Anda di halaman 1dari 11

USULAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI HANDATSUKE FLUTE BODY

DENGAN PENDEKATAN LEAN PRODUCTION


ANISA KHARISMAWATI1*, AHMAD MUBIN2, IRWAN PAMBUDHIHARTO3
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Malang
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang
E-mail: anisashariza@gmail.com1*

ABSTRAK
Strategi dan sistem yang baik sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
produksi. Begitu pula yang dibutuhkan oleh PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT. YMPI), tentunya memerlukan
strategi dan sistem yang baik untuk meningkatkan efisiensi serta meminimasi biaya untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Salah satunya pada lini produksi Handatsuke Flute Body yang memproduksi Body dan Foot dari Flute.
Pada lini produksi ini masih sering tidak tercapainya target produksi karena ketidekefisienan yang terjadi. Oleh karena
itu, perlu dilakukan perbaikan yang dapat membuat proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien yaitu Lean
Production. Pendekatan ini memfokuskan aktivitas-aktivitas apa saja yang memberikan value bagi customer sehingga
dapat meminimasi pemakaian sumber daya yang tidak memberikan nilai tambah pada produk. Value Stream Mapping
(VSM) dan kuisioner dengan metode Borda digunakan untuk mengidentifikasi waste dominan yang terjadi, Fault Tree
Analysis (FTA) digunakan mengidentifikasi faktor-faktor penyebab waste serta Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
untuk mengetahui masalah yang paling serius dan usulan perbaikan yang diprioritaskan. Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh bahwa waste dominan adalah defect (26.32%) dan waiting (22.13%).
Kata Kunci: Failure Mode and Effect Analysis, Fault Tree Analysis, Lean Production, Value Stream Mapping, Value
Stream Mapping Tools, Waste.

ABSTRACT
Strategy and a good system is needed by companies to improve the efficiency and effectiveness of production.
Similarly with PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT YMPI ), of course, requires a good strategy and systems to
increase efficiency and minimize costs to improve company performance. One of the production lines is a Handatsuke
Body Flute. This production line is the manufacturing process of the Body and Foot of Flute. On this production line is
still often do not achieve production targets due because of inefficiency happened. Therefore, the necessary repairs to
make the production process more effective and efficient is Lean Production. This approach focuses any activities that
provide value to the customers so as to minimize the use of resources that do not add value to the product. Value Stream
Mapping ( VSM ) and a questionnaire with the Borda method used to identify the dominant waste that occurs, Fault Tree
Analysis ( FTA ) is used to identify the factors that cause waste and Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) to
determine the most serious problems and suggestions for improvement priority. The result showed that the dominant
waste is defect (26.32 % ) and waiting ( 22.13 % ) .
Keywords: Cause and Effect Diagram, Lean Manufacturing, Value Stream Mapping (VSM), Waste, Waste Assessment
Model (WAM)

PENDAHULUAN
Pada dasarnya setiap perusahaan dituntut untuk memproduksi produk yang secara ekonomis dapat
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan proses produksi yang efektif dan efisien. Produksi
yang efektif dan efisien dengan mengoptimalkan semaksimal mungkin segala sumber daya yang
dimiliki serta mengliminasi semua pemborosan atau waste yang terjadi. Waste atau muda dalam
bahasa Jepang bisa diartikan juga sebagai aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah
bagi throughput perusahaan. Aktivitas yang tidak atau kurang memberikan nilai tambah merupakan
suatu waste sehingga perlu dihilangkan agar proses produksi dapat berjalan lancar.
PT Yamaha Musical Products Indonesia (PT. YMPI) merupakan perusahaan manufaktur yang
memproduksi alat musik tiup dengan skala ekspor, tentunya memerlukan strategi dan sistem yang
baik untuk meningkatkan efisiensi serta meminimasi biaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Salah satu lini produksi pada PT YMPI ini adalah lini produksi Handatsuke Flute Body. Lini produksi

