DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi
ii
Daftar Gambar
iii
BAB I
Pendahuluan
BAB II
11
11
20
21
22
24
26
32
34
35
36
36
37
38
BAB V
Rangkuman
46
BAB VI
Evaluasi
48
BAB III
BAB IV
Daftar Pustaka
32
49
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
13
Gambar 4
15
Gambar 5
16
Gambar 6
17
Gambar 7
33
Gambar 8
34
Gambar 9
42
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Alam semesta terbentuk dari objek dan interaksinya yang menimbulkan
fenomena. Fenomena tersebut tidak terkotak-kotak seperti disiplin ilmu-ilmu
dasar maupun terapan. Hanya keterbatasan kompetensi manusialah yang
menyebabkan ilmu mengenai alam terkotak-kotak dalam berbagai disiplin ilmu.
Upaya untuk memadukan berbagai disiplin ilmu dalam satu ilmu merupakan
upaya yang tidak mungkin. Setiap orang akan berada dalam disiplin ilmu yang
ditekuninya. Walaupun satu fenomena alam dapat ditinjau dari berbagai konsep
dari disiplin ilmu yang berbeda, tetapi peninjauan itu hanya dapat dilakukan oleh
beberapa pakar yang masing-masing menggunakan konsep-konsep dari disiplin
ilmu yang dikuasainya.
Berdasarkan uraian tersebut, keterpaduan konsep-konsep IPA hanya dapat
dilakukan dari segi objek yang akan dipelajari siswa dan penerapannya pada objek
yang sama, sedangkan pada saat siswa mempelajari konsep-konsepnya dilakukan
secara terpisah pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, untuk IPA terpadu
pembelajaran harus diorientasikan pada kegiatan siswa mempelajari objek dan
fenomena alam, bukan diorientasikan pada kegiatan siswa mempelajari konsepkonsepnya.
Disamping itu, perlu diperhatikan bahwa konsep-konsep IPA hanya akan
dipahami siswa jika objek dan fenomena untuk konsep-konsep itu dipahami,
siswa tidak mungkin memahami konsep-konsep IPA jika tidak memahami objek
dan fenomena dari mana konsep itu berasal. Oleh karena itu, pembelajaran yang
diorientasikan pada fenomena lebih
Walapun
BAB II
IPA TERPADU DAN PEMBELAJARANNYA
2.1. IPA dan Manfaatnya
Teknologi
Membuat
Konstruksi/Alat
Digunakan
Digunakan
Alam
Menjelaskan
IPA
Dasar
Mengendalikan
Digunakan
IPA
Terapan
Ilmu dalam bidang IPA dan pemanfaatannya dapat kita bedakan dalam
IPA dasar atau murni, IPA terapan, dan teknologi. IPA dasar, IPA terapan, dan
teknologi mengkaji bahan pokok yang sama, yaitu alam. Perbedaan ketiganya
terletak pada aspek yang dikajinya. Menurut Amor et al. (1988) ilmuwan IPA
dasar mencoba untuk memahami bagaimana alam bekerja. Sedangkan ilmuwan
IPA terapan mencoba mencari cara untuk mengendalikan bagaimana alam
bekerja. Ahli teknologi memanfaatkan penemuan IPA dasar dan IPA terapan
untuk membuat alat guna mengendalikan cara alam bekerja. Menurut White &
Frederiksen (2000) IPA dapat dipandang sebagai proses untuk membentuk
hukum, model, dan teori yang memungkinkan orang untuk memprediksi,
menjelaskan, dan mengendalikan tingkah laku alam.
Konsep-konsep IPA dasar terbentuk dari keingintahuan mengenai sesuatu
yang belum diketahui orang, keingintahuan itu menuntun ke arah mencari prinsip
atau teori yang dapat diperoleh dari hasil pengkajian, yaitu melalui percobaan.
