Disusun oleh:
SYAHENDI OKKA ARSADA
121.10.1148
Kelas A
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan rizki-Nya, sehingga penulis masih bisa diberi kenikmatan dan
kesehatan hingga saat ini.
Makalah yang penulis buat ini tentang Mitigasi Bencana Alam, karena Negara
Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis, sehingga sangat rentan
sekali terhadap bencana alam.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ayah dan Ibu penulis yang selalu mendoakan dan mendukung, agar selalu
optimis.
2. Adek-adek tercinta yang selalu menjadi penyemangat.
3. Fivry Wellda, S.T., M.T yang telah memberikan kuliah Geologi Teknik
kepada penulis.
4. Teman-teman TPA/TKA Al-Inayah yang selalu memberi motivasi dalam
menjalani hidup.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat diharapkan demi
kemajuan dan perbaikan.
Demikian hatur kata penulis, semoga makalah ini bermanfaat untuk penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR GAMBAR
10
iv
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan.
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui kajian terhadap hasil penyelidikan geologi teknik pada
bendung.
C. Manfaat.
Manfaat dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui manfaat dari bending terhadap masyarakat.
BAB II
HASIL KAJIAN
A. Kondisi Geologi.
Rencana lokasi As Bendungan dan daerah genangan berada pada
perbukitan landau bergelombang lemah, sedangkan yang berlereng terjal
arealnya terbatas. Singkapan batuan dasar sangat jarang dijumpai, umumnya
tertutup oleh tanah pelapukan dan endapan kolovial. Alluvium terdiri dari
lanau, pasir, dan kerikil yang diendapkan di sepanjang aliran Sungai gapit.
Seperti terlihat pada Peta Geologi Daerah Rencana As DAM (Gambar 1),
tidak terlihat perbedaan antara breksi andesit terubah dengan endapan talus. Di
sekitar lokasi rencana As Bendungan (dam site) dibangun oleh batuan andesit
dan breksi andesit yang tampak masing masing mempunyai tekstur yang
berbeda, dan dapat diamati bahwa secara umum batuan andesit di atas telah
teralterasi. Di sebelah barat dari dam site, tersingkap breksi tufa di sekitar
aliran sungai, kontak batuan ini dengan dengan breksi andesit di atas dapat
diperkirakan pada beberapa lokasi di daerah genangan pada saat pekerjaan test
pit untuk mengidentifikasi kondisi material lempung.
Batuan batuan tersebut di atas berumur Miosen berdasarkan Peta
Geologi Pulau Sumbawa, skala 1 : 250.000 (Sudradjat, 1975).
B. Pekerjaan Pemboran.
Secara umum, pemboran dilakukan dengan cara single tube core barrel
(tabung penginti tunggal) dengan mata bor tungsten carbide. Beberapa lubang
bor menggunakan double tube core barrel (tabung penginti ganda), tetapi
kualitas contoh inti lebih buruk dari pada menggunakan single tube core
barrel, tidak diperoleh alasan yang jelas. Hasil pemboran dengan single tube
core barrel cenderung menyebabkan contoh menjadi terpecah pecah dan
banyak dijumpai contoh batu tertutup oleh tanah. Sebenarnya ada
kecenderungan bahwa tanah yang menyelimuti contoh inti tersebut adalah
menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
C. Geoteknik.
1. Satuan Tanah.
Tanah penutup di sekitar lembah sungai dan dataran banjir terdiri
dari tanah lanau lempungan dengan tebal antara 1,5 2,5 meter. Tanah
lanau lempungan tersebut emnumpang di atas tanah pasir dan kerikil
dengan tebal sekitar 5 meter, data lapisan tanah tersebut dihasilkan dari
pemboran DH11, nilai N SPT bervariasi dari 30 79, yang pada masing
masing interval kedalaman 15 cm antara 5 54.
Tanah penutup seperti di atas juga menutup endapan kolovial yang
relative tipis dan tidak terkonsolidasi terdiri dari lempung lanauan
bercampur kerikil batuan beku. Ketebalan dari batuan yang melapuk
umumnya anatara 10 15 meter (diperoleh dari data pemboran),. Secara
2. Satuan Batuan.
Batuan dasar pada lokasi rencana tubuh bendung terdiri dari batuan
andesit yang teksturnya bervariasi. Dari pengamatan terhadap contoh inti,
jenis batuan andesit hampir sama, yaitu andesit porfir berwarna abu abu
gelap terdiri dari butiran Kristal berbentuk hampir bulat hingga hampir
menyudut berukuran 1 10 cm, fenokris plagioklas yang telah melapuk
berubah berubah menjadi butiran material lempung berwarna putih, dan
sangat jarang dijumpai kristal plagioklas yang segar.
Jenis batuan andesit diatas dapat dijumpai pada lubang bor DH11
& DH12, tetapi umumnya dijumpai di setiap lubang bor yang ada. Pada
batuan yang melapuk ringan hingga segar, batuan yang bersifat keras
hingga sangat keras (berdasarkan pukulan palu). Apabila batuan telah
mulai melapuk, warna berubah menjadi kecoklatan, demikian juga
kekuatan batuannya menurun, sedangkan apabila telah melapuk menengah
hingga tinggi, batuan mudah hancur dengan pukulan palu. Hanya satu
singkapan andesit porfir yang dijumpai, yaitu di tebing sungai sebelah
timur rock nob.
Kenampakan contoh inti yang penting dari andesit porfir adalah
adanya kecenderungan untuk remuk (slake). Kecenderungan untuk remuk
terutama sekali pada contoh inti bagian bawah dari DH12, walaupun
kenampakannnya segar. Kekerasan dari contoh inti yang cenderung untuk
remuk, mulai dari sangat lunak sampai lunak dan mudah dipotong dengan
pisau. Proses ini diawali dengan retakan retakan yang tidak beraturan
pada contoh inti.
Kajian terhadap contoh inti tersebut dilaksanakan setelah kurang
lebih tiga bulan setelah dilakukan pemboran. Penyebab dari slaking,
apakah dari udara atau air, belum dapat dipastikan.
Setempat dijumpai jenis batuan andesit yang mengalami perubahan
berangsur kearah andesit porfir. Andesit ini berwarna jingga hingga abu
abu, terdiri dari butiran halus dan secara umum tidak terdapat fenokris,
batuan jenis ini dijumpai di kedalaman 12,5 m dan 14,5 m pada lubang bor
DH16 dan DH17. Juaga dijumpai jenis andesit yang berkekar rapat, yang
memanjang dan diisi oleh mineral kalsit dan kuarsa, sehingga menyerupai
batas yang membentuk komponen komponen yang berukuran 5 20 cm,
berkomposisi andesit porfir.
Breksi andesit tersingkap cukup baik, seperti pada lereng rock nob,
diantara pemboran DH25 dan DH 26 juga dari rock nob sedikit kea rah
hulu dan hilir dekat rencana As Bendungan abutment kiri. Breksi andesit
juga teramati pada contoh pemboran DH18, pada kedalaman antara 7 17
meter dan DH22 pada kedalaman 9 22 meter, dan juga pada beberapa
titik pemboran lainnya. Dari pengamatan terhadap breksi andesit dari
lubang bor di atas, batuan terkekarkan cukup intensif sehingga nilai RQD
45 71, relative lebih rendah dari andesit porfir, yang mencapai 58 96.
Namun cukup sukar untuk menentukan penyebab dari proses
pelapukan dan kerusakan struktur batuan tersebut di atas.
BAB III
MASALAH PONDASI BENDUNG
2.
Hasil akhir permukaan tanah hasil pengupasan akan tidak rata, hal ini
disebabkan oleh kekerasan dan kekuatan batuan yang bervariasi. Untuk itu
slush grouting (penyemenan permukaan) pada permukaan tanah pondasi lebih
cocok, untuk perbaikan tanah pondasi, pada batuan yang mudah hancur (Frey,
1990).
10
11
3.
Curtain grouting (penyemenan tirai) pada lapisan batuan yang lapuk tidak
cukup sesuai (hasilnya tidak akan optimal) karena melampau tinggi
kandungan lempung (Frey, 1990). Titik pemboran di sepanjang rencana poros
bendung tidak mengindikasikan orientasi kekar pada batuan segar. Seperti
yang telah disinggung batuan lapuk yang lunak berada atas dari batuan yang
segar, mengindikasikan kondisi material yang lulus air. Kondisi ini menjadi
bahan pertimbangan adanya perbaikan, sebab kemungkinan akan terjadi
proses piping pada material, maka curtain grouting diperlukan pada
kedalaman 3 5 meter di bagian atas dari batuan segar.
4.
12
DAFTAR PUSTAKA
Anon. 1990. Review Design Embung Gapit, Geotechnical Report. PT. Cita
Prisma. Bandung.
Frey, D. A. 1990. Geologic Report Gapet Irrigation Project. SSIMP. West Nusa
Tenggara Irrigation Project.
Sudrajat, A. 1995. Peta Geologi Pulau Sumbawa. PPPG. Bandung.