Anda di halaman 1dari 10

TRANSFUSI SEL DARAH MERAH BERHUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN VENA SENTRAL TETAPI TIDAK


DENGAN MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN SYOK SEPSIS
Farid Sadaka, Steven Trottier, David Tannehill, Paige L Donnelly, Mia T Griffin,
Zerihun Bunayen, Jacklyn O Brien, Matthew Korobey, Rekha Lakshmanan.
ABSTRAK
Latar Belakang

: Meskipun kadar hemoglobin optimal (H) pada pasien-pasien

dengan syok sepsis (SS) tidak terlalu spesifik dan bermakna, guideline terbaru menduga
bahwa kadar H 7-9 g/dL jika dibandingkan dengan kadar H 10-12 g/dL tidak berkaitan
dengan mortalitas pada kasus-kasus kritis pasien dewasa. Hal ini bertentangan dengan
protokol resusitasi dini yang menggunakan target hematokrit 30% pada pasien dengan
saturasi vena oksigen yang lemah (ScV02) selama 6 jam pertama resusitasi syok sepsis.
Metode

: Seluruh data dikumpulkan dengan metode prospektif pada

seluruh pasien dengan SS (asam laktat(AL) >4 mmol/L), atau hipotensi). Total seluruh
pasien adalah 396 pasien SS, 46 pasien menerima transfusi RBC untuk ScVO2 70%
(grup RBC). Kemudian dibandingkan dengan 71 pasien yang tidak mendapatkan
transfusi RBC (grup NRBC) sesuai dengan sasaran. Selanjutnya LA diberikan dalam 6
jam (G1), antibiotik diberikan dalam 3 jam (G2), cairan bolus diberikan dalam 20
mL/kgBB diikuti dengan pemberian vasopressin (VP) untuk menjaga tekanan arteri
rata-rata (Mean Arterian Pressure/MAP) >65 mmHg (G3), tekanan vena sentral
>8mmHg dalam 6 jam (G4) dan ScV02 >70% dalam 6 jam.
Hasil

: Pada grup RBC, setelah pemberian satu unit transfusi RBC,

ScVO2 meningkat dari rata-rata 63% (12%) sampai 68% (10%) (P=0.02). Terdapat
16 pasien yang membutuhkan unit RBC lebih dari satu dan meningkatkan ScV02 hingga
78% (11%) (P,0.01). Kemudian kelompok RBC dan NRBC dicocokkan dengan SOFA
(Sequential Organ Failure Assestment) dan 5 target. Dari seluruh hasil penelitian, tidak
ditemukan adanya perbedaan antara kedua grup : 41% vs 39% (OR: 0.8, 95%CI: 0.41.7, P= 0.6).

Kesimpulan

: Pada penelitian ini, transfusi RBC tidak berhubungan dengan

penurunan mortalitas pada pasien SS.

PENDAHULUAN
Sekitar 750.000 kasus syok sepsis terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya
dan sekitar 225.000 kasus berakhir fatal. Meskipun banyak disebabkan oleh disfungsi
organ, tetapi penyebab yang paling banyak adalah sepsis berat. Jika sepsis berat disertai
dengan hipoperfusi jaringan, diagnosisnya menjadi syok sepsis. Kegagalan fungsi organ
terjadi pada sekitar sepertiga pasien dengan sepsis dan sepsis berat berhubungan dengan
mortalitas (sekitar 30-50%). Syok sepsis didefinisikan sebagai kegagalan sirkulasi akut
yang disertai dengan hipotensi yang persisten yang tidak dapat dijelaskan oleh penyakit
lain, resusitasi cairan yang tidak adekuat, berefek sekitar 10-30% manajemen pasien di
ICU dan insidensinya semakin meningkat. Studi observasional menunjukkan bahwa
angka mortalitas pasien SS di ICU berkisar antara 45%-63%.
Beberapa guideline yang berhubungan dengan pengobatan dan terapi syok sepsis
telah menganjurkan penggunaan RBC (red blood cells) pada terapi sepsis berat dan
syok sepsis yang menunjukkan gejala-gejala hipoperfusi. Rekomendasi ini pada intinya
berdasarkan studi-studi yang mengevaluasi keberhasilan pengobatan sepsis berat.
Transfusi RBC yang mengandung sekitar 30% hematokrit digunakan kepada pasienpasien dengan saturasi oksigen vena sentral (ScVO2) <70%. Pasien-pasien yang
mencapai target ini memiliki outcome yang lebih baik dibandingkan dengan pasien
yang tidak mencapai target. Efek spesifik pada pemberian transfusi tidak dievaluasi
dalam studi ini, melainkan penelitian didesain untuk menilai keseluruhan dari
keberhasilan terapi bukan pada komponen penyusunnya. Disisi lain, beberapa studi
yang terangkum dalam sebuah literatur mencatat beberaoa permasalahan yang terkait
dengan transfusi RBS diantaranya infeksi, komplikasi pulmonal (cidera/kerusakan paru
akut yang disebabkan transfusi), kelebihan cairan, imunomodulasi yang terkait
transfusi, kegagalan multiorgan, dan peningkatan mortalitas. Hasilnya adalah pemberian
transfusi RBC ketika Hb<7g/dL direkomendasikan untuk sepsis berat dan syok sepsis.
Inti dari studi ini adalah untuk mengevaluasi efek dari transfusi RBC terhadap
ScvO2 dan mortalitasnya ketika selama penggunaan EGDT (early goal directed
teharpy) pada pasien dengan SS.

