ULKUS KORNEA
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas DalamMenjalani Kepaniteraan Klinik Senior
PadaBagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Universitas Syiah Kuala
BLUD/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh:
YUDHI AULIA
1407101030009
Pembimbing:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Lata Belakang
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma sehingga merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan
penglihatan di seluruh dunia.(1,2)
Menurut penelitian Witcher dkk tahun 2000 mengenai insiden ulkus kornea
di dapat dari survei beberapa negara melaporkan bahwa kejadian ulserasi kornea
di Madurai District, India Selatan yaitu 113 per 100.000 penduduk per tahun atau
sepuluh kali lebih tinggi dari kejadian di Amerika Serikat. Diperkirakan 840.000
penduduk mengalami ulkus kornea setiap tahunnya.(3) Laki laki lebih banyak
menderita ulkus kornea di Amerika Serikat, yaitu sebanyak 71%, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki laki. Hal
ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki laki sehari hari
sehingga meningkatkan risiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.(1)
Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.00
penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang kadang tidak
diketahui penyebabnya. (1)
Kebutaan dan kelainan gangguan penglihatan akibat pembentukan jaringan
parut pada ulkus kornea dapat dihindari dengan melakukan diagnosis dini dan
pengobatan yang memadai dengan segera, tetapi juga dengan meminimalkan
berbagai faktor predoposisi.(2)
Ulkus kornea dapat berkomplikasi akibat terjadinya perforasi kornea,
dimana apabila kornea terjadi peradangan hebat, maka toksin dari peradangan
kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar sehingga dapat menimbulkan uveitis
terutama uveitis anterior.
(4)
iridosiklitis), badan siliar (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars
planitis) atau koroid (koroditis). Uveitis dapat terjadi sekunder akibat radang
kornea (kreatitis), radang sklera (skleratitis) atau keduanya (sklerokeratitis).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Kornea
2.1.1 Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan
cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi. Ulkus kornea
yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea. (1,4)
2.1.2 Epidemiologi
Menurut penelitian Witcher dkk tahun 2000 mengenai insiden ulkus kornea
di dapat dari survei beberapa negara melaporkan bahwa kejadian ulserasi kornea
di Madurai District, India Selatan yaitu 113 per 100.000 penduduk per tahun atau
sepuluh kali lebih tinggi dari kejadian di Amerika Serikat. Diperkirakan 840.000
penduduk mengalami ulkus kornea setiap tahunnya.(3)
Laki laki lebih banyak menderita ulkus kornea di Amerika Serikat, yaitu
sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara
ditemukan 61% laki laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya
kegiatan kaum laki laki sehari hari sehingga meningkatkan risiko terjadinya
trauma termasuk trauma kornea.(1)
Insiden ulkus kornea di Indonesia tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.00
penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain
terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang kadang tidak
diketahui penyebabnya.(1)
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan
terdiri atas lapis:(5)
1. Epitel(5)
Tebalnya 550 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis basal, sel poligonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat miosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menyebabkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman (5)
Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
Lapisan ini tidak mempunyai daya degenerasi.
3. Stoma (5)
Menyusun 90% ketebalan kornea
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen ang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibrolas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran descement (5)
Merupakan mebran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasikan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup dan mempunyai
tebal 40 m.
5. Endotel (5)
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20 40
m. Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan
zonulan okdulen.
Staphyloococcus
aureus,
Staphylococcus
epidermidis,
kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea. Penyakit ini bersifat progresif,
regresif atau membentuk jaringan parut. (1,4)
Ulkus kornea memberikan gejala mata merah ringan hingga berat, adanya
penurunan visus, nyeri, silau (fotofobia), berair di sertai sekret. Adanya riwayat
trauma sebelumnya, semakin memperjelas kemungkinan adanya suatu ulkus.
Beberapa literatur menyebutkan kornea memiliki banyak serabut nyeri. Oleh
karena itu, kebanyakan lesi kornea, superfisial maupun dalam menimbulkan rasa
sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperberat dengan gesekan palpebra (terutama
palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea pada
umumnya mengaburkan penglihatan, terutama jika terletak di sentral. (4)
Fotofobia pada ulkus kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang
sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflex yang disebabkan iritasi pada
ujung saraf kornea. Meskipun mata berair dan fotofobia umumnya menyertai
ulkus kornea. (4)
2.1.6 Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu sentral dan perifer:
1. Ulkus Kornea Tipe Sentral
Ulkus kornea tipe sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat
kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus yang punya
vaskularisasi. Ulkus ini sering disertai hipopion. Hipopion adalah kumpulan sel
sel radang yang tampak sebagai lapisan pucat di bagian bawah camera oculi
anterior dan khas untuk ulkus kornea bakteri dan jamur. Meskipun hipopion itu
steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membran descement,
pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus atau jamur.(2)
Etiologi ulkus kornea sentral biasa disebabkan oleh bakteri (pseudomonas,
pneumococcus, moraxela liquefaciens, streptococcus beta hemolitica, klebsiela
pneumoni, e.coli, proteous), virus (herpes simpleks, herpes zoster), jamur
(Candida albican, fusarium solani, spesies nokardia, sefalosporium dan
aspergilus).(2,5)
Mikroorganisme ini tidak mudah masuk ke dalam kornea dengan epitel
yang sehat. Terdapat faktor predisposisi untuk terjadinya ulkus kornea seperti
pemakaian
lensa
ontak,
pemakaian
Idoxyuridine
(IDU),
pemakaian obat lokal dan sistemik secara sembarangan, pasien diabetes melitus
dan penyakit tua.(2,5)
a. Ulkus kornea bakteralis
Ulkus streptokokus: biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada
kornea yang mengalami abrasi. Ulkus kelabu dengan batas cukup tegas yang
cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea. Batas
yang bergerak maju menampakkan ulserasi dan infiltrasi aktif, sementara batas
yang ditinggalkan mulai sembuh. Efek merambat ini disebut Ulkus serpiginosa
akut. Lapisan superfisial kornea adalah yang pertama terkena, kemudian diikuti
oleh paarenkim bagian dalam. Kornea disekeliling ulkus sering kali jernih.
Biasanya ada hipopion. Kerokan dari tepian depan ulkus kornea pneumokokal
biasanya mengandung diplokokus gram-positif berbentuk lancet. Terapi awalnya
moxifloxacin, gatifloxacin atau sefazoline. Terapi alternatif levofloxacin,
ofloxacin, penicilin G, vancomycin atau ceftaxidime.(2)
Ulkus stafilokokus: umumnya pada kornea yang telah terbiasa terkena
kortikosteroid topikal. Ulkusnya sering indolen, tetapi mungkin disertai hipopion
dan sedikit infiltrat pada kornea sekitar. Sering superfisial dan dasar ulkus terasa
padat saat dikerok. Kerokan dapat mengandung kokus gram-positifsatu-satu,
berpasangan atau bentuk rantai. Terapi awal cefazoline, moxiflocxacin atau
gatifloxacin. Terapi alternatif fluoroquinolone, penicillin G, vancomicyn,
ceftrazidine. (2)
(from: http://www.atlasophthalmology.com/)
kornea yang retak. Biasanya terasa sangat nyeri. Lesi ini cenderung cepat
menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim proteolitik yang dihasilkannya.
Awalnya superfisial, namun ulkus dapat mengenai seluruh kornea dengan cepat
dan mengakibatkan kerusakan yang parah. Sering terdapat hipopion yang
cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat mungkin
berwarna hijau-kebiruan.Ini disebabkan oleh pigmen yang dihasilkan organisme
dan patognomonik untuk infeksi Pseudomonas aeruginosa. Biasanya berhubungan
dengan penggunaan lensa kontak, terutama lensa jenis extended wear.
Organisme penyebab melekat pada permukaan lensa kontak. Kerokan ulkus
mengandung batang gram-negatif halus panjang yang jumlahnya sering tidak
banyak. Terapi awal ceftriaxone, gatifloxacin, ciprofloxacin, gentamicin. Terapi
alternatif penicilin G, cefazolin atau vancomycin.(2)
(from: http://www.atlasophthalmology.com/)
b. Ulkus kornea jamur
Ulkus jamur tersebut indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan
hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial dan lesi-lesi
satelit. Umumnya menginfiltrasi tempat-tempat yang jauh dari daerah ulserasi
utama. Dibawahnya terdapat plak endotel disertai reaksi bilik mata depan yang
hebat. Abses kornea sering dijumpai. Kerokan ulkus jamur khususnya candida
mengandung pseudohifa atau bentuk ragi yang menampakkan kuncup kuncup
khas. Terapi awal Natamycin atau voriconazole. Terapi alternatf amphoterici B,
nystatin, micozazole.(2)
(from: http://www.atlasophthalmology.com/)
(from: http://www.atlasophthalmology.com/)
d. Ulkus kornea acanthaemoba
Biasanya dihubungkan dengan pengguna lensa kontak yang dipakai
semalaman. Ditemukan juga pada individu yang tidak memakai lensa kontak
setelah terpapar air atau tanah yang tercemar. Gejala awal adalah rasa nyeri yang
tidak sebanding dengan temuan klinisnya, mata merah dan fotofobia. Tanda klinis
yang khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma dan infiltrat perineural.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan biopsi kornea di atas media agar non-nutrien
yang dilapisi E.Coli. Dapat ditemukan amuba pada kultur cairan penyimpanan
lensa kontak. Debridement epitel bermanfaat pada tahap awal. Terapiobat dimulai
dengan isethionate propamidine topikal 1% secara intensif. Polyhexamethylene
biguanide 0,01 - 0,02% dan tetes mata neomycin Forte.(2)
(from: http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/)
2. Ulkus Kornea Tipe Perifer
a. Ulkus Marginal
Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat nyeri.Ulkus
ini timbul seuknder akibat konjungtivitis bakteri akut atau kronik, khususnya
blefarokonjungtivitis stafilokok dan lebih jarang konjungtivitis Koch-Weeks.
