Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medik Isolasi Sosial
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang
aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak ada didefinisikan sebagai penyakit
tersendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang
mencakup banyak jenis dengan berbagai gejala seperti halnya jenis kanker.
(Videbeck, 2008)
Salah satu jenis skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Skizofrenia
hebefrenik disebut juga disorganized type atau kacau balau yang ditandai
dengan gejala-gejala seperti inkoherensi, alam perasaan, perilaku atau tertawa seperti
anak-anak, waham tidak jelas, halusinasi, serta perilaku aneh. (Hawari, 2006).
Menarik diri merupakan salah satu gejala negatif dari skizofrenia dan juga
merupakan salah satu tanda dan gejala dari isolasi sosial. Dari uraian diatas
penulis akan menjelaskan tentang konsep isolasi sosial.
1.

Pengertian Isolasi Sosial


Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan
orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan
dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri,

tidak ada perhatian, dan tidak sanggup membagi pengamatan dengan orang
lain. (Balitbang, dalam Fitria, 2010)
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Keliat dan Akemat, 2009)
Selain itu isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain
yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman. (Yosep, 2009)
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial
merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran
sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang
mengalami

kerusakan

interaksi

sosial

mengalami

kesulitan

dalam

berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku


menarik diri.
2.

Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Proses terjadinya masalah dapat gambarkan dalam bentuk skema 2.1
dibawah ini: Skema 2.1 Model adaptasi stres. (Stuart dan Laraia, 2005)
a. Faktor Predisposisi
Menurut Fitria (2009) ada empat faktor predisposisi yang menyebabkan
Isolasi Sosial, diantaranya:
6

1. Faktor Tumbuh Kembang


Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan sosial. Bila tugas perkembangan tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat
menimbulkan masalah sosial. Dibawah ini akan dijelaskan tahap
perkembangan serta tugas perkembangan, lihat tabel 2.1 dibawah ini:
Tahap
Perkembangan

Tugas

Masa Bayi

Menetapkan rasa percaya.


Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
Masa Bermain
mandiri
Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab,
Masa Prasekolah
dan hati nurani
Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
Masa Sekolah
berkompromi
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
Masa Praremaja
jenis kelamin
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
Masa
Dewasa
teman, mencari pasangan, menikah, dan mempunyai
Muda
anak
Masa
Tengah Belajar menerima hasilkehidupan yang sudah
Baya
dilalui
Masa
Dewasa Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
Tua
perasaan keterkaitan dengan budaya

2. Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan
suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga
di mana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti lanjut
7

usia, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari


lingkungan sosialnya.
3. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak,
misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam
hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti
atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel sel dalam limbik
dan daerah kortikal.
4. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang
termasuk dalam masalah berkomunikasi sehingga menimbulkan
ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersama atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
b. Faktor Presipitasi (pencetus)
Menurut Stuart (2007) faktor presipitasi atau stresor pencetus pada
umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres seperti
kehilangan, yang memenuhi kemampuan individu berhubungan dengan

orang

lain

dan

menyebabkan

ansietas.

Faktor

pencetus

dapat

dikelompokkan dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:


1. Stresor Sosiokultural. Stress dapat ditimbulkan oleh menurunnya
stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti.
2. Stresor Psikologi. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan.
c. Penilaian Terhadap Stressor
Rasa sedih karena suatu kehilangan atau beberapa kehilangan
dapat sangat besar sehingga individu tidak tidak mau menghadapi
kehilangan dimasa depan, bukan mengambil resiko mengalami lebih
banyak kesedihan. Respon ini lebih mungkin terjadi jika individu
mengalami kesulitan dalam tugas perkembangan yang berkaitan dengan
hubungan. (Stuart, 2007).
d. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007) sumber koping yang berhubungan dengan respon
sosial maladaptif adalah sebagai berikut :
1. Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
2. Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan
perhatian pada hewan peliharaan.
3. Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal
(misalnya: kesenian, musik, atau tulisan)
e. Mekanisme Koping

Menurut Stuart (2007) individu yang mengalami respon sosial maladaptif


menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi
ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah
hubungan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial
a. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosi kepada orang lain karena kesalahan sendiri.
(Rasmun, 2004)
b. Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk. (Rasmun,
2004)
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
a. Splitting
b. Formasi reaksi
c. Proyeksi
d. Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari
lingkungan dan orang lain. (Rasmun, 2004)
e. Idealisasi orang lain
f. Merendahkan orang lain
g. Identifikasi proyeksi
f. Rentang Respon
Bagan rentang respon pada pasien dengan isolasi sosial dapat dilihat pada
skema 2.2 dibawah ini:
10