METODE
Seperti yang telah dibahas di atas , dengan mengikuti panduan SSC dengan
pengenalan yang cepat dan intervensi yang agresif terhadap SS secara dramatis dapat
meningkatkan hasil akhir. Akibatnya, tim sepsis telah dibuat oleh lembaga kami untuk
meningkatkan penyesuaian terhadap Pedoman SSC. Segera setelah pasien SS
diidentifikasi di mana saja di rumah sakit, tim sepsis dipanggil untuk memeriksa pasien
dan memulai EGDT. Data secara prospektif dikumpulkan pada pasien ini untuk
mengetahui efektivitas dari upaya ini dan dampaknya pada peningkatan kepatuhan
dengan EGDT. Akibatnya, elemen data yang prospektif dikumpulkan pada semua
pasien . Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dari database tersebut.
Pasien SS ( didefinisikan sebagai asam laktat ( LA ) > 4 mmol / L , atau
hipotensi persisten setelah pemberian cairan awal ) yang disertakan diambil antara Juni
2011 dan Maret 2013. Kami mengidentifikasi total 396 pasien SS . Protokol yang
dilakukan adalah sebagai berikut : Begitu pasien didiagnosis dengan sepsis dan sepsis
Tim diberitahu , LA diukur . Setelah pasien didiagnosis dengan SS , 20 mL / kg bolus
kristaloid diberikan untuk mencapai tekanan vena sentral setara 8 - 12 mm Hg . Jika
tekanan arteri kurang dari 65 mm Hg, vasopressor diberikan untuk mempertahankan
tekanan arteri rata-rata minimal 65 mm Hg . Setelah tujuan tersebut tercapai, dan jika
saturasi oksigen vena sentral kurang dari 70 % , sel darah merah ditransfusikan untuk
mencapai hematokrit minimal 30 % .
Empat puluh enam pasien menerima transfusi sel darah merah untuk ScvO2 <
70 % (kelompok RBC) . Dari pasien yang tersisa , 71 pasien SS yang tidak menerima
transfusi sel darah merah (kelompok NRBC ) dari tujuan berikut ( G ) berdasarkan
kriteria SSC 2008 [ 11 ] : LA diperoleh dalam waktu 6 jam ( G1 ) , antibiotic diberikan
dalam waktu 3 jam ( G2 ) , 20 mL / kg bolus cairan diikuti oleh vasopressor ( VP ) jika
diperlukan untuk menjaga tekanan arteri rata-rata ( MAP ) > 65 mm Hg ( G3 ) , tekanan
vena sentral ( CVP ) 8 mm Hg dalam waktu 6 jam ( G4 ) dan ScvO2 70 % dalam
waktu 6 jam ( G5 ) . Kami menghitung usia rata-rata , rata-rata organ sekuensial
Penilaian kegagalan skor ( SOFA ) dan keseimbangan cairan di 6 jam akhir untuk kedua
kelompok . Pada kelompok RBC , kami mengumpulkan Tingkat ScvO2 sebelum dan
sesudah setiap unit RBC ditransfusikan. Hasil yang dicari adalah jumlah kematian di

rumah sakit . Matching kan digunakan untuk mengevaluasi efek pengobatan dengan
membandingkan pasien yang diobati dan pasien non - diobati dalam sebuah studi
observasional ( terutama ketika pengobatan tidak secara acak ). Tujuan dari pencocokan
ini untuk setiap pasien yang dirawat, untuk menemukan satu pasien non diobati
(dalam hal ini transfusi versus tanpa transfusi ) dengan karakteristik yang bisa diamati
serupa terhadap efek pengobatan dapat dinilai. Dengan mencocokkan pasien yang
diobati dengan pasien non - diobati yang serupa, pencocokan memungkinkan
perbandingan dari hasil-hasil penelitian untuk memperkirakan efek dari pengobatan
tanpa mengurangi bias yang disebabkan oleh faktor perancu. Dalam hal ini , semua
tujuan ( G1 - G5 ) dapat mengacaukan hasil dan dengan demikian semua cocok.
Kelompok RBC dan NRBC dibandingkan menggunakan Pearson Chi -squared dan tes
eksak Fisher untuk menganalisis signifikansi statistik . Mean, standar deviasi dan nilai P
dilaporkan untuk setiap perbandingan. signifikansi statistik didefinisikan sebagai P
0,05. Penelitian ini disetujui oleh Mercy Hospital Institutional Review Board.

HASIL

Pada kelompok RBC , setelah satu unit transfusi sel darah merah, ScvO2 meningkat dari
rata-rata 63 % ( 12 % ) menjadi 68 % ( 10 % ) ( P = 0.02 ). Enam belas pasien
memerlukan unit lain dari RBC, dan ini mengakibatkan peningkatan ScvO2 ke 78 %

(11 % ) ( P < 0,01 ) ( Gbr. 1 ) . Semua transfusi ini adalah untuk ScvO2 < 70 %
sebagai bagian dari EGDT. Tak satu pun dari transfusi digunakan untuk indikasi lain,
seperti pendarahan, hemolisis, atau diskrasia sumsum tulang. Walaupun semua pasien
dalam kelompok RBC mendapat transfusi, tidak semua dari mereka mencapai tujuan ini
(ScvO2 70 % ) pada 6 jam setelah transfusi, yang menjelaskan temuan pada Tabel 1.
Kedua kelompok dipasangkan pada usia dan tingkat keparahan penyakit.
Untuk masing-masing kelompok RBC dan kelompok NRBC, usia dalam tahun adalah
71 ( 15 ) vs 65,9 ( 17 ) ( P = 0,06 ), dan skor SOFA 8.6 ( 3.9 ) vs 8.4 ( 3.4 ) ( P
= 0,8 ). Kelompok RBC dan NRBC juga dicocokkan pada tujuan resusitasi sebagai
berikut : keseimbangan cairan dalam mL pada 6 jam adalah 3.500 ( 1.700 ) vs 4.000 (
2.100 ) ( P = 0,2 ). LA adalah 4,4 ( 3.9 ) vs 3,9 ( 2.8 ) ( P = 0,4 ), VP digunakan di
29 ( 63 % ) vs 40 pasien ( 56 % ) ( P = 0,5 ) , tujuan memperoleh LA dalam 6 jam
dicapai di 43 ( 93 % ) vs 68 pasien ( 96 % ) ( P = 0,6 ), tujuan memberikan antibiotik
dalam waktu 3 jam dicapai dalam 31 ( 67 % ) vs 40 pasien ( 56 % ) ( P = 0,2 ) , tujuan
mencapai MAP > 65 dengan cairan dan VP dicapai pada 35 ( 76 % ) vs 57 pasien ( 80
% ) ( P = 0,6 ), tujuan CVP dicapai dalam waktu 6 jam pada 21 ( 46 % ) vs 29 pasien (
41 % ) ( P = 0,5 ) dan tujuan ScvO2 dicapai dalam 6 jam pada 12 ( 26 % ) vs 19 pasien (
27 % ) ( P = 0,9 ) ( Tabel 1 ). Tidak ada perbedaan angka kematian antara dua kelompok
: 41 % vs 39,4 % ( OR : 0,8 ; 95 % CI : 0,4-1,7 , P = 0,6 ) ( Gbr. 2 )

DISKUSI

Transfusi RBC merupakan salah satu intervensi yang paling sering dilakukan di
ICU sebagai penanganan anemia berat, dimana sering terjadi pada syok septik (SS).
Selama bertahun-tahun telah dipertimbngkan bahwa nilai Hb 10 g/dL atau Ht 30%
merepresentasikan batas terendah yang dapat diterima, dengan demikian hal ini dapat
menjadi suatu transfusion trigger. Hal ini didasarkan fakta bahwa pengiriman oksigen
ke jaringan (DO2) merupakan produk dari aliran darah ke jaringan dan konten oksigen
arterial (CaO2). Aliran darah ke jaringan dipengaruhi oleh cardiac output (CO),
vasoregulasi regional, dan juga CaO2 yang terkait dengan nilai Hb dan saturasi oksigen
arteri (SaO2). Aliran oksigen meningkat selama Hb berada pada level optimal
hematokrit, dimana DO2 paling tinggi pada nilai energi terendah tiap individu. Ini
terjadi pada Ht sekitar 30%. Pada level yang optimum ini, pemeliharaan konsumsi
oksigen jaringan ( VO2) dan metabolisme anaerob pada penurunan level DO2
disebabkan oleh peningkatan ekstraksi oksigen.
Ada beberapa studi yang menilai hubungan antara Ht, DO2, dan VO2.
Shoemaker et al dan Boyd et al menjelaskan baha hematokrit yang optimal berada pada
30%, dibawah nilai ini DO2 dan VO2 menurun pada pasien dengan penyakit kritis dan
mortalitasnya menignkat. Diatas nilai ini tidak ada perubahan dari varibel dan outcome.
Inilah alasan seringnya terjadi transfusion trigger. Padahal beberapa masalah tercatat
sebagai akibat dari transfusi PRC seperti infeksi, komplikasi pada paru seperti TRALI
dan

transfusion-associated

circulatory

overload

(TACO),

transfusion-related

immunomodulation (TRIM), kegagalan multiorgan, dan penignkatan mortalitas. Hal ini


perlu dievaluasi untuk mempersempit strategi tindakan transfusi.
Bukti ilmiah terbaik yang tersedia mengenai efikasi dari transfusi RBC pada
pasien dengan sakit kritis teramsuk SS ditemukan pada penelitan RCT, the transfusion
requirements in critical care (TRICC) trial dari Canadian Critical Care Trial Group.
Pada penelitian ini kelompok liberal transfusion strategy (Hb 10-12 g/dL, dengan
transfusion trigger 10 g/dL) dibandingkan dengan restrictive strategy (Hb 7-9 g/dL,
dengan transfusion trigger 7 g/dL) pada populasi general medical dan surgical critical
care. Pasien dengan euvolemia setelah initial treatment dengan HB < 9 g/dL dalam 72
jam diteliti. TRICC trial mendokumentasikan bahwa tidak ada signifikansi dalam
penurunan mortalitas dalam 30 hari pada restrictive group. Meskipun demikian terdapat

penurunan mortalitas yang signifikan pada restrictive group terhadap pasien yang sakit
kurang akut (APACHE II score < 20) dan pasien yang lebih muda (< 55 tahun). Pasien
pada restrictive group menerima kurang dari 54% unit RBC dibandingkan dengan
liberal group. Dari analisis sebelumnya oleh cochrane database terhadap 19 penelitian
dengan total 6.264 pasien, restrictive strategy secara signifikan menurunkan mortalitas
di rumah sakit (RR: 0,77 95% CI: 0,62 0,95) tetapi tidak menurunkan mortalitas
dalam 30 hari (RR: 0,85 95% CI: 0,70 1,03). Penulis menyimpulkan bahwa buktibukti ilmiah yang ada mendukung penggunaan restrictive strategy pada semua pasien
termasuk pada pasien yang belum memiliki penyakit kardiovaskuler.
SSC mempublikasikan pedoman penggunaan RBC sebagai terapi untuk
pasien dengan sepsis berat dan SS yang menunjukkan tanda-tanda hipoperfusi.
Peningkatan hematokrit hingga 30% pada keadaan defisit oksigen dapat dimasukkan
dalam EGDT. Efek spesifik dari transfusi tidak dapat dievaluasi dalam penelitian ini,
namun telah dilakukan kajian untuk menyelesaikan permasalahan lainnya. Banyak
terdapat efek patologis transfusi RBC untuk sepsis. Beberapa penelitian menunjukkan
perubahan sel RBC bisa merusak ( peningkatan agregasi, penurunan bentuk sel,
pembentukan RBC lain) pada penerima RBC yaitu pasien SS. RBC juga berperan
sebagai sensor oksigen yang dapat mengatur variabel laju oksigen pada jaringan dengan
melepaskan vasodilator, Nitric Oxide atau ATP. Pelepasan vasodilator dari RBC selama
hipoksia dapat merusak penyimpanan dan/atau sepsis/SS. Penyimpanan RBC
menurunkan kadar 2,3-diphosphoglycerate dan adenosine triphosphate (ATP) diakhiri
peningkatan ikatan oksigen dan penurunan kemampuan hemoglobin untuk melepaskan
oksigen. Perubahan morfologi eritrosit terjadi selama penyimpanan yang dapat
menyebabkan

