Naskah Publikasi Usulan Perbaikkan Pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body Dengan Pendekatan Lean Production
Naskah Publikasi Usulan Perbaikkan Pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body Dengan Pendekatan Lean Production
ABSTRAK
Strategi dan sistem yang baik sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
produksi. Begitu pula yang dibutuhkan oleh PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT. YMPI), tentunya memerlukan
strategi dan sistem yang baik untuk meningkatkan efisiensi serta meminimasi biaya untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Salah satunya pada lini produksi Handatsuke Flute Body yang memproduksi Body dan Foot dari Flute.
Pada lini produksi ini masih sering tidak tercapainya target produksi karena ketidekefisienan yang terjadi. Oleh karena
itu, perlu dilakukan perbaikan yang dapat membuat proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien yaitu Lean
Production. Pendekatan ini memfokuskan aktivitas-aktivitas apa saja yang memberikan value bagi customer sehingga
dapat meminimasi pemakaian sumber daya yang tidak memberikan nilai tambah pada produk. Value Stream Mapping
(VSM) dan kuisioner dengan metode Borda digunakan untuk mengidentifikasi waste dominan yang terjadi, Fault Tree
Analysis (FTA) digunakan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab waste serta Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
untuk mengetahui masalah yang paling serius dan usulan perbaikan yang diprioritaskan. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bahwa waste dominan adalah defect (26.32%) dan waiting (22.13%).
Kata Kunci: Failure Mode and Effect Analysis, Fault Tree Analysis, Lean Production, Value Stream Mapping, Value
Stream Mapping Tools, Waste.
ABSTRACT
Strategy and a good system is needed by companies to improve the efficiency and effectiveness of production.
Similarly with PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT YMPI ), of course, requires a good strategy and systems to
increase efficiency and minimize costs to improve company performance. One of the production lines is a Handatsuke
Body Flute. This production line is the manufacturing process of the Body and Foot of Flute. On this production line is
still often do not achieve production targets due because of inefficiency happened. Therefore, the necessary repairs to
make the production process more effective and efficient is Lean Production. This approach focuses any activities that
provide value to the customers so as to minimize the use of resources that do not add value to the product. Value Stream
Mapping ( VSM ) and a questionnaire with the Borda method used to identify the dominant waste that occurs, Fault Tree
Analysis ( FTA ) is used to identify the factors that cause waste and Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to
determine the most serious problems and suggestions for improvement priority. The result showed that the dominant
waste is defect (26.32 % ) and waiting ( 22.13 % ) .
Keywords: Cause and Effect Diagram, Lean Manufacturing, Value Stream Mapping (VSM), Waste, Waste Assessment
Model (WAM)
PENDAHULUAN
Pada dasarnya setiap perusahaan dituntut untuk memproduksi produk yang secara ekonomis dapat
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan proses produksi yang efektif dan efisien. Produksi
yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan semaksimal mungkin segala sumber daya yang
dimiliki serta mengliminasi semua pemborosan atau waste yang terjadi. Waste atau muda dalam
bahasa Jepang bisa diartikan juga sebagai aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
bagi throughput perusahaan. Aktivitas yang tidak atau kurang memberikan nilai tambah merupakan
suatu waste sehingga perlu dihilangkan agar proses produksi dapat berjalan lancar.
PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT. YMPI) merupakan perusahaan manufaktur yang
memproduksi alat musik tiup dengan skala ekspor, tentunya memerlukan strategi dan sistem yang
baik untuk meningkatkan efisiensi serta meminimasi biaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu lini produksi pada PT YMPI ini adalah lini produksi Handatsuke Flute Body. Lini produksi
ini merupakan proses pembuatan Body dan Foot dari Flute. Pada lini produksi ini masih sering tidak
tercapainya target produksi seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2013, dari target produksi yang
diharapkan yaitu 17278 pcs namun yang bisa diproduksi yaitu 16709 pcs, ada 569 pcs yang tidak
terpenuhi (Data PPIC PT YMPI). Hal ini diakibatkan oleh ketidekefisienan yang terjadi pada sistem
produksi. Seperti produk cacat (defect) dan proses menunggu (waiting) terlalu lama. Pada bulan
Oktober 2013 terdapat 321 unit produk cacat kemudian mengalami peningkatan pada bulan
November 2013 sebesar 483 unit dan pada bulan Desember 2013 masih ada produk cacat sebesar 210
unit.
