Anda di halaman 1dari 14

Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex serebri, termasuk fungsi kognitif

dan sikap dalam merespon suatu rangsangan.

Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai
final common pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan
mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran
maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi
tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di
klinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atausopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut
bersifat

kualitatif.

Sementara

itu,

penurunan

kesadaran

dapat

pula

dinilai

secara

kuantitatif,dengan menggunakan skala koma Glasgow.


1. Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruhasupan panca indera (aware atau
awas) dan bereaksi secara optimalterhadap seluruh rangsangan dari luar maupun dari dalam
(arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.Somnolen atau keadaan
mengantuk.

Kesadaran

dapat

pulih

penuh bila dirangsang. Somnolen disebut juga sebagai : latergi, obtudansi


Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya penderita dibangunkan,mampu memberi jawaban
verbal dan menangkis rangsang nyeri. Spoor atau stupor berarti kantuk yang dalam. Penderita
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi.
Ia masih dapat mengikuti suruhan yang singkat, dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan
rangsang nyeri penderita tidak dapatdibangunkansempurna. Reaksi terhadap perintah tidak
konsisten dansamar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita. Gerakmotoric untuk
menangkis rangsang nyeri masih baik.Koma ringan (semi-koma). Pada keadaan ini tidak ada
responterhadap rangsang verbal. Reflex (kornes, pupil dan lain sebagainya) masih baik. Gerakan
terutama timbul sebagai respons terhadap rangsangnyeri
tidak terorganisasi, merupakan jawaban primitif. Penderita sama
sekali tidak dapat dibangunkan.Koma (dalam atau komplit). Tidak ada gerakan spontan tidak
ada jawaban sama sekali terhadap rangsang nyeri yang bagaimana
Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Untuk mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan

pun

kuatnya

skala koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan (respons) penderita terhadap rangsang
dan memberikan

nilai pada

respons tersebut.Tanggapan/respons

penderita

yang

perlu

diperhatikan adalah:
Mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaranM6 reaksi motorik sesuai
perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri ( sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused )
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated )

Jika

nilai

GCS

14-13

menandakan

somnolen,

12-9

sopor,

dan

kurang

dari 8 menandakan koma.Dua skala yang lebih sederhana ACDU (


alert, confused, drowsy,unresponsive), dan AVPU (alert, respon to voice, respon to
pain,unresponsive). Skala AVPU adalah cara mudah dan cepat untuk menilai tingkatkesadaran.
Pemeriksaan ini ideal sebagai penilaian awal dan cepat, yaitu terdiridari:

Alert

Respon terhadap suara

Respon terhadap nyeri

Penurunan kesadaranAVPU termasuk ke dalam beberapa system skor peringatan dini


untuk pasien-pasien kritis, sebagai cara yang lebih sederahana disbanding dengan GCS, tetapi
tidak cocok untuk observasi jangka panjang
.
C. Etiologi penurunan kesadaran
Etiologi penurunan kesadaran secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu:gangguan
metabolik/fungsional dan gangguan struktural.

1.

Gangguan metabolic

Gangguan ini antara lain berupa keadaan hipoglikemik/hiperglikemik,gangguan fungsi hati,


ganguan fungsi ginjal, gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasiobat-obatan, intoksikasi
makanan serta bhan-bahan kimia, infeksi susunan saraf pusat.
2.

Gangguan structural dapat dibagi lagi menjadi 2, yaitu:


a.

Lesi supratentorial
i.

Perdarahan intraserebral : ekstradural, subdural, intraserebral

ii.

Infark

: emboli, thrombosis

iii.

Tumor otak

: Tumor

tuberkuloma
b.

Lesi infratentorial
i.

Perdarahan : serebelum pons

ii.

Infark

: batangotak

iii.

Tumor

: serebelum

primer,

tumor

sekunder,

abses,

iv.
D.

Abses

: serebelum

Patofisiologipenurunankesadaran
Penurunan kesadaran merupakan bentuk disfungsi otak yang melibatkan hemisfer
kiri ataupun kanan atau struktur-struktur lain dalam dari otak (termasuk sistem reticular
activating, yang mengatur tidur dan bangun siklus), atau keduanya6. Penurunan kesadaran
disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan
metabolik,dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS dibatang otak,terhadap
formasio retikularis di thalamus,hipotalamus maupun mesensefalon7.
Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial (15%)., dan difus (70%) misalnya
pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik7.
1.

Koma diensefelik7
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah
mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma diensefalik.
Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama, ialah koma
akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
a.

