Anda di halaman 1dari 27

PERMASALAHAN DALAM

HAMONISASI SECARA
VERTIKAL PERATURAN
DAERAH DENGAN
PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN DI INDONESIA
Muhammad Sapta Murti
Deputi Bidang Perundang-undangan
Kementerian Sekretariat Negara R.I.

DASAR HUKUM
1.

2.

3.

UUD 1945;
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.

DEFINISI

Harmonisasi Vertikal: upaya untuk menyelaraskan,


menyerasikan, menyeimbangkan, menyesuaikan, dan
mengonsistensikan seluruh elemen yang terdapat dalam
peraturan daerah yang sedang disusun dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi terutama dalam lingkup
pengaturan yang sama/sejenis, dengan mempertimbangkan
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat setempat dan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
Peraturan Perundang-undangan: peraturan tertulis yang
dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang
dan mengikat secara umum.
(Pasal 1 angka 2 UU Nomor 10 Tahun 2004)

Peraturan Daerah: peraturan perundang-undangan yang


dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan
persetujuan bersama kepala daerah.
(Pasal 1 angka 7 UU Nomor 10 Tahun 2004)

HIERARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI
INDONESIA
1.UUD 1945;
2.Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti UndangUndang;
3.Peraturan Pemerintah;
4.Peraturan Presiden;
5.Peraturan Daerah.
[Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2004 ]

1. Pasal 27 UU No. 10 Tahun 2004


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan
peraturan daerah yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota
diatur dengan Peraturan Presiden
2. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu:
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal,
dan agama (Pasal 10 ayat 3 UU no. 32 tahun 2004)

TINJAUAN SINGKAT PERATURAN


DAERAH

Pemerintahan daerah sebagai lembaga yang merepresentasikan


otonomi daerah berwenang untuk membentuk Peraturan Daerah
dalam rangka pelaksanaan otonomi di daerahnya.
Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah sebagai
berikut:
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintahan
daerah berwenang untuk menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
Pasal 1 angka 7 UU Nomor 10 Tahun 2004 menetapkan bahwa yang
dimaksud dengan peraturan daerah adalah peraturan perundangundangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah
dengan persetujuan bersama kepala daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, antara lain
Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

TINJAUAN SINGKAT PERATURAN


DAERAH
lanjutan-1

Materi muatan Peraturan Daerah berdasarkan Pasal 12 UU


Nomor 10 Tahun 2004 meliputi seluruh materi yang berkaitan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dan tugas pembantuan,
serta untuk menampung kondisi khusus (khas) daerah
otonom, dan untuk melaksanakan lebih lanjut peraturan
perundang-undangan di tingkat yang lebih tinggi.
Pasal 2 UU Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan bahwa:
NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi yang dibagai atas
kabupaten dan kota yang masing-masing pemerintahan
daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan;
Pemerintahan daerah dimaksud menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi
urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing
daerah;

TINJAUAN SINGKAT PERATURAN


DAERAH
lanjutan-2

Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan


pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah dan
dengan pemerintahan daerah lainnya yang meliputi
hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya
yang dilaksanakan secara adil dan selaras dan menimbulkan
hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan
pemerintahan.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan undangundang, serta mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

TINJAUAN SINGKAT PERATURAN


DAERAH
lanjutan-3

Pada dasarnya asas desentralisasi menurut


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
memberikan atau menyerahkan sebagian urusan
pemerintahan yang menjadi domain kewenangan
Pemerintah kepada daerah otonom.
Bentuk otonomi daerah adalah berupa urusan dan
wewenang pemerintahan yang diberikan oleh
Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan megurus masyarakat daerahnya,
dalam kerangka melaksanakan otonomi daerah
dan tugas pembantuan di tingkat pemerintahan
lokal. Dalam hal ini tidak ada urusan dan
kewenangan legislatif maupun yudikatif yang
diserahkan kepada Daerah Otonom.

TINJAUAN SINGKAT PERATURAN


DAERAH
lanjutan-4

Perubahan paradigma penyerahan urusan dan


kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dan
tugas pembantuan bertujuan untuk mewujudkan tata
pemerintahan daerah yang baik. Pelaksanaan hal ini
tercermin dalam hak daerah otonom untuk mengatur
seluruh urusan yang terkait dengan tugas, kewajiban,
dan tanggung jawab yang meliputi hak untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah,
keamanan dan ketertiban daerah, pengelolaan
sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, serta untuk menyediakan dan
memperbaiki pelayanan umum.
Pembentukan Peraturan Daerah merupakan salah
satu manifestasi kewenangan daerah dalam
menyelenggarakan otonomi daerah dan dan
mengatur masyarakatnya.

