Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan merupakan suatu
usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan
kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Di dalam Sistem Kesehatan
Nasional disebutkan bahwa kesehatan menyangkut semua segi kehidupan
yang ruang lingkup dan jangkauanya sangat luas dan kompleks. Selain itu,
masyarakat Indonesia mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya,
yakni terpenuhinya seluruh kebutuhan bangsa Indonesia, baik kebutuhan jasmani,
dan rohani termasuk kesehatan. Untuk mencapai tujuan itu, maka segala kegiatan
pembangunan yang dilakukan Negara ini harus trasparan, dan transparansi
itu akan memacu setiap orang untuk bersaing secara sehat dan kuat dan
akan memberikan begitu banyak tantangan, tantangan bagi konsumen,
produsen/pengusaha ataupun sebagai pemerintah.
Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, yang
selanjutnya disebut UU Kesehatan, pengertian kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yangmemungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan pengertian
kesehatan menurut Wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Universitas Sumatera Utara

WHO juga mempunyai pengertian tentang kesehatan yaitu sebagai suatu keadaan
fisik, mental, dan sosial kesejahteraan danbukan hanya ketiadaan penyakit atau
kelemahan.
Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, menurut perkembangan hukum
internasional hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan hak atas kesehatan yang
menjadi tanggung jawab pemerintah dalam setiap negara. Maka dari itu
Pemerintah setiap negara berkewajiban memberikan hak kesehatan kepada
rakyatnya seperti yang dijelaskan pada Pasal 14-20 UU No. 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan. Hal ini dikarenakan kesehatan merupakan salah satu indikator
tingkat kesejahteraan manusia sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan
nasional suatu bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat penting adalah
tersedianya obat sebagai bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat. Hal itu
disebabkan karena obat digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan atau
memelihara kesehatan.
Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting
karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan. Dewasa ini
meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga
mendorong masyarakat menuntut pelayanan kesehatan termasuk pelayanan obat
yang semakin berkualitas dan profesional. Kegiatan penelitian dan pengembangan
yang lebih mandiri diharapkan terus ditingkatkan untuk menghasikan obat-obatan
lokal yang lebih murah dan tersedia bagi semua kalangan.

Universitas Sumatera Utara

Penyediaan obat-obatan dari impor yang tinggi karena pada kenyataannya


perlakuan pemerintah terhadap obat hampir sama terhadap barang mewah dengan
adanya pajak pertambahan nilai 10%, bea masuk dan tarif 5%. Hal ini membuat
obat-obatan sangat mahal ketika masyarakat golongan miskin membutuhkannya.
Selain harga, permasalahan lainnya adalah ketersediaan obat relatif terbatas.
Memang menjadi sehat dan tetap sehat adalah harapan kita bersama. Namun tidak
selamanya harapan itu sesuai dengan kenyataan.
Berbagai aktivitas yang tinggi seiring dengan gaya hidup yang cenderung
menyukai hal yang instan, misalnya mengkonsumsi makanan siap saji, dan
berbagai pencemaran baik udara, tanah, air dan suara memicu turunnya kesehatan
kita. Bila sudah dalam kondisi yang tidak sehat tidak ada pilihan lain selain
melakukan pengobatan. Sayangnya berbagai jenis pengobatan tidak selamanya
bersifat menyembuhkan, bahkan tidak jarang bila menggunakan obat-obatan yang
tidak sesuai justru akan menimbulkan penyakit yang baru. Karena hal tersebut
di atas dan karena sangat pentingnya fungsi obat, banyak masyarakat yang
menyalahgunakan. Salah satu contohnya banyak masyarakat yang dengan sengaja
mengedarkan obat-obatan tanpa mendapatkan izin dari Kepala BPOM.
Karena obat-obatan yang tanpa dilengkapi izin dari Kepala BPOM mudah di dapat
dan harganya jauh lebih ekonomis dibanding obat-obatan legal yang telah
mendapat izin edar dari Kepala BPOM. Keuntungan yang diperoleh oleh penjual
juga tidak sedikit. Keuntungan yang menggiurkan tersebutlah yang membuat
semakin banyak masyarakat yang berminat menjadi penjual obat-obatan illegal

Universitas Sumatera Utara

yang komposisinya bisa berdampak keras dan tidak tidak terdaftar pada BPOM.
Masyarakat yang tak tahupun menjadi korbanya. Padahal belum tentu obat
yang diedarkan itu benar dan tepat komposisinya. Dengan dipalsukan,
biaya pengobatan dapat ditekan karena bahan aktif bisa saja dikurangi atau tidak
semestinya takarannya. Jelas ini sangat berbahaya bagi pasien atau pengguna obat
merek tertentu.
Untuk menjamin komposisi obat yang benar dan tepat, maka industri
farmasi harus melakukan seluruh aspek rangkaian kegiatan produksinya dengan
menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Obat
tradisional yang Baik (CPOTB). CPOB dan CPOTB merupakan pedoman yang
dibuat untuk memastikan agar sifat dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tercapai.
Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk
diperhatikan yaitu :
1.

Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin bahwa


konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

2.

Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan
mutu, bangunan, peralatan yang digunakan, dan personalia.

3.

Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada
suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya dibuat dalam
kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.

Universitas Sumatera Utara

Zaman sekarang ini marak terjadinya peredaran obat illegal yang salah
satunya contohnya yaitu peredaran obat yang belum mendapatkan izin edar dan
berefek keras. Maraknya peredaran obat illegal di Indonesia membuktikan masih
lemahnya pertahanan Indonesia dari serbuan hal-hal yang membahayakan
masyarakat. Membiarkan beredarnya obat illegal atau tidak terdaftar pada
BPOM sama saja dengan membiarkan masyarakat menghadapi berbagai risiko
buruk, membiarkan kejahatan berkembang di masyarakat, dan merendahkan
kepercayaan, martabat, serta harga diri bangsa di mata dunia internasional.
Perlindungan konsumen merupakan masalah kepentingan manusia,
oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat
mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan
hubungan berbagai elemen yang satu dengan yang lainnya, yaitu antara
konsumen, pengusaha dan pemerintah karena ketiganya mempunyai keterkaitan
dan saling ketergantungan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas kesehatan
dalam masyarakat.
Perkembangan perlindungan konsumen dimulai dari bangkitnya perekonomian
dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat sebagai konsumen yang perlu
dilindungi hak-haknya. Konsumen adalah pendukung utama lancarnya lalu lintas
perdagangan barang dan jasa, namun konsumen seringkali justru berada di pihak
yang lemah, mengakibatkan kedudukan konsumen terhadap pelaku usaha menjadi
tidak seimbang. Konsumen tidak lagi sebagai subjek, konsumen dijadikan objek
bisnis untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999, yang dimaksud dengan


perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, sedangkan yang dimaksud
dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan
dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Menurut N.H.T. Siahaan (2005: 11), ada beberapa hal yang patut dicermati
dalam kasus-kasus perlindungan konsumen :
1.

Perbuatan pelaku usaha, baik disengaja maupun karena kelalaian dan


mengabaikan etika bisnis, ternyata berdampak serius dan meluas.
Akibatnya kerugian yang diderita konsumen yang bersifat missal (massive effect)
karena menimpa apa saja dan siapa saja.

2.

Dampak yang timbulkan juga bersifat seketika (rapidy effect). Sebagai contoh,
konsumen yang dirugikan (dari mengkonsumsi produk) bisa pingsan,
sakit atau bahkan meninggal dunia. Ada juga efek yang ditimbulkannya baru
terasa beberapa waktu kemudian (hidden effect). Contoh yang paling nyata
dari dampak ini adalah maraknya penggunaan bahan pengewet dan pewarna
makanan dalam sejumlah produk yang biasa mengakibatkan sakit kanker
dikemudian hari.

Universitas Sumatera Utara

3.

Kalangan yang menjadi korban adalah masyarakat bawah. Karena tidak


punya pilihan lain, masyarakat ini terpaksa mengkonsumsi barang/jasa
yang hanya semampunya di dapat, dengan standar kualitas dan keamanan
yang sangat minim. Kondisi ini menyebabkan diri mereka selalu dekat
dengan bahaya-bahaya yang bisa mengancam kesehatan dan keselamatan
dirinya kapan saja.1
Dilihat dari kasus-kasus di atas maka dari itu masyarakat dihimbau harus

lebih berhati-hati dalam penggunaan terhadap barang-barang yang berhubungan


dengan kesehatan, karena sudah bayak contoh yang dapat dilihat, agar tidak
terulang kejadian yang sama masyarakat dan pemerintah harus lebih berhati-hati
dan saling memperhatikan satu sama lain karena merupakan pengguna atau
disebut sebagai konsumen.
Dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen salah satu
larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah :
a.

Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dari
ketentuan perundang-undangan.

b.

Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut.

c.

Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya.

d.

Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran


sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/jasa
tersebut.

Happy Susanto Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan , Jakarta, Transmedia Pustaka, 2008,
hal. 16-17.