Masih terdapatnya produk cacat ini tentu menyebabkan proses produksi perusahaan tidak efektif
dan akan merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikkan yang dapat membuat
proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Salah satu pendekatan yang relatif sederhana dan
terstruktur dengan baik agar mudah dipahami yaitu Lean Production. Lean Production diprakarsai
pertama kali oleh Toyota di Jepang, pendekatan ini memfokuskan aktivitas-aktivitas apa saja yang
memberikan Value bagi customer sehingga dapat meminimasi pemakaian resource yang tidak
memberikan nilai tambah pada produk (Hines & Taylor, 2000). Teknik-teknik lean production
dapat menolong perusahaan untuk menjadi kompetitif, terkhusus dalam hal pengurangan waste
(pemborosan) yang terjadi pada proses produksi mereka. Dari penerapan lean production ini
diharapkan biaya produksi lebih rendah, output meningkat, dan lead time produksi lebih pendek.
METODE
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan di PT PT Yamaha Musical Products Indonesia
(PT. YMPI). Metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu
: kuisioner, observasi dan wawancara. Tahapan pertama adalah mengidentifikasi waste, tahap ini
digunakan untuk memperoleh informasi tentang waste yang terjadi pada sistem produksi dengan
Value Stream Mapping (VSM) untuk memetakan aliran fisik dan aliran informasi yang terjadi pada
lini produksi handatsuke flute body kemudian dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui
bobot waste berdasarkan konsep borda. Kuisioner disusun berdasarkan waste yang terjadi pada lini
produksi tersebut yaitu Over production, Defect, Unnecessary Inventory, Inappropriate Processing,
Excessive Transportation, Waiting dan Unnecesarry Motion setelah itu melakukan pembobotan
terhadap waste dengan kriteria skor terhadap peringkat dari tingkat keseringan yang terjadi dengan
skala peringkat 1 untuk tingkat keseringan yang terjadi 90% sampai dengan peringkat 9 untuk tingkat
keseringan yang terjadi 10%. Kuisioner ini ditujukan pada pihak yang terlibat langsung pada lini
produksi yaitu Ketua Kelompok dan Wakil Ketua Kelomok lini produksi handatsuke flute body yang
berjumlah 4 responden. Tahap kedua adalah melakukan pembobotan waste dengan tujuan untuk
mengidentifikasi waste yang terjadi pada sistem dengan mengetahui tingkat keseringan dari
munculnya waste yang terjadi dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan pada pihak-pihak
operasi sistem produksi. Pada tahap ketiga menentukan tools dengan Value Stream Mapping Tools
untuk memetakan secara lebih detail terhadap penyebab waste yang terjadi ((Hines dan Rich, 1997).
Tahap keempat melakukan analisis faktor penyebab untuk mengetahui faktor penyebab waste yang
dominan dengan menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Selanjutnya tahap kelima adalah
melakukan analisis terhadap mode kegagalan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) dengan mengetahui nilai RPN yang terbesar setelah itu dapat diketahui masalah yang paling
serius dan usulan perbaikkan yang diprioritaskan. Dimana nilai RPN ini tergantung dari seberapa
besar tingkat keparahan efek dari suatu kegagalan/kesalahan, frekuensi atau jumlah kegagalan yang
terjadi karena suatu penyebab dan tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi
untuk mendeteksi kegagalan.
PT YMJ
IP 3
WH Raw
Material
IP 1
Buffing
Soldering
Nukisasi dan Ring
C
OP : 1 men
MC : 2 unit
CT : 40 s
AT : 28800 s
40 s
120 m
OP : MC : 1 unit
CT : 85 s
AT :27000 s
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 45 s
AT :27000 s
1188 s
Soldering Zak F
#7 #8
85 s
45 s
Soldering Zak #3
#4 #6
Kencusushei zak
#3 #4 #6
OP : 2 men
MC : 2 unit
CT : 162 s
AT :108000 s
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 30 s
AT : 27000 s
162 s
Driling Kencu 7
OP : MC : 1 unit
CT : 20 s
AT : 27000 s
30 s
Soldering Zag #5
Kencusushei zak 5
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 60 s
AT : 27000 s
OP : MC : CT : 20 s
AT : 27000 s
20 s
60 s
Driling 1
Driling 2
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 80 s
AT : 18000 s
20 s
Menkirik
OP : MC : 1 unit
CT : 60 s
AT : 18000 s
80 s
Cutting with NC
OP : MC : 1 unit
CT : 30 s
AT : 18000 s
60 s
Perendaman
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT :
AT : 54000 s
30 s
OP : 1 men
MC :CT : 55
AT :54000 s
OP : 1 men
MC :CT : 107 s
AT :54000 s
180 s
76 s
Dial Gauge
Kensa Body
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 180 s
AT : 54000 s
107s
55 s
20 s
3s
3s
3s
3s
8s
8s
6s
3s
3s
12 s
10 s
20 s
3s
6s
17 m
1m
1m
1m
1m
5m
6m
3m
1m
1m
10 m
8m
18 m
1m
3m
Keterangan:
Keterangan :
OP
: Operator
MC
: Machine
CT
: Cycle Time
AT
: Available Time
: Manual Information
: Pull Arrow (Kanban)
: Push Arrow (Shipment)
: Physical Stream Arrow
Total CT
1050
2349
seconds
Total Distance
197
meters
11
men
seconds
Production Control
PT YMPI
WH Raw
Material
PT YMJ
Daily Production
Palnning for a month
IP 3
IP 1
Soldering zag #1
#2 #9
Soldering
Nukisasi dan Ring
B
I
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 43 s
AT : 18000 s
43 s
1188 s
120m
Kencusushei
82 s
3s
1m
Keterangan :
OP
: Operator
MC
: Machine
CT
: Cycle Time
AT
: Available Time
Driling kencu #1
#2 #3 #14
OP : MC : 1 unit
CT : 17 s
AT : 18000 s
OP : MC : 1 unit
CT : 82 s
AT : 18000 s
Cutting with NC
17 s
Perendaman
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT :
AT : 54000 s
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 29 s
AT : 54000 s
Kensha Foot
OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 180 s
AT : 54000 s
OP : 1 men
MC : CT : 123 s
AT : 54000 s
29 s
52 s
3s
8s
12 s
1m
5m
10 m
123 s
180 s
10 s
8m
Keterangan:
: Manual Information
: Pull Arrow (Kanban)
: Push Arrow (Shipment)
: Physical Stream Arrow
20 s
6s
18 m
3m
Total CT
526
1776
seconds
seconds
Total Distance
166
meters
men
Pada produksi body flute maka dapat diketahui bahwa total lead time adalah 2849 detik sedangkan
pada produksi foot flute maka dapat diketahui bahwa total lead time adalah 1776 detik. Secara
keseluruhan maka total lead time pada lini produksi handatsuke flute body adalah 4125 detik.
Pembobotan Waste
Tabel 1 Hasil Pembobotan Menggunakan Metode Borda
Jumlah Responden
No
Waste
1
Skor
8
Bobot
Skor
(abs)
Rank
0.8%
0.008
Bobot
Skor (%)
Overproduction
Waiting
27
22.1%
0.221
Excessive
transportation
25
20.5%
0.205
Inappropriate
processing
5.7%
0.057
Unnecessary inventory
10
8.2%
0.082
Unnecessary motion
20
16.4%
Defect
32
26.2%
Bobot
3
3
4
4
8
0.164
0.262
4
1
122
Berdasarkan hasil pembobotan waste pada Tabel 1, maka didapatkan bahwa waste yang dominan
adalah waste defect dengan bobot skor sebesar 26.2% lalu diikuti dengan waste waiting dengan bobot
skor sebesar 22.1%. Hasil pembobotan waste tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam pemilihan
Value stream Analysis Tools yang akan digunakan.
Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Konsep VALSAT digunakan dalam pemilihan mapping tools dengan cara mengalikan hasil
pembobotan waste dengan skala yang ada pada tabel VALSAT. Hasil pembobotan dengan
menggunakan VALSAT tercantum pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 2,
maka terdapat tiga tools dengan bobot terbesar yang sesuai dengan jenis waste yang terjadi yang akan
digunakan, yaitu Process Activity Mapping (PAM), Supply Chain Response Matrix (SCRM), dan
Quality Filter Mapping (QFM).
Supply Chain
Response
Matrix
0.024
Waiting
1.989
1.989
Transport
1.845
Inappropriate
Processing
Unnecessary Inventory
0.513
0.246
0.738
Unnecessary Motion
1.476
0.164
Defect
0.262
Total
6.339
2.915
0.638
Wastes
Overproduction
Rangking
Production
Variety Funnel
Quality Filter
Mapping
0.008
Demand
Amplification
Mapping
0.024
0.221
0.663
Decision Point
Analysis
Physical
Structure
0.024
0.663
0.205
0.171
0.057
0.057
0.246
0.738
0.246
0.082
2.423
1.425
0.990
0.287
2.358
Jumlah
Waktu (detik)
Operation
20
1346
Transportation
33
895
Inspection
230
Storage
10
Delay
2100
Jumlah
59
4581
Berdasarkan Tabel 3 diatas didapatkan bahwa terdapat 59 aktivitas dengan total waktu 4581 detik.
Aktivitas dengan waktu terbesar adalah aktivitas delay dengan waktu 2100 detik yang menandakan
bahwa aktivitas tidak bernilai tambah masih sering terjadi pada lini produksi handatsuke flute body.
Selanjutnya aktivitas digolongkan berdasarkan aktivitas Non value adding activity (NVA), Value
adding activity (VA) dan Necessary non value adding activity (NNVA). Untuk aktivitas yang
tergolong pada NVA adalah aktivitas delay sedangkan yang tergolong aktivitas VA adalah aktivitas
operation lalu yang tergolong aktivitas NNVA adalah aktivitas transportation, inspection dan
storage. Berikut ringkasan dan porsentase aktivitas pada lini produksi handatsuke flute body :
Tabel 4 Ringkasan Perhitungan dan Porsentase PAM Handatsuke Flute Body
Aktivitas
Jumlah
Waktu (detik)
Porsentase
VA
20
1346
29.382%
NVA
2100
45.842%
NNVA
37
1135
24.776%
4581
100 %
Dari Tabel 4 didapatkan bahwa aktivitas Non value adding activity (NVA) memiliki porsentase
yang terbesar yaitu 45.842% terdiri atas aktivitas delay sebesar 2100 detik. Aktivitas delay ini
disebabkan karena lamanya waktu menunggu ketika mengambil material ke Initial Process 1 (IP 1)
dan gudang. Sedangkan aktivitas Value adding activity (VA) memiliki porsentase 29.382% yang
terdiri atas aktivitas operation dengan total waktu 1346 detik dan aktivitas Necessary non value
adding activity (NNVA) sebesar 24.776% yang terdiri atas aktivitas transportation , inspection dan
storage dengan total waktu 1135 detik.
Supply Chain Response Matrix (SCRM)
SCRM digunakan untuk menggambarkan pola inventory dan lead time untuk memperkirakan
jumlah inventory yang dibutuhkan dalam pemenuhan order dengan lead time yang tersedia.
Penurunan inventory dan lead time merupakan penghematan value stream pada lini produksi.
Data yang dibutuhkan dalam pembuatan SCRM untuk mengetahui cumulative kedatangan raw
material serta hasil produksi berupa WIP dan finished good pada lini produksi handatsuke flute body
adalah sebagai berikut.
Data penerimaan raw material per hari.
Data output produksi per hari.
Data pengiriman produk finished good per hari.
Hasil perhitungan lead time dan inventory dapat dilihat pada tabel 5 dengan total waktu dalam
supply chain lini produksi handatsuke flute body adalah 1.48 hari dengan cumulative inventory 0.85
hari dan cumulative lead time sebesar 0.54 hari.