Percobaan ini merupakan pengkajian yang tidak bermaksud untuk mencari kondisi
teknologi) dan ada yang terdapat di lingkungan. Alat-alat dibuat dari bahan-bahan
alam dari jenis dan kondisi yang sama serta digunakan pada kondisi dan situasi
lingkungan yang relatif sama, sehingga proses dan hasil pengendalian alamnya
pun relatif sama. Dengan demikian prinsip-prinsip IPA terapan dalam teknologi
dapat digunakan relatif tepat sama untuk setiap alat yang sama. Jika dalam
beberapa alat tidak ada variasi alam, karena dapat dibuat sama, di lingkungan
banyak variasi alam yang tidak dapat dihindarkan. Akibatnya prinsip-prinsip IPA
terapan yang digunakan di lingkungan pada suatu tempat dan waktu tertentu tidak
begitu dapat digunakan pada tempat dan waktu yang berbeda. Dengan demikian
pengendalian alam di lingkungan lebih bervariasi, karena prinsip-prinsipnya perlu
diuji pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Walaupun prinsip-prinsip IPA
terapan yang diperlukan untuk pengendalian alam itu sudah diuji melalui
penelitian, tidak berarti bahwa prinsip-prinsip IPA terapan dapat diterapkan secara
langsung dengan tepat di tempat dan waktu yang berbeda, karena variasi alam
dapat menyebabkan proses dan hasil penerapan itu berbeda. Oleh karena itu, di
lingkungan, bahkan juga dalam pembuatan alat, percobaan (penelitian) tetap
diperlukan untuk mencari perlakuan atau tindakan yang tepat dalam pengendalian
alamnya.
Umumnya pengkajian IPA terapan dilakukan untuk mencari perlakuan
atau susunan benda yang interaksinya dapat menimbulkan kondisi atau proses
optimal/maksimal seperti yang diharapkan. Pengkajian IPA terapan ditujukan
untuk mencari prinsip-prinsip dan tindakan pengendalian alam yang hasilnya
dapat memenuhi harapan pengkaji. Berbeda dengan hasil pengkajian IPA dasar
yang berlaku umum, hasil pengkajian IPA terapan kurang berlaku umum, karena
faktor-faktor yang dalam IPA dasar-dasar diabaikan sedangkan dalam IPA terapan
tidak dapat diabaikan. Sedangkan kondisi dan situasi di setiap lingkungan sangat
bervariasi. Pengkajian IPA terapan di lingkungan umumnya hanya digunakan
untuk keperluan di tempat pengkajian itu dilakukan. Karena hasil pengkajian IPA
terapan di lingkungan kurang berlaku umum, hasil pengkajian di suatu tempat dan
waktu tertentu hanya digunakan sebagai pembanding, penunjang, atau acuan
perkiraan untuk pengkajian yang sama di tempat dan waktu yang berbeda.
Teknologi dapat dibentuk dari IPA, tetapi dapat juga terbentuk tanpa IPA.
Teknologi tanpa IPA dapat diibaratkan sebagai mobil yang mesinnya hidup dan
bergerak maju, tetapi tanpa sopir. Betapa berbahayanya mobil itu, karena dapat
menabrak apa saja yang ada di depannya. Jika ada sopir di dalam mobil itu, sopir
akan mengendalikan mobil, sehingga mobil itu aman dan bermanfaat bagi
manusia.
Sopirnya itu adalah IPA. Jadi, IPA ada dalam teknologi dan
Energi
Makhluk
Hidup
Benda Mati
Alam berubah secara dinamis oleh interaksi antara benda mati, makhluk
hidup, dan energi. Interaksi antara ketiga objek itu menimbulkan peristiwa alam
yang dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu. Benda mati dan energi dipelajari
fisika, makhluk hidup dengan segala perubahannya dipelajari biologi, sedangkan
kimia mempelajari benda mati dan makhluk hidup secara molekuler. Energi dan
pengaruhnya dipelajari oleh fisika, kimia, dan biologi. Adanya interaksi (saling
mempengaruhi) antara ketiga objek itu menimbulkan terbentuknya IPA terpadu.
