BAGIAN I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah, terutama
menjelang diterapkannya pasar bebas dan berlakunya ISO 14000. Peraturan-peraturan
tentang masalah ini telah banyak dikeluarkan Pemerintah maupun DPR, tetapi
agaknya di lapangan banyak mengalami hambatan-hambatan. Bahwa penanganan
limbah merupakan suatu keharusan guna terjaganya kesehatan manus dan lingkungan
pada umumnya, sudah tidak diragukan lagi. Namun pengadaan sarana pengolahan
limbah ternyata masih dianggap memberatkan bagi sebagian industri maupun instansi.
Keanekaragaman jenis limbah akan tergantung pada aktivitas industri dan penghasil
limbah lainnya. Mulai dari penggunaan bahan baku, pemilihan proses produksi dan
sebagainya akan mempengaruhi karakter limbah yang tidak terlepas dari proses
industri itu sendiri, seperti yang terlihat dalam Gambar 1.1 sebagai berikut:
Bahan baku
sekunder:
energi, fluida,
dll
Bahan baku
primer
Proses
produksi
Produk
Bahan
terbuang
Pemakai
Bahan
terbuang
Pendahuluan
I-1
toksik), bahkan juga berasal dari kegiatan rumah tangga (misalnya penggunaan baterai
merkuri dan campuran antara pembersih toilet dengan pemutih cucian yang
menghasilkan gas chlor). Dan pada kenyataannya, sebagian besar limbah B-3 memang
berasal dari kegiatan industri dan harus ditangani secara khusus.
Penemuan minyak (petroleum) pada pertengahan tahun 1880 menyebabkan
meningkatnya produk kimia organik disertai limbahnya. Hal ini terus berkembang
dengan keluarnya produk-produk baru yang akhirnya menghasilkan limbah yang
spesifik. Penanganan limbah yang kurang tepat merupakan penyebab utama timbulnya
masalah terhadap kesehatan dan lingkungan akibat limbah tersebut. Dan pengalaman
negara industri dengan masalah limbah B-3nya hendaknya memberikan masukan bagi
pengambil keputusan atau pihak-pihak terkait di Indonesia untuk tidak menyebabkan
kasus-kasus yang yang terjadi di negara industri terulang lagi di negara kita.
1.2. Kasus-Kasus Limbah B-3
Revolusi industri dan penggunaan bahan kimia organik yang terus meningkat setelah
Perang Dunia II, bukan saja mengakibatkan kenaikan timbulan limbah secara
dramatis, namun juga menyangkut masalah toksisitas dari limbah tersebut. Akibat dari
limbah tersebut adalah kontaminasi sumber-sumber air dan terganggunya kesehatan
masyarakat serta penurunan kualitas ekologis manusia apalagi jika penanganan
limbahnya kurang tepat. Disamping itu masalah penangan limbah B-3 ini juga sering
dijadikan obyek bisnis yang tidak terpuji, seperti pembuangan limbah B-3 negara
maju ke negara berkembang untuk menekan biaya pengolahan.
Berikut ini akan diberikan ilustrasi berbagai kasus yang menyangkut limbah B-3 dari
negara industri, yang jelas lebih maju dari Indonesia baik dari segi teknologi maupun
peraturan perundang-undangannya dan kesiapan masyarakatnya.
1.2.1. Kasus Minamata (Jepang)
Pada tahun 1932, Chisso Chemical Corporation membuka pabrik pupuk kimia di
Minamata (di Pulau Kyushu, Jepang Selatan). Penduduk sekitarnya adalah petani dan
Pendahuluan
I -2
Pendahuluan
I -3
yang bervariasi dan bersifat karsinogenik (penyebab agen kanker). Dan Seveso
terletak di Italia Utara.
Pada akhir tahun 1960-an, industri farmasi Swiss, Hoffman La Roche memilih Seveso
sebagai lokasi pabriknya. Pabrik ini dibangun dan dioperasikan oleh Industrie
Chemiche Meda Societe Aromia (ICMESA), guna memproduksi 2,4,5-tricholophenol
untuk desinfektan, kosmetik dan herbisida. Pabrik ini menghasilkan asap yang berbau,
tetapi penduduknya agaknya sudah terbiasa. Kecelakaan terjadi pada tanggal 10 Juli
1976, ketika reaktor yang dipanaskan retak pada katup pengamannya dan reaksi kimia
yang menghasilkan 2,3,7,8-TCDD terbuang ke udara membentuk kabut melewati
ribuan hektar sekitar pabrik. Kemudian daerah sekitar ini dibagi menjadi 2 area
bahaya. Area A penduduknya dievakuasi dan dilarang menggunakan barangbarangnya. Ibu-ibu yang hamil dianjurkan menggugurkan kandungan dan prianya
dikhawatirkan mengalami kerusakan pada fungsi genetiknya. Daun-daun pohon di
sekitarnya rontok dan binatang-binatang seperti terpanggang. Akhirnya pembersihan
daerah terkontaminan dilakukan.