Universitas Sumatera Utara

e.

Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,


mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket,
atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut.

f.

Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan, atau promosi barang dan/atau jasa tersebut.

g.

Tidak

mencantumkan

tanggal

kadaluarsa

atau

jangka

waktu

penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. Jangka waktu


penggunaan/pemanfaatanya yang paling baik adalah terjemahan dari kata
best before yang biasanya digunakan dalam label produk makanan.
h.

Tak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana dinyatakan


halal yang dicantumkan dalam label.

i.

Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama, dan alamat pelaku usaha, serta keterangan
lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.

j.

Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam


bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

k.

Memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi yang lengkap.

l.

Memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap.2

Abdul R Saliman, dkk, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Jakarta, Pranada Media Grup,
2005, hal. 225-226.

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya undang-undang ini dibuat untuk melindungi masyarakat


dari segala dampak buruk dalam hal kesehatan terutama dalam memilih dan
mengkonsumsi obat, namun sering sekali masyarakat atau konsumen tidak
memperhatikan hal tersebut. Sehingga membuat diri mereka sendiri celaka dan
dirugikan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu ada
baiknya masyarakat harus lebih peka dalam memperhatikan dan menggunakan
segala hal-hal yang menyangkut tentang kesehatan, agar mereka sendiri dapat
menjamin dan memproleh kesehatan itu secara baik.
Oleh sebab itu, demi mewujudkan masyarakat yang sehat dan terhindar
dari segala macam kelalain dari dampak-dampak penggunaan obat-obatan yang
berkomposisi keras dan tidak terdaftar pada BPOM, maka penulis mencoba untuk
meneliti dan memebahas lebih dalam lagi tentang unsur-unsur obat-obatan keras
tersebut yang pada kenyataanya banyak beredar di masyarakat dan tidak
diperhatikan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal tersebut,
termasuk kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang terancam kesehatannya
atas penggunaan obat tersebut dan memberikan kontribusi kepada masyarakat
dalam mewaspadai, menyadari juga melawan bahaya dalam penggunaan obat-obat
tersebut.

B. Permasalahan
Berdasarkan judul skripsi ini yaitu mengenai Aspek Perlindungan
Konsumen terhadap Peredaran Obat Keras di Pasaran, maka perlu dikaji
permasalahan yang ada dalam judul skripsi ini. Permasalahan yang akan dibahas
dapat dirumuskan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Bagaimana kriteria obat yang dapat didaftarkan pada BPOM?


2. Bagaimana fungsi BPOM dalam perlindungan hukum konsumen?
3. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap pemakaian obat keras?
4. Upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan konsumen akibat dari
kerugian dalam penggunaan obat keras tersebut?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sejauhmana peran BPOM dalam menentukan kriteria
obat yang beredar di masyarakat.
2. Untuk mengetahui sejauhmana peran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Dalam Melindungi Masyarakat.
3. Untuk mengetahui akibat dari penggunaan obat keras di masyarakat yang
beredar di pasaran khususnya di Sumatera Utara.
4. Untuk mengetahui akibat hukum yang dapat terjadi apabila adanya
pelanggaran atas peraturan yang berlaku.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan yang dapat dikutip dari skripsi ini antara lain adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah perkembangan pengetahuan mengenai wawasan hukum di bidang
perlindungan konsumen.
b. Memberi tambahan pengetahuan mengenai perkembangan obat keras dan
undang-undang yang mengaturnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Manfaat Praktis
a. Sebagai masukan bagi masyarakat luas yang menjadi korban untuk lebih
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan dari penggunaan obat-obatan
keras di pasaran yang tidak jelas asal-muasalnya.
b. Sebagai masukan terhadap pemerintah, para pembuat undang-undang
untuk lebih peka dan peduli terhadap kesehatan khususnya terhadap
peredaran obat keras yang berkembang saat ini di masyarakat.

E. Keaslian Penulisan
Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Aspek Perlindungan Konsumen
terhadap Peredaran Obat Keras di Pasaran sengaja diangkat penulis sebagai judul
skripsi ini, karena telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tema di atas didasarkan pada ide,
gagasan, pemikiran, refrensi, buku-buku dan pandangan pihak-pihak lain terhadap
obat-obat keras tersebut. Judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Hal ini juga didasarkan pada
penelitian yang dilakukan pada kepustakaan keperdataan khususnya perdata
BW (Burgerlijk Wetboek), sehingga dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli.
Sepengetahuan penulis, skripsi ini belum pernah ada yang membuat.
Kalaupun ada, penulis yakin bawasanya substansi pembahasannya adalah berbeda.
Sebagai contoh skripsi yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1.

