Anda di halaman 1dari 10

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

BIOOPTIKA
(Bahan Kuliah Fisika Kesehatan Bagi Mahasiswa Diploma III Kebidanan)
Oleh: Heru Santoso Wahito Nugroho, S.Kep, Ns, M.M.Kes
(site: www.medikes.webs.com email: heruswn@gmail.com phone: 081335251726)

Referensi:
Anonymous, The Physics of Hearing, http://www.antonine-education.co.uk/Physics_A2/Options/
Module_6/Topic_3/Topic_3.htm, 2009, diakses: 08 anuari 2009.
Ingebretsen Richard J, The Physics of Human Body, Companion Manual, Physics 3110,
www.physics3110.org, 2002, diakses: 08 Januari 2009.
Gabriel JF, Fisika Kedokteran, EGC, Jakarta, 1996.
Young HD, Freedman RA, Sandin TR, Ford AL, Fisika Universitas Jilid I, Penerjemah: Juliastuti E,
Edisi X, EGC, Jakarta, 2001.
Junaedi A., Kumpulan Kuliah Fisika Kedokteran, FKUGM, Yogyakarta, 2000

Pendahuluan
Pada mulanya orang beranggapan bahwa benda di sekitar kita dapat terlihat oleh mata kita karena
mata mengeluarkan sinar-sinar penglihatan. Anggapan ini didukung oleh Plato dan Euclides. Pendapat
tersebut akhirnya ditentang oleh Aristoteles karena pada kenyataannya kita tidak bisa melihat dalam
kegelapan.
Selanjutnya pada abad pertengahan Alhazan dari Mesir berpendapat bahwa benda-benda dapat kita
lihat karena benda-benda tersebut memancarkan atau memantulkan cahaya, kemudian cahaya
tersebut masuk ke dalam mata kita. Pendapat terakhir ini sampai sekarang masih diterima
kebenarannya.
Hal-hal yang dipelajari dalam bab ini adalah proses penglihatan ditinjau dari pandangan fisika serta
penggunaan beberapa alat bantu yang berhubungan dengan proses penglihatan tersebut, misalnya
lensa.

Lensa sferis
Lensa sferis penting sekali dalam biooptik. Kacamata bantu yang kita gunakan biasanya merupakan
jenis lensa ini. Sferis adalah bentuk bola. Jadi lensa sferis adalah lensa yang memiliki bentuk irisan
bola baik cembung pada bagian luar maupun cembung pada bagian dalam.

Gambar 1. Lensa sferis merupakan irisan bola

Ada beberapa macam lensa sferis, yaitu:


1. Lensa konveks/lensa cembung/lensa positif/lensa konvergen (mengumpulkan berkas sinar), yang
terdiri atas:
- Lensa bikonveks (cembung ganda)
- Lensa plankonveks (cembung datar)
- Konkafkonveks (cembung cekung)

Bagian ke-3: Biooptik

Page 1

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

2. Lensa konkaf/lensa cekung/lensas negatif/lensa divergen (menyebarkan berkas sinar), yang terdiri
atas:
- Lensa bikonkaf (cekung ganda)
- Lensa plankonkaf (cekung datar)
- Konvekskonkaf (cekung cembung)

Gambar 2. Berbagai jensa sferis

Pembiasan cahaya pada lensa sferis


Pembiasan cahaya adalah peristiwa pembelokan cahaya jika media yang dilalui oleh cahaya berlainan.
Pembiasan cahaya pada lensa sferis memiliki kaidah sebagai berikut:
1. Sinar sejajar sumbu utama (dari jarak tak terhingga) dibiaskan melalui titik fokus lensa
2. Sinar melalui titik fokus lensa dibiaskan sejajar sumbu utama
3. Sinar melalui pusat lensa tidak dibiaskan
Ilustrasi penerapan kaidah di atas pada lensa cembung dan lensa cekung adalah sebagai berikut:

Benda

Bayangan

f
S

Gambar 3. Pembiasan cahaya pada lensa cembung

Benda

F Bayangan

S
f
S
Gambar 4. Pembiasan cahaya pada lensa cekung

Bagian ke-3: Biooptik

Page 2

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

Sifat bayangan pada lensa cembung adalah nyata dan terbalik, sedangkan sifat bayangan pada lensa
cekung adalah maya (semu) dan tegak. Perhatikan juga bahwa berkas cahaya pada lensa cembung
konvergen (mengumpul), sedangkan pada lensa cekung divergen (menyebar).