Lesi supratentorial pada umumnya berbentuk proses desak ruang atau space
occupying process, misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO atau
stroke) dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan
hidrosefalus obstruktif. Proses desak ruang tadi menyebabkan tekanan
intrakranial meningkat dan kemudian menekan formasio retikularis di
mesensefalon dan diensefalon (herniasi otak).

b.

Lesi infratentorial meliputi dua macam proses patologik dalam ruang


infratentorial (fossa kranii posterior).pertama, proses diluar batang otak atau
serebelum yang mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan
proses di dalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak
sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa:

i.

penekanan langsung terhadap tegmentum

mesensefalon

(formasio

retikularis)
ii. herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebeli
yang kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon, dan
iii. herniasi tonsilo-serebelum ke bawah melalui foramen magnum dan
sekaligus menekan medula oblongata.
2.

Koma kortikal-bihemisferik7
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada terkecukupinya
penyediaan oksigen. Pada individu sehat dengan konsumsi okesigan otak kurang
lebih 3,5ml/100gr otak/menit maka aliran darah otak kurang lebih 50ml/100gr
otak/menit. Bila aliran darah otak menurun menjadi 25-50ml/gr menit/otak, mungkin
akan terjadi kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen dari aliran darah.
Apabila aliran darah turun lebih rendah lagi maka akan terjadi penurunan konsumsi
oksigen secara proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan
penyediaan ATP yang konstan untuk mengeluarkan ion natrium dari dalam sel dan
mempertahankan ion kalium di dalam sel. Apabila tidak ada oksigen maka terjadilah
glikolisis anaerob untuk memproduksi ATP. Glukosa dapat berubah menjadi laktat
dan ATP, tetapi energi yang ditimbulkannya kecil.
Dengan demikian oksigen dan glukosa memegang peranan yang sangat penting
dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupun penyediaan
oksigen dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat terganggu oleh
adanya gangguan asam basa darah, elekrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.
a.

Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnea,


gagal jantung kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik yang
tidak efektif lagi. Dasar mekanisme terjadinya gangguan kesadaran apda
hipoventilasi belum diketahui secara jelas. Hipoksia merupakan faktor

potensial untuk terjadinya ensefalopati, tetapi bukan faktor tunggal karena


gagal jantung kongestif masih mempunyai toleransi terhadap hipoksemia dan
pada kenyataannya tidak menimbulkan ensefalopati. Retensi CO2 malahan
berhubungan erat dengan gejala neurologik. Sementara itu, munculnya gejala
neurologiuk bergantung pula pada lamanya kondisi hipoventilasi. Sebagai
contoh, penderita dengan hiperkarbia kronis tidak menunjukkan gejala
neurologik kronis dan penderita yang mengalami hiperkarbia akut akan segera
mengalami gangguan kesadaran sampai koma.
b.

Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat
pula kurang cukup membwa oksigen tetapi aliran darah otak tak cukup untuk
memberi darah ke otak. Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan curah
jantung, misalnya: infark jantung, aritmia, renjatan dan refleks vasofagal, atau
penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya oklusi
arterial atau spasme. Iskemia pada umumnya lebih berbahaya daripada
hipoksia karena asam laktat tidak dapat dikeluarkan.

c.

Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk kedalam


darah. Dengan demikian baik isi maupun tekanan ioksigen dalam darah
menurun. Keadaan demikian ini terdapat pada tekanan oksigen lingkungan
yang rendah (tempat yang tinggi atau adanya gas nitrogen) atau oleh
ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler
alveoli.

d.

Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan


membawa oksigen dalam darah menurrun. Sementara oksigen yang m,asuk ke
dalam darah cukup. Keadaan ini terdapat pada anemia maupun keracunan
karbonmonoksida.

e.

Kipoksi atau iskemia difus akut disebabkan oleh dua keadaan, ialah kadar
oksigen dalam darah menurun cepat sekali atau aliran darah otak menurun
secara mendadak. Penyebab utamanya antara lain: obstruksi jalan napas,
obstruksi serebral secara masif, dan keadaan yang menyebabkan menurunnya
curah jantung secara mendadak. Trombosis atau emboli termasuk purpura
trombositopeni trombotika, koagulasi intravaskularis diseminata, endokarditis

bakterial akut, malaria falsiparum, dan emboli lemak, semuanya mampu


menimbulkan iskemia multifokal yang luas dan secara klinis akan memberi
gambaran iskemia serebral difus akut.
f.

Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia dan


asidosis laktat. Diabetes melitus tidak mengangggu otak secara langsung.
Delirium, stupor dan koma biasanya merupakan gejala DM pada tahap tertentu.

g.

Gangguan

keseimbangan

danrespoiratorikserta

alkalosis

asam

basameliputiasidosis

respiratorikdan

jenisgangguanasambasatadi,

hanyaasidosisrespiratorik

bertindaksebagaipenyebablangsungtimbulnya
metabolic

lebihseringmenimbulkan

metabolic.

delirium

metabolic
Dari

4
yang

stupor

dankoma.

Asidosis

dan

obtundasi.

Alkalosis

respiratorik hanya menimbulkan bingung dan perasaan tidak enak di kepala.


Satu alasan mengapa gangguan keseimbangan asam basa sistemik sering tidak
mengganggu otak, ialah karena adanya mekanisme fisiologik dan biokimiawi
yang melindungi keseimbangan asam-basa di otak terhadap perubahan pH
serum yang cukup besar.
h.

Uremia sering kali mengganggu kesadaran penderita. Namun demikian,


walaupun telah dilakukan penelitian yang cukup luas, penyebab pasti disfungsi
otak pada uremia belum diketahui. Urea itu sendiri bukan bahan toksik untuk
otak, karena infus dengan urea tidak menimublkan gejala-gejala uremia;
sementara itu hemodialisis mampu memperbaiki gejala klinik uremia jnustru
kedalam cairan dialisis ditembahkan urea.

i.

Koma hepatik sering dijumpai di klinik. Defisiensi atau bahan-bahan toksik


diperkirakan sebagai penyebab potensial koma hepatik, tetapi tidak satupun
yang memberi kejelasan tentang patofisiologinya. Meningkatnya kadar amonia
dalam darah di otak dianggap sebagai faktor utama terjadinya koma hepatik.
Amonia, dalam kadara yang tinggi dapat bersifat toksik langsung terhadap
otak.

j.

Defisiensi vit. B sering kali mengakibatkan delirium, demensia dan mungkin


pula stupor. Defisiensi tiamin dianggap yang paling serius dalam diagnosis
banding koma. Defisiensi tiamin menimbulkan penyakit Wernicke, suatu

kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron dan vaskular di


substanta grisea, daerah sekitar ventrikulus, dan akuaduktus.
E.

Penegakan diagnosis penurunan kesadaran


Umtuk mendiagnosis penurunan kesadaran tidalkah sulit. Yang menjadi masalah apa
yang menjadi penyebab penurunan kesadaran tadi dan bagaimana siatuasi koma yang
sednag dihadapinya (tenang, herniasi otak, atau justru agonia). Pendekatan diagnostik tidak
berbeda dengan kasus-kasus yang lainnya, yaitu melalui urutan anamnesa, pemeriksaan
fisik neurologik, dan pemeriksaan penunjang. Perbedaannya terletak pada tuntutan
kecepatan berpikir dan bertindak7.
1.

Anamnesis (riwayat penyakit)


Tanyakan pada pasien atau pada pengantar tentang lingkungan sekeliling saat awitan
terjadi serta perjalanan penyakitnya. Beberapa poin penting yang harus ditanyakan:2
a.

Awitan: waktu, lingkungan sekeliling.


Usia pasien merupakan bagian penting dari anamnesis. Pada pasien yang
sebelumnya sehat, usia muda, panurunan kesadarannya terjadi tida-tiba,
kemungkinan penyebabnya bisa keracunan obat, perdarahan subarachnoid, atau
trauma kepala. Sedangkan pada usia tua, penurunan kesadaran yang tiba-tiba
lebih mungkin disebabkan oleh perdarahan serebral atau infark.2

b.

Gejala-gejala yang mendahului secara terperinci (bingung, nyeri kepala,


kelemahan, pusing, muntah, atau kejang), gejala-gejala fokal seperti sulit
bicara, tidak bisa membaca, perubahan memori, disorientasi, baal atau nyeri,
kelemahan motorik, berkurangnya enciuman, perubahan penglihatan, sulit
menelan, gangguan pendengaran, gangguan melangkah atau keseimbangan,
tremor.2

c.

Pemakaian obat-obatan atau alkohol.2

d.

Riwayat penyakit jantung, paru-paru, liver, ginjal, atau yang lainnya.2

2.

Pemeriksaan fisik
a.

Tanda vital
Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan
perhatikan tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada
tidaknya aritmia.8

b.

Bau nafas
Bau nafas dapat memberi petunjuk adanya proses patologik tertentu misalnya
uremia, ketoasidosis, intoksikasi obat, dan bahkan proses kematian yang sednag
berlangsung.8

c.

Pemeriksaan kulit
Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan
hati dan stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan. Pada penderita
dengan trauma, kepala pemeriksaan leher itu,harus dilakukan dengan sangat
berhatihati atau tidak boleh dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal.
Jika kemungkinan itu tidak ada,maka lakukan pemeriksaankaku kuduk dan
lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada tidaknya bruit.8

d.

Kepala
Perhatikan ada tidaknya hematom,laserasi dan fraktur.8

e.

Leher
Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal
(jejas,kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma didaerah muka).8

f.

Toraks/abdomen dan ekstremitas Perhatikan ada tidaknya fraktur.8

Pemeriksaan fisik neurologis


Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara
kualitatif dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma.Pemeriksaan
neurologis meliputi derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.
1).

Umum

Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma

Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsi lateral

Perhatikan

mioklonus(prosesmetabolik),twitching

otot

berirama(aktivitasseizure) atau tetani(spontan, spasmusototlama).8


2).

3).

Tingkat kesadaran

Kualitatif(apatis, somnolen, delirium, spoor dankoma)

Kuantitatif(menggunakanGCS) 8

Pupil

Diperiksa:ukuran,reaktivitascahaya

Simetris/reaktivitas

cahaya

normal,petunjuk

bahwa

integritas

mesensefalon baik. Pupil reaksi normal,reflek kornea dan okulosefalik(-),


dicurigai suatu koma metabolik

Midposisi(2-5mm),ixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.

Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons,intoksikasi opiat kolinergik.

Dilatasi unilateral danixed,terjadi herniasi.

Pupil bilateralixed dan dilatasi, herniasi sentral,hipoksik-iskemi


global,keracunan barbiturat. 8

4).

Refleks Okulosefalik (gerakan mata boneka atau dolls eye)


Refleks ini membantu menilai fungsi batang otak pada pasien yang

koma.Dengna membuka mata pasien dan menahan kelopak mata atasnya sehingga
kedua mata terlihat jelas, putar kepala pasien dengan cepat, mula-mula kesalahsatu
sisi yang lain. (sebelum melakukan tes ini, pastikan dahulu bahwa pasien tidak
mengalami cedera leher.)
Pada pasien yang koma dengan batang otak yang intak, ketika kepala pasien
diputar, bola matanya akan bergerak kesisi yang

berlawanan (gerakan mata

boneka).11
5).

Refleks okulo vestibular (dengan stimulasi kalori)


Jikarefleksokulosefaliknegatif dan anda dapat melakukan pemeriksaan lebih

lnajut untuk menilai fungsi batang otak, lakukan tes okulovestibular. Perhatikan
bahwa tes ini hampir tidak pernha dilakukan pada pasien yang sadar.
Pastikan dahulu bahwa kedua membran timpani masih intak dan kanalis
auditorius tampak lapang/bersih. Anda harus meninggikan kepala pasien hingga
sudut 300 untuk melakukan tes ini secara akurat. Letakkan sebuah nirbeken (bakom
berbentuk ginjal) di bawah telinga pasien untuk menampung setiap air yang mengalir
keluar. Dengan sebuah semprit besar suntikkan air es melalui selang kateter kecil
yang berada di dalam kanalis auditorius (tapij tidak menyumbat kenalis tersebut).
Perhatikan deviasi mata pada bidang horizontal. Mungkin anda memerlukan air es
sampai sebanyak 120cc untuk menimbulkan respons. Pada pasien koma dengan
batang otak yang intak, kedua matanya akan melirik kearah telinga yang diirgasi.
Ulangi tes ini pada sisi yang lain dan jika perlu tunggu selama 3-5menit samapi
respons pertama menghilang.11

3.

Pemeriksaan penunjang
a.

Pemeriksaan laboratorium ada yang bersifat segera, ada yang bersifat


terencana. Pemeriksaan laboratorium yang bersifat segera pada umumnya
meliputi pemeriksaan glukosa darah, jumlah leukosit, kadar hemoglobin,
hematokrit, dan analisis gas darah. Pada kasus tertentu (meningitis, ensefalitis,
perdarahan suabarahnoid) diperlukan tindakan pungsi lumbal dan kemudian
dilakukan analisis cairan serebrospinal.

b.

Pemeriksaan elektrofisiologi pada kasus koma bersifat terbatas kecuali


pemeriksaan EKG. Pemeriksaan eko-ensefalografi bersifat noninvasif, dapat
dikerjakan dengan mudahj, tetapi manfaat diagnostiknya terbatas. Apabila ada
CT scan maka pemeriksaan ekoensefalografi tidak perlu dikerjakan.
Pemeriksaan elektroensefalografi terutama dikerjakan pada kasus mati
batangotak (brain death).

c.

Pemeriksaan radiologik dalam penanganan kasus koma tidak selamanya mutlak


perlu. CT scan akan sangat bermanfaat pada kasus-kasus GPDO, neoplasma,
abses, trauma kapitis, dan hidrosefalus. Koma metabolik pada umumnya tidak
memerlukan pemeriksaan CT scan kepala.

F.

Penatalaksanaan penurunan kesadaran


Langkah pertama yang harus diperhatikan saat melakukan penilaian pada pasien
dengan penurunan kesadaran baik etiologi yang mendasarinya adalah kelainan struktural
maupun metabolik adalah kondisi medis utama yaitu kondisi jalan napas, pola pernafasan,
dan sirkulasi untuk reperfusi dan oksigenasi sistem saraf pusat. Prinsip tatalaksana pasien
dengan penurunan secara umum adalah:2

Oksigenasi

Memprthankan sirkulasi

Mengontrol glukosa

Menurukan tekanan tinggi intrakranial

Menghentikan kejang

Mengatasi infeksi

Menoreksi keseimbangan asam-basa serta keseimbangan elektrolit

Penilaian suhu tubuh

Pemberian thiamin

Pemberian antidotum (contoh: nalokson pada kasus keracunan morfin)

Mengontrol agitasi

1.

Mengontrol jalan napas (airway)2


Jalan napas yang baik dan suplementasi oksigen yang adekuat merupakan
tindakan yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kerusakan otak lebih lanjut
akibat kondisi penurunan kesadaran terutama pada kasus-kasus yang akut.
Tindakan menjaga jalan napas tetap baik yang paling sederhana adalah dengan
mencegah jatuhnya lidah ke dinding faring posterior dengan jaw lift maneuver yaitu
dengan mengekstensinya kepala samapi menyentuh atlanto-occipital joint bersamaan
dengan menarik mandibula ke depan. Manuver ini dapat memperlebar jarak antara
lidah dan dinding faring sekitar 25%. Manuver ini tidak boleh dilakukan pada
kecurigaan adanya fraj=ktur atau lesi pada daerah cervical.
Pemasangan oropharingeal tube dapat juga dilakukan untuk menjaga patensi
jalan napas pada pasien dengan penurunan kesadaran. Oral airway device dapat
digunakan untuk mencegah tergigitnya lidah pada pasien dengan penurunan
kesadaran disertai kejang. Sedangkan nasal airway juga dapat digunakan dengan
menempatkan selang oksigen ke lubang hidung maupun nasofaring. Nasal airway

dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanya lesi pada cervical dan
kontraindikasi untuk dilakukan manuverjaw lift maupun head-tilt.
Tindakan intubasi merupakan indikasi untuk jalan napas tetap terjaga dengan
baik pada pasien dengan penurunan kesadaran dan gangguan fungsi bulber. Pasien
dengan GCS yang rendah memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami
gangguan pernafasan walaupun masalah utamanya bukan pada sistem pernafasan.
Pasien dengan nilai GCS 8 harus dilakukan tindakan intubasi.
2.

Pernafasan2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran perlu diperhatikan frekuensi
pernafasan dan pola pernafasan. Frekuansi pernafasan normal adalah 16-24 kali
permenit dengan pola nafas torakoabdominal. Pada psien dengan gangguan
pernafasan seringkali disertai retraksi otot-otot ekstrapulmonal, seperti rektarksi
suprasternal, retraksi supraklavikula, dan retraksi otot abdominal. Suara nafas
tambahan juga perlu diperhatikan pada pasien dengan penurunan kesadaran. Suplai
oksigen binasal dapat diberikan sesuai dengan oksigenasinya. Pada keadaan tertentu
seperti kecurigaan adanya penyakit paru yang berat dapat siperiksa analisis gas darah
dan digunakan ventilator bila terdapat kondisi gagal nafas.

3.

Sirkulasi2
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, untuk monitor dan evaluasi kondisi
sirkulasi sebaiknya dipasang kateterisasi vena sentral untuk memudahkan dalam
monitoring cairan dan pemberian nutrisi. Selain itu pula optimalkan tekanan darah
dengan target Mean Arterial Pressure di atas 70mmHg. Pada kondisi hipovolemia
berikan cairan kristaloid isotonik seperti cairan NaCl fisiologis dan ringer laktat. Kita
harus menghindari pemberian cairan hipotonik seperti cairan glukosa maupun
dektrosa terutama pada kasus stroke kecuali penyebab penurunan kesadarannya
adalah kondisi hipoglikemi. Bila cairan infus sudah diberikan tetapi MAP belum
mencapoai target, maka diusahakan untuk pemberian obat-obatan vasopresor seperti
dopamine dan epinefrin/norepinefrin.

Anda mungkin juga menyukai