kerapuhan,

penurunan

ketahanan

hidup

dan

kemampuan

mempertahankan bentuk dari RBC. Pelepasan sejumlah substasi yang terjadi selama
transfusi dapat menimbulkan respon sistemik yang merugikan seperti demam,
kerusakan sel, perubahan di sebagian atau seluruh aliran dara, dan disfungsi organ.
Penggunaan Near Infrared Spectroscopy (NIRS) atau Sidestream Dark Field (SDF),
beberapa peneliti melaporkan bahwa terjadi perubahan mikrosirkulasi pada sepsis,
bahkan perubahan tersebut lebih parah terjadi pada nonsurvivor dibandingkan dengan
survivor, dimana perubahan mikrovaskular tersebut berkaitan dengan berkembangnya
kegagalan organ yang multiple dan kematian, maka dari itu mikrovaskular merupakan

penanda spesifik pasien dengan sepsis. Pada pasien dengan sepsis berat yang
membutuhkan leukoreduced-tranfusi RBC, penggunaan SDF oleh Sakr et al
menunjukkan tidak terjadi perubahan pentuk sublingual secara keseluruhan, tetapi
terjadi perubahan perfusi kapiler lainnya. Dengan menggunakan SDF dan NIRS, Sadaka
et al menelitimpasien yang mendapat non-leukoreduced RBC dengan Hb < 7.0 , atau Hb
antara 7.0 dan 9.0 dengan lactic asidosis atau saturasi oksigen vena < 70%. Sadaka
menunjukkan konsumsi oksigen jaringan otot, reaktivasi mikrovaskular dan
mikrosirkulasi sublingual secara umum tidak mengalami perubahan oleh transfusi RBC
pada pasien sepsis berat dan pasien SS. Akan tetapi konsumsi oksigen otot membaik
pada pasien dengan garis dasar rendah dan memburuk pada pasien dengan garis dasar
yang lebih rendah. Pada penelitian ini kami menunjukkan bahwa tranfusi RBC selama
periode EGDT dalam resusitasi SS tidak berhubungan dengan penurunan mortalitas,
meskipun terdapat perbaikan pada nilai ScvO2 . Perbaikan pengiriman oksigen dengan
tranfusi RBC dapat diimbangi dengan efek patologis multiple dari tranfusi RBC.
Pemberian bukti klinis patofisiologi perubahan yang terjadi dengan RBC, hasilnya tidak
mengejutkan.
Penelitian ini memiliki kekurangan, jumlah sampel yang sedikit dengan batasan
yang tidak jelas. Walaupun peneliti sudah mengumpulkan data rumit dan data selama
EGDT, peneliti tetap tidak bisa menidakan kemungkinan data yang tidak terhitung,
ketidakcocokan data dan data yang hilang yang mungkin menimbulkan bias dan
perbedaan yang tidak terdeteksi pada kedua kelompok. Kedua kelompok memiliki
kesamaan pada tingkat keparahan sakit yang ditunjukkan oleh skor SOFA. Kekurangan
lainnya yaitu terdapat sedikit multivariate analisis yang tidak digunakan untuk pasien
dengan jumlah sedikit. Begitu pula power analisis tidak digunakan sejak retrospektif
data menggunakan hipotesis dan bukan kesimpulan. Hal ini menggambarkan sulitnya
membuat kesimpulan berdasarkan percoban tunggal.

Kesimpulan
Pada penelitian ini, tranfusi RBC tidak berhubungan dengan penurunan
mortalitas pasien SS, walaupun terdapat perbaikan nilai ScvO2. Penelitian ini dan
lainnya membahas mengenai peningkatan dan tranfusi liberal selama tranfusi yaitu
selama fase resusitasi pasien SS. Penelitian ini menganjurkan identifikasi yang lebih

baik untuk kebutuhan tranfusi. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar
dibutuhkan untuk menjelaskan hubungan antara tranfusi RBC dan hasilnya pada pasien
diresusitasi dengan SS.

Anda mungkin juga menyukai