ini merupakan proses pembuatan Body dan Foot dari Flute. Pada lini produksi ini masih sering tidak
tercapainya target produksi seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2013, dari target produksi yang
diharapkan yaitu 17278 pcs namun yang bisa diproduksi yaitu 16709 pcs, ada 569 pcs yang tidak
terpenuhi (Data PPIC PT YMPI). Hal ini diakibatkan oleh ketidekefisienan yang terjadi pada sistem
produksi. Seperti produk cacat (defect) dan proses menunggu (waiting) terlalu lama. Pada bulan
Oktober 2013 terdapat 321 unit produk cacat kemudian mengalami peningkatan pada bulan
November 2013 sebesar 483 unit dan pada bulan Desember 2013 masih ada produk cacat sebesar 210
unit.
Masih terdapatnya produk cacat ini tentu menyebabkan proses produksi perusahaan tidak efektif
dan akan merugikan perusahaan. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikkan yang dapat membuat
proses produksi menjadi lebih efektif dan efisien. Salah satu pendekatan yang relatif sederhana dan
terstruktur dengan baik agar mudah dipahami yaitu Lean Production. Lean Production diprakarsai
pertama kali oleh Toyota di Jepang, pendekatan ini memfokuskan aktivitas-aktivitas apa saja yang
memberikan Value bagi customer sehingga dapat meminimasi pemakaian resource yang tidak
memberikan nilai tambah pada produk (Hines & Taylor, 2000). Teknik-teknik lean production
dapat menolong perusahaan untuk menjadi kompetitif, terkhusus dalam hal pengurangan waste
(pemborosan) yang terjadi pada proses produksi mereka. Dari penerapan lean production ini
diharapkan biaya produksi lebih rendah, output meningkat, dan lead time produksi lebih pendek.
METODE
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan di PT PT Yamaha Musical Products Indonesia
(PT. YMPI). Metode pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu
: kuisioner, observasi dan wawancara. Tahapan pertama adalah mengidentifikasi waste, tahap ini
digunakan untuk memperoleh informasi tentang waste yang terjadi pada sistem produksi dengan
Value Stream Mapping (VSM) untuk memetakan aliran fisik dan aliran informasi yang terjadi pada
lini produksi handatsuke flute body kemudian dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui
bobot waste berdasarkan konsep borda. Kuisioner disusun berdasarkan waste yang terjadi pada lini
produksi tersebut yaitu Over production, Defect, Unnecessary Inventory, Inappropriate Processing,
Excessive Transportation, Waiting dan Unnecesarry Motion setelah itu melakukan pembobotan
terhadap waste dengan kriteria skor terhadap peringkat dari tingkat keseringan yang terjadi dengan
skala peringkat 1 untuk tingkat keseringan yang terjadi 90% sampai dengan peringkat 9 untuk tingkat
keseringan yang terjadi 10%. Kuisioner ini ditujukan pada pihak yang terlibat langsung pada lini
produksi yaitu Ketua Kelompok dan Wakil Ketua Kelomok lini produksi handatsuke flute body yang
berjumlah 4 responden. Tahap kedua adalah melakukan pembobotan waste dengan tujuan untuk
mengidentifikasi waste yang terjadi pada sistem dengan mengetahui tingkat keseringan dari
munculnya waste yang terjadi dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan pada pihak-pihak
operasi sistem produksi. Pada tahap ketiga menentukan tools dengan Value Stream Mapping Tools
untuk memetakan secara lebih detail terhadap penyebab waste yang terjadi ((Hines dan Rich, 1997).
Tahap keempat melakukan analisis faktor penyebab untuk mengetahui faktor penyebab waste yang
dominan dengan menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Selanjutnya tahap kelima adalah
melakukan analisis terhadap mode kegagalan menggunakan Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA) dengan mengetahui nilai RPN yang terbesar setelah itu dapat diketahui masalah yang paling
serius dan usulan perbaikkan yang diprioritaskan. Dimana nilai RPN ini tergantung dari seberapa
besar tingkat keparahan efek dari suatu kegagalan/kesalahan, frekuensi atau jumlah kegagalan yang
terjadi karena suatu penyebab dan tingkat deteksi menyatakan tingkat ketelitian suatu metode deteksi
untuk mendeteksi kegagalan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Value Stream Mapping
Berdasarkan aliran informasi dan aliran fisik pada lini produksi handatsuke flute body, maka dapat
dibuat Value Stream Mapping untuk memperoleh gambaran dimana waste yang terjadi, serta
menggambarkan lead time yang dibutuhkan dari masing-masing karekteristik proses yang terjadi.
Pada lini produksi handatsuke flute body ini memproduksi body dan foot flute namun tidak
merakitnya menjadi satu, maka Value Stream Mapping terbagi dua yaitu untuk body dan untuk foot.
Value Stream Mapping untuk lini produksi handatsuke flute body untuk produk body flute dapat
dilihat pada gambar 1 sedangkan untuk produk body flute dapat dilihat pada gambar 2.
Production Control
PT YMPI