Berdasarkan bagan diatas respon sosial pada pasien dengan isolasi sosial
dibagi menjadi respon adaptif dan respon maladaptif :
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh normanorma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Menurut
Fitria (2009) yang termasuk respon adaptif adalah sebagai berikut:
a. Menyendiri, merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yang telah terjadi dilingkungan sosialnya.
b. Otonomi, merupakan kemampuan individu untuk menentukan dab
menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama, merupakan kemampuan individu yang saling
membutuhkan orang lain.
d. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang
lain dalam membina hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaptif
3. Respon yang diberikan individu menyimpang dari norma sosial. Yang
termasuk kedalam rentang respon maladaptif adalah sebagai berikut:
a. Menarik Diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan
secara terbuka dengan orang lain.
b. Ketergantungan
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain.
11

c. Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu
sehingga tidak dapat menerima hubungan sosial secara mendalam.
d. Curiga
Seseorang gagal dalam mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
B. Penatalaksanaan Isolasi sosial
Penatalaksanaan asuhan keperawatn pada pasien isolasi sosial terdiri dari
penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan medis
1. Penatalasanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial meliputi
metode pendekatan proses keperawatan dan terapi modalitas.
1.1. Metode Pendekatan Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan
yang sistematis dan rasional. (Kozier dalam Nurjannah, 2004, hlm. 29)
Menurut Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah (2004, hlm. 30). Enam fase
atau langkah dari proses keperawatan tersebut meliputi pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, engidentifikasian outcame, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
12

meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. (Nurjannah,


2004).
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber
koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. (Stuart dan Sundeen
dalam Nurjannah, 2004).
Menurut Keliat (2010) untuk melakukan pengkajian pada pasien dengan
isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.
a. Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai
berikut:
1. Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan
meminta untuk sendirian.
3. Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
4. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5. Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
6. Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
7. Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
b. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi wajah kurang berseri
2. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
3. Mengisolasi diri
4. Tidak ada/kurang kontak mata
13

5. Aktivitas menurun
6. Asupan makanan dan minuman terganggu
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
8. Tampak sedih, afek tumpul

2. Pohon Masalah
Skema pohon masalah isolasi sosial adalah sebagai berikut:

Skema 2.3 Pohon masalah isolasi sosial (Fitria, 2009)


3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian
yang interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan
implementasi dan evaluasi. (NANDA, 2011)

14

a. Diagnosa utama : Isolasi sosial


b. Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat (2006 )
adalah sebagi berikut:
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
3. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
4. Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik
5. Defisit perawatan diri
6. Ketidakefektifan koping keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat
pasien dirumah.
7. Gangguan pemeliharaan kesehatan
c. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut:
1.

Isolasi sosial

2.

Harga diri rendah kronis

3.

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

4.

Koping individu tidak efektif

5.

Koping keluarga tidak efektif

6.

Malas beraktivitas

7.

Defisit perawatan diri

8.

Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

15

4. Rencana Asuhan Keperawatan


Perencanaan adalah kategori dari perilaku kesehatan dimana memiliki
tujuan yang berpusat pada pasien dari hasil yang dapat diperkirakan dan
ditetapkan, intervensi keperawatan dipilih untuk tujuan tersebut (Potter &
Perry, 2005, hlm. 180). Menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99)
intervensi keperawatan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah:
a. Tujuan
1. Pasien dapat membina hubungan saling percaya
2. Pasien dapat menyadari penyebab interaksi sosial
3. Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
4. Pasien menunjukkan keterlibatan sosial
b. Intervensi Keperawatan untuk Pasien
Intervensi keperawatan untuk pasien menurut Keliat dan Akemat (2010)
adalah sebagai berikut:
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Membantu pasien untuk mengenal penyebab isolasi sosial, yaitu dengan
cara:
a. Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
b. Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
3. Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain
dengan cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.