LEMBAGA PEMBENTUK
PERATURAN DAERAH
Peraturan Daerah meliputi:
1.
Peraturan Daerah Provinsi dibentuk oleh dewan
perwakilan rakyat daerah provinsi bersama
dengan Gubernur;
2.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibentuk
oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama dengan Bupati/Walikota;
3.
Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat
dibentuk oleh badan perwakilan desa atau nama
lainnya bersama dengan Kepala Desa.
[Pasal 7 ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2004]

FUNGSI PERATURAN
DAERAH

Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan


otonomi daerah dan tugas pembantuan; dalam hal ini
peraturan daerah harus tunduk dan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi karena peraturan daerah merupakan
peraturan pelaksanaan dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tersebut;
Sebagai instrumen yang menampung kekhususan
dan keragaman daerah, serta untuk menyampaikan
aspirasi masyarakat setempat;
Sebagai instrumen pembangunan dalam rangka
meningkatkan kesejejahteraan masyarakat di daerah
otonom.

URGENSI HARMONISASI VERTIKAL


PERATURAN DAERAH

Harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah


proses yang ditujukan untuk memastikan kesesuaian
dan keselarasan di antara peraturan perundangundangan, agar tidak menimbulkan tumpang tindih,
ketidakkonsistenan, konflik atau pertentangan di
dalam pengaturannya. Harmonisasi diberlakukan
terhadap seluruh peraturan perundang-undangan baik
secara vertikal maupun horizontal.
Harmonisasi Vertikal memegang peranan penting
dalam proses pembentukan peraturan daerah. Hal ini
merupakan tidak terlepas dari posisi peraturan daerah
dalam hierarki peraturan perundang-undangan
Indonesia dan fungsinya sebagai instrumen untuk
melaksanakan otonomi daerah.

URGENSI HARMONISASI VERTIKAL


PERATURAN DAERAH
lanjutan-1

Harmonisasi memerlukan ketelitian, kecermatan, dan


ketepatan terutama dalam mengidentifikasi peraturan
perundang-undangan lain yang terkait, menganalisis
apakah norma yang diatur bersesuaian atau
bertentangan, dan kemampuan untuk menentukan
pilihan politik hukum apabila terjadi/ditemukan
pertentangan dan ketidaksesuaian antara rancangan
peraturan perundang-undangan dengan peraturan
yang telah ada.
Pasal 18 UU Nomor 10 Tahun 2004 juncto Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005 menetapkan bahwa
terhadap peraturan perundang-undangan perlu
dilakukan pengharmonisasian. Selain didasarkan
atas ketentuan tersebut, berikut adalah pertimbangan
lain yang mendasari perlunya harmonisasi :

URGENSI HARMONISASI VERTIKAL


PERATURAN DAERAH
lanjutan-2

Peraturan perundang-undangan merupakan


bagian yang menyatu dengan sistem hukum
nasional.
Peraturan perundang-undangan sebagai
sistem atau subsistem dari sistem yang lebih
besar dalam ketatanegaraan hendaknya
memiliki karakter dan fitur tertentu dimana
salah satunya adalah keterhubungan dan
ketergantungan di antara ketentuan yang
diatur dan merupakan elemen yang
diintegrasikan secara komprehensif di dalam
sistem hukum.

URGENSI HARMONISASI
VERTIKAL PERATURAN DAERAH
lanjutan-3

Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh


bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi (apabila terjadi
pertentangan/perbedaan , peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
berlaku);
Harmonisasi peraturan perundang-undangan diperlukan untuk
mempertahankan keselarasan, konsistensi, keserasian, kelengkapan, dan
keutuhan/kebulatan peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari
sistem hukum agar dapat berfungsi secara tepat dan efektif;
Terhadap peraturan perundang-undangan dapat dilakukan uji materiil oleh
Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sesuai hirerarkinya. Untuk
Peraturan Daerah yang dianggap bermasalah dan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dilakukan
executive review. Mengingat hal demikian, maka harmonisasi menjadi
tahap yang paling tepat untuk meminimalisasi konflik atau pertentangan
antara Peraturan Daerah dengan peraturan perundang-undangan lain yang
lebih tinggi, yang berakibat pada pembatalan atau pencabutan Peraturan
Daerah yang bermasalah;
Untuk memastikan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan
dilaksanakan sesuai dengan asas pembentukan peraturan
pembentukannya sehingga mampu menciptakan kepastian hukum.

