PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dermatosis eritropapuloskuamosa merupakan penyakit kulit yang ditandai
terutama oleh adanya eritema, papul, dan skuama. Eritema merupakan
kelainan pada kulit berupa kemerahan yang disebabkan oleh pelebaran
pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Papul merupakan penonjolan
di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil dari
cm, dan berisikan zat padat. Skuama merupakan lapisan dari stratum korneum
yang terlepas dari kulit. Maka, kelainan kulit yang terutama terdapat pada
dermatosis
eritropapuloskuamosa
adalah
berupa
kemerahan
dan
sisik/terlepasnya kulit.
Penyakit Eritropapuloskuamosa terdiri dari beberapa penyakit kulit yang
digolongkan di dalamnya, antara lain: Psoriasis, parapsoriasis, pitiriasis rosea,
eritroderma, dermatitis seboroik dan liken planus.
B. Tujuan
Dengan penulisan referat ini, dokter muda berharap dapat:
1. Mengetahui dan memahami dasar mengenai Eritropapuloskuamosa.
2. Mampu menganalisis kasus, penegakkan diagnosis sesuai dengan
criteria dan klasifikasi Eritropapuloskuamosa.
3. Dapat menambah keilmuan dokter muda tentang macam-macam
Eritropapuloskuamosa.
4. Dapat menambah sumber informasi ilmiah yang dapat dipergunakan
sejawat lainnya.
5. Mampu dijadikan informasi yang komunikatif kepada pembacanya.
1|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PSORIASIS
I. DEFINISI
Psoriasis merupakan penyakit kronik rekuren pada kulit dengan
gambaran klinis yang bervariasi. Lesi pada kulit biasanya sangat jelas
sehingga diagnosis dapat dengan mudah ditegakkan. Jenis lesi pada
psoriasis
adalah
eritroskuamosa
atau
eritropapuloskuamosa,
yang
2|Page
3|Page
4|Page
5|Page
6|Page
indeks bias. Auspitz sign ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok
akan timbul bintik-bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu
papilla dermis yang memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan
maka akan tampak pendarahan yang merata. Fenomena kobner ialah bila
kulit penderita psoriasis terkena trauma misalnya garukan maka akan
muncul kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis.1,2,3
Fenomena koebner
Fenomena Auspitz
Psoriasis Vulgaris
Hampir 80 % penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis Plak
yang secara ilmiah disebut juga Psoriasis Vulgaris. Dinamakan pula
tipe plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat
predileksinya seperti yang telah diterangkan di atas.3
7|Page
II.
Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya
mendadak dan diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di
saluran napas bagian atas atau sehabis influenza atau morbili, terutama
pada anak dan dewasa muda. Selain itu, juga dapat timbul setelah
infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral, pada stres, luka pada
kulit, penggunaan obat tertentu (antimalaria dan beta bloker).3
Psoriasis Gutata
III.
8|Page
IV.
Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama
dianggap sebagai penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian
psoriasis. Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata
dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya psoriasis pustulosa
palm-plantar (Barber) yang menyerang telapak tangan dan kaki serta
ujung jari. Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis
pustulosa generalisata akut (von Zumbusch) jika pustula timbul pada
lesi psoriasis dan juga kulit di luar lesi, dan disertai gejala sistemik
berupa panas / rasa terbakar. 3
Psoriasisi Pustula
V.
Psoriasis Eritroderma
Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan
topikal terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Bentuk
ini dapat juga ditimbulkan oleh infeksi, hipokalsemia, obat antimalaria,
tar dan penghentian kortikosterid, baik topikal maupun sistemik.
Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena
terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis
masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih
meninggi. 3
9|Page
Psoriasis Eritroderma
10 | P a g e
11 | P a g e
Pitiriasis Rosea
Herald patch
VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan psoriasis adalah untuk mengurangi keparahan
dan luas lesi kulit, sehingga penyakitnya tidak mengganggu pekerjaan,
12 | P a g e
13 | P a g e
digunakan
secara tunggal atau kombinasi dengan agen topikal lainnya atau dengan
fototerapi.1,9
a. Preparat ter
Preparat ter biasanya kurang efektif jika digunakan tunggal.