Sebagai contohnya daun-daunan memerlukan cahaya, CO2, dan air untuk
fotosintesis. Cahaya yang diperlukan untuk beberapa jenis daun adalah cahaya
merah dengan energinya sudah tertentu besarnya. Jika ditanyakan mengapa bukan
sinar ultraviolet untuk fotosintesis itu, kemungkinan jawabannya dapat diperoleh
dari konsep fisika yang menyatakan bahwa sinar ultra violet merupakan sinar
dengan frekuensi tinggi, sehingga memiliki energi yang tinggi sesuai dengan
persamaan E = h. F. Dijelaskan lebih lanjut bahwa sinar ultra violet merupakan
sinar yang berbahaya mampu merusak jaringan. Untuk fotosintesis diperlukan
energi yang sesuai dengan keperluan proses fotosintesis itu. Dari segi kimia,
proses fotosintesis terjadi karena adanya reaksi antara air dan CO2 dengan bantuan
energi cahaya. Bagaimana reaksi itu membentuk amilum dijelaskan dengan
konsep-konsep kimia. Dari segi biologi disebutkan bahwa tempat terjadinya
fotosintesis itu pada hijau daun. Bagaimana bagian-bagian daun melakukan
proses, sehingga udara dapat masuk ke dalam daun, dan pada bagian mana serta
bagaimana air dari dalam tanah masuk sampai ke daun dijelaskan oleh biologi.
Contoh di atas menunjukkan bahwa keterpaduan konsep-konsep fisika,
kimia, dan biologi dapat merupakan keterpaduan terpusat pada suatu objek.
Keterpaduan terpusat adalah keterpaduan konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi
dalam menjelaskan sesuatu objek berdasarkan sudut pandang dari konsep-konsep
tersebut. Konsep-konsep tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan objek
tersebut tanpa harus mengikuti urutan tertentu. Disamping keterpaduan terpusat
dikenal pula keterpaduan berantai, yaitu keterpaduan konsep-konsep fisika, kimia,
dan biologi dalam menjelaskan interaksi atau proses yang bersambungan.
Sehingga setiap konsep dari fisika, kimia, dan biologi digunakan secara berurutan
mengikuti urutan proses tersebut.
konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi yang tercantum dalam kurikulum (IPA
dasar) relatif lebih sulit dibandingkan dengan penerapan konsepnya. Perencanaan
akan lebih mudah dilakukan jika konsep-konsep yang akan dipelajari itu
merupakan konsep-konsep yang bebas, yaitu tidak harus yang ada dalam
kurikulum. Oleh karena itu, pembelajaran IPA terpadu tidak akan selalu dapat
dilaksanakan pada setiap konsep yang akan dipelajari siswa. Pembelajaran IPA
terpadu untuk mempelajari konsep hanya mungkin dilakukan jika objek yang akan
dipelajari siswa
Pembelajaran IPA terpadu lebih mungkin dilaksanakan pada saat siswa belajar
menerapkan konsep-konsep IPA.
Merencanakan pembelajaran IPA terpadu diawali dengan menentukan
objek apa yang akan dipelajari siswa yang mengandung konsep fisika, kimia, dan
biologi. Perhatikan bahwa konsep-konsep yang akan dipelajari siswa akan lebih
10
BAB III
IPA TERPADU DALAM PENGAMATAN LINGKUNGAN
3.1 Pembelajaran Sains di Lingkungan
Pembelajaran sains di lingkungan merupakan pembelajaran IPA terpadu
yang menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar. Pembelajaran ini
digunakan untuk meningkatkan kompetensi siswa dalam mempelajari atau
menerapkan konsep-konsep IPA. Di lingkungan siswa hanya memperoleh data
mengenai keadaan atau proses yang terjadi pada saat siswa melakukan
pengamatan, siswa tidak memiliki data mengenai apa yang terjadi sebelumnya
atau apa yang akan terjadi kemudian. Dengan pengamatan lingkungan siswa
dilatih menggunakan pengetahuannya untuk menginfer (menduga apa yang terjadi
sebelumnya atau yang tidak teramati saat pengamatan dilakukan) dan
memprediksi (menduga apa yang akan terjadi) dengan menggunakan konsepkonsep yang telah dipelajarinya. Pembelajaran ini mendidik siswa untuk
melakukan metakognisi, yaitu mengenal apa yang sudah diketahui dan yang
belum diketahui, apa yang harus dipikirkan dan bagaimana memikirkannya, serta
mengevaluasi pemikirannnya.
Pengamatan lingkungan masih merupakan kegiatan awal yang merupakan
kegiatan survey. Kegiatan ini dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan selanjutnya
yang berupa kegiatan penelitian, tetapi untuk pembelajaran di sekolah dapat tidak
dilanjutkan, jika waktu tidak memungkinkan. Pembelajaran sains di lingkungan
hendaknya agak sering dilakukan, karena pembelajaran ini benar-benar
menghadapkan siswa pada masalah yang real (nyata), meningkatkan kompetensi
siswa dalam keterampilan proses dan berpikir ilmiah, serta merupakan
pembelajaran yang melatih siswa ke arah kemampuan melakukan penelitian. Di
SMP dan SMA kegiatan belajar ini merupakan kegiatan yang melatih siswa dalam
keterampilan proses sebagai berikut.
1. Menentukan tujuan
2. Mencari persamaan dan perbedaan
3. Menentukan objek-objek dan parameter yang perlu diamati
11
4. Mengamati/mengukur, menaksir
5. Menentukan variabel/parameter
6. Menerapkan konsep
7. Menafsirkan data/menyusun pembahasan
8. Menyimpulkan
9. Mengajukan hipotesis
Dari kegiatan tersebut siswa memperoleh pengetahuan yang dapat diterima
dan yang masih dalam dugaan. Kegiatan tersebut dapat ditindaklanjuti dengan
mengkaji informasi yang relevan dari media cetak atau elektronik untuk
memperkuat atau mengoreksi pengetahuan siswa yang masih merupakan dugaan,
atau ditindaklanjuti dengan percobaan yang direncanakan setelah pengamatan
lingkungan.
Agar pembelajaran di lingkungan dapat memberikan pengetahuan yang
nyata, siswa perlu mengetahui sedikit pengetahuan tambahan mengenai
lingkungan yang dapat dipelajarinya pada saat akan melakukan pengamatan di
lingkungan. Pengetahuan lingkungan yang ditambahkan untuk melengkapi
pengetahuan siswa dalam mempelajari lingkungan adalah: tanah, air, udara, dan
polutan. Pengetahuan tambahan ini bergantung pada topik lingkungan yang akan
dipelajari siswa dan tidak perlu dipelajari secara khusus seperti mempelajari
materi pelajaran yang ada dalam kurikulum, cukup diinformasikan saja.
Metode Pengamatan Lingkungan yang perlu dilatihkan kepada siswa dapat
dibedakan menjadi :
1.
12
variasi alam. Oleh karena itu dalam pengamatannya kita hanya menggunakan
dua atau tiga parameter yang sama untuk menentukan objek utama dan objek
pembanding
yang
akan
diamati.
Begitupun
faktor-faktor
yang
OS3
OU
OS4
OS2
Keterangan:
OU = Objek Utama
OS... = Objek Sekitarnya yang mempengaruhi atau dipengaruhi objek
utama.
13
terhadap
objek
dan
peristiwa
utama.
