1.
2.
Jatuh
3.
4.
Kecelakaan kerja
5.
6.
Kecelakaan olahraga
7.
C.
Manifestasi Klinis
1.
2.
3.
Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan cerebros piral
keluar dari
4.
5.
6.
Penurunan kesadaran.
7.
8.
Peningkatan TIK
9.
F.
1.
Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas
berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini penderita akan terbangun,
sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita
masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state
lebih dari satu tahun jarang sembuh.
2.
Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali kejang
pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang
menjadi epilepsy
3.
Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki
potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.
4.
5.
I. Konsep Dasar
A. Definisi
Cedera otak berat adalah gangguan traumatik otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi tanpa diikuti terputusnya kontu
nuitas otak di tandai dengan :
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam
c. Tanpa neurologis fokal
d. Disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakarnial
B. Etiologi / Penyebab Cob
1. Akselerasi
Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam
2. Deselerasi
Terjadi jika membentur objek yang sedang tidak bergerak
C. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukana berat ringannya konsekuensi p
atofisiologi dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang seda
ng bergerak membentur kepala yang sedang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, a
tau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah apabila kepala
membentur obyek yang secaa relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekua
tan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan tibatiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, l
aserasi substansi alba, cedera robekan atau hemorargi. Sebagai akibat cedera sekunder dapat terja
di sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuen
sinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya pening
katan TIK (peningkatan intrakranial). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak se
kunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi. Gannaralli dan kawanawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala ber
at pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari keru
sakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematoma intra serebral, serta kerusakan otak se
kunder yang disebabkna oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak men
yebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yai
tu : cedera aksonmenyebar, kerusakan otak hipoksi, pembengkakan otak mnenyebnar, hemorargi
kecil multiple pada seluruh otak. Jenis ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada bata
ng otak tetapi cedera menyebar pada hemisper serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Pathway Cob
Edema Serebri
Definisi
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam
jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuN ekstraseluler (daerah substansia
alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
Etiologi
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:
1. Kondisi neurologis: Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor
otak, dan infeksi otak.
2. Kondisi non neurologis: Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi
maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau
high altitude cerebral edema (HACE).
Klasifikasi Dan Patofisiologi
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar
1) Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak :
edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba.
edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea.
2) Berdasarkan patogenesis:
Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier (sawar darah-otak).
Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat. sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari
kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa
serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,
tumor otak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak pembuluh
darah otak
Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa
Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan
tekanan osmotik intraseluler yang akan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lama
makin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi
sempit, iskemia otak makin hebat karena perfusi darah terganggu. Pada binatang percobaan,
pemakaian bakterisid yang luas pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung
and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.Edema serebri sitotoksik sering
ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac arrest), iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi
zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema serebri vasogenik, misalnya
pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis.
Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma darah (intravaskuler) dan
jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air
suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan
pada pembuluh darah dan membran sel.
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan srebrospinal merembes
melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler
Tanda Dan Gejala
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor
medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap
konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal
secara progresif akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang menyebabkan herniasi
unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler,
apnea, dan kematian.
6. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas,
serta cup and disc ratio lebih dari 0,2. Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak
untuk melihat etiologi dan luas edema serebri.
G.
1.
.Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus
diintubasi.
2.
Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2 melalui
masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt pneumotoraks
tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%.
Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2
>95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus
diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3.
Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan
menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut
jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan
koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4.
Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mula-mula
diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila
tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
5.
dievaluasi
adanya
:1.Hematoma
epidural2.Darah
dalam
sub
arachnoid
dan
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena
dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis
semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila
terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala
terbuka,fraktur impresi >1 diplo).
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1.
Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab.
2.
Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
3.
Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai
tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena
udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4.
Pemeriksaan Penujang
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
I.
Rasionalisasi
Mandiri
Deteksi
dini
untuk
memprioritaskan
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan intervensi, mengkaji status neurologis/tandaindividu/penyebab koma/penurunan perfusi tanda
kegagalan
untuk
menentukan
jaringan
dan
kemungkinan
penyebab perawatan
kegawatan
atau
tindakan
peningkatan TIK.
pembedahan.
dengan
baik
atau
fluktuasi
darah
serebral.
Dengan
bradikardi,
disritmia,
dispnea
menunjang
peningkatan
TIK/ICP
(Intracranial Pressure).
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman
seperti
masase
memberikan
istirahat
untuk
ramah, dan suasana / pembicaraan yang tidak mempertahankan TIK yang rendah.
gaduh.
Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) Meningkatkan
kerja
perawatan
meningkat.
mengurangi kecemasan.
Perubahan
kesadaran
sama
klien
dalam
dan
menunjukkan
Mengurangi
hipoksemia,
dimana
dapat
Rasionalisasi
inspirasi
maksimal,
peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
yang
sakit.
Dorong
klien
untuk
sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital.
untuk
mempertahankan
fungsi
Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan Melatih klien untuk mengatur napas seperti
Pemberian antibiotik.
pengembangan parunya.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi
Rasionalisasi
sekret,
sisa
cairan
mucus,
endotracheal/tracheostomy tube
yang
berubah.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, Selama intubasiklien mengalami refleks batuk
suara alarm dari ventilator karena tekanan yang yang tidak efektif, atau klien akan mengalami
tinggi,
pengeluaran
sekret
melalui kelemahan
otot-otot
pernapasan
dan
durasinya
pun
dapat
lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
cairan fisiologis steril.
membuat
hiperventilasi
melalui
atelektasis
dan
mengurangi
terjadinya hipoksia.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
2jam).
segmen
paru-paru,
mengurangi
risiko
atelektasis.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
efektif dan mengapa terdapat penumpukan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
sekret di saluran pernapasan.
rencana terapeutik.
mengeluarkan
untuk
lendir
memudahkan
dan
mengevaluasi
Pemberian ekspektoran.
Pemberian antibiotic.
parunya.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
postural drainage, perkusi/penepukan.
Berikan
obat-obat
bronchodilator
pengeluaran sekret.
sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan Akan melansarkan peredaran darah sehingga
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi dan
nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Berikan kesempatan waktu istirahat bala terasa Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
nyeri
dan
berikan
posisi
yang
pemberian
obat
analgesic
untuk kemungkinan
komplikasi
dan
melakukan
dengan
analgetik.
dokter,
Rasional
kecil /
meningkat TIK.
pada kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15
indikasi
- Diuretik
- Steroid
TIK.
- Analgetik sedang
- Sedatif
Untuk mengendalikan
kegelisahan agitas
Rasional
Mandiri
memungkinkan.
Kolaborasi
klien
respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita
dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press