IDENTIFIKASI MASALAH

Daerah menganggap dengan tidak adanya kerangka acuan yang jelas


dalam membentuk Peraturan Daerah maka pembentukan Peraturan
Daerah mengabaikan ketentuan-ketentuan prinsip mengenai asas dan
materi muatan pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana ditetapkan
dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 dan UU Nomor 32 Tahun 2004;
Daerah memahami prinsip-prinsip pengaturan penyusunan Perda sesuai
UU Nomor 10 Tahun 2004 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 namun kurang
kapasitas pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan teknik-teknik
perumusan norma yang dinilai tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
Kurangnya pemahaman di kalangan penyusun Peraturan Daerah
mengenai teknik penyusunan Peraturan Daerah yang antara lain
disebabkan oleh kurangnya pengalaman penyusun Peraturan Daerah
mengenai ilmu pengetahuan perundang-undangan dan teknik penyusunan
Peraturan Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
Langkah-langkah pembinaan yang dilakukan oleh instansi Pusat kepada
aparatur pemerintah daerah dalam penyusunan Perda kemungkinan belum
optimal dan belum merata;

IDENTIFIKASI MASALAH

lanjutan-1

Belum adanya kerangka acuan yang jelas bagi daerah


mengenai tata laksana harmonisasi Rancangan Peraturan
Daerah sebagai salah satu instrumen penting dalam rangka
menjaga harmonisasi Peraturan Daerah dengan peraturan
perundang-undangan lain terutama yang lebih tinggi.
Peraturan Presiden yang mengatur tentang Tata Cara
Mempersiapkan Peraturan Daerah hingga kini belum
ditetapkan;
Bentuk-bentuk hubungan komunikasi, konsultasi, klarifikasi
Rancangan Peraturan Daerah antara instansi Pemerintah
dengan aparat terkait di daerah yang selama ini diterapkan
kemungkinan kurang efektif;
Peran Gubernur dalam membina dan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan kabupatan/kota
kemungkinan belum optimal;

IDENTIFIKASI MASALAH

lanjutan-2

Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau


pedoman Peraturan Daerah dalam menyusun Peraturan
Daerah mengalami perubahan atau pergantian yang cepat
dan daerah kurang siap menyikapi perubahan tersebut;
Peraturan perundang-undangan menjadi landasan atau
pedoman bagi daerah dalam menyusunan Peraturan Daerah
terlambat diterbitkan;
Secara teknis, lingkup peraturan perundang-undangan yang
harus diharmonisasi oleh daerah banyak dan beragam mulai
dari UU sampai dengan Peraturan Menteri, sehingga proses
harmonisasi Rancangan Peraturan Daerah membutuhkan
waktu dan energi yang lebih banyak;
Ketidakkonsistenan peraturan perundang-undangan di
tingkat Pusat dapat berdampak terjadinya kekeliruan daerah
dalam menentukan ketentuan acuan hukum. Hal ini bisa juga
terjadi dalam hal terdapat peraturan pelaksanaan yang
dipandang tidak sesuai dengan dengan UU pokoknya;

IDENTIFIKASI MASALAH

lanjutan-3

Kurangnya sosialiasi peraturan perundang-undangan menimbulkan


perbedaan persepsi dan pemahaman antara aparatur daerah
dengan instansi Pemerintah;
Ketidaksiapan Pemerintah dalam menyediakan ketentuan
mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria pelaksanaan suatu
urusan pemerintahan tertentu dapat mendorong daerah mengambil
inisiatif-inisitaf sendiri dengan membuat peraturan atau kebijakan
yang dapat bertentangan dengan PP;
Pendelegasian pengaturan suatu hal tertentu dalam peraturan
perundang-undangan kepada Peraturan Daerah yang tidak jelas
terutama lingkup materi muatan yang diperintahkan untuk diatur
Peraturan Daerah, dapat mempersulit daerah dalam menyusun
Peraturan Daerah. Pendelegasian pengaturan kepada peraturan
daerah yang tidak spesifik menyebut tingkatan Peraturan Daerah
dapat berpotensi menimbulkan perselisihan kewenangan dan
tumpang tindih pengaturan;
Koordinasi antara instansi Pemerintah dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap Peraturan Daerah
kemungkinan belum sinergis dan terpadu.

DATA MENGENAI PERATURAN


DAERAH BERMASALAH

Kementerian Dalam Negeri mencatat sepanjang


kurun waktu 2002 hingga 2009 telah ada 1878
Peratudan daerah yang dibatalkan.
Sampai dengan bulan Juli 2009 terdapat 1152
Peraturan Daerah mengenai pajak dan retribusi
daerah yang telah dibatalkan. Sebelum
berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2004 sudah
terdapat sekitar 8000 Peraturan Daerah tentang
pajak dan retribusi daerah yang dibuat dan lebih
dari 3000 Peraturan Daerah tersebut terindikasi
bermasalah.

