Anda di halaman 1dari 18

Asuhan Keperawatan COB Dan Oedema Serebri

A Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak
(Muttaqin 2008).
Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan
fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau trauma kepala adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B.Batticaca, 2008).
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yangserius diantara penyakit neurologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
B.

Penyebab Cedera Kepala


Cedera kepala disebabkan oleh

1.

Kecelakaan lalu lintas

2.

Jatuh

3.

Trauma benda tumpul

4.

Kecelakaan kerja

5.

Kecelakaan rumah tangga

6.

Kecelakaan olahraga

7.

Trauma tembak dan pecahan bom (Ginsberg, 2007)

C.

Manifestasi Klinis

1.

Nyeri yang menetap atau setempat.

2.

Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.

3.

Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral ( cairan cerebros piral
keluar dari

4.

telinga ), minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).

5.

Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.

6.

Penurunan kesadaran.

7.

Pusing / berkunang-kunang.Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler

8.

Peningkatan TIK

9.

Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.

10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan

F.

Komplikasi Cedera Kepala


Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999) pada cedera kepala
meliputi

1.

Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi ini secara khas
berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini penderita akan terbangun,
sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita
masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state
lebih dari satu tahun jarang sembuh.

2.

Kejang/Seizure
Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali kejang
pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini berkembang
menjadi epilepsy

3.

Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini memiliki
potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.

4.

Hilangnya kemampuan kognitif


Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan kemampuan
kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala mengalami masalah kesadaran.

5.

Penyakit Alzheimer dan Parkinson


Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan
sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

Cidera Otak Berat

I. Konsep Dasar
A. Definisi
Cedera otak berat adalah gangguan traumatik otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi tanpa diikuti terputusnya kontu
nuitas otak di tandai dengan :
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam
c. Tanpa neurologis fokal
d. Disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakarnial
B. Etiologi / Penyebab Cob

1. Akselerasi
Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam
2. Deselerasi
Terjadi jika membentur objek yang sedang tidak bergerak
C. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukana berat ringannya konsekuensi p
atofisiologi dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang seda
ng bergerak membentur kepala yang sedang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, a
tau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah apabila kepala
membentur obyek yang secaa relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekua
tan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan tibatiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, l
aserasi substansi alba, cedera robekan atau hemorargi. Sebagai akibat cedera sekunder dapat terja
di sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuen
sinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler
, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya pening

katan TIK (peningkatan intrakranial). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak se
kunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi. Gannaralli dan kawanawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan menyebar sebagai kategori cedera kepala ber
at pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari keru
sakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematoma intra serebral, serta kerusakan otak se
kunder yang disebabkna oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak men
yebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yai
tu : cedera aksonmenyebar, kerusakan otak hipoksi, pembengkakan otak mnenyebnar, hemorargi
kecil multiple pada seluruh otak. Jenis ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada bata
ng otak tetapi cedera menyebar pada hemisper serebral, batang otak atau kedua-duanya.
Pathway Cob

Edema Serebri

Definisi
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya akumulasi cairan di dalam
jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak. Dapat terjadi peningkatan volume
intraseluler (lebih banyak di daerah substansia grisea) maupuN ekstraseluler (daerah substansia
alba), yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.
Etiologi
Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:
1. Kondisi neurologis: Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma kepala, tumor
otak, dan infeksi otak.
2. Kondisi non neurologis: Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat, hipertensi
maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada opioid, gigitan reptil tertentu, atau
high altitude cerebral edema (HACE).
Klasifikasi Dan Patofisiologi
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar
1) Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak :

edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia alba.
edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia grisea.

2) Berdasarkan patogenesis:

edema serebri vasogenik.

Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain barrier (sawar darah-otak).
Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat. sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari
kapiler masuk ruangan ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa
serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel endotel masih
memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai pada trauma kepala, iskemia otak,
tumor otak, hipertensi maligna, perdarahan otak dan berbagai penyakit yang merusak pembuluh
darah otak

edema serebri sitotoksik.

Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron, glia dan endotel kapiler). Pompa
Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan
tekanan osmotik intraseluler yang akan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin lama
makin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan endotel kapiler, lumen menjadi

sempit, iskemia otak makin hebat karena perfusi darah terganggu. Pada binatang percobaan,
pemakaian bakterisid yang luas pada kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung
and, seperti trietil tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.Edema serebri sitotoksik sering
ditemukan pada hipoksia/ anoksia (cardiac arrest), iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi
zat-zat kimia tertentu. Juga sering bersama-sama dengan edema serebri vasogenik, misalnya
pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis.

edema serebri osmotik.

Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma darah (intravaskuler) dan
jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema
serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan dengan infus air
suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema serebri osmotik tidak ada kelainan
pada pembuluh darah dan membran sel.

edema serebri hidrostatik/interstisial

Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat, cairan srebrospinal merembes
melalui dinding ventrikel, meningkatkan volume ruang ekstraseluler
Tanda Dan Gejala
Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan tanda dan gejala berupa:
1. Nyeri kepala hebat.
2. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.
3. Penglihatan kabur.
4. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat vasomotor
medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan aliran darah otak tetap
konstan pada keadaan meningkatnya resistensi serebrovaskular akibat kompresi pembuluh
darah kapiler serebral oleh edema.
5. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan dangkal
secara progresif akibat peningkatan tekanan intrakranial (TIK) yang menyebabkan herniasi
unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul perubahan pola pernapasan menjadi pola
Cheyne-Stokes, kemudian timbul hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler,
apnea, dan kematian.
6. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang tidak tegas,
serta cup and disc ratio lebih dari 0,2. Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak
untuk melihat etiologi dan luas edema serebri.

G.

Penatalaksanaan Cedera Kepala


Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuatluka mudah dibersihkan
dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya
infeksi sebelumlaserasi ditutup.

1.

.Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus
diintubasi.

2.

Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri O2 melalui
masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada berat spt pneumotoraks
tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2minimum 95%.
Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2
>95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus
diintubasi serta diventilasi oleh ahlianestesi.

3.

Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan
menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut
jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan
koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.

4.

Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harusdiobati mula-mula
diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila
tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.

5.

Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB6.Pada semua pasien dengan cedera kepala


dan/atau leher,lakukan fototulang belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid
),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7normal7.Pada
semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl
0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada
cairanhipotonis dan larutan ini tdk menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa
darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS, CKB
harusn

dievaluasi

adanya

:1.Hematoma

epidural2.Darah

dalam

sub

arachnoid

dan

intraventrikel3.Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4.Edema cerebri5.Pergeseran garis


tengah6.Fraktur kranium8.Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda

herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena
dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar dosis
semulasetiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila
terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala
terbuka,fraktur impresi >1 diplo).

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan
sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya
komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1.

Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan
penanggung jawab.

2.

Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran napas,
adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

3.

Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai
tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena
udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

4.

Pemeriksaan Penujang
CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.

Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga sebagai
sumber informasi.
I.

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma,
subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi

Rasionalisasi

Mandiri

Deteksi

dini

untuk

memprioritaskan

Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan intervensi, mengkaji status neurologis/tandaindividu/penyebab koma/penurunan perfusi tanda

kegagalan

untuk

menentukan

jaringan

dan

kemungkinan

penyebab perawatan

kegawatan

atau

tindakan

peningkatan TIK.

pembedahan.

Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam

Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral


terpelihara

dengan

baik

atau

fluktuasi

ditandai dengan tekanan darah sistemik,


penurunan dari autoregulator kebanyakan
merupakan tanda
vaskularisasi

penurunan difusi local

darah

serebral.

Dengan

peningkatan tekanan darah (diastolic) maka


dibarengi dengan peningkatan tekanan darah
intrakrinial. Adanya peningkatan tekanan
darah,

bradikardi,

disritmia,

dispnea

merupakan tanda terjadinya peningkatan


TIK.
Monitor temperatur dan pengaturan suhu Panas merupakan refleks dari hipotalamus.
lingkungan.

Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2


akan

menunjang

peningkatan

TIK/ICP

(Intracranial Pressure).
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman

seperti

masase

punggung, effect) dapat mengurangi respons psikologis

lingkungan yang tenang. Sentuhan yang dan

memberikan

istirahat

untuk

ramah, dan suasana / pembicaraan yang tidak mempertahankan TIK yang rendah.
gaduh.
Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) Meningkatkan

kerja

dan keluarga tentang sebab-sebab TIK meningakatkan

perawatan

meningkat.

mengurangi kecemasan.

Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.

Perubahan

kesadaran

sama
klien

dalam
dan

menunjukkan

peningkatan TIK dan berguna menentukan


lokasi dan perkembangan penyakit.
Kolaborasi :

Pemberian O2 sesuai indikasi.

Mengurangi

hipoksemia,

dimana

dapat

meningkatkan vasodilatasi serebral, volume


darah, dan menaikkan TIK.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED.

efektifitas pemberian obat.

DX 2 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan,


kelemahan otot-otot pernapasan, ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma, dan
perubahan perbandingan O2 dengan CO2, kegagalan ventilator.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali
efektif.
Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan
pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi

Rasionalisasi

Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan Meningkatkan

inspirasi

maksimal,

peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
yang

sakit.

Dorong

klien

untuk

duduk sisi yang tidak sakit.

sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital.

vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi


dan nyeri atau dapat menunujukkan terjadinya
syok sehubungan dengan hipoksia.

Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut Pengetahuan apa


dilakukan untuk menjamin keamanan.

yang diharapkan dapat

mengembangkan kepatuhan klien terhadap


rencana terapeutik.

Tarulah kantung resusitasi disamping tempat Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat


tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu- berguna
waktu dapat digunakan.

untuk

mempertahankan

fungsi

pernapasan jika terjadi gangguan pada alat


ventilator secara mendadak.

Bantulah klien untuk mengontrol pernapasan Melatih klien untuk mengatur napas seperti

jika ventilator tiba-tiba berhenti.

napas dalam, napas pelan, napas perut,


pengaturan posisi, dan teknik relaksasi dapat
membantu memaksimalkan fungsi dan system
pernapasan.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk

Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.

mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas

Pemberian antibiotik.

pengembangan parunya.

Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi

Rasionalisasi

Kaji keadaan jalan napas

Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh


akumulasi

sekret,

sisa

cairan

mucus,

perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi


dari

endotracheal/tracheostomy tube

yang

berubah.
Catat adanya batuk, bertambahnya sesak napas, Selama intubasiklien mengalami refleks batuk
suara alarm dari ventilator karena tekanan yang yang tidak efektif, atau klien akan mengalami
tinggi,

pengeluaran

sekret

melalui kelemahan

otot-otot

pernapasan

endotracheal/tracheostomy tube, bertambahnya (neuromuscular/neurosensorik), keterlambatan


bunyi ronkhi.

untuk batuk. Semua klien tergantung dari

alternatif yang dilakukan seperti mengisap


lender dari jalan napas.
Lakukan penghisapan lender jika diperlukan, Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan
batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau terus-menerus,

dan

durasinya

pun

dapat

lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
cairan fisiologis steril.

Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih

Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan dari 50% diameter endotracheal/tracheostomy


pengisapan dengan ambu bag (hiperventilasi).

tube untuk mencegah hipoksia.


Dengan

membuat

hiperventilasi

melalui

pemberian oksigen 100% dapat mencegah


terjadinya

atelektasis

dan

mengurangi

terjadinya hipoksia.
Atur/ubah posisi klien secara teratur (tiap Mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi
2jam).

segmen

paru-paru,

mengurangi

risiko

atelektasis.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
efektif dan mengapa terdapat penumpukan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
sekret di saluran pernapasan.

rencana terapeutik.

Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan Ekspektoran


fisioterapi.

mengeluarkan

untuk
lendir

memudahkan
dan

mengevaluasi

Pemberian ekspektoran.

perbaikan kondisi klien atas pengembangan

Pemberian antibiotic.

parunya.

Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi seperti Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
postural drainage, perkusi/penepukan.
Berikan

obat-obat

bronchodilator

pengeluaran sekret.
sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret

indikasi seperti aminophilin, meta-proterenol karena relaksasi muscle/bronchospasme.


sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride
(bronkosol).

DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi

Rasional

Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif.

nonfarmakologi lainnya telah menunujukkan


keefektifan dalam mengurangi nyeri.

Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan Akan melansarkan peredaran darah sehingga
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi dan
nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.

akan mengurangi nyerinya.

Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal


yang menyenangkan.

Berikan kesempatan waktu istirahat bala terasa Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
nyeri

dan

berikan

posisi

yang

nyaman sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang


bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengkajian yang optimal akan memberikan
nyeri dan respons motorik klien, 30 menit perawat data yang objektif untuk mencegah
setelah

pemberian

obat

analgesic

untuk kemungkinan

komplikasi

dan

melakukan

mengkaji efektivitasnya serta setiap 1-2 jam intervensi yang tepat.


setelah tindakan perawatan selama 1-2 hari.
Kolaborasi

dengan

analgetik.

dokter,

pemberian Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga


nyeri akan berkurang.

DX 5 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi,


nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat d
minimalkan /distabilkan.

Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan


motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda
peningktan TIK,
Intervensi

Rasional

Kaji ulang tanda-tanda vital

Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat

klien dan status relirologis klien

kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan


bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangankerusakan ssp.

Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/

Kepala yang miring pada salah satu sisi

pada posisi netral. Sokong dengan handuk

menekan vena jugularis dan menghambat

kecil /

aliran darah lain yang selanjutnya akan

bantal kecil. Hindari pemakaian bantal besar

meningkat TIK.

pada kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala,

45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi.

sehingga mengurangi kongesti dan edema


/ resiko terjadinya peningkatan TIK.

Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai

Menurunkan hipoksemia yang mana dapat

indikasi

menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral


yang meningkatkan TIK.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi :

Untuk menurunkan air dari sel otak,

- Diuretik

menurunkan edema otak

- Steroid

TIK.

- Analgetik sedang

- Sedatif

Menurunkan inflasi, yang


selanjutnya menurunkan edema
jaringan.

Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat


pada TIK tetapi harus digunakan dengan hasil
untuk mencegah gangguan
pernafasan.

Untuk mengendalikan

kegelisahan agitas

DX 6 : gangguan nutrisi : kurang dari kbutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan


kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh, memperlihatkan kenaikan berat
badan sesuai dengan pemeriksaan laboratorium.
Intervensi

Rasional

Mandiri

Klien dengan tracheostomy tube mungkin sulit

Evaluasi kemampuan makan klien

untuk makan, tetapi klien dengan endotracheal


tube dapat menggunakan mag slang atau
memberi makanan parenteral.

Observasi/timbang berat badan jika

Tanda kehilangan berat badan (7-10%) dan

memungkinkan.

kekurangan intake nutrisi menunjang


terjadinya masalah katabolisme, kandungan
glikogen dalam otot, dan kepekaan terhadap
pemasangan ventilator.

Catat pemasukan peroral jika diindikasikan.

Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi

anjurkan klien untuk makan

yang masuk pun berkurang. menganjurkan


klien memilih makanan yang di senangi dapat
dimakan ( bila sesuai anjuran).

Berikan makanan kecil dan lunak

Mencegah terjadinya kelelahan, memudahkan


masuknya makanan, dan mencegah gangguan
pada lambung.

Kolaborasi

Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat

Aturlah diet yang diberikan sesuaii keadaan

diperlukan selama pemasangan ventilator

klien

untuk mempertahankan fungsi otot-otot


respirasi. karbohidrat dapat berperan dan
penggunaan lemak meningkat untuk mencegah
terjadinya produksi co2 dan pengaturan sisa

respirasi.
Lakukan pemeriksaan laboratorium yang

Memberikan informasi yang tepat tentang

diindikasikan seperti serum,

keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien.

transverin,BUN/kreatinin dan glukosa.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita
dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Anda mungkin juga menyukai