Objek
(Objek Pembanding)
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
14
Parameter
Objek
Sekitarnya
Parameter
Objek
Sekitarnya
Dugaan
Parameter
Objek Utama
Parameter
Objek Utama
Konsep
(Prinsip/
Teori)
Mengoreksi
Pembahasan
15
indikator yang terkandung dalam objek dan peristiwa yang diamati itu
diketahui siswa, konsep itu digunakan oleh siswa untuk menjelaskan dugaan
itu, sehingga dugaan itu menjadi dugaan yang dapat diterima. Jika konsepnya
itu belum diketahui siswa, siswa menyusun dugaan berdasarkan konsepkonsep lain yang terkandung dalam objek dan peristiwa yang diamati.
Dugaan yang dapat diterima dituliskan dalam pembahasan. Pembahasan
dilakukan terhadap setiap parameter objek utama dan parameter objek-objek
di sekitarnya.
O2
Parameter-1 dari O2
Parameter-2 dari O2
dll.
O3
Parameter-1 dari O3
Parameter-2 dari O3
dll.
16
Contoh:
Kompos
Nitrogen
Fosfor
C-organik
dll.
Tanah
Tanaman
Rapat massa
Unsur hara N
KTK
dll.
Buah
Daun
Tinggi pohon
dll.
Parameter
Kondisi
Objek-1
Objek-2
Objek-3
Objek-1, 2, 3, dan seterusnya merupakan objek-objek dalam suatu rantai.
Kolom kondisi diisi dengan parameter-parameter hasil mengamati objek-1, 2,
17
Objek Utama-2
Objek Utama-3
Objek Utama-4
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
18
Objek Dominan
Zona-1
Objek Dominan
Zona-2
Objek Dominan
Zona-3
Objek Dominan
Zona-4
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
Objek Sekitarnya
19
20
21
mencukupi,
presentasi
ditiadakan
dan
guru
memeriksa
dan
22
23
: 1. .........................................................................................
2. .........................................................................................
3. .........................................................................................
Kelas/Semester: .....................................................................................
Sekolah
: .....................................................................................
: .................................................................................
3. Lokasi
: .................................................................................
: .......................................................................................
1. ..........................................................
2. .....................................................
2. ..........................................................
3. ....................................................
3. ..........................................................
1. ..................................................
1. ..........................................................
2. ...............................................
2. ..........................................................
3. ................................................
3. ..........................................................
24
IV. Pembahasan
1. ........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2. ........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
3. ........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
V. Kesimpulan dan saran
a. Kesimpulan
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
b. Saran
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
VI. Tindak lanjut
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
25
Kelas/Semester: diisi dengan kelas dan semester yang sedang diikuti siswa.
Sekolah
26
(besar
variabel
yang
mungkin
mempengaruhi
atau
(besar
variabel
yang
mungkin
mempengaruhi
atau
27
6. Tindak lanjut
Diisi dengan apa yang perlu dilakukan selanjutnya setelah pengamatan ini
dilaksanakan. Tindak lanjut dapat diisi dengan percobaan atau penelitian
yang diperlukan untuk menegaskan dugaan-dugaan dalam pembahasan,
sehingga dugaan-dugaan itu menjadi konsep yang dapat diterima.
Contoh pengisian format Pengamatan Lingkungan dari hasil pengamatan tanpa
menggunakan alat ukur.
: 1. Amin
2. Iman
3. Aman
Kelas/Semester: VIII/1
Sekolah
: SMP 2 Mayavisi
3. Lokasi
28
III. Pengamatan
1. Objek Utama: Tanah berukuran 10 x 10 cm yang telah lama ditutupi batu
di tengah lapang rumput.
2. Objek Pembanding: Tanah berukuran 10 x 10 cm yang terbuka di tengah
lapang rumput.
3. Hasil Pengamatan:
Cuaca: Cerah
Tanah yang ditutupi batu
2. Basah
2. Kering
3. Lunak
3. Keras
IV. Pembahasan
Objek Utama:
1. Tanah yang ditutupi batu keadaannya basah, sedangkan yang tidak
ditutupi batu kering. Diduga karena tanah yang ditutupi batu tidak pernah
dikenai cahaya matahari, sehingga air dalam tanah di bawah batu tidak
terpanasi cahaya matahari, akibatnya tidak terjadi penguapan air pada
tanah itu.
29
30
31
BAB IV
IPA TERPADU DALAM PENGAMATAN TEKNOLOGI DI
MASYARAKAT
Pengamatan teknologi di masyarakat merupakan kegiatan pembelajaran
sains yang meningkatkan kemampuan siswa dalam mengamati dan menjelaskan
objek dan peristiwa alam dalam proses atau produk teknologi. Kegiatan ini
merupakan kegiatan pembelajaran siswa dalam sains, bukan pembelajaran siswa
dalam teknologi.
Pengamatan
teknologi
di
masyarakat
adalah
pembelajaran
yang
32
sains
dalam
produk
teknologi
dilakukan
dengan
33
Dinding tengah
berlubang
Ruang api
Dinding
berlubang
Sumbu kompor
Minyak tanah
Lubang udara
dalam sumbu
34
yang
selanjutnya
secara
berurutan.
35
36
dan
mengomentari
hasil
pengamatan
lingkungan
dan
37
38
Objek
Parameter
39
B. Pengisian Format
Judul: diisi dengan judul kegiatan siswa.
Nama: diisi dengan nama siswa yang melakukan pengamatan.
Kelas/Semester: diisi dengan kelas dan semester saat siswa melakukan
pengamatan.
Sekolah: diisi dengan nama sekolah siswa.
Lokasi dan Tanggal Pengamatan
Lokasi: diisi dengan nama desa/kelurahan yang masyarakatnya menggunakan
alat yang sedang diamati.
Tanggal: diisi dengan tanggal waktu pengamatan dilaksanakan.
Konstruksi Alat
1. Konstruksi Alat
diisi dengan gambar (skets) bagian dalam alat.
2. Penggunaan dan Cara Kerja Alat
a. Penggunaan Alat: diisi dengan cara menggunakan alat, misalnya cara
menggunakan alat untuk memasak.
b. Cara Kerja Alat: diisi dengan cara kerja alat dari hasil pengamatan.
Bagian dan Cara Kerja Alat
Bagian Alat: diisi dengan bagian/komponen alat yang penting untuk dibahas.
Objek diisi dengan objek-objek yang terdapat pada setiap bagian alat.
Parameter: diisi dengan parameter bagian alat tersebut yang terkait dengan cara
kerja alat.
Cara Kerja Alat diisi dengan cara kerja alat dari hasil pengamatan.
Pembahasan
Diisi dengan pembahasan (penafsiran) bagian alat dan cara kerjanya yang
dijelaskan dengan menggunakan parameter-parameter. Setiap bagian alat yang
dituliskan dalam matriks Objek dan Parameter Penting dibahas satu persatu
40
dari segi konstruksi, cara kerja berdasarkan tinjauan parameter, fungsi, dan
pertimbangan (perhitungan) besar parameter.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Diisi dengan kesimpulan dari hasil pembahasan.
2. Saran
Diisi dengan saran-saran yang diperlukan dalam penggunaan alat.
Tindak Lanjut
Diisi dengan tindak lanjut yang diperlukan setelah pengamatan.
41
1. Konstruksi Alat
Dinding tengah
berlubang
Sumbu kompor
Minyak tanah
Ruang api
Dinding
berlubang
Lubang udara
42
Objek
Parameter
Minyak tanah
Udara di atas minyak
Pipa udara dalam tangki
Sumbu kompor
Pembahasan
1. Tangki Minyak:
a. Minyak tanah berfungsi sebagai sumber energi. Minyak tanah dari tangki
meresap naik di dalam sumbu kompor, karena sumbu kompor berpori-pori
(prinsip kapilaritas). Volume minyak tanah yang mengisi kompor dibatasi
oleh volume ruang dalam tangki yang dapat diisi oleh minyak tanah.
b. Kalor dari api berpindah sampi ke udara di atas minyak tanah. Karena
suhunya naik, tekanan udara di dalam tangki naik (Hukum Boyle-Gay
Lussac). Tekanan yang tinggi oleh udara ini dapat menyebabkan kompor
meledak.
c. Pipa udara di dalam tangki minyak tanah berguna untuk mengeluarkan
udara yang mengembang di dalam tangki, sehingga tekanan udara di dalam
tangki berkurang besarnya (hukum Boyle). Jadi, pipa udara berfungsi untuk
mengurangi tekanan udara. Tinggi pipa udara disesuaikan dengan tinggi
43
ruang dalam tangki dan membatasi volume minyak tanah yang diisikan
dalam tangki. Diameter pipa disesuaikan dengan banyaknya udara bebas
yang dapat keluar-masuk.
2. Ruang Pembakaran:
a. Sumbu kompor dipilih yang terbuat dari bahan mudah terbakar dan
berpori-pori, agar dapat menyerap minyak tanah, sehingga sumbu kompor
dapat terbakar lama. Ujung atas sumbu kompor tidak mudah habis
terbakar, karena bahan bakar minyak terus menerus mengisi ujung atas
sumbu tersebut.
b. Ruang api di atas sumbu kompor dibuat sempit, agar nyala api naik ke
atas kompor.
c. Lubang udara pada dinding kompor diperlukan untuk mengalirkan udara
dari luar ke dalam kompor untuk menyediakan oksigen yang diperlukan
untuk pembakaran. Udara dari luar kompor masuk melalui lubang-lubang
itu, dan menyediakan oksigen, sehingga pembakaran dapat berlangsung
terus. Banyaknya lubang pada dinding kompor menentukan banyaknya
udara yang masuk ke dalam ruang api. Diamater lubangnya menentukan
kecepatan udara yang masuk dalam ruang api (hukum Bernoulli). Makin
kecil lubang, makin tinggi kecepatan udara yang masuk dalam ruang api.
Karena udara dalam ruang api bergerak cepat, uap minyak pada ujung
atas sumbu kompor mengalir cepat dan terbakar di ujung atas ruang api.
Karena yang terbakar adalah uap minyak yang bergerak cepat dan
dengan udara yang lebih banyak, pembakaran terjadi lebih sempurna,
sehingga nyala api berwarna biru.
44
45
BAB V
RANGKUMAN
1. IPA dasar merupakan ilmu yang digunakan untuk mempelajari cara alam
bekerja, IPA terapan menggunakan konsep-konsep IPA dasar untuk
mengendalikan cara alam bekerja, sedangkan teknologi menggunakan konsepkonsep IPA dasar dan terapan untuk membuat konstruksi atau sesuatu produk
untuk mengendalikan cara alam bekerja.
2. Dalam kegiatan pembelajaran IPA dasar perlu diperhatikan syarat-syarat
keberlakuan konsep-konsep IPA dasar, agar konsep-konsep itu dapat
diterapkan dengan tepat.
3. Berikan contoh yang menunjukkan bahwa IPBA merupakan ilmu yang
memadukan konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi.
4. Dalam pembelajaran IPA terpadu yang menjadi pusat bahan ajar (yang
dipelajari siswa) bukan konsep atau prinsip, melainkan objek dan fenomena
alam.
5. Pembelajaran di lingkungan merupakan pembelajaran yang menerapkan
konsep-konsep IPA secara realistis.
6. Dalam pembelajaran di lingkungan ada 2 jenis interaksi yang dapat dipelajari
siswa, yaitu interaksi terpusat dan interaksi berantai. Dalam interaksi terpusat
siswa mempelajari interaksi suatu objek dengan objek-objek lain yang ada di
sekitarnya, sedangkan dalam interaksi berantai siswa mempelajari interaksi
yang berkesinambungan dari 2 objek pertama ke 2 objek yang berikutnya.
7. Setiap objek yang bersinggungan akan berinteraksi timbal-balik (saling
menimbulkan akibat, saling mempengaruhi). Karena itu, siswa harus
menentukan 1 (satu) objek utama yang akan dipelajari dan objek-objek di
sekitarnya yang bersinggungan dengan objek utama untuk dipelajari
pengaruhnya. Pengaruh dari objek-objek yang dipelajari siswa diperoleh dari
besar variabel-variabel dari kedua objek itu yang saling mempengaruhi. Oleh
karena itu, yang diamati/diukur atau ditaksir adalah besar variabel-variabel
yang diperlukan dari objek-objek tersebut.
46
47
BAB VI
EVALUASI
1. Digunakan untuk mempelajari apa, IPA itu?
2. Konsep IPA dasar berbeda dengan konsep IPA terapan, di mana letak
perbedaannya?
3. Dapatkah konsep-konsep IPA digunakan siswa dalam mempelajari teknologi?
Jelaskan.
4. Dapatkah siswa mempelajari konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi secara
terpadu sekaligus? Jelaskan.
5. Dari segi apa konsep-konsep IPA dapat dipadukan?
6. Bagaimana bentuk keterpaduan konsep-konsep IPA dari fisika, kimia, dan
biologi?
7. Apa yang harus menjadi bahan ajar dalam pembelajaran IPA terpadu?
8. Apa yang menyebabkan pembelajaran IPA di lingkungan dapat memadukan
konsep-konsep IPA dalam suatu penjelasan ilmiah?
9. Bagimana memadukan konsep-konsep fisika, kimia, dan biologi dalam
fenomena yang terbentuk dari interaksi berantai?
10. Berilah contoh suatu objek dan fenomena yang memadukan konsep-konsep
fisika, kimia, dan biologi?
48
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, Marcelo & Finn, Edward J. 1980. Physics. Massachusetts: AddisonWesley Publishing Company.
Amor, Adlai J., Icamina, Paul M., dan Laing, Mack. 1988. Wartawan dan
Penulisan IPA (Terjemahan: S. Maimun). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Berg, Henk Van Den. 2001. Facilitating Scientific Method. Community IPM. Sri
Lanka: FAO Programme for Community IPM in Asia.
http://www.communityipm.org/docs/Facilitating%20Scientific%20
Method%20rev%20Nov%202001.doc
Diakses: 30 Agustus 2005.
Carin, Arthur A. & Sund, Robert B. 1985. Teaching Science Through Discovery.
Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.
Davis, Mackenzie L., Cornwell, David A. 1991. Introduction to Environmental
Engineering. New York: McGraww-Hill, Inc.
Monk, Martin & Osborne, Jonathan. 2000. Good Practice in Science Teaching ,
What research has to say. Philadelphia: Open University Press.
Osborne, Roger & Freyberg, Peter. 1985. Learning in Science. Auckland:
Heineman.
Soemarwoto, Otto. 2001. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Penerbit Jambatan.
Solomon, Joan. 1992. Science and Technology in Society, What is Technology?.
Harfield: The Association for Science Education, College Lane.
Trowbridge, Leslie W., Bybee, Rodger W., & Sund, Robert B. 1973. Becoming a
Secondary School Science Teacher. Ohio: Charles E. Merrill
Publishing Company.
Wellington, Jerry. 1989. Skills and Processes in Science Education. London:
Routledge.
White, Barbara Y., & Frederiksen, John R. 2000. Metacognitive facilitation: An
approach to making scientific inquiry accessible to all.
ThinkerTools project
http://thinkertools.soe.berkeley.edu/Pages/paper.html.
Diakses
tanggal 24 April 2006.
49