Anda di halaman 1dari 2

Tata laksana fraktur

Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi )dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang ( imobilisasi ).
Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna semula karena tulang mempunyai
kemampuan remodeling (proses swapugar).
Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi.Pada fraktur dengan
dislokasi fragmen fragmen patahan yang minimal atau tidak akan menyebabkat cacat dikemudian
hari,cukup dilakukan dengan proteksi saja,misalnya dengan mengenakan mitela atau sling.contoh kasus
yang ditangani dengan cara ini adalah fraktur iga,fraktur klavikula pada anak dan fraktur vertebra
dengan kompresi minimal.
Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi,tetapi tetap diperlukan imobilisasi agar tidak terjadi
dislokasi fragmen.Contoh cara ini adalah pengelolaan patah tulang tungkai bawah tanpa disloksasi yang
penting.
Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi.Ini dilakukan pada
patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti,seperti pada patah tulang radius distal.
Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus menerus selama masa tertentu,misalnya beberapa
minggu,lalu diikuti dengan imobilisasi.Hal ini dilakukan pada patah tulang yang bila direposisi akan
terdislokasi kembali di dalam gips,biasanya pada fraktur yang dikelilingi oleh otot yang kuat seperti pada
patah tulang femur.
Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.Fiksasi fragmen fraktur
menggunakan pin baja yang ditusukan pada fragmen tulang,kemudian pin baja tadi disatukan secara
kokoh dengan batangan logam di luar kulit.Alat ini dinamakan fiksator eksterna.
Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara
operatif,misalnya reposisi patah tulang kolum femur.Fragmen direposisi secara non-operatif dengan
meja traksi;setelah tereposisi,dilakukan pemasangan prostesis pada kolum femur secara operatif.
Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna.Cara ini disebut juga sebagai
reduksi terbuka fiksasi interna (open reduction internal fixation,ORIF).Fiksasi interna yang dipakai
biasanya berupa pelat dan sekrup.Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan
fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperai tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa
dilakukan.Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang.ORIF biasanya dilakukan pada fraktur
femur,tibia,humerus,antebrakia.
Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prosthesis,yang
dilakukan pada patah tulang kolum femur.Kaput femur dibuang secara operatif lalu diganti dengan
prosthesis.Penggunaan prosthesis dipilih jika fragmen kolum femur tidak dapat disambungkan
kembali,biasanya pada orang lanjut usia.

Khusus untuk fraktur terbuka,perlu diperhatikan bahaya terjadinya infeksi,baik infeksi umum
(bakterimia) maupun infeksi lokal pada patah tulang yang bersangkutan ( osteomielitis ).Pencegahan
infeksi harus dilakukan sejak awal pasien masuk rumah sakit,yaitu debrideman yang adekuat dan
pemberian antibiotic profilaksis serta imunisasi tetanus.Untuk fraktur terbuka,secara umum lebih baik
dilakukan fiksasi eksterna disbanding fiksasi interna.Penutupan defek akibat kehilangan jaringan lunak
dapat ditunda (delayed primary closure) sampai keadaan luka vital aman dan bebas infeksi.Yang paling
sederhana adalah penjahitan sederhana,menutup dengan graft kulit setelah mengikis periostium agar
skin graft bisa hidup,hingga menutup luka dengan flap.

Anda mungkin juga menyukai