16

4. Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang


lain, yaitu dengan cara:
a. Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
b. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
5. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap,
yaitu dengan cara:
a. Memberikan kesempatan pasien memperhatikan cara berinteraksi
dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat.
b. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (perawat, pasien
atau keluarga).
c. Jika pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga atau empat orang dan seterusnya.
d. Berilah pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
e. Motivasi pasien untuk terus berinteraksi dengan orang lain dan
tingkatkan jadwal aktivitas pasien secara bertahap.
c. Intervensi Keperawatan untuk Keluarga
Intervensi keperawatan keluarga menurut Keliat & Akemat (2010) adalah
sebagai berikut:
1. Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Jelaskan tentang masalah isolasi sosial dan dampaknya, penyebab
isolasi sosial, cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
17

3. Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial.


4. Bantu keluarga mempraktekan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan masalah yang dihadapi.
5. Susun rencana pulang bersama keluarga.
6. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendy, dalam
Nurjannah, 2004). Menurut Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah (2004)
menyebutkan beberapa kondisi dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat
melakukan implementasi keerawatan:
a. Kondisi perawat: memiliki pengalaman klinik, pengetahuan tentang riset,
responsif dan tindakan mempunyai dimensi perawatan.
b. Perilaku

perawat:

mengimlementasikan

mempertimbangkan
aktifitas

perawatan,

sumber

yang

tersedia,

memunculkan

alternatif,

berkoordinasikan dengan petugas kesehatan yang lain


7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
(Kurniawati, dalam Nurjannah 2004, hlm. 64). Menurut Stuart (2007, hlm. 283)
ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan perawat dalam mengevaluasi
pasien yang mengalami respon sosial diantaranya:
1. Apakah pasien menjadi kurang impulsif, manipulatif, atau narsisistik?
18

2. Apakah pasien mengekspresikan kepuasan dengan kualitas hubungan


interopersonalnya?
3. Dapatkah pasien berperan serta dalam hubungan interpersonal yang akrab?
4. Dapatkah pasien menggunakan kesadarannya tentang perubahan perilaku
yang positif?
1.2. Terapi Modalitas
Suatu kegiatan yang diberikan kepada seseorang secara teraupetik sehingga
dapat mempercepat proses penyembuhan pasien.
a. Terapi Individual
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara berpikir dan
perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan
klien. Individu biasanya mencari terapi jenis ini dengan tujuan memahami
diri dan perilaku mereka sendiri, membuat perubahan personal,
memperbaiki hubungan iterpersonal, atau berusaha lepas dari rasa sakit hati
atau ketidakbahagiaan. (Videbeck, 2008, hlm. 69)
b. Terapi Keluarga
c. Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan
pasien dan anggota keluarganya. Tujuannya adalah memahami bagaimana
dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi
kekuatan dan sumber fungsional keluarga, merestrukturi gaya perilaku
keluarga yang maladaptif, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga. (Steinglass, dalam Videbeck, 2008, hlm. 70)
19

d. Terapi Kelompok
e. Terapi aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi (TAKS) adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. Tujuannya agar meningkatkan hubungan sosial dalam
kelompok secara bertahap. (Keliat dan Akemat, 2004, hlm. 16)
f. Terapi Lingkungan
g. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulasi psikologis seseorang yang
akan berdampak pada kesembuhan. (Yosep, 2009, hlm. 325)
1.3. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk pasien dengan gangguan jiwa dibagi
berdasarkan dua metode, yaitu sebagai berikut:
a. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial adalah
sebagai berikut:
1. Terapi Psikofarmaka
2. Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan
fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan
atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,2006, hlm.
96). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua
golongan (Hawari, 2006, hlm. 97-99) yaitu antipsikotik tipikal
(Klorpromazim, Trifluferazin, Haloperidol) dan antipsikotik atipikal
(Klozapin, Risperidon). Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja
dengan memblokir reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal
20

maupun limbik di otak dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor


dopamin dan serotonin selektif yang menghambat sistem limbik.
Memberikan efek antipsikotik (gejala positif) dan mengurangi gejala
negatif.
3. Menurut Doenges (2007) prosedur diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi fungsi otak pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai
berikut:
a. Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu

dengan

gejala

negatif

seringkali

menunjukkan

abnormalitas struktur otak dalam sebuah hasil CT scan.


(Townsend, 2003, hlm. 318)
b. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.
c. Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa,
aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.
4. Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan
ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12
kali pengobatan. (Townsend, 2003)
b. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2006) ada beberapa terapi untuk pasien skizofrenia,
diantaranya adalah sebagai berikut:
21

1. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila
penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. (Hawari, 2006)
2. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. (Hawari,
2006)
3. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai
manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih
cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat
teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi
keagamaan yang dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan
seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab
suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2006)

22

Anda mungkin juga menyukai