Dari 2 teknik yang ditawarkan pemerintah Italia yaitu teknik insinerasi dan landfilling,
penduduk Saveso memilih teknik landfilling. Landfilling dilakukan dalam 2 lubang
yang diproteksi dengan bentonite dan polyethylene. Pohon-pohon terkontaminasi
ditebang dan tanah terkontaminasi dikupas sedalam 5 cm. Kemudian daerah tersebut
dijadikan taman. Pekerjaan ini membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun.
Kasus ini ternyata tidak selesai di sini, karena sekitar 41 drum limbah dari Saveso
dikirim keluar Italia dengan spesifikasi yang tidak jelas. Drum tersebut berlabel
bahan hidrikarbon aromatis dan tidak ditulis dioxin, sedang asalnya ditulis dari
Meda, bukan dari Saveso. Informasi yang didapat menyatakan bahwa drum akan
diangkut ke Inggris untuk diinsinerasi, ke Jerman Timur untuk ditimbun di lahan urug
industri dan ke Jerman Barat untuk ditimbun di bekas tambang. Dan kenyataan tidak
satupun yang sampai. Akhirnya setelah dilakukan pencarian, sembilan bulan
kemudian baru diketemukan yaitu disembunyikan di suatu area pejagalan hewan di
Prancis.
Untuk
Pendahuluan
itu
piha
Hoffman
La
Roche
harus
bertanggung
jawab
I -4
mengeluarkannya dari Prancis dan mengolahnya. Berangkat dari kasus ini, masyarakat
Eropa sadar akan pentingnya peraturan yang ketat tentang pengelolaan limbah B-3.
1.2.3. Kasus Site Stringfellow di California (USA)
Site Stringfellow di Glen Avon (California-USA) telah digunakan untuk menimbun
limbah cair B-3 dari tahun 1956 sampai tahun 1972. Selama itu sekitar 30 juta galon
limbah cair B-3 telah ditimbun. Studi geologi sebelumnya menyimpulkan bahwa
lahan tersebut berada di atas bedrock yang impermeabel, dan dengan membuat
pengalang beton di hilirnya, maka tidak akan terjadi pencemaran air tanah. Ternyata
evaluasi berikutnya menyatakan bahwa lahan itu sebetulnya tidak cocok untuk limbah
cair B-3 dan terjadilah pencemaran air tanah. Lahan ini juga berlokasi di atas akuifer
Chino Basin yang merupakan sumber air minum bagi sekitar 500.000 penduduk.
Interpretasi hasil analisis air tanah pada tahun 1972 ternyata juga salah, dengan
menganggap bahwa pencemaran air tanah yang terjadi berasal dari limpasan air
permukaan bukan dari lahan tersebut. Hasil interpretasi yang salah juga dilakukan
oleh sebuah konsultan pada tahun 1977.
Prakiraan biaya untuk menyingkirkan dan mengolah seluruh cairan dan tanah yang
terkontaminasi sekitar 3,4 juta US$, setelah dihitung ulang ternyata meningkat 4 kali
lipat. Akhirnya pemerintah USA memilih cara yang lebih murah, yaitu:
menyingkirkan cairan yang terkontaminasi ke lahan lain,
menetralisir tanah terkontaminasi dengan abu semen klin,
menempatkan lapisan clay untuk mengisolasi,
membangun sumur-sumur pemantau.
Akhirnya sekitar 800.000 galon air tercemar dialirkan ke area di hilirnya, dan 4 juta
galon dialirkan ke landfilling West Covina, namun ternyata site inipun juga bocor dan
akhirnya ditutup. Landfill lain, Casmalia Resources juga menerima sekitar 70.000
gal/hari dari Stringfellow, tetapi oleh EPA dianggap belum dimonitor secara benar.
Kasus ini memberikan gambaran tentang:
interpretasi yang tidak akurat dari sebuah site
Pendahuluan
I -5
Pendahuluan
I -6