Tabel 5 Perhitungan SCRM pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body
No
Item
Days
Physical
Stock (hari)
Lead
(hari)
Times
Cumulative
Days
Physical Stock (hari)
0.29
0.20
0.29
0.20
0.24
0.13
0.53
0.33
0.08
0.13
0.41
0.18
0.15
Total
0.71
0.85
0.54
1.48
Dari tabel 5 dapat dilihat perbandingan days physical stock pada stock raw material, WIP, dan
finished good. Days physical stock terlama terdapat pada stock raw material dari IP 1 sebesar 0.29
hari. Sedangkan untuk stock days physical stock raw material dari gudang adalah 0.24 hari. Lalu
stock days physical stock WIP sebesar 0.18 hari dan finished good memiliki days physical stock 0.15
hari.
Quality Filter Mapping (QFM)
QFM digunakan sebagai tools untuk mengidentifikasi adanya masalah kualitas (cacat) yang
terjadi sepanjang supply chain. Cacat yang akan digambarkan pada QFM disini yaitu cacat kualitas
pada produk body dan foot flute yang ditemukan selama proses produksi. Pada lini produksi
Handatsuke flute Body terdapat 6 jenis defect yaitu handa oi, kizhu kenchu handatsuke, handa tare,
handa tobi, handa tsuki, handa zara. Berikut ini grafik porsentase tiap jenis defect pada body flute
selama bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 :
Oktober
November
Desember
1.784%
1.101%
1.020%
0.905%
0.791%
0.743%
0.383%
0.300%
0.027%
0.013%
0.012%
Handa Oi
Kizu Kenchu
Handatsuke
Handa Tare
0.443%
0.014%
0.095%
0.027%
0.027% 0.012%
0.060%
Handa Tobi
Handa Tsuki
Handa Zara
Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa defect yang paling dominan pada body
flute adalah kizu kenchu handatsuke dengan porsentase terbesar pada bulan November yaitu sebesar
1.78%. Kizu kenchu handatsuke ini disebabkan pada saat pemindahan material terjadi gesekan antar
body flute dan pada mesin terdapat bari atau serbuk besi. Berikut ini grafik porsentase tiap jenis
defect pada foot flute selama bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 :
Porsentase Defect pada Foot Flute
Oktober
1.865%
0.025%
0.060%
0.04%
0.063%
0.036%
November
Desember
2.13%
1.952%
0.19%
0.513%
0.287%
0.48%
0.150%
0.036%
Handa Tobi
0.21%
Handa Tsuki
0.038%
0.000%
0.07%
Handa Zara
Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa defect yang paling dominan pada foot flute
adalah handa tare dengan porsentase terbesar pada bulan Desember yaitu sebesar 2.13%. Handa tare
ini disebabkan bulu kuas yang terlepas pada saat operator menyolder foot flute.
Fault Tree Analysis (FTA)
Analisa penyebab waste yang terjadi pada lini produksi handatsuke flute body dilakukan dengan
menggunakan Fault Tree Analysis. Fault Tree Analysis dibuat berdasarkan hasil observasi dan
diskusi dengan beberapa pihak di lantai produksi. Berikut akan dijabarkan mengenai analisa
penyebab waste.
Analisa Penyebab Waste Defect
Fault Tree Analysis dari waste defect terdapat pada Gambar 6. Berdasarkan pada Gambar 6,
penyebab utama waste defect adalah human error dan tools. Pada faktor human error terdapat 3
penyebab dasar antara lain operator kurang fokus, operator baru dan operator tergesa-gesa agar dapat
memenuhi target produksi. Pada faktor tools terdapat 2 penyebab dasar antara lain alat pembawa
material atau hanger terlalu pendek bagi body flute dan bulu kuas yang digunakan sudah terlalu lama
atau kuas terendam lama pada cairan flux.