DATA MENGENAI PERATURAN


DAERAH BERMASALAH lanjutan-1

Sementara itu Kementerian Keuangan menginformasikan dari hasil


evaluasi terhadap Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sejak 2001 hingga 14 Agustus 2009
menunjukkan, dari total 9.714 Peraturan Daerah, terdapat 3.455
Peraturan Daerah yang direkomendasikan dibatalkan atau direvisi.
Dari sisi jenis usaha, Peraturan Daerah yang bermasalah paling
banyak diterbitkan di sektor perhubungan, industri dan
perdagangan, pertanian, budaya dan pariwisata, serta kehutanan.
Terdapat 2.566 rancangan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah dan 1.727 dari Rancangan Peraturan Daerah
tersebut yang direkomendasikan untuk ditolak atau direvisi.
Rancangan Peraturan Daerah bermasalah ini masih di sektor
perhubungan, industri dan perdagangan, pekerjaan umum, budaya
dan pariwisata, serta kesehatan.
Kementerian Keuangan juga mendata sampai dengan 31 Maret
2009, Peraturan Daerah bermasalah paling banyak terdapt di sektor
transportasi (447 Peraturan Daerah), disusul industri dan
perdagangan (387 Peraturan Derah), pertanian (344 Peraturan
Daerah) dan kehutanan (299 Peraturan Daerah).

DATA MENGENAI PERATURAN


DAERAH BERMASALAH lanjutan-2

Menurut Kementerian Negara Koperasi dan UKM, terdapat


26 dari 92 peraturan daerah yang bertentangan dengan
pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah
(KUMKM), dan yang terkait dengan pajak dan retribusi
daerah telah dibatalkan oleh Kementerian Dalam Negeri;
Masih terdapat 340 Peraturan Daerah yang bertentangan
dengan pemberdayaan KUMKM sesuai UU Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dari 340 Perda
tersebut sejumlah 234 peraturan daerah telah diusulkan
pembatalannya kepada Kementerian Dalam Negeri,
sebanyak 63 di antaranya telah disetujui pembatalannya, dan
171 Peraturan Deaerah lainnya masih dalam proses
pertimbangan di Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Keuangan. Sementara itu, Kementerian Dalam
Negeri juga telah menyampaikan sebanyak 706 Peraturan
Daerah bermasalah kepada BPK untuk diawasi.

DATA MENGENAI PERATURAN


DAERAH BERMASALAH lanjutan-3

Menurut Kementerian Dalam Negeri pada


tahun 2010 terdapat 3000 Peraturan Daerah
yang diklarifikasi dan 407 diantaranya
bermasalah.
Pada tahun 2011 in iakan diklarifikasi 9000
Peraturan Daerah dan hingga 4500 Peraturan
Daereah yang telah diklarifikasi dan 175
Peraturan Daerah dinyatakan bermasalah.

SOLUSI

Harmonisasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah harus


didukung dengan peraturan perundang-undangan yang jelas
dan tegas agar persyaratan formil dan materiil
pembentukannya dipenuhi;
Peninjauan kembali dan optimalisasi program legislasi
daerah;
Harmonisasi peraturan perundang-undangan di tingkat pusat
dapat diterapkan dalam harmonisasi Peraturan Daerah
dengan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan dengan
berlandaskan pada Pasal 18 ayat (3) Undang-Udnang Nomor
10 Tahun 2004. Peraturan Presiden merupakan instrumen
hukum yang paling tepat untuk mengatur mengenai
mekanisme atau tata cara pembentukan Peraturan Daerah,
termasuk pengharmonisasiannya baik secara vertikal
maupun horizontal.

SOLUSI

lanjutan-1

Komunikasi yang efektif dengan pemerintahan daerah


dan pemangku kepentingan di daerah telah dimulai
sejak tahap perencanaan dan persiapan
pembentukan Peraturan Daerah untuk meminimisasi
potensi konflik;
Akses terhadap partisipasi masyarakat yang lebih
terbuka, luas dan bertanggung jawab;
Peningkatan kemampuan dan kompetensi penyusun
Peraturan Daerah perlu dilakukan dengan mekanisme
pendidikan dan pelatihan yang sistematik dan berkala;
Penyempurnaan dan perbaikan sistem pembinaan,
supervisi, dan pemantauan antara Pemerintah
terhadap Pemerintah Daerah dan internal Pemerintah
Daerah.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai