Pendahuluan
Nyeri merupakan bagian penting di dalam kehidupan manusia. Hampir semua
manusia pernah mengalami nyeri.
Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah
suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman berhubungan
dengan adanya atau potensi kerusakan jaringan, atau yang dinyatakan
demikian.
Pada bulan September 2010, IASP membuat deklarasi Mendapatkan
Penatalaksanaan Nyeri Merupakan Hak Azasi Manusia, yang dijabarkan
sebagai:
Hak setiap orang untuk mendapatkan penatalaksaan nyeri tanpa
diskriminasi
Hak setiap orang yang mengalami nyeri untuk mengetahui kondisi
nyerinya dan mendapatkan kesempatan untuk dikaji dan dikelola
Hak setiap orang untuk mendapatkan pengkajian dan penatalaksanaan
nyeri oleh tenaga kesehatan yang terlatih
Berdasarkan deklarasi ini maka sebagai tenaga kesehatan kita dituntut untuk
mampu melakukan pengkajian dan penatalaksanaan terhadap pasien yang
mengalami nyeri.
Nyeri pada pasien sakit kritis ini dapat bersifat akut maupun kronik.
Selain penyebab nyeri, perlu juga diperhatikan bahwa terdapat faktor-faktor
yang menjadi faktor eksaserbasi nyeri, seperti:
Takut pada lingkungan asing disekitar sehingga berhubungan dengan
ketidakmampuan menolong diri dan kehilangan kendali
Tidak
mampu
mengingat
atau
memngerti
situasi
yang
menyebabkannya di ICU
Cemas dan tidak yakin mengenai dirinya, keluarganya, dan mengenai
keadaan sekarang dan masa depan.
Keadaan sekitar yang memperberat, seperti suara ribut, bunyi alarm
mesin, telpon berdering.
Aktivitas yang terjadi di malam hari, pasien lain sedang masuk atau
dilakukan resusitasi.
Tidak mampu berkomunikasi, bergerak, dan merubah posisinya
Kurang tidur, gangguan pola tidur
Sensasi lain: haus, lapar, dingin, kram, gatal, mual
Kelelahan setelah pembedahan; kelelahan biar pun bedah tanpa
komplikasi biasa terjadi
Bosan dan jenuh
Dampak Nyeri
Nyeri akut akan berdampak pada berbagai sistim organ tubuh.
Sistim kardiovaskular
Takikardia, hipertensi, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer,
peningkatan konsumsi otot jantung, perubahan aliran darah regional, deep
vein thrombosis, emboli paru.
Sistim Respirasi
Penurunan volume paru, atelektasis, penurunan kemampuan batuk dan
membuang sputum, infeksi dan hipoksemia.
Sistim Pencernaan
Penurunan motilitas lambung dan usus, peningkatan risiko perpindahan
bakteri dari dinding usus ke dalam darah.
Sistim Genitourinarius
Retensi urin.
Metabolik dan Neuroendokrin
Peningkatan hormon katabolik seperti hormon pertumbuhan, vasopresin,
aldosteron, renin, dan angiotensin,
Penurunan hormon anabolik seperti insulin, testosteron.
Keadaan katabolik ini akan menyebabkan hiperglikemia, peningkatan
pemecahan protein, keseimbangan nitrogen yang negatif dan menyebabkan
gangguan penyembuhan luka dan pengurangan massa otot.
Muskuloskeletal
Spasme otot, imobilitas (meningkatkan risiko deep vein thrombosis),
berkurangnya massa otot sehingga memperlambat proses penyembuhan.
Psikis
Kecemasan, ketakutan, perlu dibandtu, gangguan tidur, meningkatnya rasa
nyeri.
Sistim Saraf
Nyeri kronik (persisten) karena sensitisasi nyeri.
pengukuran nyeri pada pasien sakit kritis adalah Behavioural Pain Scale
(BPS) dan Critically Ill Pain Observation Tools (CPOT).
BPS
Variabel
Ekspresi wajah
Lengan
Kesesuaian
ventilator
Deskripsi
Tenang
Sedikit tegang (alis mata turun)
Sangat tegang (mata tertutup rapat)
Meringis
Tidak bergerak
Ditekuk sebagian
Ditekuk dengan fleksi jari
Retraksi secara permanen
dengan Toleransi baik walau digerakan
Batuk bila digerakkan
Melawan ventilator
Tidak dapat menyesuaikan dengan
ventilator
Nilai
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
4
CPOT
Indikator
Ekspresi wajah
Gerakan tubuh
Penyesuaian terhadap
ventilator
(pasien
dengan ETT),
Atau
Vokalisasi
tanpa ETT)
Nilai
Biasa
Tegang
Meringis
(pasien
0
1
2
Jumlah
Deskripsi
Tak ada tegangan otot
Dahi berkerut, penurunan alis, mata melotot
Tampilan wajah di atas dengan mata
tertutup kencang
Tidak bergerak sama sekali (tak berarti
tanpa nyeri) atau posisi normal
Anuria.
Berbagai sumber nyeri.
Tujuan terapi nyeri adalah membuat pasien bebas dari rasa nyeri, kooperatif
sehingga penatalaksanaan secara umum terhadap kondisi sakit kritis dapat
dilakukan dengan lebih baik.
Pemberian obat-obatan idealnya melalui intravena, baik secara intermiten
maupun secara kontinu. Saluran cerna sering kali terganggu sehingga
absorpsinya tidak dapat diperkirakan. Pemberian obat melalui rektal
(supositoria) dapat dilakukan namun memiliki kendala pada kondisi sakit
tertentu.
Pilihan Analgesia pada Pasien di ICU
Parasetamol/asetaminofen
OPIOID (lebih dianjurkan pemberian secara kontinu dengan dosis
titrasi)
Antiinflamasi non steroid (sulit untuk mendapatkan kondisi yang ideal
untuk pemberian NSAID)!
Blok saraf seperti blok tunggal pada saraf tertentu atau blok epidural
Petunjuk Penting bagi Penatalaksanaan Pasien di ICU
Bicara ada pasien dengan menyebutkan nama
Anjurkan pengunjung untuk bicara secara baik pada pasien.
Lebih banyak disampaikan hal-hal positif yang membuat pasien lebih
bersemangat, seperti menyatakan kondisinya sudah menjadi lebih baik
dst.
Akan lebih baik bila mengurangi sedapat mungkin hal-hal yang bisa
membuat pasien merasa tidak nyaman
Kejadian buruk di ICU biasanya dapat dicegah hanya dengan
komunikasi yang baik
Perlu selalu diingat bahwa yang penting adalah bukan apa yang
dikatakan tetapi bagaimana cara mengatakannya.
Petunjuk Penting Mengenai Penatalaksanaan Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dalam interval yang teratur
Pengkjaian nyeri yang teratur akan memperbaiki keluaran dan
mengurangi biaya
Segera stabilisasi patah tulang
Nyeri saat berberak akan lebih tinggi daripada saat diam
Berikan analgesia sebelum tindakan yang akan menyebabkan nyeri
Berikan dosis bolus opioid sebelum diberikan secara kontinu
Penggunaan analgesia multimodal akan menurunkan kebutuhan opioid
sehingga mengurangi efek samping yang ditimbulkannya
Menjadi adiktif terhadap opioid lebih baik ketimbang tidak dapat
terselamatkan nyawanya
Lebih berbahaya dosis analgesia yang kurang daripada dosis berlebih