Nama
: ANSELMA IVANAWATI
NIM
: 13 / 349222 / FA / 09677
No. Kursi : 10
Kelas
:C
Dosen
Judul Buku
Penyusun
Penyunting
Penerbit
: Konsil Kedokteran Indonesia, Jalan Hang Jebat III Blok F3, Jakarta Selatan
B. RANGKUMAN
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti
betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran atau informasi. Untuk dapat sampai tahap
tersebut diperlukan berbagai pemahaman seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan, tulisan
/ verbal, non-verbal), menjadi pendengar yang baik (active listener), adanya penghambat
proses komunikasi (noise), pemilihan alat penyampai pikiran atau informasi yang tepat
(channel) dan mengenal mengekspresikan perasaaan dan emosi.
3
Selanjutnya definisi tersebut menjadi dasar model proses komunikasi seperti yang
digambarkan oleh Schermerhorn, Hunt dan Osborn (1994) sebagai berikut.
Sends
Messages
RECEIVER
CHANNEL
SOURCE
Receives
FEEDBACK
NOISE
Dalam hubungan dokter pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai
sumber atau pengirim pesan secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan menyampaikan
keluhan yang dirasakan, sementara dokter sebagai pengirim pesan berperan menyampaikan
penyakit, penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, serta efek samping obat yang
digunakan. Selain itu, peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak
terjadi salah persepsi.
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua
belah pihak, yaitu antara dokter dan pasien. Dalam pemberian pelayanan medis, adanya
komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang diharapkan
sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien
berdasarkan kebutuhan pasien. Namun, disadari bahwa dokter di Indonesia belum disiapkan
untuk melakukannya. Dalam kurikulum kedokteran, membangun komunikasi efektif belum
menjadi prioritas. Maka dari itu, perlu dibuatnya pedoman (guidance) untuk dokter guna
memudahkan komunikasi dengan pasien.
Cara menciptakan komunikasi efektif antara dokter dengan pasien dapat dilakukan
dengan bersikap professional. Sikap professional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter
berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugastugasnya sesuai peran dan fungsinya, mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu,
pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan
mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi
kesehatan yang lain (dealing with others). Sikap professional ini hendaknya dijalin terusmenerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung dan di akhir konsultasi.
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien :
-
Memperhatikan sikap non verbal pasien (raut wajah / mimik, bahasa tubuh).
Jika pasien marah, menangis, takut dan sebagainya, maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua sesi yang penting yaitu sesi
pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat proses anamnesis dan sesi penyampaian
informasi. Tanpa penggalian informasi yang akurat, dokter dapat terjerumus ke dalam sesi
penyampaian informasi (termasuk nasihat, sugesti atau motivasi dan konseling) secara
prematur. Akibatnya pasien tidak melakukan sesuai anjuran dokter.
Dalam dunia kedokteran, model proses komunikasi pada sesi penggalian informasi
yang telah dikembangkan oleh Van Dalen (2005) dan digambarkan dalam sebuah model yang
sangat sederhana dan aplikatif.
3
1
2
Kotak 1
: Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi kedua
belah pihak.
Sesi penggalian informasi terdiri dari :
1. Mengenali alasan kedatangan pasien, dimana belum tentu keluhan utama secara medis
(Silverman, 1998). Pasien menceritakan keluhan atau apa yang dirasakan sesuai sudut
pandangnya. Sesi ini akan berhasil jika dokter mampu menjadi pendengar yang aktif
(active listener).
2. Penggalian riwayat penyakit (Van Thiel, 2000)
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaan
pertanyaan terbuka dahulu, lalu diikuti pertanyaan tertutup yang membutuhkan
jawaban ya atau tidak.
Setelah sesi sebelumnya dilakukan dengan akurat, maka dokter sampai pada sesi
penyampaian informasi. Ada 6 hal yang penting yang perlu diperhatikan agar sesi
penyampaian informasi bisa berjalan dengan lancar yaitu sebagai berikut.
6
1. Materi informasi apa yang disampaikan (diagnosis, kondisi pasien, pilihan tindakan
medis untuk tujuan media);
2. Siapa yang diberi informasi;
3. Berapa banyak atau sejauh mana :
a. Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu untuk
disampaikan dengan memperhatikan kesiapan mental pasien.
b. Untuk keluarga : sebanyak pasien / keluarga kehendaki dan sebanyak yang dokter
perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
4. Kapan menyampaikan informasi;
5. Di mana menyampaikannya (di ruang praktik dokter, di bangsal, di ruang diskusi atau
di tempat lain yang pantas atas tujuan besama pasien / keluarga dan dokter);
6. Bagaimana menyampaikannya. Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara
langsung, tidak melalui telepon, pos, faksimile atau sms.
Selain itu, ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi
yaitu SAJI.
S : Salam
A : Ajak Bicara Usahakan komunikasi secara dua arah. Jangan berbicara sendiri.
J : Jelaskan Berikan penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya.
Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit,
terapi atau apapun secara jelas dan detail.
I : Ingatkan Mengingatkan hal yang penting dan koreksi persepsi yang keliru.
Pada kode etik kedokteran secara tersirat tidak tercantum etika berkomunikasi. Secara
tersurat dikatakan setiap dokter dituntut melakukan profesinya sesuai standar profesi yang
tertinggi atau menjalankannya secara optimal. Pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran pasal 35 disebutkan kompetensi dalam praktik kedokteran antara
lain dalam hal kemampuan mewawancarai pasien. Peraturan yang mengatur tentang tanggung
jawab etik dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah
pedoman perilaku dokter. Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 434 / Menkes / SK / X / 1983. Kode Etik Kedokteran
7
Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum seorang
dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan
kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
Selain itu, persetujuan tindakan kedokteran harus sesuai dengan hukum. Hal ini diatur
dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, paragraf 2,
pasal 45. Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat penting
dan wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang dilakukan dokter dalam
pengobatan pasiennya. Hal ini sudah diatur dalam undang-undang tersebut.
Dalam upaya menegakkan diagnosis atau melaksanakan terapi, dokter biasanya
melakukan suatu tindakan medik. Tindakan medik tersebut adakalanya ata sering dirasa tidak
menyenangkan. Secara material, suatu tindakan medik itu sifatnaya tidak bertentangan
dengan hukum jika memenuhi syarat sebagai berikut.
-
C. KESIMPULAN
Aspek yang cukup dominan mempengaruhi keputusan pasien dalam berobat ke dokter
adalah komunikasi. Sikap dokter dalam berkomunikasi dengan pasien dapat menimbulkan
kesimpulan yang akan mempengaruhi pasien. Dokter perlu memiliki kemampuan untuk
menggali dan bertukar informasi secara verbal dan non verbal dengan pasien pada semua
usia. Jika tidak berhati-hati dalam melakukan komunikasi, dokter bisa berhadapan dengan
sanksi atau ancaman hukuman dianggap melakukan pelanggaran. Undang Undang Nomor
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan
komunikasi dokter pasien. Keterampilan berkomunikasi berlandaskan empat unsur yang
merupakan inti komunikasi yaitu sumber, isi pesan, media yang digunakan dan penerima.
Komunikasi yang tidak efektif dapat menimbulkan masalah dalam hubungan dokterpasien, di antaranya adalah tuduhan malaprkatik. Maka dari itu, komunikasi efektif antara
dokter pasien merupakan salah satu aspek penting yang harus dikuasai oleh seorang dokter.