Freddy Evenggelista/020200088, Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap


Obat-obatan yang beredar di Masyarakat yang Belum Terdaftar di Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

2.

Syerli Puspita Indah Sari/070200003, Perlindungan Hukum Konsumen


Terhadap Beredarnya Obat Tradisional Impor yang Tidak Mencantumkan
Label Berbahasa Indonesia pada Kemasannya.

3.

Daulat Sianturi/070200093, Fungsi dan Peranan Lembaga Badan Pengawas


Obat dan Makanan (BPOM) dalam Perlindungan Konsumen terhadap Makanan
yang mengandung zat berbahaya.

4.

Mey Oncy Hutasoit/070200155, Penerapan Ketentuan UU No. 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan Terhadap Pelaku Pengedaran Obat-obatan Palsu
sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Konsumen (Studi Putusan
No. 45 /Pid./2010/Jkt.Ut)
Dengan

demikian

maka

keaslian

penulisan

skripsi

ini

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Metode Penulisan
1. Spesifikasi Penelitian
a.

Jenis Penelitian
Penulisan skripsi ini dilakukan

penulis dengan menggunakan

penelitian hukum normatif yaitu meneliti dengan menggunakan


bahan-bahan kepustakaan atau data skunder.

Universitas Sumatera Utara

b.

Sifat Penelitian
Penelitian bersifat deskriktif yaitu penelitian dilakukan dengan terjun
langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi untuk mendukung
teori yang telah ada.

c.

Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dipergunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis empiris yaitu cara prosedur yang dipergunakan
untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data skunder
terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian
terhadap data primer di lapangan.

2. Sumber Data
a.

Data Skunder
Data skunder dalam penelitian ini didapatkan melalui penelusuran
kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer,
bahan hukum skunder, serta bahan hukum tertier. Bahan hukum primer
adalah peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang tentang
Obat Keras St. No. 419 tanggal 22 Desember 1949, Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.3.1950 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat,
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Medan. Bahan hukum
skunder adalah buku-buku yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum primer. Bahan hukum tertier adalah kamus yaitu
Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

b.

Data Primer
Data primer ini diperoleh melalui hasil penelitian di lapangan
dan akan dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan
Kepala Sertifikasi dan Layanan Konsumen Badan pemeriksa Obat dan
Makanan (BPOM) Kota Medan, Ibu Neni serta dengan Ibu Pangabean,
yang bekerja sebagai Pegawai Tata Usaha di Badan Pemeriksa Obat
dan Makanan (BPOM).

3. Teknik Pengumpulan Data


Penulisan skripsi ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu
penelitian melalui kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan
(field research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan
data-data yang berhubungan dengan skripsi ini yang dapat dipergunakan
sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang
ada. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara turun langsung ke
lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung
dengan responden yaitu Kepala Sertifikasi dan Layanan Konsumen Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ibu Neni dan Bagian Tata Usaha
BPOM yaitu Ibu Panggabean.
4. Analisis Data
Dalam penyusunan skripsi ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan
menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analitas
yaitu apa yang dinyatakan oleh reponden secara lisan, digambarkan dan
selanjutnya dianalisa.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan
kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh
manfaatnya. Adapun materi pembahasan dalam skripsi ini secara keseluruhan
dapat diuraikan dalam 5 bab yang terperinci sebagai berikut :
BAB I

: Pendahuluan merupakan pengantar yang berisi uraian mengenai


Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan,
Keaslian Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini berisi mengenai uraian tentang hukum di Indonesia yang
mengatur tentang obat dan konsumen yang pembahasannya meliputi :
Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen,
Latar Belakang Lahirnya Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban
Konsumen, Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen, Perlindungan
Konsumen Terhadap Pemakaian Obat Keras.
BAB III : Penerapan menegenai sejarah dan pengawasan terhadap obat dan
makanan di Indonesia terkhusus di Sumatera Utara, yang terdiri dari :
Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peranan Badan
Pengawas Obat dan Makanan melalui Kebijakan Obat Nasional,
Pengawasan Terhadap Peredaran Obat di Sumatera Utara.
BAB IV : Bab ini membahas tentang kriteria Obat yang dapat didaftarkan pada
BPOM, pihak yang berwenang, berperan untuk melindungi konsumen
akibat dari penggunaan Obat keras.
BAB V : Merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari
hasil penelitian dan pembahasan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai