Anda di halaman 1dari 4

I.

TUJUAN
Mengetahui dan melakukan perhitungan korelasi laju disolusi in vitro dan
kemampuan bioavailabilitas in vivo.
II. DASAR TEORI
II.1 Laju Disolusi
Laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk
melarutkan dalam cairan pada tempat absorpsi, merupakan tahap yang
menentukan laju proses absorbsi. Uji ini digunakan untuk obat-obat yang
diberikan secara oral bentuk padat seperti tablet. Akibatnya laju disolusi
dapat mempengaruhi onset, intesitas, dan lama respons, serta control
bioavailaibilitas obat tersebut keseluruhan dari bentuk sediaannya.
(Ansel,1989)
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan
persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing monografi untuk
sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet
harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin
lunak

kecuali

bila

dinyatakan

dalam

masing-masing

monografi.

(Syukri,2002)
Disolusi merupakan salah satu kontrol kualitas yang dapat
digunakan untuk memprediksi bioavailabilitas, dan dalam beberapa kasus
dapat

sebagai

(bioequivalence).

pengganti

uji

Hubungan

klinik
kecepatan

untuk

menilai

disolusi

in

bioekivalen
vitro

dan

bioavailabilitasnya dirumuskan dalam bentuk IVIVC (in vitro in vivo


corelation). Kinetika uji disolusi in vitro memberi informasi yang sangat
penting untuk meramalkan availabilitas obat dan efek terapeutiknya secara
in vivo. (Gennaro,1990)
Komponen yang penting dalam melakukan perubahan disolusi
adalah wadah, pengadukan, suhu, dan medium. Kecepatan pengadukan
mempunyai hubungan dengan tetapan kecepatan disolusi, kenaikan suhu
medium yang tinggi akan semakin banyak zat aktif terlarut. Suhu harus
konstan yang biasanya pada suhu tubuh (37oC). Medium larutan
hendaknya tidak jenuh obat, yang biasa dipakai adalah cairan lambung

yang diencerkan, HCl 0,1 N, dapar fosfat, cairan lambung tiruan, air dan
cairan usus tiruan tergantung sifat-sifat lokasi obat akan larut. Ukuran dan
bentuk wadah akan mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan, untuk
mengamati pelarutan dari obat sangat tidak larut dalam air menggunakan
wadah berkapasitas besar. (Lachman et al,1994)
Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju
pelarutannya seringkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena
itu merupakan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas
obat, sedangkan obat yang mempunyai kelarutan besar dalam air, laju
pelarutannya cepat. (Shargel dan Yu,2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan
biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori yaitu faktor yang berkaitan dengan
sifat fisikokimia obat, yang berkaitan dengan formulasi sediaan, dan faktor
yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji (Syukri, 2002).
II.2 Korelasi In Vitro In Vivo
Korelasi In vitro-In-vivo (IVIVC) telah ditetapkan oleh Badan

Obat dan Makanan (FDA) sebagai "prediksi model matematis yang


menggambarkan hubungan antara sifat in-vitro dari suatu bentuk sediaan
dan reaksi in- vivo. Pada dasarnya, sifat in-vitro adalah laju atau tingkat
pemisahan obat atau pelepasan obat sedangkan respon in-vivo adalah
konsentrasi obat di dalam plasma atau jumlah obat yang diserap.
Farmakope Amerika Serikat (USP) juga menetapkan IVIVC
sebagai pembuat hubungan antara suatu sifat biologi, atau sebuah
parameter yang dihasilkan dari sifat biologi yang dihasilkan dari suatu
bentuk sediaan dan sifat fisikokimianya sama dengan bentuk sediaan.
Persamaannya, parameter yang dihasilkan dari sifat biologi adalah AUC
atau Cmax, dan juga sifat fisikokimianya adalah profil disolusi in vitro.
Pengujian disolusi in vitro merupakan pedoman penting dalam
pengembangan produk obat padat, seperti dalam kontrol kualitas batch.
Tujuan dari uji ini adalah untuk melihat bahwa obat terlarut sempurna di
dalam saluran pencernaan dan dapat diserap dengan baik. Oleh karena itu
diharapkan bahwa dengan tes in vitro dapat memberikan data yang dapat