defect
Human Error
Pengolesan cairan
flux masih kurang
Pemasangan
material pada alat
drill kurang tepat
Operator
kurang fokus
Operator
kurang fokus
Tools
Proses perendaman
kurang maksimal
Operator baru
Operator
tergesa-gesa
Adanya gesekan
antar material saat
dipindahkan
Hanger
pembawa
produkterlalu
pendek
Operator
kurang fokus
Keterangan
Kuas terlalu
lama direndam
pada cairan
flux
Kuas yang
digunakan
sudah lama
Waiting
Human Error
Pekerja terlalu
lama
mengobrol
Methods
Material belum di
persiapkan
Tempat
material telat
di kembalikan
Keterangan
: kejadian puncak Top Event
: gerbang kejadian OR
: kegagalan mendasar Basic Event
Deskripsi
Proses
Soldering
Mode
Kegagalan
Masih terdapat
celah antar
kenchu dengan
body atau foot
Bulu kuas
melebar/terlepas
Cairan flux
mengotori
bagian yang lain
Pengolesan timah/
cairan flux terlalu
banyak
Cairan flux
mengotori
bagian yang lain
Kenchu bergesekan
Body tergores
Pemasangan material
pada mesin drill kurang
tepat
Penyebab Potensial
Kegagalan
Proses Kontrol
Saat ini
RPN
Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses
64
Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses
96
Operator kurang
fokus
Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses
64
Hanger terlalu
pendek
Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses
256
Operator baru
Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses
144
Operator kurang
fokus
Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses
144
Terkadang
diingatkan oleh
KK/WKK
15
Operator
membawa wadah
sendiri
63
Operator kurang
fokus
Kuas yang
digunakan sudah
lama atau lama
terendam pada
cairan flux
2
Pemindahan
material
Drilling
Menunggu material
proses buffing
tidak bias
dilakukan
Menunggu material
proses buffing
tidak bias
dilakukan
Pengambilan
material
Aksi/Tindakan
Material belum
dipersiapkan karena
tidak ada wadahnya
Dari hasil analisa FMEA pada Tabel 6 diketahui bahwa nilai RPN terbesar pertama sebesar
256 terjadi karena alat pemindahan material atau hanger yang terlalu pendek untuk itu rencana usulan
yang diberikan adalah menambah tinggi hanger. Nilai RPN terbesar kedua sebesar 144 terjadi karena
operator kurang fokus dan operator baru pada proses drilling maka rencana usulan yang diberikan
adalah membuat one point lesson atau presentasi secara visual dan singkat yang memberikan
penjelasan dalam satu poin pada proses drilling dan operator baru harus diberi penjelasan mengenai
SOP (Standart Operating Procedure) serta harus dilakukan pengontrolan oleh KK atau WKK.
Operator kurang fokus dan operator baru yang belum paham dengan SOP menyebabkan body atau
foot tergores. Sedangkan RPN terbesar ketiga sebesar 96 disebabkan oleh kuas yang digunakan untuk
pengolesan sudah lama atau lama terendam pada cairan flux maka rencana usulan perbaikkan adalah
pergantian kuas secara berkala.
SIMPULAN
Hasil identifikasi waste yang paling dominan pada lini produksi handatsuke flute body adalah
defect (26.32%) dan waiting (22.13%). Mapping Tools yang terpilih berdasarkan bobot Value Stream
Analysis Tool (VALSAT) adalah Process Activity Mapping (PAM), Supply Chain Response Matrix
(SCRM) dan Quality Filter Mapping (QFM). Usulan perbaikkan yang menjadi prioritas adalah
menambah tinggi hanger yang semula 160 mm menjadi 239.5 mm kemudian membuat one point
lesson atau presentasi secara visual pada proses drilling dan operator baru harus diberi penjelasan
mengenai SOP (Standart Operating Procedure) serta pergantian kuas secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, V. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000,
MBNQA dan HACCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Hines, P. dan Rich, N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of
Operation & Production Management. Vol. 17 Iss: 1 pp. 46-64.
Hines, P. dan Taylor, D. 2000. Going Lean. Lean Interprise Research Centre. Cardiff Business
School.
Kalsaas, B. 2002. Value Stream Maaping An Adequate Method For Going Lean. Departement of
Industrial Economics and Technology Management, Norwegian University of Technology and
Science.
Pandey, M. 2005. Engineering and Sustainable Development: Fault Tree Analysis. Waterlo:
University Waterlo.