PT YMJ

Daily Production Palnning for a month

IP 3

WH Raw
Material

IP 1

Buffing

Soldering
Nukisasi dan Ring
C

OP : 1 men
MC : 2 unit
CT : 40 s
AT : 28800 s

40 s

120 m

OP : MC : 1 unit
CT : 85 s
AT :27000 s

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 45 s
AT :27000 s

1188 s

Soldering Zak F
#7 #8

85 s

45 s

Soldering Zak #3
#4 #6

Kencusushei zak
#3 #4 #6

OP : 2 men
MC : 2 unit
CT : 162 s
AT :108000 s

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 30 s
AT : 27000 s

162 s

Driling Kencu 7
OP : MC : 1 unit
CT : 20 s
AT : 27000 s

30 s

Soldering Zag #5

Kencusushei zak 5

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 60 s
AT : 27000 s

OP : MC : CT : 20 s
AT : 27000 s

20 s

60 s

Driling 1

Driling 2

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 80 s
AT : 18000 s

20 s

Menkirik

OP : MC : 1 unit
CT : 60 s
AT : 18000 s

80 s

Cutting with NC

OP : MC : 1 unit
CT : 30 s
AT : 18000 s

60 s

Perendaman

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT :
AT : 54000 s

30 s

OP : 1 men
MC :CT : 55
AT :54000 s

OP : 1 men
MC :CT : 107 s
AT :54000 s

180 s

76 s

Dial Gauge

Kensa Body

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 180 s
AT : 54000 s

107s

55 s

20 s

3s

3s

3s

3s

8s

8s

6s

3s

3s

12 s

10 s

20 s

3s

6s

17 m

1m

1m

1m

1m

5m

6m

3m

1m

1m

10 m

8m

18 m

1m

3m

Keterangan:

Keterangan :
OP
: Operator
MC
: Machine
CT
: Cycle Time
AT
: Available Time

: Manual Information
: Pull Arrow (Kanban)
: Push Arrow (Shipment)
: Physical Stream Arrow

Total CT

1050

Lead Time Producition

2349

seconds

Total Distance

197

meters

Total Man Power per Shift

11

men

seconds

Gambar 1 Value Stream Mapping Body Flute

Production Control
PT YMPI

WH Raw
Material

PT YMJ

Daily Production
Palnning for a month

IP 3

IP 1

Soldering zag #1
#2 #9

Soldering
Nukisasi dan Ring
B
I

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 43 s
AT : 18000 s

43 s
1188 s
120m

Kencusushei

82 s
3s

1m

Keterangan :
OP
: Operator
MC
: Machine
CT
: Cycle Time
AT
: Available Time

Driling kencu #1
#2 #3 #14

OP : MC : 1 unit
CT : 17 s
AT : 18000 s

OP : MC : 1 unit
CT : 82 s
AT : 18000 s

Cutting with NC

17 s

Perendaman

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT :
AT : 54000 s

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 29 s
AT : 54000 s

Kensha Foot

OP : 1 men
MC : 1 unit
CT : 180 s
AT : 54000 s

OP : 1 men
MC : CT : 123 s
AT : 54000 s

29 s

52 s

3s

8s

12 s

1m

5m

10 m

123 s

180 s
10 s

8m

Keterangan:
: Manual Information
: Pull Arrow (Kanban)
: Push Arrow (Shipment)
: Physical Stream Arrow

Gambar 2 Value Stream Mapping Foot Flute

20 s

6s

18 m

3m

Total CT

526

Lead Time Producition

1776

seconds
seconds

Total Distance

166

meters

Total Man Power per Shift

men

Pada produksi body flute maka dapat diketahui bahwa total lead time adalah 2849 detik sedangkan
pada produksi foot flute maka dapat diketahui bahwa total lead time adalah 1776 detik. Secara
keseluruhan maka total lead time pada lini produksi handatsuke flute body adalah 4125 detik.
Pembobotan Waste
Tabel 1 Hasil Pembobotan Menggunakan Metode Borda

Jumlah Responden

No

Tingkat Keseringan (peringkat)

Waste
1

Skor
8

Bobot
Skor
(abs)