dihubungkan dengan situasi in vivo. Namun, hasil yang diperoleh IVIVC


sering mengalami kegagalan dan konsep dari IVIVC telah ditentang.
(Nattie dan Natalie,2011)
Banyak studi sejak 1980 untuk mengkorelasikan disolusi in vitro
dengan performance in vivo. Beberapa studi menemukan korelasi yang
signifikan sementara yang lainnya tidak. Limited success dalam
menetapkan korelasi kuantitatif adalah karena absorpsi merupakan
proses yang rumit. Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses
absorpsi :
~ waktu pengosongan lambung
~ metabolisme obat oleh enzim-enzim

dinding GIT atau mikroflora

intestinal
~ metabolisme lintas pertama
Keuntungan utama disolusi in vitro:
1. Membantu

mengidentifikasi

formulasi

yang

mungkin

dapat

menimbulkan masalah bioekivalensi


2. Memastikan bioekivalensi batch ke batch dari suatu formulasi yang
telah terbukti bioavailabilitasnya.
Ada 2 tipe dasar korelasi, yaitu korelasi rank-order dan korelasi
kuantitatif Korelasi Rank order adalah korelasi berdasar peringkat, salah
satu diantara: variabel y

meningkat jika variabel x

meningkat

(sebanding). Variabel y meningkat jika variabel x menurun (berbanding


terbalik). Variabel-variabel yang didefinisikan oleh skala interval atau
skala rasio dapat ditransformasikan menjadi bentuk korelasi rank-order,
yang kemudian dapat dibuat statistiknya.
Korelasi kuantitatif merupakan salah satu dimana variabel in vivo y
berkaitan dengan variabel in vitro x oleh salah satu persamaan berikut:
y=a+bx
ln y=ln y0+bx (b boleh negatif)
Korelasi ini merupakan jenis yang lebih informatif. Namun,
hubungan tersebut mungkin harus diturunkan hanya bila ada alasan teoritis
untuk variabel-variabel yang berkaitan seperti yang ditunjukkan oleh

persamaan yang diturunkan. Dalam korelasi tersebut, istilah r (sering


disebut koefisien korelasi) atau r2 (koefisien determinasi) diperoleh
sebagai bukti tingkat korelasi antara variabel-variabel.
A. Variabel korelasi
Variabel yang diturunkan dari data in vivo yang berkaitan dengan
variabel dari data in vitro:
1. Puncak konsentrasi plasma, (Cp)max
2. Area di bawah konsentrasi plasma dari t=0 hingga t=t atau hingga
t=
3. Jumlah obat yang diekskresikan di urin Xu pada waktu t atau pada
t=t1/2
4. Laju ekskresi urin pada waktu t
5. Plot persentase absorpsi (metode WagnerNelson) dari data
plasma atau urin
6. Respon farmakologis, ex: penurun gula darah atau tekanan darah.
Variabel-variabel dari data in vitro yang berkaitan dengan data in vivo:
1. Waktu disintegrasi
2. Waktu yang diperlukan untuk persentase tertentu obat melarut
(t20%, t50%, dll)
3. Konsentrasi obat dalam cairan disolusi pada waktu tertentu
4. Laju disolusi
5. Persentase yang tersisa untuk terdisolusi
6. Laju disolusi intrinsik
Sebanyak 50% dari waktu obat untuk melarut secara in vitro
(t50%)

merupakan

nilai

non

kompartemen,

mengindikasikan

kecenderungan sentral disolusi in vitro. Namun tidak bisa dijadikan


metode single point. Metode multipoint membandingkan tingkat
disolusi in vitro dengan tingkat masukan in vivo. (Wulandari,2011)

Anda mungkin juga menyukai

  • Alat Pelindung Diri Nidvjoesgjoegsoj
    Alat Pelindung Diri Nidvjoesgjoegsoj
    Dokumen3 halaman
    Alat Pelindung Diri Nidvjoesgjoegsoj
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • SPO Penulisan Kartu STOK
    SPO Penulisan Kartu STOK
    Dokumen1 halaman
    SPO Penulisan Kartu STOK
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • SPO Penulisan Kartu STOK
    SPO Penulisan Kartu STOK
    Dokumen2 halaman
    SPO Penulisan Kartu STOK
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • DDHHFFHHKKKKK
    DDHHFFHHKKKKK
    Dokumen1 halaman
    DDHHFFHHKKKKK
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Bagian Kosmegfddhdhtika
    Bagian Kosmegfddhdhtika
    Dokumen1 halaman
    Bagian Kosmegfddhdhtika
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Pengisian Kartu stOK5
    Pengisian Kartu stOK5
    Dokumen1 halaman
    Pengisian Kartu stOK5
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Pengembangan Metode Titrimetri
    Pengembangan Metode Titrimetri
    Dokumen1 halaman
    Pengembangan Metode Titrimetri
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • BAB I Parasitologi
    BAB I Parasitologi
    Dokumen18 halaman
    BAB I Parasitologi
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Titrimetri Slidenafil Sitrat
    Titrimetri Slidenafil Sitrat
    Dokumen1 halaman
    Titrimetri Slidenafil Sitrat
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Bab I Ii
    Bab I Ii
    Dokumen18 halaman
    Bab I Ii
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Bab I PKN
    Bab I PKN
    Dokumen31 halaman
    Bab I PKN
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • DDHHFFH
    DDHHFFH
    Dokumen1 halaman
    DDHHFFH
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Ddaaa
    Ddaaa
    Dokumen1 halaman
    Ddaaa
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Bagian Kosmetika
    Bagian Kosmetika
    Dokumen3 halaman
    Bagian Kosmetika
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • HJKHK
    HJKHK
    Dokumen1 halaman
    HJKHK
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Kkkdjfjdfkkkafafkfk
    Kkkdjfjdfkkkafafkfk
    Dokumen1 halaman
    Kkkdjfjdfkkkafafkfk
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Bagian Kosmetika
    Bagian Kosmetika
    Dokumen3 halaman
    Bagian Kosmetika
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Pustaka Pengemas
    Pustaka Pengemas
    Dokumen7 halaman
    Pustaka Pengemas
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • DNA Forensiksrhrhrhs
    DNA Forensiksrhrhrhs
    Dokumen3 halaman
    DNA Forensiksrhrhrhs
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Pgshhss
    Pgshhss
    Dokumen3 halaman
    Pgshhss
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Ggjgyjy
    Ggjgyjy
    Dokumen1 halaman
    Ggjgyjy
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Fisikokimia Gentamisin Dan MSDS Gentamisin
    Fisikokimia Gentamisin Dan MSDS Gentamisin
    Dokumen8 halaman
    Fisikokimia Gentamisin Dan MSDS Gentamisin
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Dghhsrhrwffnthmhu
    Dghhsrhrwffnthmhu
    Dokumen1 halaman
    Dghhsrhrwffnthmhu
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • TFDJNNNF
    TFDJNNNF
    Dokumen1 halaman
    TFDJNNNF
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • DSSDGGSD
    DSSDGGSD
    Dokumen1 halaman
    DSSDGGSD
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • JKJKKLL Klinis
    JKJKKLL Klinis
    Dokumen8 halaman
    JKJKKLL Klinis
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Capgrgrwahwwh
    Capgrgrwahwwh
    Dokumen1 halaman
    Capgrgrwahwwh
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • JENIS PENELITIAN KLINIS
    JENIS PENELITIAN KLINIS
    Dokumen9 halaman
    JENIS PENELITIAN KLINIS
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Jnenggsnng
    Jnenggsnng
    Dokumen1 halaman
    Jnenggsnng
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat
  • Sonoforesos
    Sonoforesos
    Dokumen1 halaman
    Sonoforesos
    Ngakan Made Rudiarta
    Belum ada peringkat