Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

TES PENDENGARAN

Oleh :
Barab Benny, S.Ked
09310182

Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati
Bandar Lampung
2014

Latar Belakang
Telinga merupakan organ yang penting bagi

kehidupan manusia. Fungsi telinga sebagai


indra pendengaran mutlak membantu proses
komunikasi, proses belajar pada anak-anak
terutama,
bahkan
ada
profesi
yang
membutuhkan kejelian indra pendengaran
dalam menerima suara.

Dalam fungsinya sebagai indra pendengaran,

terkadang mengalami gangguan atau penurunan


fungsi.
Ada beberapa macam tes fungsi pendengaran
yang lazim dilakukan. Dimulai dari tes yang
paling sederhana, yaitu Tes Garpu Penala
meliputi Tes Rinne, Webber, dan Swabach. Tes
Berbisik, dan lebih canggih lagi dengan Tes
Audiometri, dan kini sudah kita kenal dengan Tes
BERA.

Tujuan
Untuk mengetahui dan mengerti jenis-jenis tes

yang digunakan
pendengaran.

untuk

menilai

fungsi

Manfaat
Bagi penulis
Menambah wawasan, keterampilan, serta ilmu

yang bermanfaat dari literatur yang dibaca.


Bagi Bidang Pendidikan
Menjadikan landasan ilmiah mengenai
pemeriksaan fungsi pendengaran.
Bagi Bidang Pelayanan Kesehatan
Memberikan
dasar
pemeriksaan
fungsi
pendengaran bagi dokter umum ditempat
pelayanan kesehatan.

Tinjauan Pustaka
A. Anatomi Telinga

Telinga merupakan organ pendengaran dan sistem


keseimbangan, terdiri dari telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam.

1.

Sebagai organ pendengaran (N. Choclearis)


a. Telinga luar
- Auricula
- Meatus Akustikus Eksternus
- Kanalis Audotorius Eksternus
- Membran Timpani
b. Telinga Tengah
- Tuba Auditorius (Eustachius)
- Tulang-tulang Pendengaran (Maleus, Inkus, Stapes)
c. Telinga Dalam
- Koklea
- Kanalis Semisirkularis

2. Sebagai Sistem Keseimbangan (N. Vestibularis)


a. Kanalis Semisirkularis
b. Urtikulus
c. sacculus

B. Fisiologi Pendengaran
Getaran suara telinga membran timpani
m. timpani bergetar getaran diteruskan ke
tulang-tulang
pendengaran

stapes
menggerakan perilimfe dalam skela vestibuli
getaran diteruskan malalui membrana reissner
endolimfe terdorong gerka relatif antara
membrana basalis dan tektoria.

Proses ini merupakan rangsangan mekanik atau

fisik yang akan diubah menjadi aliran listrik yang


diteruskan ke cabang N. VIII (
VestibuloChoclearis) yang kemudian
meneruskan rangsangan ke pusat sensori
pendengaran diotak (area 39 40) melalui saraf
pusat yang ada dilobus temporalis.

Kelainan atau gangguan fisiologi telinga


1. Tuli Konduktif
a. Kelainan ditelinga luar : atresia liang telinga,
sumbatan oleh serumen, otitis eksterna
sirkumskripta, osteoma liang telinga.
b. Kelainan ditelinga tengah : tuba katar, dislokasi
tulang pendengaran.
2. Tuli Perseptif atau Neurosensoris
kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam),
n.VIII (vestibulochoclearis) .
3. Tuli Campuaran
kombinasi tuli konduktif dan tuli neurosensoris.

Tes Fungsi Pendengaran


1.

Tes Penala
a. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes


rinne adalah untuk
membandingkan antara hantaran tulang (HT) dengan
hantara udara (HU) pada telinga yang diperiksa.

Hasil Uji Rinne

Status Pendengaran

Lokasi

Positif (+) HU HT

Normal atau gangguan


sensorineural

Tak ada atau koklearisretrokoklearis

Negatif (-) HU HT

Gangguan konduksi

Telinga luar atau tengah

Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi


baik berasal dari pemeriksa maupun pasien.

b. Tes Weber

Tujuan tes weber adalah untuk membandingkan


hantaran tulang antara kedua pasien.

Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih


keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi
telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien samasama tidak mendengar atau sama-sama mendengar
maka artinya tidak ada lateralisasi.
Pada keadaan patologis pada MAE atau cavum
timpani misalnya: otitis media purulenta pada
telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus didalam
cavum timpani ini akan bergetar, bila ada bunyi
segala getaran akan terdengar disebelah kanan.

c. Tes Schwabach

Tujuan
tes
schwabach
adalah
untuk
membandingkan daya transport melalui hantaran
mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
pasien.

Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut

schwabach memendek.
Bila pemeriksa tidak dapat mendengar,
pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakan pada prosesus mastoideus
pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat
mendengar bunyi disebut schwabach memanjang
dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira samasama mendengarnya disebut dengan schwabach
sama dengan pemeriksa.

d. Tes Bing (tes oklusi)


Cara pemeriksaan : tragus telinga yang diperiksa
ditekan sampai menutup liang telinga, sehingga
terdapat tuli konduktif kira-kira 30 db. Penala
digetarkan dan diletakan pada pertengahan kepala
(seperti pada tes weber).
Penilaian : bila terdapat lateralisasi ke telinga yang di
tutup , berarti telinga tersebut normal. Bila bunyi
pada telinga yang di tutup tidak bertambah keras,
berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif.

e. Tes Stenger
Tes stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik
(simulasi atau pura-pura tuli).
Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip masking.
Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada
telinga kiri. Dua buah garpu tala yang identik digetarkan
dan masing-masing diletakan didepan telinga kiri dan
kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.
Penala pertama digetarkan dan diletakan di depan telinga
kanan (yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian
penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakan
didepan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua
telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri
yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan
mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga
kanan tetap mendengar bunyi.

2. Tes Berbisik
Pemeriksaan
ini
bersifat
semi
kuantitatif,
menentukan derajat ketulian secara kasar. Dalam hal
ini yang perlu diperhatikan adalah ruangan yang
cukup tenang, dengan panjang minimal 6 meter.
Penilaian (menurut Feldmann) :
Normal : 6-8 meter
Tuli ringan : 4- <6 meter
Tuli sedang : 1- <4 meter
Tuli berat : 25 cm - <1 meter
Tuli total : <25 cm

3. Audiometri
Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan
untuk mengetahui level pendengaran seseorang.
a. Audiometri Nada Murni
untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik
AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh
(intesitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan
grafik BC yaitu dibuat dengan garis terputusputus (intensitas yang diperiksa : 250-4000 Hz).
Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan
telinga kanan, warna merah.

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran
udaranya (AC) saja.
Derajat ketulian ISO :

0 25 dB = normal

> 25 40 dB = tuli ringan

> 40 55 dB = tuli sedang

> 55 70 dB = tuli sedang berat

> 70 90 dB = tuli berat

> 90 dB = tuli sangat berat

Jenis ketulian :

Normal :

AC dan BC sama atau < 25 dB, atau AC dan BC berimpit, tidak ada gap

Tuli perseptif (sensorineural)

AC dan BC > 25 dB, atau AC dan BC berimpit (tidak ada gap)

Tuli konduktif

BC normal atau < 25 dB, atau > 25 dB, atau antara AC dan BC terdapat gap

Tuli campur

Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut ada

gap apabila antara AC dan BC terdapat perbedaan


10 dB, minimal pada 2 frekuensi yang
berdekatan.

b. Audiometri Tutur (speech audiometry)


Pemeriksaan ini adalah untuk menilai
kemampuan pasien dalam pembicaraan seharihari dan menilai untuk pemberian alat bantu
dengar (hearing aid).
pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun
dalam silabus (suku kata).

Cara pemeriksaan nya

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang


didengar melalui kaset tape recorder. Pada tuli
perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan
bunyi S, R, N, C, H, CH, sedangkan pada tuli
retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli
perseptif koklea, kata kadar didengarnya
kasar, sedangkan kata pasar didengarnya
padar.

Apabila kata yang betul : speech discrimination score :


90 100% = berarti pendengaran normal
75 90% = tuli ringan
60 75% = tuli sedang
50 60 % = kesukaran mengikuti pembicaraan
sehari-hari
< 50% = tuli berat
Istilah :
SRT (speech resption test) = kemampuan untuk
mengulangi kata-kata yang benar sebanyak 50%,
biasanya 20-30 dB diatas ambang pendengaran.

4. Brainstem Evoked Response Ausiometry


(BERA) atau Auditory Brainstem Response
(ABR)
merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk
menilai integritas sistem auditorik, bersifat
obyektif, dan tidak invasif. Dapat memeriksa
bayi, dewasa, bahkan penderita koma.

BERA merupakan cara pengukuran evoked

potential (aktifitas listrik yang dihasilkan oleh


nervus VIII, pusat-pusat neural dan traktus
didalam batang otak) sebagai respon terhadap
stimulus auditorik.
Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi
click atau tone burst yang diberikan melalui
headphone, insert probe (paling efisien) atau
bone vibrator.

Respon terhadap stimulus auditorik berupa evoked


potential yang sinkron, direkam melalui elektroda

permukaan (surface electrode) yang ditempelkan


pada kulit kepala (dahi dan prosesus mastoid),
kemudian diproses melalui program komputer dan
ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif
(gelombang I V) yang terjadi sekitar 2 12 ms
setelah stimulus diberikan. Analisis gelombang
BERA berdasarkan morfologi gelombang, masa
laten, dan amplitudo gelombang

Kombinasi pemeriksaan Oto Acoustic Emission

(OAE) dan BERA merupakan baku emas dalam


mendeteksi gangguan pendengaran pada anak,
karena pada OAE kita hanya bisa menilai
keadaan atau fungsi, koklea sedangkan untuk
fungsi organ-organ pendengaran lain yang lebih
dalam (hingga ke otak) bisa digunakan BERA.

Kesimpulan
Ada beberapa pemeriksaan fungsi pendengaran, yakni:

1.

Tes Penala (Tes Rinne, Weber, Schwabach, Bing, Stenger)


Tes

Diagnosis

Rinne

Weber

Schwabach

Positif (+)

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan
pemeriksa

Normal

Negatif (-)

Lateralisasi ke telinga yang


sakit

Memanjang

Tuli konduktif

Positif (+)

Lateralisasi ke telinga yang


sehat

Memendek

Tuli
sensorineural

Catatan : pada tuli konduktif < 30 db, Rinne masih bisa positif (+)

Tes Bing : bila terdapat lateralisasi ke telinga

yang di tutup , berarti telinga tersebut normal.


Bila bunyi pada telinga yang di tutup tidak
bertambah keras, berarti telinga tersebut
menderita tuli konduktif.
Tes Stenger : menggunakan prinsip masking.
Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli
pada telinga kiri. Apabila kedua telinga normal
karena efek masking, hanya telinga kiri yang
mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan
mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli,
telinga kanan tetap mendengar bunyi.

2. Tes Berbisik
Penilaian (menurut Feldmann) :
Normal : 6-8 meter
Tuli ringan : 4- <6 meter
Tuli sedang : 1- <4 meter
Tuli berat : 25 cm - <1 meter
Tuli total : <25 cm
3. Audiometri
Derajat ketulian ISO :
0 25 dB = normal
> 25 40 dB = tuli ringan
> 40 55 dB = tuli sedang
> 55 70 dB = tuli sedang berat
> 70 90 dB = tuli berat
> 90 dB = tuli sangat berat

4. BERA
Kombinasi pemeriksaan OAE dan BERA
merupakan baku emas dalam mendeteksi
gangguan pendengaran pada anak, karena OAE
bisa menilai keadaan atau fungsi koklea
sedangkan BERA untuk menilai fungsi organorgan pendengaran lain yang lebih dalam (hingga
ke otak).

Sekian
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai