Anda di halaman 1dari 5

Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .

Universitas Indonesia

Ujian Akhir Semester Pembangunan Internasional


Nama : Erika
NPM : 0706291243
Pertanyaan : Bagaimana posisi Indonesia dalam Copenhagen Summit?

Indonesia dan Pertemuan Kopenhagen,


Komitmen Indonesia Menyelamatkan Lingkungan Melalui Pengayaan Hutan

Masalah kerusakan lingkungan merupakan masalah kompleks yang harus segera


ditangani. Perubahan cuaca yang tidak menentu, bencana alam yang belakangan ini sering
terjadi, serta berbagai tanda-tanda alam lainnya menunjukkan bahwa alam kini sudah tidak
mampu lagi memenuhi keserakahan manusia. Pemanasan global yang terjadi sudah mencapai
tahap kritis, di mana untuk menyelesaikannya, dibutuhkan kerja sama dan komitmen kuat
dari seluruh negara dunia, untuk bersama-sama mengubah pola produksinya menjadi lebih
ramah lingkungan demi mengurangi tingkat emisi yang ada di dunia. Upaya negara-negara
dunia untuk mengurangi tingkat emisi pertama kali ditunjukkan dalam konferensi United
Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Kyoto, Jepang yang
digagas oleh PBB pada bulan Desember 1997 lalu. Adapun, konferensi ini dihadiri oleh 150
perwakilan negara-negara di dunia dan bertujuan untuk menciptakan suatu ukuran kadar
emisi minimum yang harus dimiliki, sehingga negara-negara maju mau menurunkan kadar
emisi gas karbonnya pada level yang telah ditetapkan.1 Hasil dari konferensi inilah yang
menghasilkan suatu perjanjian yang dinamakan dengan Protokol Kyoto.
Protokol Kyoto pada dasarnya berkomitmen pada pengurangan sejumlah emisi
gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida, metana, nitrooksida, dan sulfur heksafluorida,
dan dua kelompok gas lainnya, yaitu hidrofluorokarbon, dan perfluorokarbon yang dihasilkan
oleh negara-negara Annex I (negara-negara industri maju). Dalam Protokol Kyoto disepakati
bahwa negara-negara yang telah meratifikasi perjanjian tersebut memiliki standar tertentu
dalam hal jumlah emisi gas rumah kaca. Untuk negara-negara Annex I, mereka harus

1
Nancy K. Kubasek. Environmental Law, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2005), hal. 32.
Page | 1
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .
Universitas Indonesia

mengurangi lebih banyak jumlah emisi daripada negara-negara Annex II atau Annex III.
Target pengurangan emisi gas rumah kaca di seluruh dunia ialah 5,2 persen disamakan
dengan tahun 1990. Batas reduksi masing-masing negara berbeda-beda tergantung dari
tingkat emisi yang mereka keluarkan. Protokol Kyoto ditandatangani pada tanggal 11
Desember 1997 dan mulai diterapkan pada tanggal 16 Februari 2005. Hingga kini, Salah satu
negara besar yang paling signifikan pengaruhnya untuk mewujudkan misi Protokol Kyoto
dengan mengurangi emisi dunia adalah Amerika Serikat (AS). Amerika Serikat, selaku
penyumbang emisi terbesar dunia 2 , hingga kini belum meratifikasi Protokol Kyoto.
Menanggapi penolakannya ini, mantan Presiden AS, Presiden Bush mengatakan, Kyoto
Protokol hanya akan membahayakan kondisi perekonomian dan kondisi perburuhan mereka 3.
Pemaksaan pengurangan emisi akan menyebabkan produktivitas industri Amerika Serikat
menurun, di mana penurunan produktivitas ini kemudian akan mengakibatkan munculnya
penurunan upah buruh, yang lantas berdampak pada buruknya standar kehidupan rakyat
Amerika secara keseluruhan. Sehingga dapat disimpulkan alasan pertama Amerika Serikat
tidak mau meratifikasi Protokol Kyoto adalah karena Protokol Kyoto dinilai akan
menghancurkan kehidupan ekonomi dan kehidupan sosial rakyat Amerika Serikat. Penolakan
AS tersebut juga terjadi pada beberapa negara lain yang juga menolak untuk meratifikasi
Protokol Kyoto, seperti misalnya Cina yang juga beralasan Protokol Kyoto akan
membahayakan kehidupan perekonomian Cina. Banyaknya penolakan yang terjadi ini
menyebabkan Protokol Kyoto menjadi tidak efektif karena tidak berhasil mewujudkan
tujuannya untuk mengurangi tingkat emisi di dunia, sehingga kemudian diadakanlah
pertemuan UNFCCC berikutnya pada tahun 2007 di Bali, masih dalam rangka menyatukan
komitmen negara-negara dunia untuk bersama-sama mengurangi tingkat emisi karbonnya.

Sebagai negara yang menjadi host penyelenggara pertemuan UNFCCC tahun 2007
lalu, Indonesia tentunya memegang peranan penting. Sejak pertemuan UNFCCC di Bali

2
Steve Corner, Scientists Condemn US as Emissions of Greenhouse Gases Hit Record Level.
http://www.independent.co.uk/news/science/scientists-condemn-us-as-emissions-of-greenhouse-gases-hit-reco
rd-level-474742.html, diakses pada 17 Desember 2008, pukul 22.01.
3
Cabel News Network. Bush Firm Over Kyoto Stance, http://edition.cnn.com/2001/US/03/
29/schroeder.bush/index.html, diakses pada 17 Desember 2008, pukul 22.11.
Page | 2
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .
Universitas Indonesia

tersebut, Indonesia telah menunjukkan komitmennya yang besar dalam mengurangi tingkat
emisi karbon dunia. Secara nasional, Indonesia menargetkan mengurangi emisi Gas Rumah
Kaca (GRK) sebesar 26% pada tahun 2020. Komitmen Indonesia itu dimuat dalam dokumen
Second National Communication (SNC) yang ditandatangani di Hotel Borobudur, Jakarta
pada 23 November 2009 lalu. Adapun, komitmen tersebut sekaligus menegaskan pernyataan
Presiden SBY pada pertemuan G-20 di Pittsburgh, USA beberapa waktu lalu. SNC sendiri
adalah dokumen yang memuat kegiatan Adaptasi dan Mitigasi yang akan dilakukan
Indonesia untuk mengantisipasi perubahan iklim. 4 SNC inilah yang akan dibawa oleh
Indonesia ke Kopenhagen untuk dilaporkan ke UNFCCC. Dalam SNC, Indonesia
menyebutkan bahwa target Indonesia untuk menurunkan emisi GRK adalah sebesar 26%
dalam kondisi business as usual (BAU). Artinya, Indonesia akan melakukan pengurangan
emisi GRK dengan upaya sendiri melalui program mitigasi dan adaptasi yang dilakukan.
Dalam SNC juga disebutkan bahwa Indonesia dapat menurunkan emisi GRK sampai 41
persen dengan skenario ada bantuan teknologi dan pendanaan internasional.5 Proposal inilah
salah satu yang akan diperjuangkan Indonesia di Copenhagen. Lebih lanjut lagi, perjuangan
Indonesia yang lebih besar adalah menggolkan Bali Road Map menjadi sebuah kesepakatan
internasional yang bersifat mengikat (legally binding agreement). Adapun, penurunan emisi
GRK sebesar 26 persen termasuk angka yang sangat optimistis. Dari 26 persen itu,
rencananya 14 persen adalah penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan. 6 Angka ini
rencananya dapat dicapai dengan asumsi bahwa pada tahun 2010, penebangan ilegal bisa
ditekan menjadi nol; di mana hal ini merupakan asumsi yang sangat ambisius mengngingat
konon saat ini dari total produksi hasil hutan Indonesia, 50% masih termasuk kasus
penebangan ilegal.7 Akan tetapi, Indonesia optimis penebangan ilegal bisa ditekan. Menurut
Kepala Negara, perbaikan iklim dan pengurangan emisi di Indonesia kuncinya terletak pada
pembenahan hutan nasional yang memang merupakan hutan terluas dan strategis bagi dunia.8
Masih terkait pengendalian emisi GRK, Indonesia menargetkan program pembangunan

4
Togar Silaban, Amunisi Apa yang Dibawa Indonesia ke Copenhagen (COP 15)? http://www.togarsilaban.com/
2009/11/24/amunisi-apa-yang-dibawa-indonesia-ke-copenhagen-cop-15/, diakses pada 15 Desember 2009,
pukul 19.44.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Irsad Sati, Anggota APEC Konsolidasikan Copenhagen Summit. http://web.bisnis.com/umum/sosial/
1id146854.html, diakses pada 16 Desember 2009, pukul 18.09.
Page | 3
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .
Universitas Indonesia

pembangkit listrik 10.000 MW yang menggunakan batu bara akan dikurangi sebesar 25%. 9
Sebagai gantinya, pembangkit listrik tersebut akan menggunakan sumber energi geotermal,
mikro hidro dan energi arus laut (tidal wave energy).

Komitmen Indonesia dalam melakukan pembenahan hutan nasional tidak hanya


ditunjukkan lewat pernyataannya untuk menekan angka penebangan ilegal menjadi nol,
melainkan juga lewat berbagai tindakan yang telah dilakukan Departemen Kehutanan, seperti
misalnya ketika Departemen Kehutanan pada awal Desember 2009 lalu mengadakan seminar
berjudul “Best Practice Sustainable Forest Management on Climate Change (Road to
Copenhagen)", di mana pada seminar tersebut diterangkan mengenai pengaturan hutan yang
berkelanjutan (sustainable forest management), kebijakan mitigasi untuk menghadapi
perubahan iklim, serta praktik pembangunan hutan kayu berkelanjutan.10 Adapun seminar ini
diadakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya mewujudkan hutan
yang berkelanjutan. Lebih lanjut lagi, Departemen Kehutanan juga telah menyediakan dana
sebesar 2 trilyun Rupiah untuk keperluan reforestasi hutan Indonesia. Tidak hanya itu,
Departemen Kehutanan juga mengatakan komitmennya untuk menanam 230 juta pohon
sehubungan dengan usaha membenahi hutan nasional Indonesia.11

Masih berhubungan dengan komitmen Indonesia pada Copenhagen Summit, dalam


sebuah press statement di Copenhagen pada 6 Desember lalu, Indonesia menyatakan
keinginannya untuk mengajukan Bali Action Plan (BAP) yang telah dihasilkan pada
pertemuan UNFCCC 2007 lalu pada pertemuan di Kopenhagen tersebut. Indonesia juga
menyatakan keinginannya agar negara-negara maju mampu memimpin upaya-upaya mitigasi,
sementara negara berkembang mampu berkontribusi mengurangi tingkat emisi dengan
menjalankan pembangunan ekonomi rendah-karbon (low-carbon economic development).12
Posisi Indonesia akan komitmennya mengurangi tingkat emisi karbon juga ditunjukkan
melalui skema reduction of emissions from deforestation and forest degradation (REDD)
yang akan diajukan Indonesia di Kopenhagen. Sebagai negara dengan wilayah hutan yang
luas, tidaklah heran jika Indonesia kemudian memfokuskan upaya pengurangan tingkat emisi
9
Pusdatin Bappenas, Indonesia Akan Hadiri UNFCCC Cop-14 di Copenhagen. http://www.bappenas.go.id/
node/116/2448/indonesia-akan-hadiri-unfccc-cop-14-di-copenhagen/, diakses pada 15 Desember 2009, pukul
19.43.
10
ANTARA News, To Copenhagen with Hope To Save Planet Earth. http://antaranews.com/en/news/126028
6937/to-copenhagen-with-hope-to-save-planet-earth, diakses pada 16 Desember 2009, pukul 18.36.
11
Ibid.
12
Ibid.
Page | 4
Erika . 0706291243 . Jurusan Ilmu Hubungan Internasional . Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik .
Universitas Indonesia

karbonnya pada usaha-usaha reforestasi dan penghijauan hutan. Adapun, Indonesia akan
menunjukkan keberhasilan proyek REDD di Jambi, Kalimantan Tengah, dan Jawa Timur
13
untuk menunjukkan komitmennya menyelamatkan lingkungan, serta mengajak
negara-negara lain agar turut mempraktikkan proyek REDD di wilayahnya masing-masing.

Dari berbagai penjelasan mengenai komitmen Indonesia dalam Copenhagen Summit


di atas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia siap menunjukkan komitmennya untuk
mengurangi tingkat emisi karbon dunia. Adapun komitmen Indonesia tersebut akan lebih
dititikberatkan pada usaha mitigasi, adaptasi, serta melalui berbagai upaya pembenahan hutan
nasional lewat reforestasi dan penghijauan hutan. Indonesia juga menyatakan komitmennya
untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kacanya sebesar 26% pada 2020 dengan
kemampuannya sendiri, dan sebesar 41% dengan bantuan teknologi dan pendanaan
internasional. Komitmen ini sekaligus menyiratkan keinginan Indonesia untuk mendapatkan
bantuan baik, dalam hal finansial maupun teknologi, dari negara-negara maju dalam
upayanya mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca.

13
Hal tersebut disampaikan Hadi Haryanto, delegasi Indonesia pada Copenhagen Summit, lihat Ibid.
Page | 5

Anda mungkin juga menyukai