Rank

0.8%

0.008

Bobot
Skor (%)

Overproduction

Waiting

27

22.1%

0.221

Excessive
transportation

25

20.5%

0.205

Inappropriate
processing

5.7%

0.057

Unnecessary inventory

10

8.2%

0.082

Unnecessary motion

20

16.4%

Defect

32

26.2%

Bobot

3
3
4
4
8

0.164
0.262

4
1

122

Berdasarkan hasil pembobotan waste pada Tabel 1, maka didapatkan bahwa waste yang dominan
adalah waste defect dengan bobot skor sebesar 26.2% lalu diikuti dengan waste waiting dengan bobot
skor sebesar 22.1%. Hasil pembobotan waste tersebut akan digunakan sebagai acuan dalam pemilihan
Value stream Analysis Tools yang akan digunakan.
Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Konsep VALSAT digunakan dalam pemilihan mapping tools dengan cara mengalikan hasil
pembobotan waste dengan skala yang ada pada tabel VALSAT. Hasil pembobotan dengan
menggunakan VALSAT tercantum pada Tabel 2. Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh Tabel 2,
maka terdapat tiga tools dengan bobot terbesar yang sesuai dengan jenis waste yang terjadi yang akan
digunakan, yaitu Process Activity Mapping (PAM), Supply Chain Response Matrix (SCRM), dan
Quality Filter Mapping (QFM).

Tabel 2 Hasil Pembobotan VALSAT


Mapping Tool
Process
Activity
Mapping
0.008

Supply Chain
Response
Matrix
0.024

Waiting

1.989

1.989

Transport

1.845

Inappropriate
Processing
Unnecessary Inventory

0.513
0.246

0.738

Unnecessary Motion

1.476

0.164

Defect

0.262

Total

6.339

2.915

0.638

Wastes
Overproduction

Rangking

Production
Variety Funnel

Quality Filter
Mapping
0.008

Demand
Amplification
Mapping
0.024

0.221

0.663

Decision Point
Analysis

Physical
Structure

0.024
0.663
0.205

0.171

0.057

0.057

0.246

0.738

0.246

0.082

2.423

1.425

0.990

0.287

2.358

Process Activity Mapping (PAM)


PAM digunakan untuk memetakan lebih detail setiap aktivitas yang terjadi pada lini produksi
handatsuke flute body kemudian menggolongkannya ke dalam aktivitas Value Added (VA), Non
Value Added (NVA), dan Non Value Added but Neccessary (NNVA). Hasil dari PAM pada lini
produksi handatsuke flute body dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Ringkasan Aktivitas PAM Handatsuke Flute Body
Aktivitas

Jumlah

Waktu (detik)

Operation

20

1346

Transportation

33

895

Inspection

230

Storage

10

Delay

2100

Jumlah

59

4581

Berdasarkan Tabel 3 diatas didapatkan bahwa terdapat 59 aktivitas dengan total waktu 4581 detik.
Aktivitas dengan waktu terbesar adalah aktivitas delay dengan waktu 2100 detik yang menandakan
bahwa aktivitas tidak bernilai tambah masih sering terjadi pada lini produksi handatsuke flute body.
Selanjutnya aktivitas digolongkan berdasarkan aktivitas Non value adding activity (NVA), Value
adding activity (VA) dan Necessary non value adding activity (NNVA). Untuk aktivitas yang
tergolong pada NVA adalah aktivitas delay sedangkan yang tergolong aktivitas VA adalah aktivitas
operation lalu yang tergolong aktivitas NNVA adalah aktivitas transportation, inspection dan
storage. Berikut ringkasan dan porsentase aktivitas pada lini produksi handatsuke flute body :
Tabel 4 Ringkasan Perhitungan dan Porsentase PAM Handatsuke Flute Body
Aktivitas

Jumlah

Waktu (detik)

Porsentase

VA

20

1346

29.382%

NVA

2100

45.842%

NNVA

37

1135

24.776%

4581

100 %

Total waktu (detik)

Dari Tabel 4 didapatkan bahwa aktivitas Non value adding activity (NVA) memiliki porsentase
yang terbesar yaitu 45.842% terdiri atas aktivitas delay sebesar 2100 detik. Aktivitas delay ini
disebabkan karena lamanya waktu menunggu ketika mengambil material ke Initial Process 1 (IP 1)
dan gudang. Sedangkan aktivitas Value adding activity (VA) memiliki porsentase 29.382% yang
terdiri atas aktivitas operation dengan total waktu 1346 detik dan aktivitas Necessary non value
adding activity (NNVA) sebesar 24.776% yang terdiri atas aktivitas transportation , inspection dan
storage dengan total waktu 1135 detik.
Supply Chain Response Matrix (SCRM)
SCRM digunakan untuk menggambarkan pola inventory dan lead time untuk memperkirakan
jumlah inventory yang dibutuhkan dalam pemenuhan order dengan lead time yang tersedia.
Penurunan inventory dan lead time merupakan penghematan value stream pada lini produksi.
Data yang dibutuhkan dalam pembuatan SCRM untuk mengetahui cumulative kedatangan raw
material serta hasil produksi berupa WIP dan finished good pada lini produksi handatsuke flute body
adalah sebagai berikut.
Data penerimaan raw material per hari.
Data output produksi per hari.
Data pengiriman produk finished good per hari.
Hasil perhitungan lead time dan inventory dapat dilihat pada tabel 5 dengan total waktu dalam
supply chain lini produksi handatsuke flute body adalah 1.48 hari dengan cumulative inventory 0.85
hari dan cumulative lead time sebesar 0.54 hari.
Tabel 5 Perhitungan SCRM pada Lini Produksi Handatsuke Flute Body
No

Item

Days
Physical
Stock (hari)

Lead
(hari)

Times

Cumulative
Days
Physical Stock (hari)

Cumulative Lead Time


(hari)

Stock Raw Material dari IP 1

0.29

0.20

0.29

0.20

0.24

0.13

0.53

0.33

Stock Raw Material dari


gudang
Stock WIP

0.08
0.13

0.41

Stock Finish Good

0.18
0.15
Total

0.71

0.85

0.54
1.48

Dari tabel 5 dapat dilihat perbandingan days physical stock pada stock raw material, WIP, dan
finished good. Days physical stock terlama terdapat pada stock raw material dari IP 1 sebesar 0.29
hari. Sedangkan untuk stock days physical stock raw material dari gudang adalah 0.24 hari. Lalu
stock days physical stock WIP sebesar 0.18 hari dan finished good memiliki days physical stock 0.15
hari.
Quality Filter Mapping (QFM)
QFM digunakan sebagai tools untuk mengidentifikasi adanya masalah kualitas (cacat) yang
terjadi sepanjang supply chain. Cacat yang akan digambarkan pada QFM disini yaitu cacat kualitas
pada produk body dan foot flute yang ditemukan selama proses produksi. Pada lini produksi
Handatsuke flute Body terdapat 6 jenis defect yaitu handa oi, kizhu kenchu handatsuke, handa tare,
handa tobi, handa tsuki, handa zara. Berikut ini grafik porsentase tiap jenis defect pada body flute
selama bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 :

Porsentase Defect pada Body Flute

Oktober

November

Desember

1.784%
1.101%

1.020%
0.905%
0.791%

0.743%
0.383%

0.300%
0.027%
0.013%
0.012%

Handa Oi

Kizu Kenchu
Handatsuke

Handa Tare

0.443%

0.014%
0.095%
0.027%
0.027% 0.012%
0.060%

Handa Tobi

Handa Tsuki

Handa Zara

Gambar 3 Porsentase Defect pada Body Flute

Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa defect yang paling dominan pada body
flute adalah kizu kenchu handatsuke dengan porsentase terbesar pada bulan November yaitu sebesar
1.78%. Kizu kenchu handatsuke ini disebabkan pada saat pemindahan material terjadi gesekan antar
body flute dan pada mesin terdapat bari atau serbuk besi. Berikut ini grafik porsentase tiap jenis
defect pada foot flute selama bulan Oktober 2013 sampai dengan bulan Desember 2013 :
Porsentase Defect pada Foot Flute

