka akan menimbulkan pembentukan
kristal-kristal urin yang lama-kelamaan akan membesar dan menimbulkan
obstruksi traktus urinarius dan menimbulkan gejala seperti nyeri
kostovertebral dan gejala lain tergantung daerah batu terbentuk. Apabila
sebagian dari traktus urinarius mengalami obstruksi, urin akan terkumpul
di bagian atas dari obstruksi dan mengakibatkan dilatasi pada bagian itu
(Purnomo, 2011).
Otot-otot pada bagian yang kena berkontraksi untuk mendorong
urin untuk melewati obstruksi. Apabila obstruksinya partial, dilatasi akan
timbul dengan pelan tanpa gangguan fungsi. Apabila obstruksinya
memberat, tekanan pada dinding ureter akan menigkat dan mengakibatkan
dilatasi pada ureter (hidroureter). Volume urin yang terkumpul meningkat
dan menekan pelvis dari ginjal dengan akibat pelvis ginjal berdilasi
(hidronefrosis). Penambahan tekanan ini tidak berhenti pada pelvis saja
tetapi

bisa

sampai

ke

jaringan-jaringan

menyebabkan kegagalan renal (Purnomo, 2011).

ginjal

yang

kemudian

Obstruksi juga mengakibatkan stagnansi urin. Urin yang stagnan


ini bisa menjadi tempat untuk perkembangan bakteri dan infeksi.
Obstruksi pada traktus urinarius bawah dapat menyebabkan distensi
bladder. Infeksi bisa timbul dan pembentukan batu. Obstruksi pada tractus
urinarius bisa berkembang lebih cepat karena pelvis ginjal adalah lebih
kecil bila dibandingkan dengan bladder. Peningkatan tekanan pada
jaringan-jaringan ginjal dapat menyebabkan iskemia pada renal korteks
dan medula dan dilatasi tabula-tabula renal. Statis urin pada pelvis ginjal
bisa menyebabkan infeksi dan pembentukan batu, yang bisa menambah
kerusakan pada ginjal. Ginjal yang sehat bisa mengadakan kompensasi,
akan tetapi apabila obstruksi diperbaiki, ginjal yang sehat pun akan
mengalami hipertrofi karena harus mengerjakan pekerjaan ginjal yang tak
berfungsi. Obstruksi pada kedua ginjal bisa mengakibatkan kegagalan
renal (Price & Wilson, 2005).
5. Manifestasi klinis
Gejala-gejala BSK antara lain:
a. BSK bagian atas seringkali menyebabkan nyeri karena turunnya BSK
ke ureter yang sempit. Kolik ginjal dan nyeri ginjal adalah dua tipe
nyeri yang berasal dari ginjal. BSK pada kaliks dapat menyebabkan
obstruksi, sehingga memberikan gejala kolik ginjal, sedangkan BSK
non obstruktif hanya memberikan gejala nyeri periodik. Batu pada
pelvis renalis dengan diameter lebih dari 1 cm umumnya
menyebabkan

obstruksi

pada

uretropelvic

juction

sehingga

menyebabkan nyeri pada tulang belakang. Nyeri tersebut akan


dijalarkan sepanjang perjalanan ureter dan testis. Pada BSK ureter
bagian tengah akan dijalarkan di daerah perut bagian bawah,
sedangkan pada BSK distal, nyeri dijalarkan ke suprapubis vulva
(pada wanita) dan skrotum pada (pria).
b. Hematuria
Pada penderita BSK seringkali terjadi hematuria (air kemih berwarna
seperti air teh) terutama pada obstruksi ureter.

c. Infeksi
BSK jenis apapun seringkali berhubungan dengan infeksi sekunder
akibat obstruksi dan stasis di proksimal dari sumbatan. Keadaan yang
cukup berat terjadi apabila terjadi pus yang berlanjut menjadi fistula
renokutan.
d. Demam
Adanya demam yang berhubungan dengan BSK merupakan kasus
darurat karena dapat menyebabkan urosepsis.
e. Mual dan muntah
Obstruksi saluran kemih bagian atas seringkali menyebabkan mual dan
muntah, dapat juga disebabkan oleh uremia sekunder (Marshall et al.,
2003).

6. Diagnosis
a. Anamnesis yang teliti meliputi: saat mulai timbul keluhan, riwayat
perjalanan penyakit, pola makanan, pemakaian obat-obatan, riwayat
penyakit batu saluran kemih.
b. Pemeriksaan fisis, terutama untuk mencari adakah teraba batu pada
uretra, nyeri supra simfisis, pembesaran ginjal, nyeri pada sudut antara
iga XII dengan tulang belakang, atau sepanjang letak ureter, tanpa
disertai kekakuan otot, dan nyeri ketok pada ginjal.
c. Pemeriksaan penunjang, di antaranya ialah:
1) Urinalisis
2) Pemeriksaan radiologis
Foto polos perut dapat untuk menentukan besar, macam dan lokasi
batu radio-opak (Trihono & Pardede, 2002).
3) Pemeriksaan darah
Pada darah tepi akan didapatkan leukositosis sebagai akibat
komplikasi infeksi, atau anemia bila fungsi ginjal tidak adekuat
(Trihono & Pardede, 2002).
4) Analisis batu
5) Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, yaitu:
a) Angiografi ginjal
b) Scanning ginjal

c) Sistoskopi
d) Katerisasi ureter
e) Katerisasi uretra (Trihono & Pardede, 2002).

DAFTAR PUSTAKA

Lina, N. (2008). Faktor-Faktor Resiko Kejadian Batu Saluran kemih. Semarang:


Universitas Diponegoro.
Marshall SR, Rao N,Eftinger B and Tafekli A. 2003. Medical Management of
Urolitiasis, in Stone Disease. Public Health. 138-142.
Menon M, Resnick, Martin I. 2002. Urinary Lithiasis: Etiologi and Endourologi, in:
Chambells Urology, 8th ed, Vol 14, W.B. Saunder Company, Philadelphia : 32303292.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit (6th ed., Vol. I). Jakarta: EGC.
Purnomo, B. 2011. Dasar-Dasar Urologi (3rd ed). Jakarta: Sagung Seto.
Trihono, P., & Pardede, S. 2002. Batu Saluran Kemih pada Anak. In H. Alatas, T.
Tambunan, P. Trihono, & S. Pardede (Eds.), Buku Ajar Nefrologi Anak (2nd ed.,
pp. 212-230). Jakarta: Balai Penerbit Fakutas Kedokteran Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai