Mikotoksin adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur tertentu yang
berfilamen, yang dapat diproduksi dalam makanan sebagai akibat dari pertumbuhan
jamur dan dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan,
tumbuhan, maupun mikroorganisme lainnya. Mikotoksin dapat diproduksi oleh jamur
yang hidup pada komoditas pertanian (field toxin, contoh : zearalenon dan
deoksinivalenol) ataupun sebelum dan sesudah panen, selama transportasi dan
penyimpanan, (storage toxins, contoh : aflatoksin dan okratoksin). Umumnya, jamurjamur tersebut tumbuh pada kisaran suhu 10 40C, pH 4 8 dan kadar air 17 - 25%.
Komoditas pertanian yang rusak dan mempunyai kadar air yang tinggi sangat mudah
terinfeksi jamur. Mikotoksin banyak dijumpai mencemari bahan pangan dan pakan
seperti jagung, sorgum, barley, wheat dan kacanb kacangan. Produksi mikotoksin
dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien maupun faktor lingkungan. Mikotoksin pada bahan
pada bahan pangan pada umumnya diproduksi oleh tiga jenis jamur yaitu Aspergillus,
Penicillium dan Fusarium. Spesies Fusarium mengkontaminasi bahan pangan pasca
panen, sedangkan spesies Penicillium dan Aspergillus lebih umum ditemukan sebagai
kontaminan komoditas pangan selama pengeringan dan penyimpanan.
1.
1.1.
Aflatoksin
Mikotoksin terbesar yang signifikansi terdapat dalam makanan adalah aflatoksin
yang sebagian besar diproduksi oleh A. flavus, A. parasiticus dan A. Nominus, toksin
tersebut adalah turunan dari difuranocoumarin. Terdapat empat jenis aflatoksin yang
dihasikan secara alami yaitu B1, B2, G1, dan G2, biasaya aflatoksin B1 merupakan jenis
aflatoksin yang paling berbahaya dan paling banyak ditemukan pada bahan pangan.
Nama tersebut didasarkan pada tingkat warna yang dihasilkan dengan metode
kromatografi dimana aflatoksin B1 dan B2 menghasilkan warna biru sedangkan untuk
aflatoksin G1 dan G2 menghasilkan warna hijau. Sebenarnya lebih dari 40 jenis aflatoksin
telah ditemukan, namun kebanyakan dimetabolis dalam tubuh ternak secara endogenus,
sebagai hasil pembentukan jenis baru dari keempat bentuk aslinya. Signifikasi dari hasil
Okratoksin
Okratoksin dihasilkan oleh jamur dari genus Aspergillus, Fusarium, dan
Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, kopi,
wine, bir, jus anggur, susu, serta daging ayam dan babi. Okratoksin A ini pertama kali
diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus. Secara alami A. ochraceus
terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan
buah-buahan. Selain A.ochraceus. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin,
yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang
paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam.
Disamping juga
tiga dari lima strain aspergillus terdapat pada legum dan serealia. Okratoksin ini dapat
diperoleh pada berbagai hasil pertanian, antara lain kacang tanah, kacang kapri, kacang
babi, kacang panjang, dan juga beberapa pada padi-padian antara lain adalah padi,
jagung, gandum, sorghum sampai tepung jagung dan roti. Penghasil okratoksin dari jenis
Penicillium yaitu Penicillium veridicatum tumbuh pada roti, gandum putih dan barley.
suhu optimum yaitu 24 sampai 37oC, dan okratoksin baru akan diproduksi pada suhu
antara 12 37oC dan optimum pada suhu 31oC. Sedangkan untuk memproduksi toksin
okratoksin diperlukan pH optimum yaitu 3 sampai 10, serta aw optimumnya yaitu 0,80.
1.3.
Steriogmatosistin
Sterigmatosistin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus sp
bipolaris sp. dapat juga dihasilkan dari A.versicolor, A. nidulans, A. rugulosus, A. Flavus,
dan dari drechelerea sp. Dari genus bipolaris sp. yang telah diketahui sebagai penghasil
sterigmatosistin adalah bipolaris sorokiniana. Dari sekian jenis Aspergillus sp,
Aspergillus versicolor ternyata paling tinggi menghasilkan sterigmatosistin. Meskipun
jenis ini dapat tumbuh baik sampai suhu 37oC, tetapi suhu optimum
Aspergillus
versicolor sekitar 29oC. Makin lama inkubasi makin banyak dihasilkan sterigmatosistin.
Dengan subtrat yang cocok, hasil sterigmatosistin terbaik antara suhu 20oC sampai lebih
32oC, dalam waktu inkubasi antara 20 - 30 hari.
2.
2.1.
Patulin
Patulin adalah sebuah hemiasetal lakton yang dihasilkan oleh beberapa spesies
Citrinin
Citrinin adalah nephotoksin (racun ginjal) yang dihasilkan oleh beberapa spesies
dari jenis Penicillium dan tiga spesies dari jenis Aspergillus. Citrinin dalam bentuk
kristal, tampak seperti lemon kuning dan tidak larut dalam air. Citrinin adalah sebuah
quinone methide yang dikenal pertama kali sebagai metabolisme kedua dari Penicillium
citrinum, yang kemudian dijadikan namanya.
Asam Penisilat
Asam penisilat tergolong mikotoksin yang dihasilkan oleh jenis jamur Penicillium
Luteoskirin
Luteoskirin merupakan mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur jenis Peniciilium
2. Diketahui bahwa inkubasi optimum Jamur Penicilium inlandicum adalah 30oC dalam
waktu dua minggu. Dalam pencegahan perlu dihindari suhu dan waktu sebagaiman
diatas, penyimpanan dingin di bawah 30oC sangat dianjurkan. Sangat dianjurkan untuk
selalu memeriksa ruang penyimpanan agar suhu ruang tidak mencapai kondisi optimum
bagi pertumbuhan jamur. Pengaturan, pembersihan, dan pemeriksaan secara periodik
pada ruang penyimpanan sangat diperlukan.
3. Tidak menggunakan bahan pakan, khususnya komoditas serealia yang telah berubah
warna (kecoklat-coklatan) dan berbau apek, keduanya sangat mencirikan telah terjadi
perubahan bahan pakan, kemungkinan kontaminasi mikrobia. Seperti diketahui jamur
penicilium islandicum pada waktu muda tidak berwarna, baik hifa maupun konidia
kemudian berwarna hijau dan selanjutnya berwarna coklat.
3.1.
Trikotesena
Trikotesena merupakan golongan mikotoksin kelompok tetra siklik yang
dihasilkan oleh beberapa jenis jamur antara lain Fusarium, Myrothecium, Trichoderma,
Cephalosporium, Vertisimonosporium, Cylindrocarpon, dan Stachybotrys. Terdapat lebih
dari 40 trikotesena alam yang telah dapat diamati, terutama yang berhubungan dengan
hewan
pertanian
yaitu
T-2
toxin,
diacetoxycirpenol
(DAS),
dan
vomitoxin
dijadikan dasar untuk nama 12,13-epoksitrikotesena yang sering kali digunakan untuk
racun ini.
Beberapa anggota trikotesena banyak dihasilkan jamur Fusarium sp. antara lain
T-2 toksin, Nilavenol, Fusarenon-x dan lainnya. Fusarium sp yang menghasilkan
Fusarenon-x antara lain F. nivale, F. episharia dan Gibberellazeae; T-2 toksin dihasilkan
oleh F. Tricinctum; diasektoksiskirpenol oleh F. equeseti; roridin C oleh Myrothecium
rorium. Diantara berbagai macam anggota trikotesena maka T-2 toksin mempunyai
toksisitas paling tinggi.. Trikotesena kebanyakan didapat pada bahan pangan serelia
berjamur terutama jagung dan gandum yang umumnya berkualitas jelek. Trikotesena
dapat digolongkan menjadi 5 kelompok menurut komposisi kimia, yaitu kelompok A, B,
C dan D.
3.2.
Zearalenon
Zearalenon merupakan racun jamur yang diproduksi oleh beberapa spesies
Fusarium yang dapat menyebabkan pengaruh estrogenik dan ketidak suburan pada
ternak. Penghasil yang paling umum dikenal adalah Fusarium graminearum dan
Fusarium culmarum. Senyawa ini merupakan salah satu dari katagori utama dari racun
Fusarium. Senyawa lain adalah trichothocenes.
Fusarium spp. tersebar luas dan mencemari bebarapa hasil panen penting dan
makanan. Fusarium spp. berkembang selama masa pertumbuhan dan penyimpanan bijibijian pada kelembaban tinggi. Tanaman yang sering kali terkontaminasi zearalenon
adalah jagung, gandum, shorgum, grest (semacam gandum yang digunakan untuk
membuat bir), oats, biji wijen, jerami, jagung, untuk ternak dan makanan komersial.
Jagung merupakan hasil panen yang seringkali jelas terkontaminasi.
Beberapa species dari Fusarium yang menghasilkan zearalenon sebagian besar
khususnya berasal dari F. roseum. Lainnya termasuk F. avenaceum, F. nivale, dan F.
maniliforme. Produksi zearalenon dari Fusarium spp biasanya terjadi pada pakan ketika
kondisi kelembaban dan suhu udara optimal. Namun di ladang, tongkol jagung yang
terjangkit mungkin tumbuh busuk pada pucuk atau tongkol, sesuai dengan nama
gibberella yang busuk.
3.3.
Fumonisin
Fumonisin ditemukan pada tahun 1988 pada Fusarium verticilloides dan F.
proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Namun, selain kedua spesies tersebut
masih banyak jamur yang dapat menghasilkan fumonisin. F. moniliforme adalah jamur
yang menghasilkan fomunisin B1, yang tumbuh optimum pada suhu 22,5 sampai 27, 5
C dan aw opiumnya yaitu 0,92. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses
pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak,
kecambah, dan tepung jagung. Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses
pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena senyawa ini bersifat larut air.