Hubungan antara jarak fokus, jarak benda dan jarak bayangan


Hubungan antara jarak fokus, jarak benda dan jarak bayangan diformulasikan sebagai berikut:
1/f = 1/S + 1/S
Keterangan:
F = jarak fokus
S = jarak benda
S = jarak bayangan
Contoh:
Sebuah benda diletakkan 2 meter di depan lensa positif dengan jarak fokus 10 cm. Dengan demikian
berapakah jarak bayangan yang dihasilkan?
Penyelesaaian:
Diketahui:
S=2m
f = 10 cm = 0,1 m
Ditanyakan : S
Jawab:
1/f = 1/S + 1/S
1/S = 1/f 1/S
= 1/0,1 1 /2 m
= 20/2 1 /2 m
= 19/2 m
S = 2/19 m = 0,11 m

Tugas:
Buatlah beberapa contoh aplikasi formula di atas, lalu kumpulkan langsung kepada dosen!

Pembiasan cahaya pada kamera dan mata


Pada kamera dengan jarak fokus 50 mm, diketahui bahwa sinar sejajar (dari jarak tak terhingga)
adalah berasal dari benda yang berjarak 10 meter atau lebih. Dengan menggunakan formula di atas,
kita dapat menentukan jarak bayangan pada kamera tersebut. Sehingga,
Diketahui:
S = 10 m =
F = 50 mm = 0,05 m
Ditanyakan: S
Jawab:
1/S = 1/f 1/S
= 1/0,05 m 1/ m
= 1/0,05 m 0
= 1/0,05 m
S = 0,05/1 m = 0,05 m
Dengan demikian terlihat bahwa jarak bayangan sama dengan jarak fokus, artinya bayangan jatuh
pada titik fokus lensa.
Jika pada kamera yang sama diletakkan benda dengan jarak 5 meter dari lensa, maka jarak bayangan
akan berubah.
(Catatan: jarak fokus pada lensa tentulah tetap sebab lensa kamera dibuat dari bahan keras yang
memungkinkan tidak berubah kelengkungannya).
Diketahui:
S=5m
f = 50 mm = 0,05 m
Ditanyakan: S
Jawab:
1/S = 1/f 1/S
= 1/0,05 m 1/5 m
= 100/5 m 1/5 m
= 99/5 m
S = 5/99 m = 0,051 m

Bagian ke-3: Biooptik

Page 3

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

Jarak bayangan pada kasus kedua ini lebih besar daripada jarak fokus lensa. Untuk mencapai kualitas
gambar yang optimal (bayangan tepat pada film) maka jarak bayangan harus diatur.
Sekarang kita bandingkan dengan mata kita yang memiliki fungsi senada dengan kamera. Supaya kita
dapat melihat benda dengan jelas, maka bayangan harus jatuh tepat pada retina. Dengan demikian
jarak bayangan sudah pasti yaitu jarak lensa mata sampai dengan retina. Jarak lensa mata sampai
dengan retina berkisar 17 mm = 0,017 m.
Cahaya yang datang dari benda berupa sinar sejajar (dari jarak tak terhingga) menuju mata kita
minimal adalah sejauh 6 meter. Artinya setiap sinar sejajar yang berasal dari jarak 6 meter atau lebih,
dianggap berasal dari jarak tak terhingga. Sehingga:
Diketahui:
S=6m=m
S = 17 mm = 0,017 m
Ditanyakan: f
Jawab:
1/f = 1/S + 1/S
= 1/ m + 1/0,017 m
= 0 m + 1/0,017 m
= 1/0,017 m
f
= 0,017/1 m = 0,017 m
Sama halnya dengan kamera di atas, bahwa benda dari jarak tak terhingga akan terlihat jelas jika
bayangan tepat berada di titik fokus (jarak bayangan = jarak fokus).
Jika benda yang kita lihat dekat, misalnya kita sedang membaca dalam jarak baca (30 cm), maka
akan terjadi perubahan. Perubahan pada jarak bayangan adalah tidak mungkin, karena jarak
bayangan merupakan jarak lensa-retina yang konstan yaitu kira-kira 17 mm. dalam hal ini yang
berubah adalah jarak fokus, artinya kelengkungan lensa bisa berubah-ubah. Sehingga:
Diketahui:
S = 30 cm = 0,3 m
S = 17 mm = 0,017 m
Ditanyakan: f
Jawab:
1/f = 1/S + 1/S
= 1/0,3 m + 1/0,017 m
= 0,017/0,0051 m + 0,3/0,0051 m
= 0,317/0,0051 m
f
= 0,0051/0,317 m = 0,016 m
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa untuk melihat benda yang lebih dekat dengan jelas,
maka jarak fokus harus berubah menjadi lebih kecil. Ini berarti bahwa lensa harus meningkatkan
kecembungannya. Proses ini dinamakan akomodasi. Apabila kita melihat dekat dalam waktu cukup
lama, maka berarti kita harus berakomodasi secara terus menerus sehingga mata akan terasa lelah.

Kekuatan lensa
Kekuatan lensa memiliki satuan dioptri (D), yang diukur dengan formula:
1/f
Keterangan: f = jarak fokus dalam meter
Contoh soal:
Jika semula seseorang melihat pemandangan yang jauh, kemudian membaca buku berjarak 30 cm,
kekuatan lensa yang diperlukan meningkat ataukah menurun? Berapakah peningkatan atau
penurunannya? (diasumsikan bahwa jarak lensa mata menuju retina adalah 17 mm)
Kondisi awal:
Diketahui
S=6m=m
S = 17 mm = 0,017 m
Ditanyakan: Kekuatan lensa (1/f)

Bagian ke-3: Biooptik

Page 4

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

Jawab:
1/f = 1/S + 1/S
= 1/ m + 1/0,017 m
= 0 m + 1/0,017 m
= 1/0,017 m
= 58,82 D
Kondisi akhir:
Diketahui:
S = 30 cm = 0,3 m
S = 17 mm = 0,017 m
Ditanyakan: kekuatan lensa (1/f)
Jawab:
1/f = 1/S + 1/S
= 1/0,3 m + 1/0,017 m
= 0,017/0,0051 m + 0,3/0,0051 m
= 0,317/0,0051 m
= 62,16 D

Karena kekuatan lensa pada kondisi akhir lebih besar daripada kondisi awal, maka terjadi peningkatan
kekuatan lensa. Peningkatan kekuatan lensa sebesar:
Kondisi akhir kondisi awal = 62,16 D 58,82 D = 3,34 D
Dari beberapa contoh di atas dapat diketahui bahwa semakin dekat benda yang kita lihat, kita harus
semakin meningkatkan akomodasi. Cobalah bahwa setelah membaca dari jarak 30 cm tulisan Anda
dekatkan menjadi sangat dekat, misalnya 10 cm, justru tulisan tidak terlihat dengan jelas. Ini
menunjukkan bahwa mata kita tak mampu berakomodasi lagi lebih jauh, sehingga jarak baca pada
contoh di atas merupakan upaya akomodasi maksimal pada orang dewasa yang berhasil
meningkatkan kekuatan lensa sebesar 3,34 D. Karena upaya akomodasi lensa merupakan proses
fisiologis, tentu saja bisa mengalami gangguan ataupun mengalami penurunan (degenerasi) seiring
dengan peningkatan usia.
Berikut ini adalah beberapa contoh kemampuan akomodasi maksimal menurut usia:
1. Bayi mampu berakomodasi maksimal 14 D, sehingga bisa melihat dari jarak kira-kira 7 cm
2. Anak usia 19 tahun mampu berakomodasi maksimal 7 D, sehingga bisa melihat dari jarak kira-kira
15 cm
3. Orang dewasa mampu berakomodasi maksimal 3 D, sehingga bisa melihat dari jarak kira-kira 30
cm
4. Orang dewasa berusia 40 tahun mampu berakomodasi maksimal 2 D, sehingga bisa melihat dari
jarak kira-kira 50 cm
Dari gambaran di atas, kita bisa mengetahui bahwa orang yang berusia 40 tahun tidak lagi mampu
membaca dengan jelas dari jarak 30 cm, karena kemampuan akomodasinya sudah menurun dari 3 D
menjadi 2 D.Untuk dapat membaca jelas dari jarak normal, mereka harus mendapatkan kekuatan
lensa tambahan sebesar 1 D, misalnya diperoleh dengan kacamata berlensa positif.
Perlu diingat bahwa akomodasi hanya diperlukan untuk melihat benda berjarak dekat, bukan benda
dari jarak tak terhingga (6 m atau lebih). Sehingga para usila tidak akan mengalami gangguan
penglihatan untuk melihat jauh, kecuali ada faktor penyakit, misalnya katarak. Penurunan
kemampuan akomodasi lensa yang terjadi akibat peningkatan usia ini dinamakan presbiopi.

Tugas:
Berapakah penurunan kekuatan lensa seorang anak yang semula melihat gambar berjarak 20 cm,
kemudian melihat temannya yang datang dari jarak 5 meter?

Kelainan refraksi pada mata


Jika refraksi mata tidak mengalami kelainan, maka kondisi ini dinamakan emetropi. Sedangkan
kelainan refraksi mata dinamakan ametropi. Ada 3 jenis ametropi, yaitu hipermetropi, miopi dan
astigmatisme.

Bagian ke-3: Biooptik

Page 5

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

1. Hipermetropi
Hipermetropi adalah keadaan yang ditandai dengan sinar datang sejajar sumbu utama difokuskan di
belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh:
- lengkung kornea kurang
- sumbu bola mata terlalu pendek
- posisi lensa terlalu ke belakang
- indeks bias terlalu kecil
Keadaan ini bisa dikoreksi dengan lensa sferis positif.

Retina

Benda

Bayangan

Gambar 5. Pembiasan cahaya pada hipermetropi

Retina

Benda

Bayangan
F

Gambar 6. Pembiasan cahaya pada hipermetropi terkoreksi

2. Miopi
Miopi adalah keadaan yang ditandai dengan sinar datang sejajar sumbu utama difokuskan di depan
retina. Hal ini dapat disebabkan oleh:
- lengkung kornea berlebihan
- sumbu bola mata terlalu panjang
- posisi lensa terlalu ke depan
- indeks bias terlalu besar
Keadaan ini bisa dikoreksi dengan lensa sferis negatif.

Bagian ke-3: Biooptik

Page 6

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

Retina

Benda

Bayangan

Gambar 7. Pembiasan cahaya pada miopi

Retina

Benda

Bayangan

Gambar 8. Pembiasan cahaya pada miopi terkoreksi

3. Astigmatisme
Astigmatisme adalah kondisi yang ditandai dengan pembiasan cahaya tidak difokuskan pada satu titik,
melainkan pada satu bidang. Hal ini disebabkan oleh elemen optis mata yang tidak sferis melainkan
oval (sumbu yang saling tegak lurus memiliki panjang berbeda). Koreksi pada kelainan ini adalah
dengan menggunakan lensa silindris.

Ketajaman penglihatan (visus)


Ketajaman penglihatan atau visus adalah kemampuan mata untuk melihat 2 titik terpisah sebagai 2
titik terpisah pada sudut pandangan tertentu.
Jika dari 2 titik terpisah masing-masing ditarik garis lurus menuju mata kita maka 2 garis yang
dihasilkan akan membentuk sudut pada mata kita yang disebut dengan sudut pandangan. Sudut
pandangan terkecil yang masih bisa membedakan bahwa 2 titik terpisah sehingga tetap terlihat
terpisah, dinamakan minum separable. Sudut yang minum separable ini kira-kira sebesar 1/60o.
Adapun asalnya adalah sebagai berikut:
Snellen (1876) menyatakan bahwa tebal jari adalah kira-kira 17,45 mm. Mata normal bisa melihat
ketebalan jari dari jarak 60 meter. Cara menentukan ketebalan jari adalah dengan cara menghitung
jari.

Bagian ke-3: Biooptik

Page 7

FISIKA KESEHATAN

17,45 mm

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

=1/60o

60 m = 60.000 mm

Gambar 9. Minimum separable

Dalam trigonometri, tg = y/x, sehingga untuk keadaan di atas:


tg = 17,45/60.000

= 0,016663o = 1/60o = 1 menit


Snellen mengkonversikan besar sudut (minimum separable) tersebut ke dalam suatu bentuk huruf
atau bentuk lainnya, namun jarak lihat diturunkan menjadi 6 meter, sebagaimana tergambar dalam
ilustrasi berikut:

5
1
6m

Gambar 10. Dasar Kartu Snellen

Hasil konversi tersebut, lazim kita sebut dengan Snellen chart (kartu Snellen). Cobalah Anda
mencermati sebuah kartu Snellen. Huruf teratas memiliki ketebalan kira-kira sama dengan ketebalan
jari, sehingga secara keseluruhan huruf tersebut terbaca dari jarak 60 meter oleh orang normal. Kalau
salah satu mata kita hanya bisa membaca dengan benar huruf teratas, berarti kemampuan melihat
(ketajaman penglihatan) mata kita jauh menurun, sebab orang normal bisa membaca dari jarak 60
meter, sementara kita bisa membaca dengan jelas dari dekat (6 meter).
Hal inilah yang dijadikan titik tolak penilaian ketajaman penglihatan. Visus (V) diformulasikan sebagai
berikut.
V = d/D
Keterangan:
V = Visus
d = Jarak penglihatan jelas testee
D = Jarak penglihatan jelas orang normal
Jika seseorang memiliki nilai visus 5/6, berarti orang tersebut melihat jelas dari jarak 5 meter padahal
orang normal bisa melihat dengan jelas dari jarak 6 meter.
Nilai visus tidak boleh disederhanakan. Misalnya 6/60 disederhanakan menjadi 1/10 merupakan hal
yang salah.
Penggunaan kartu Snellen kadang-kadang diragukan kualitasnya, karena huruf dengan ukuran yang
sama memiliki tingkat kesukaran yang berbeda. Untuk menghindari kelemahan-kelemahan ini
diciptakanlah Kartu Cincin Landolt. Kartu ini memiliki sejumlah cincin berlubang, diatur berderet sama
besar secara horisontal, dengan lubang menghadap ke atas, bawah, kanan dan kiri. Sedangkan

Bagian ke-3: Biooptik

Page 8

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

secara vertical, makin ke bawah makin kecil. Testee disuruh menunjukkan dengan tepat posisi dari
lubang pada cincin.

Gambar 11. Kartu Snellen (atas) dan Cincin Landolt (bawah)


Apabila tidak dapat dinilai dengan kedua cara di atas, visus juga dapat diukur dengan cara sederhana,
yaitu:
1. Dengan menghitung jari
Di bagian depan telah dijelaskan bahwa jari dapat dilihat (dihitung) pada jarak 60 meter, sehingga
jika seseorang dapat menghitung jari terjauh 5 meter, maka orang tersebut memiliki visus 5/60.
2. Dengan melihat gerakan tangan
Gerakan tangan (lambaian tangan) dapat dilihat pada jarak 300 meter, sehingga jika seseorang
dapat melihat gerakan tangan terjauh dari jarak 3 meter, maka orang tersebut memiliki visus
3/300
3. Dengan melihat cahaya
Cahaya dapat dilihat pada jarak tak terhingga, sehingga jika seseorang dapat melihat cahaya
terjauh dari jarak 3 meter, maka orang tersebut memiliki visus 3/~.

Tugas:
Buatlah contoh-contoh penghitungan nilai visus dengan berbagai cara di atas! Kumpulkan secara
langsung kepada dosen!

Bagian ke-3: Biooptik

Page 9

FISIKA KESEHATAN

HERU SANTOSO WAHITO NUGROHO

Sisipan gambar untuk astigmatisme (halaman 7)

Bagian ke-3: Biooptik

Page 10

Anda mungkin juga menyukai