Ulkus ini timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri; antibodi dari
pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel
kornea.(2)
Ulkus kornea marginal merupakan peradangan kornea bagian perifer
berbentuk khas yang biasanya terdapat daerah jernih antara limbus kornea dengan
tempat kelainannya. Sumbu memanjang daerah peradangan biasanya sejajar
dengan limbus kornea. Diduga 50% dasar kelainannya ialah suatu reaksi
hipersensitivitas terhadap eksotoksin Staphylococcus. Ulkus yang terdapat
terutama di bagian perifer kornea, yang biasanya terjadi akibat alergi, toksik,
infeksi dan penyakit kolagen vaskuler. Infiltrat dan ulkus yang terlihat diduga
merupakan timbunan kompleks antigen antibodi. Secara histopatologik terlihat
sebagai ulkus atau abses di epitelial atau subepitelial.(5)
Penglihatan pasien dengan ulkus marginal akan menurun disertai dengan
rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, terdapat blefarospasme pada satu mata, injeksi
konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang dan dangkal. Pengobatan ulkus
marginal ini adalah antibiotik dengan steroid lokal dapat diberikan sesudah
kemungkinan infeksi virus herpes simpleks disingkirkan. Pemberian steroid
sebaiknya dalam waktu yang singkat disertai dengan pemberian vitamin B dan C
dosis tinggi.(5)
(from: http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/)
b. Ulkus Mooren
Suatu ulkus superfisial yang dimulai dari tepi kornea dengan bagian tepinya
menggaung dan berjalan progresif tanpa kecenderungan perforasi ataupun
hipopion. Lambat laun mengenai seluruh kornea. Merupakan ulkus konea
idiopatik unilateral atau bilateral. Lebih sering pada wanita usia pertengahan dan
usia lanjut, biasanya unilateral dengan rasa sakit dan merah.(5) Ulkus ini
mnenghancurkan membran Bowman dan stroma kornea. Ditandai dengan
penggalian (excavation) limbus dan kornea perifer yang nyeri, bersifat progresif
dan sering berakibat kehilangan mata. Penyebabnya belum diketahui, tetapi
diduga autoimun. Ulkus ini tidak responsif terhadap antibiotik maupun
kortikosteroid.(2)
(from: http://www.atlasophthalmology.com/)
2.1.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan
oleh pasien, dapat berupa mata merah ringan hingga berat, mata nyeri, penglihatan
kabur, silau jika melihat cahaya dan kelopak mata terasa berat dan terkadang
disertai sekret. Adanya riwayat trauma, masuk benda asing, pemakaian lensa
kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun dan penggunaan obat obatan
atau kortikosteroid jangka panjang.(2,5)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya
Infeksi Virus
Sakit
Fotofobia
Bervariasi
Sedang
Visus
Menurun ringan
Injeksi Siliar
Difus
Ringan sedang
2.1.9 Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
1. Pengobatan sistemik
Ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang
dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang
bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian vitamin A, vitamin B
kompleks dan vitamin C. Pada ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang
tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai melebihi
39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam
tubuh.(6)
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi
kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik baiknya.
Konjungtivitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung,
telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Berikut
merupakan pengobatan yang dapat diberikan: (6)
a. Sulfas atropine sebagai salap atau larutan, kebanyakan dipakai sulfas atropine
karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine:
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil,
terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru. (6)
b. Skopolamin sebagai midriatika.
c. Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain atau
tetrakain tetapi jangan terlalu sering. (6)
d. Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai tetes. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali. (6)
e. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi, dibagi: (6)
Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya: topikal amphotericin
B 1 2,5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin >10mg/ml, golongan
Imidazole.
Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin,
Imidazol
Ragi (yeast): amphotericin B, Natamicin, Imidazol.
Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis
antibiotik.
f. Anti viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid
lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi. (6)
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer. Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif
karena dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban
memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi
rangsangan. (6)
3. Tindakan operatif
a. Kauterisasi (6)
Dengan zat kimia: Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloroasetat
Dengan panas (heat cauterisasion): memakai elektrokauter atau termophore.
Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas
disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
b. Pengerokan epitel yang sakit (6)
Parasentesa
dilakukan
kalau
pengobatan
dengan
obat-obat
tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan COA yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa: kebutaan parsial atau komplit
dalam waktu sangat singkat, kornea perforasi dapat berlanjut menjadi
endoptalmitis dan panopthalmitis, prolaps iris, sikatrik kornea, katarak, glaukoma
sekunder.(1) Penipisan kornea yang akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia
anterior, dan sinekia posterior.(7)
2.1.11 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Penyembuhan
yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini,
apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika
maka dapat menimbulkan resistensi. Ulkus kornea harus membaik setiap harinya
dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat
sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan
mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial
yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada
ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik. Semakin tinggi tingkat
keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk.(4)
BAB III
PRESENTASI KASUS
3.1. Identitas Penderita
Nama
: Tn. X
Umur
: 54 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
No. CM
: 1-01-90-23
Alamat
Pekerjaan
: Sigli
: Petani
3.2. Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Nyeri pada mata sebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan mata sebelah kiri terasa nyeri yang diduga
akibat adanya benda asing pada mata dan mata berair. Beberapa hari
sebelum adanya keluhan, pasien mengaku mata sebelah kiri terkena padi.
Pasien juga mengeluhkan penurunan penglihatan pada mata kiri dan nyeri
kepala.Pasien berobat ke bidan, dan diberikan obat, namun pasien lupa
nama obatnya. Nyeri dirasakan semakin memberat.Setelah itu pasien pergi
ke rumah sakit di sigli untuk berobat, dan di berikan obat. Satu minggu
kemudian pasien tidak merasa adanya perubahan dan mata pasien terasa
semakin nyeri.Setelah itu pasien langsung berobat ke RSUDZA.Saat tiba di
RSUDZA pasien langsung dirawat di ruang rawat seurunee 2.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
Disangkal
5. Riwayat Penggunaan Obat:
Pasien pernah berobat sebelumnya dan diberikan obat minum dan tetes
mata, tetapi pasien tidak mengingat nama obatnya.
Pemeriksaan
5/60
Visus
Hirschberg
Gerakan Bola Mata
Palpebra
OS
1/~
Dalam batas normal
Full ke segala arah
Dalam batas normal
Hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbi
Hiperemis (+)
Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsal
Hiperemis (+)
Jernih
Kornea
Cukup
Bulat , reflex cahaya (+)
Sulit dinilai
COA
Sulit dinilai
Iris/Pupil
Sulit dinilai
Lensa
Sulit dinilai
1/10/2014
OD
5/60
Dalam batas normal
Full ke segala arah
Dalam batas normal
Hiperemis (-)
Pemeriksaan
Visus
Hirschberg
Gerakan Bola Mata
Palpebra
Konjungtiva Bulbi
OS
1/60
Dalam batas normal
Full ke segala arah
Dalam batas normal
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Konjungtiva Tarsal
Hiperemis (-)
Kornea
Jernih
Cukup
Bulat , reflex cahaya (+)
Sulit dinilai
COA
Iris/Pupil
Sulit dinilai
Lensa
Sulit dinilai
Oculi sinistra
Diagnosis
Ulkus kornea jamur OS
3.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Refraksi
2. Slit lamp
3. USG
3.6 Terapi
1. Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
2. Metilprednisolon 3x16 mg
3. As. Mefenamat 3x500 mg
4. Vigamox ED 6 OS
5. Natacen ED 6 OS
7. Itrakanazol 1gr/jam
Sulit dinilai
8. Dibekacin ED 8 OS
9. C.Floxa ED 6 OS
BAB IV
KESIMPULAN
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma sehingga merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan
penglihatan di seluruh dunia.
Ulkus Kornea bisa disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur, virus dan
acanthamoeba) dan non-infeksi, seperti bahan kimia bersifat asam atau basa
tergantung PH, radiasi atau suhu, Sindrom Sjorgen, defisiensi vitamin, obatobatan, pajanan (exposure), dan neurotropik.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
tetesmata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengan steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan
perlunya obat sistemik.
Ulkus kornea dapat berkomplikasi akibat terjadinya perforasi kornea,
dimana apabila kornea terjadi peradangan hebat, maka toksin dari peradangan
kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar sehingga dapat menimbulkan uveitis
terutama uveitis anterior.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Whitcher JP, Eva RP. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. 17th ed.
Diana S, editor. Jakarta: EGC; 2013.
3.
4.
5.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.
6.
7.