Oktober
1.865%

0.025%
0.060%
0.04%

0.063%
0.036%

November

Desember

2.13%
1.952%

0.19%

Handa Oi Kizu Kenchu Handatsuke Handa Tare

0.513%
0.287%

0.48%
0.150%
0.036%

Handa Tobi

0.21%

Handa Tsuki

0.038%
0.000%

0.07%

Handa Zara

Gambar 4 Porsentase Defect pada Foot Flute

Berdasarkan grafik diatas maka dapat diketahui bahwa defect yang paling dominan pada foot flute
adalah handa tare dengan porsentase terbesar pada bulan Desember yaitu sebesar 2.13%. Handa tare
ini disebabkan bulu kuas yang terlepas pada saat operator menyolder foot flute.
Fault Tree Analysis (FTA)
Analisa penyebab waste yang terjadi pada lini produksi handatsuke flute body dilakukan dengan
menggunakan Fault Tree Analysis. Fault Tree Analysis dibuat berdasarkan hasil observasi dan
diskusi dengan beberapa pihak di lantai produksi. Berikut akan dijabarkan mengenai analisa
penyebab waste.
Analisa Penyebab Waste Defect
Fault Tree Analysis dari waste defect terdapat pada Gambar 6. Berdasarkan pada Gambar 6,
penyebab utama waste defect adalah human error dan tools. Pada faktor human error terdapat 3
penyebab dasar antara lain operator kurang fokus, operator baru dan operator tergesa-gesa agar dapat
memenuhi target produksi. Pada faktor tools terdapat 2 penyebab dasar antara lain alat pembawa

material atau hanger terlalu pendek bagi body flute dan bulu kuas yang digunakan sudah terlalu lama
atau kuas terendam lama pada cairan flux.

defect

Human Error

Pengolesan cairan
flux masih kurang

Pemasangan
material pada alat
drill kurang tepat

Operator
kurang fokus

Operator
kurang fokus

Tools

Pada mesin drill


terdapat bari atau
serbuk besi

Proses perendaman
kurang maksimal

Operator baru

Operator
tergesa-gesa

Mesin zag gosong

Adanya gesekan
antar material saat
dipindahkan

Cairan flux melebar

Bulu kuas terlepas


Penyetingan panas
api kurang tepat

Hanger
pembawa
produkterlalu
pendek

Operator
kurang fokus

Keterangan

Kuas terlalu
lama direndam
pada cairan
flux

: kejadian puncak Top Event


: gerbang kejadian OR
: kegagalan mendasar Basic Event

Gambar 5 Fault Tree Analysis Waste Defect

Analisa Penyebab Waste Waiting


Fault Tree Analysis dari waste waiting terdapat pada Gambar 7. Berdasarkan pada Gambar 7,
penyebab utama waste waiting adalah human error dan methods. Pada faktor human error terjadi
karena operator pada saat mengambil material terlalu lama mengobrol sehingga proses tidak berjalan.
Pada faktor method terjadi karena operator mununggu material yang sedang dipersiapkan oleh bagian
Initial Process 1 (IP1), hal ini terjadi karena wadah material yang akan digunakan baru dikembalikan
pada saat pengambilan tentunya ini menyebabkan terjadinya waste waiting.

Kuas yang
digunakan
sudah lama

Waiting

Human Error

Pekerja terlalu
lama
mengobrol

Methods

Material belum di
persiapkan

Tempat
material telat
di kembalikan

Keterangan
: kejadian puncak Top Event
: gerbang kejadian OR
: kegagalan mendasar Basic Event

Gambar 6 Fault Tree Analysis Waste Waiting

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)


Setelah menentukan penyebab waste dengan menggunakan FTA selanjutnya mengetahui
penyebab waste yang poternsial pada suatu proses dan akibat yang ditimbulkannya pada sistem dapat
menggunakan metode FMEA. Analisis penyebab dan pengaruh kegagalan dirinci pada tabel 6 di
bawah ini ;

Tabel 6 FMEA Lini Produksi Handatsuke Flute Body


No

Deskripsi
Proses

Soldering

Mode
Kegagalan

Potensi Efek Kegagalan


Proses
Peformansi
berikutnya
Produk

Pengolesan cairan flux


kurang

Masih terdapat
celah antar
kenchu dengan
body atau foot

Bulu kuas
melebar/terlepas

Cairan flux
mengotori
bagian yang lain

Pengolesan timah/
cairan flux terlalu
banyak

Cairan flux
mengotori
bagian yang lain

Kenchu bergesekan

Body tergores

Pada mesin terdapat


bari atau serbuk besi

Body atau foot


tergores

Pemasangan material
pada mesin drill kurang
tepat

Body atau foot


tergores

Penyebab Potensial
Kegagalan

Proses Kontrol
Saat ini

RPN

Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses

64

Membuat one point lesson atau


presentasi secara visual dan singkat
yang memberikan penjelasan
dalam satu poin pada proses
soldering

Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses

96

Pergantian kuas secara berkala.

Operator kurang
fokus

Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses

64

Hanger terlalu
pendek

Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses

256

Operator baru

Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses

144

Operator kurang
fokus

Pemeriksaan di
akhir keseluruhan
proses

144

Terkadang
diingatkan oleh
KK/WKK

15

menetapkan waktu maksimal saat


mengambil material

Operator
membawa wadah
sendiri

63

menggunakan tenaga mizusumashi


yaitu operator khusus yang
digunakan untuk mengantar atau
mengambil material

Operator kurang
fokus

Kuas yang
digunakan sudah
lama atau lama
terendam pada
cairan flux

2
Pemindahan
material

Drilling

Menunggu material

proses buffing
tidak bias
dilakukan

Menunggu material

proses buffing
tidak bias
dilakukan

Pengambilan
material

Aksi/Tindakan

Pekerja terlalu lama


mengobrol

Material belum
dipersiapkan karena
tidak ada wadahnya

Membuat one point lesson atau


presentasi secara visual dan singkat
yang memberikan penjelasan
dalam satu poin pada proses
soldering
Tinggi
hanger
atau
alat
pemindahan material antar proses
harus ditinggikan yang semula
tingginya 160 mm menjadi 239,5
mm

Membuat one point lesson atau


presentasi secara visual dan singkat
yang memberikan penjelasan
dalam satu poin pada proses
drilling
Membuat one point lesson atau
presentasi secara visual dan singkat
yang memberikan penjelasan
dalam satu poin pada proses
drilling dan operator yang baru
harus diberi penjelasan mengenai
SOP
(Standart
Operating
Procedure) serta harus dilakukan
pengontrolan oleh KK atau WKK

Dari hasil analisa FMEA pada Tabel 6 diketahui bahwa nilai RPN terbesar pertama sebesar
256 terjadi karena alat pemindahan material atau hanger yang terlalu pendek untuk itu rencana usulan
yang diberikan adalah menambah tinggi hanger. Nilai RPN terbesar kedua sebesar 144 terjadi karena
operator kurang fokus dan operator baru pada proses drilling maka rencana usulan yang diberikan
adalah membuat one point lesson atau presentasi secara visual dan singkat yang memberikan
penjelasan dalam satu poin pada proses drilling dan operator baru harus diberi penjelasan mengenai
SOP (Standart Operating Procedure) serta harus dilakukan pengontrolan oleh KK atau WKK.
Operator kurang fokus dan operator baru yang belum paham dengan SOP menyebabkan body atau
foot tergores. Sedangkan RPN terbesar ketiga sebesar 96 disebabkan oleh kuas yang digunakan untuk
pengolesan sudah lama atau lama terendam pada cairan flux maka rencana usulan perbaikkan adalah
pergantian kuas secara berkala.
SIMPULAN
Hasil identifikasi waste yang paling dominan pada lini produksi handatsuke flute body adalah
defect (26.32%) dan waiting (22.13%). Mapping Tools yang terpilih berdasarkan bobot Value Stream
Analysis Tool (VALSAT) adalah Process Activity Mapping (PAM), Supply Chain Response Matrix
(SCRM) dan Quality Filter Mapping (QFM). Usulan perbaikkan yang menjadi prioritas adalah
menambah tinggi hanger yang semula 160 mm menjadi 239.5 mm kemudian membuat one point
lesson atau presentasi secara visual pada proses drilling dan operator baru harus diberi penjelasan
mengenai SOP (Standart Operating Procedure) serta pergantian kuas secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, V. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi Dengan ISO 9001:2000,
MBNQA dan HACCP. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, V. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Hines, P. dan Rich, N. 1997. The Seven Value Stream Mapping Tools. International Journal of
Operation & Production Management. Vol. 17 Iss: 1 pp. 46-64.
Hines, P. dan Taylor, D. 2000. Going Lean. Lean Interprise Research Centre. Cardiff Business
School.
Kalsaas, B. 2002. Value Stream Maaping An Adequate Method For Going Lean. Departement of
Industrial Economics and Technology Management, Norwegian University of Technology and
Science.
Pandey, M. 2005. Engineering and Sustainable Development: Fault Tree Analysis. Waterlo:
University Waterlo.

Anda mungkin juga menyukai