Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pelayanan laboratorium klinik merupakan suatu sarana kesehatan yang

sangat penting artinya karena dapat membantu dokter dalam menegakkan


diagnosis suatu penyakit juga memonitoring suatu perjalanan penyakit. Pelayanan
laboratorium klinik diantaranya adalah melayani pemeriksaan hematologi, yang
salah satunya yaitu tentang pemeriksaan jumlah leukosit. Leukosit adalah bagian
dari sistem pertahanan tubuh, leukosit akan segera bereaksi terhadap benda asing
yang masuk dan membuat mekanisme pertahanan (Kee: 241).
Tubuh kita sepanjang waktu terpapar dengan bakteri, virus, jamur, dan
parasit, semuanya terjadi secara normal dan dalam berbagai tingkatan pada kulit,
mulut, jalan napas, saluran cerna, membran yang melapisi mata, bahkan saluran
kemih. Banyak dari agen infeksius ini mampu menyebabkan kelainan fungsi
fisiologis yang serius atau bahkan kematian bila agen infeksius tersebut masuk ke
jaringan yang lebih dalam.
Dalam keadaan normal, darah tepi mengandung leukosit yang jumlahnya
berkisar antara 4000 sampai 10.000 sel/mm3. Leukosit berada dalam sirkulasi
untuk melintas saja, mereka tidak mempunyai fungsi di dalam pembuluh darah.
Pada keadaan tubuh mengalami infeksi, jumlah leukosit dapat meningkat.
Pada laboratorium tempat penulis bekerja, terdapat paket pemeriksaan febris
anak yang meliputi pemeriksaan Darah Lengkap, Widal dan C Reaktif Protein.
Paket tersebut merupakan suatu pemeriksaan standar yang akan dipilih oleh

dokter untuk pasien yang mengalami gejala febris, yaitu pasien yang menderita
panas lebih dari satu hari.
Pemeriksaan Darah Lengkap yang meliputi hemoglobin, jumlah eritrosit,
jumlah leukosit, jumlah trombosit, hitung jenis leukosit, uji saring anemia
(MCV,MCH,MCHC) dan Laju Endap Darah diperlukan untuk mengetahui
gambaran umum keadaan pasien. Pemeriksaan C Reaktif Protein pada awal
penentuan diagnosa pasien diperlukan untuk mengetahui derajat infeksi pasien.
Sementara pemeriksaan kadar C Reaktif Protein yang diperiksa pada saat
pengobatan diperlukan untuk mengevaluasi dan menentukan apakah pengobatan
yang dilakukan efektif, karena itu tes C Reaktif Protein ini bisa dilakukan
berulang-ulang.
C Reaktif Protein berada dalam darah 6 sampai 10 jam setelah terjadi proses
peradangan akut atau kerusakan jaringan atau keduanya, dan mencapai puncaknya
antara 48 sampai 78 jam. Pada keadaan tubuh mengalami infeksi, jumlah leukosit
meningkat sehubungan dengan fungsinya untuk melindungi tubuh terhadap invasi
masuknya benda asing, termasuk bakteri dan virus (Sloane, 2003: 223), sementara
peningkatan kadar C Reaktif Protein terjadi pada infeksi karena bakteri (Kee:
231).
Jumlah leukosit yang tinggi tidak selalu diikuti meningkatnya kadar C
Reaktif Protein. Ada anggapan dari beberapa klinisi bahwa meningkatnya jumlah
leukosit harus diikuti dengan meningkatnya kadar C Reaktif Protein. Pada
beberapa kasus dimana jumlah leukosit meningkat sedangkan kadar C Reaktif
Protein normal, ada permintaan dari klinisi untuk dilakukan pemeriksaan ulang.

Hal inilah yang membuat penulis ingin melakukan penelitian untuk


mengetahui hubungan antara jumlah leukosit dengan kadar C Reaktif Protein,
dengan judul Hubungan jumlah leukosit dengan kadar C Reaktif Protein pada
penderita febris.

1.2

Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan jumlah leukosit dengan kadar C Reaktif Protein pada
penderita febris.
.

1.3

Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan jumlah leukosit dengan kadar C Reaktif
Protein pada penderita febris.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memeriksa secara laboratorium jumlah leukosit.
b. Untuk memeriksa secara laboratorium kadar C Reaktif Protein.
c. Menetapkan ada tidaknya hubungan antara jumlah leukosit
dengan kadar C Reaktif Protein pada penderita febris.

1.4

Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk memberikan gambaran pada masyarakat umum khususnya
dokter, perawat, dan petugas paramedis lainnya tentang hubungan
jumlah leukosit dengan kadar C Reaktif Protein pada penderita febris
di Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya.

1.4.2

Data yang diperoleh dari penelitian di Rumah Sakit Mitra Keluarga


Surabaya ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran
penulis dalam menegakkan diagnosa pada pasien-pasien infeksi.

Anda mungkin juga menyukai