Hasilnya akan lebih baik jika dikombinasikan dengan terapi sinar
ultraviolet. Preparat ter berfungsi sebagai anti proliferasi dan anti
inflamasi.1
14 | P a g e
15 | P a g e
16 | P a g e
17 | P a g e
18 | P a g e
umum
adalah
kulit
dan
membran
mukosa
kering,
19 | P a g e
daripada
jenis
sebelumnya.
Dosis
rendah
2,5
20 | P a g e
21 | P a g e
kultur darah menunjukkan negatif. Relaps dan remisi dapat terjadi dalam
periode bertahun-tahun.4
22 | P a g e
BAB III
PARAPSORIASIS
I. PENDAHULUAN
Parapsoriasis adalah penyakit yang belum diketahui penyebabnya,
pada umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri atas eritema dan
skuama, serta berkembang secara perlahan-lahan dan perjalanannya umumnya
kronik. Penyakit ini pertama kali dilukiskan oleh BROCK pada tahun 1902
dengan ciri sebagai berikut : jarang terdapat, etiologinya belum diketahui,
keadaan umum penderita baik, umumnya tidak disertai keluhan (kadangkadang gatal ringan), perjalanannya perlahan-lahan dan menahun, kelainan
kulit berupa eritema dan skuama, dan terapinya sukar. Kemudian ternyata
bahwa parapsoriasis tidak selalu menahun, tetapi ada bentuk akut yang akan
diuraikan.menjelang akhir abad lalu dan awal abad ini, eksperimen dermatologi
dibanyak negara secara independen dijelaskan oleh Brock diyakini berkaitan,
tidak merugikan, dan Brock mengumpulkan dalam satu kelompok gejala klinis
dan morfologi dasar tersendiri. Karena beberapa kemiripan dengan psoriasis en
lichenia menggunakan istilah parapsoriasis dan Brock sudah menambahkan
sedikit pengetahuannya tentang pengaruh ini. Terminalogi dan klasifikasi
secara universal digunakan sampai saat ini.11
Parapsoriasis menggambarkan kelompok penyakit yang sulit dipahami
dan dibedakan gambaran klinisnya. Ada 2 bentuk umum: tipe plak kecil yang
biasanya bersifat ringan,tanpa gejala dan tipe plak besar yang merupakan
prekursor dari cutaneous T-cell lymphoma (CTCL). Beberapa pasien dengan
parapsoriasis tipe plak besar akhirnya berkembang menjadi CTCL, tetapi hal
ini sangat jarang untuk parapsoriasis tipe plak kecil untuk berubah menjadi
CTCL. Parapsoriasis plak kecil ukuran lesi < 5 cm, sedangkan parapsoriasis
plak besar memiliki lesi > 6 cm.12
Pengobatan parapsoriasis tipe plak kecil tidak perlu dilakukan tetapi
pengobatannya untuk mengurangi lesi kering pada kulit dapat meliputi
23 | P a g e
24 | P a g e
Lesi dari parapsoriosis plak kecil berbentuk bulat atau lesi oval yang
terpisah-pisah dengan plak yang sangat tipis terutama pada bagian batang
tubuh. Ukurannya <5 cm dan biasanya asimptomatik dengan sedikit
skuama halus. Sebuah variasi yang khas dengan lesi berbentuk jari dikenal
sebagai digitate dermatosis mempunyai lesi yang berwarna kekuningan
25 | P a g e
warna
kekuningan
dulunya
disebut
xanthoerythrodermia
perstants.14
Lesi biasanya muncul secara perlahan-lahan dan tanpa gejala pada
tungkai dan bagian tubuh orang dewasa muda. Lesi individu berbentuk
bulat monomorfik atau eritematosa oval. Beberapa memiliki bentuk,
sedikit berwarna kuning dan sedikit lunak. Lesi bertahan selama berbulanbulan atau bahkan puluhan tahun, dan mungkin lebih jelas pada musim
dingin. Terdapat pada daerah panggul dan muncul polimorfik yang
mencolok dari MF yang kurang.17 Lesi terletak juga di beberapa jari dan
menjalar ke jari jari yang lain, tidak ada atropi, respon terhadap UVB dan
tetap jinak meskipun jelas.18
Gambar: Parapsoriasis plak kecil. Varian digitate dermatosis, fingerprint tipical. Ukuran
tidak melebihi 5 cm
2. Lesi dari parapsoriasis plak besar berbentuk oval tidak beraturan. Bisa juga
berbentuk plak yang tipis asimptomatik atau sedikit gatal. Ukurannya >5
cm, lesi umumnya stabil. Tempat predileksi di badan dan ekstremitas yaitu
bagian fleksor. Pada wanita biasanya pada daerah mammae. Warna merah
cerah atau pink salmon sampai kecoklatan. Permukaannya ditutupi skuama
kecil dan biasanya sedikit berkerut, seperti kerutan pada kertas rokok.
Beberapa lesi memperlihatkan atropi pada kulit bagian epidermis.
Telangiektasis dan bintik-bintik hiperpigmentasi biasanya terlihat jika
atropi menjadi prominen. Ketiganya yaitu telangiektasis, bintik-bintik
26 | P a g e
27 | P a g e
berubah menjadi mikosis fungoides atau CTCL ( kronik sel T limpoma). Selain
itu harus diterapi karena tidak bisa sembuh dengan sendirinya.13
Beberapa peneliti berpendapat bahwa parapsoriasis en plak dan MF
pada tahap patch adalah pennyakit yang sama, tetapi sehubungan dengan
kesamaan klinis pada keduanya yaitu terdapatnya lesi eritema, maka sangat
sulit dibedakan jika hanya berdasarkan pada lesi eritemanya.19
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pada pemeriksaan ini
didapatkan jumlah sel limfosit tinggi atau terdapat sel Sezary yang
menunjukkan adanya MF atau CTCL (chronic T cell lymphoma).13
Terdapat juga sel limfoid atipikal yang sedikit lebih besar dari pada
limfosit normal dan memiliki kromatik, intinya irreguller.17
2. Histopatologi
Pada parapsoriosis plak kecil menunjukkan infiltrate sel limfosit
pada perivaskular superficial. Pada epidermis menunjukkan spongiosis
ringan, hyperkeratosis fokal, krusta, parakeratosis dan kadang-kadang
eksositosis.13 diatas lapisan epidermis menunjukkan akantosis ringan,
spongiosis, dan diatas lapisan terdapat parakeratosis.16
28 | P a g e
29 | P a g e
IV. Penatalaksanaan
Secara garis besar pengobatan parapsoriasis terbagi atas pengobatan lini
pertama dan lini kedua.14
Lini pertama
1. Emollients
2. Topical corticosteroid topical tar products
3. Sunbathing
4. Broadband ultraviolet B phototherapy
5. Narrowband ultraviolet B phototherapy
Lini kedua
1. Tipical bexarotene
2. Topical imiquimmod
3. Psoralen and ultraviolet A prhototherapy
4. Topical mechlorethamine
5. Topical carmustin
Pasien dengan parapsoriasis plak kecil harus diberi penjelasan yang
baik bahwa penyakitnya bisa sembuh. Awalnya pasien harus dianalisis setiap
3 sampai 6 bulan dan selanjutnya setiap tahun untuk memastikan bahwa
prosesnya stabil. Bisa hanya diberikan kortikosteroid topical, tapi biasanya
berespon terhadap fototerapi misalnya dengan UVB, Narrowband UVB, atau
cahaya matahari alami atau bisa juga dikombinasikan dengan kortikosteroid
topikal potensi sedang atau dengan pelembab. Hasilnya bisanya memuaskan.
14.
30 | P a g e
31 | P a g e
BAB IV
PTIRIASIS ROSEA
I.
PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya
DEFINISI
Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya
32 | P a g e
penemuan klinis yang didapatkan hampir selalu sama. Anak ataupun dewasa
muda yang terkena penyakit ini, tidak merasakan gejala yang berarti, kemudian
timbul bercak merah dan bersisik yang bisa muncul di batang tubuhnya, paha atas,
atau di daerah bahu. Pitiriasis rosea mungkin akan lebih sulit untuk didiagnosa
apabila lesi-lesi kecil yang muncul setelah lesi pertama belum didapatkan secara
klinis.4 Lesi yang timbul bisa disalahartikan sebagai infeksi jamur atau
dermatitis.23
III.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun
33 | P a g e
Legionella
EPIDEMIOLOGI
Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35
tahun.4,5 Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun.6 Namun ada
juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40
tahun.3,7 Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan sampai
dengan 83 tahun.4 Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim
gugur, dan musim dingin.3,4,6,8,9 Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan
didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan
pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak
ditemukan pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang
34 | P a g e
kurang mampu.4 Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit
lebih banyak ditemukan pada wanita.3,4,6 Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh
golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi
dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda.24
V.
HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi sangat membantu
dalam meyingkirkan
MASNIFESTASI KLINIS
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea
didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal.27 Sumber lain
menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala
prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia.24 Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi
35 | P a g e
soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang
secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm,
berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis,26,28
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion.6,9 Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 1294%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch.4 Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan bertahan selama satu
minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru
akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat.3 Namun kemunculan dan
penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam
hingga sampai 3 bulan.4 Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga
plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink
salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan
khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya.5,6 Umum ditemukan
beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih
tenang.26
Herald Patch
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana
ia mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam
stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan
menghilang setelah 2-4 minggu.4 Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan
36 | P a g e
menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.3 Namun pada beberapa kasus
dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang
tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.8 Tampilannya tampak seperti
pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree appearance). Hal ini
membingungkan karena susunan lesi yang muncul membentuk garis yang
mengarah ke bawah dari columna vertebra bila dilihat dari belakang, namun jika
dilihat dari depan maka garisnya mengarah ke atas dari sentral abdomen. Hal ini
nampak tidak sesuai jika kita bandingkan dengan arsitektur dari pohon natal
sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan
pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak diragukan lagi Herald patch merupakan
lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.25
37 | P a g e
ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.3 Efek dari terapi yang berlebih atau
adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.28
Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak
khas, dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan
lesi utama berupa Herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak
kaki, wajah, scalp, dan genitalia. Sebagai tambahan, multipel Herald patch
ditemukan pada 5,5% kasus. Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak
khas, contohnya ruam kulit bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel.29
VII.
38 | P a g e
ditemukan
pada
anak
usia
dibawah
tahun
(toddler).23,24
b. Terutama pada anak berkulit gelap keturunan Afrika dan
wanita hamil.23,24
c. Warna makula bisa terlihat lebih gelap dibanding kulit
sekitarnya.24
d. Predileksi tempatnya sama seperti bentuk umumnya atau dapat
juga pada daerah lipatan.24
39 | P a g e
40 | P a g e
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pitiriasis rosea merupakan diagnosa klinis. Tidak ada tes laboratorium
yang membantu dalam membuat diagnosa. Hasil biopsi lesi kulit yang dilakukan
hanya menampakkan terjadinya inflamasi nonspesifik. Harus diingat bahwa sifilis
sekunder juga termasuk dalam erupsi papuloeritroskuamosa dan dapat sulit
dibedakan dari pitiriasis rosea jika hanya berdasarkan penemuan klinis.6 Oleh
karena itu, menanyakan riwayat hubungan seksual penting jika diagnosa pitiriasis
rosea masih diragukan. Pada pasien dengan riwayat adanya penyakit hubungan
seksual atau bekerja sebagai PSK yang membuat mereka termasuk dalam faktor
risiko, pemeriksaan serologis untuk sifilis perlu untuk dilakukan.29,30
41 | P a g e
IX.
DIAGNOSA
Diagnosa
pitiriasis
rosea
ditegakkan
berdasarkan
anamnesa
dan
DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:
1. Sifilis stadium II (yang paling penting)
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun
biasanya pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak
kaki, membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia.
Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat genital.28 Tes
serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika gambarannya tidak
khas dan tidak ditemukan Herald patch.24
42 | P a g e
2. Psoriasis gutata
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang
meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata,
tetapi pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah
menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar
dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan
bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut sebagai
psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas
bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa
muda.21
3. Lichen planus
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.23 Lesinya memiliki
lebih banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di
membran mukosa mulut dan bibir.28
4. Dermatitis numularis
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang
dapat menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan
predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat
lesi pada pitiriasis rosea.26
5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)
Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin
didapatkan cigarrete paper atrofi. Penyakit ini dapat berkembang
menjadi mikosis fungoides.28
6. Dermatitis seboroik
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya
berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan
predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan fleksor
dari persendian-persendian.23
7. Tinea corporis
43 | P a g e
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat
menyerupai tinea corporis.24 Tinea corporis juga memiliki lesi
papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan
central healing.26 Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,
skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi jamur
ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada kultur,
yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.24 Tinea corporis jarang
menyebar luas pada tubuh.23
8. Pitiriasis versikolor
Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih,
atau coklat berbentuk anular dengan skuama.24 Skuama halus tampak
terlihat saat pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.28 Diagnosa
dapat ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya
dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.24
9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan
ini.30 Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi
timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang
sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan
skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan
adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada mulut
berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi kulit
mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama dikatakan ada
hubungannya dengan AIDS.24
XI.
KOMPLIKASI
Gatal yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan
44 | P a g e
XII.
PENATALAKSANAAN
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
45 | P a g e
anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya
telah hilang.24,28
Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan
pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100 mg sebanyak 2 kali sehari.
Steroid sistemik seperti triamcinolone 20-40 mg i.m. atau prednison 15-40 mg
p.o. mungkin dapat mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau
pada kasus yang berat.24
Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis
rosea, pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan
tetapi asiklovir yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak
efektif terhadap HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan
HHV-7, namun harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu
untuk saat ini, pengobatan dengan antivirus herpes yang ada tidak dibenarkan.24
Sejauh ini penyembuhan dengan agen antiviral tidak memberikan dampak apaapa.30
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat
mengurangi pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient
dapat disarankan kepada pasien.30
Fototerapi
dapat
25
penyembuhannya.
bermanfaat
pada
kasus-kasus
yang
lama
yang ada.30 Satu-satunya efek samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa
sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi
postinfeksi dapat meningkat dengan terapi ini.24
Edukasi pasien
1. Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang
dan apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan
hatinya dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan
sendirinya dan tidak bersifat menular.
2. Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap
ada setelah 3 bulan lebih dari re-evaluasi dan akan bijaksana jika
dipikirkan adanya diagnosa lain.26
46 | P a g e
XIII.
PROGNOSA
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes
yang akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu.29 Namun pada
beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.24,26 Dapat sembuh tanpa
meninggalkan bekas. Relaps dan rekuren jarang ditemukan.23
47 | P a g e
BAB V
ERITRODERMA
I.
PENDAHULUAN
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya
kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90%
permukaan tubuh yang ditandai dengan eritema dan skuama yang melibatkan
permukaan kulit dan sering sulit untuk menentukan lesi primer yang
merupakan petunjuk penting untuk memahami perjalanan penyakityang
berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis
eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.31
Bagaimanapun, itu tidak dapat didefinisikan, karena pada gambaran
klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus,
eritroderma umumnya di dasari oleh kelainan kulit yang ada sebelumnya
(misalnya
psoriasis
atau
dermatitis
atopik),
cutaneous
T-cell
ETIOLOGI
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik.
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan. Penyakit
kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%,
dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary
5%.31,32
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
48 | P a g e
49 | P a g e
seboroik
pada
bayi
juga
dapat
menyebabkan
EPIDEMIOLOGI
Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70
dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun
paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia ratarata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia.Insiden
eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal
tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis.36,37
IV.
MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh
dalam waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan,
kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yag
disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia,
perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan
hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan.
Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis.
Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas,
kering dan kalau diraba tebal.34
Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh
menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas
50 | P a g e
Gambar. Eritema yang bersifat generalisata dan skuama exfoliative pada pasien
eritroderma ini
V.
DIAGNOSIS
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala
yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis
dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas
psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema;
menyebar, relatif hiperkeratosistanpa skuama,dan pityriasis rubra; ditandai
bercak kulit dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala
besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan
rambut rontok di pityriasis rubra dan ektropion mungkin terjadi. Dengan
beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.34,35
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
51 | P a g e
bandlike
limfoid
infiltrat
di
dermis-epidermis,
dengan
DIAGNOSA BANDING
Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma :
1. Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di
lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik
pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi
diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan
dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena
alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin
terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun.
Biasanya, ada tiga tahap : balita, anak-anak dan dewasa.37,38
52 | P a g e
2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan
topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas.
Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak
psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.34
Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang
berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor
genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko
mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang tuanya
menderita psoriasis resikonya mencapai 3439%.36
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas
tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.36
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai
dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40
tahun. Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita
dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan
minum alkohol.36
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman
pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur.
Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe).
53 | P a g e
PENATALAKSANAAN
Pada eritroderma golongan I, obat tersangka sebagai kausanya segera
dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada
golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dosis
prednisone 4 x 10 mg. Penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu.36
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan
kortikosteroid. Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari. Jika
setelah beberapa hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah
tampak perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi
akibat pengobatan dengan ter pada psoriasis, makan obat tersebut harus
dihentikan. Eritroderma karena psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin.
Lama penyembuhan golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga
beberapa bulan, jadi tidak secepat seperti golongan I.36
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term),
yakni jika melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon dari pada
prednison dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit.36
Pengobatan penyakit Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil
yang baik. Dosis prednisone 3 x 1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary
pengobatan terdiri atas kortikosteroid (prednisone 30 mg sehari) atau
metilprednisolon
ekuivalen
dengan
54 | P a g e
sitostatik,
biasanya
digunakan
IX.
PROGNOSIS
Prognosis eritroderma yang disebabkan obat obatan relatif lebih baik,
sedangkan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idiopatik, dermatitis
dapat berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun dan cenderung untuk
kambuh.37
55 | P a g e
BAB VI
DERMATITIS SEBOROIK
I.
PENDAHULUAN
Dermatitis seboroik merupakan penyakit papuloskuamosa yang
kronik. Kelainan ini dapat mengenai bayi dan dewasa,dan berhubungan
dengan peningkatan produksi sebum pada skalp dan area yang memiliki
banyak kelenjar sebasea di wajah dan badan. Penyebabnya multifaktorial.
Tempat predileksi biasanya dimulai pada kulit kepala, dan kemudian menjalar
ke muka, kuduk, leher dan badan. Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai
untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan
bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Penyakit ini sering kali
dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum dari kulit kepala dan
daerah muka serta batang tubuh yang kaya akan folikel sebasea. Dermatitis
seboroik sering ditemukan dan biasanya mudah dikenali. Kulit yang terkena
biasanya berwarna merah muda (eritema), membengkak, ditutupi dengan
sisik berwarna kuning kecoklatan dan berkerak. Penyakit ini dapat mengenai
semua golongan umur, tetapi lebih dominan pada orang dewasa. Pada orang
dewasa penyakit ini cenderung berulang, tetapi biasanya dengan mudah
dikendalikan. Kelainan ini pada kulit kepala umumnya dikenal sebagai
ketombe pada orang dewasa dan cradle cap pada bayi.39
II.
EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik memiliki dua puncak usia, yang pertama pada bayi
dalam 3 bulan pertama kehidupan dan yang kedua sekitar dekade keempat
sampai dekade ketujuh kehidupan. Tidak ada data tersedia pada insiden yang
tepat dari dermatitis seboroik pada bayi, tetapi gangguan tersebut biasa terjadi.
Penyakit pada orang dewasa diyakini lebih sering terjadi daripada psoriasis.
Prevalensi dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3% pada populasi umum di
56 | P a g e
Amerika
Serikat,
dan
3-5%
pada
orang
dewasa
muda,
tetapi
insidensi pada penderita HIV dan AIDS dapat mencapai 85%. Pria lebih
sering terkena daripada wanita pada semua kelompok umur.39,40
III.
ETIOLOGI
Penyebab dermatitis seboroik belum diketahui pasti. Dermatitis
seboroik dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan
folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan. Flora normal
Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan penyebab. Banyak percobaan
telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme
tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan
Pityrosporum ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi,
baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun
karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans.
Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat
mempengaruhi onset dan derajat penyakit.39,41
Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit antara lain : umur
(orang dewasa), jenis kelamin lebih sering pada laki-laki, makanan (konsumsi
lemak dan minum alkohol), obat-obatan, iklim (musim dingin), kondisi fisik
dan psikis (status imun, stres emosional), dan lingkungan yang menyebabkan
kulit menjadi lembab.39,40
IV.
PATOGENESIS
Patogenesis dermatitis seboroik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi
tampaknya ada hubungan yang kuat dengan kolonisasi kulit dengan ragi dari
genus Malassezia
(Pityrosporum
ovale).
Jamur
lipofilik malassezia
57 | P a g e
MANIFESTASI KLINIS
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan
hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut pitiriasis sika
(ketombe, dandruf). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides
(pityriasis oleosa) yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal.
Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok, mulai di
bagian vertex dan frontal.41,42
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama
dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi,
glabela, telinga postaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasannya
sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup
oleh krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuamaskuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada
kulit kepala disebut cradle cap.41,42
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis
mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama
kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah
58 | P a g e
disertai skuama-skuama halus. Pada tepi bibir bisa kemerahan dan berbintikbintik (marginal blefaritis). Daerah konjungtiva pada saat bersamaan juga
dapat terkena. Lipatannya dapat berwarna kekuningan, dengan kerak, dengan
batas yang tidak jelas. Pruritus juga bias terlihat. Jika area glabela juga
terkena, disana juga mungkin terdapat kerak pada kerutan mata yang berwarna
kemerahan. Pada lipatan bibir mungkin terdapat perubahan warna berupa
kerak yang kekuningan atau kemerahan, kadang-kadang dengan lubanglubang. Pada pria, radang folikel rambut pada kumis juga bisa terjadi.42
Selain tempat-tempat tersebut dermatitis seboroik juga dapat mengenai
liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mamae, lipatan di
bawah mamae pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah
anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi, kelainan dapat berupa papulpapul.42,43
Pada telinga, dermatitis seboroik sering disalah artikan dengan radang
daun telinga yang disebabkan oleh jamur (otomikosis). Disana terdapat kulit
terkelupas pada lubang telinga, disekitar meatus auditivus, dan depan daun
telinga. Pada daerah ini kulit biasanya berubah menjadi kemerahan, dengan
lubang-lubang dan bengkak. Eksudasi serosa, pembengkakan pada telinga dan
daerah sekitarnya.42
Dermatitis seboroik biasa pada lipat paha dan bokong, dimana terlihat
seperti kurap, psoariasis, atau jamuran. Garisnya terlihat seperti kulit
terkelupas pada keduanya dan simetris. Pada lokasi ini lobang-lobang dapat
ditemukan dan mungkin juga terdapat garis psoariformis dengan kulit kering
pada beberapa kasus.42
VI.
HISTOPATOLOGIS
Gambaran
histologi
bermacam-macam
sesuai
dengan
stadium
59 | P a g e
DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seboroik karena terdapat
skuama-skuama yang berlapis-lapis, disertai tanda tetesan lilin dan
Auspitz. Tempat predileksinya juga berbeda. Jika psoriasis mengenai scalp
dibedakan dengan dermatitis seboroik Perbedaannya ialah skuamanya
lebih tebal dan putih seperti mika, kelainan kulit juga pada perbatasan
wajah dan scalp dan tempat-tempat lain sesuai dengan tempat
predileksinya. Psoriasis inversa yang mengenai daerah fleksor juga dapat
menyerupai dermatitis seboroik.41,45
VIII.
PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis
prednisone 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan
perlahan-lahan.45,46
b. Antijamur
Bila pada sediaan langsung terdapat malassezia furfur yang
banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari.44,45
60 | P a g e
c. Isotretinoin
Obat ini berguna meskipun tidak secara resmi disetujui untuk
pengobatan dermatitis seboroik. Dosis rendah 0,05-0,1 mg/kg berat
badan setiap hari selama beberapa bulan.45,46
2. Pengobatan topikal
a. Antijamur
Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan
hasil yang baik. Biasanya digunakan ketokonazole 2 % dalam sampo
dan krim. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan 75-95 %
terdapat perbaikan.44,45
b. Kortikosteroid,
Misalnya krim hidrokortison 1% untuk dermatitis seboroik
pada bayi dan pada daerah wajah. Pada kasus dengan inflamasi yang
berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya
betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek
sampingnya.42,45
c. Metronidazole
Metronidazole topikal dapat berguna sebagai pengobatan
alternatif untuk dermatitis seboroik. Metronidazol telah berhasil
digunakan pada pasien dengan rosasea.42,45
d. Obat-obat lain
I.
II.
resorsin 1-3%.44
III.
IV.
V.
VI.
61 | P a g e
VII.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik.
62 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
James WD, Berger TG, Elder JT. Psoriasis. Andrews Desease of The skin,
Clinical Dermatology. 10 ed. New York: Sauders Elsevier; 2006. p.193-201.
8.
9.
10.
Vakirlis
E,
Kantanis
A,
Ioannides
D.
Calcipotriol/bethamethason
Wood S, Hu HC, Garrett LA, Para Psoriasis, In: Wolff K, Goldsmith AL,
Katz IS, Gilchrest AB, Paller SA, Leffel JD editors. Fitzpatricks
Dermatology In General Medecine. 7th Ed. New York: Mc Grew Hill
Medical;2008.p. 1786-1796
63 | P a g e
12.
13.
14.
15.
Buxton PK. Malignant Lesions. ABC of Dermatology. 4th ed. London: BJM
Publishing Group; 2003. p. 77-89
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
64 | P a g e
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
65 | P a g e
34.
Kels-Grant
JM,
Bernstein
ML,
Rothe
MJ. Chapter-23Exfoliative
Sehgal
Virendra
N,
Erythroderma/exfoliative
Srivastava
dermatitis.
Govind,
Sardana
International
Kabir.
Journal
of
Dermatology.2004. P; 110-132
36.
Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.p; 4053
37.
38.
39.
40.
James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews' Diseases of the skin Clinical
Dermatology. Tenth ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2006. p 112-134
41.
Roesyanto ID, Mahadi. Ekzema dan Dermatitis. In: Harahap M, editor. Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000. p. 88-96.
42.
Sjamsoe ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit Yang Umum Di
Indonesia Sebuah panduan bergambar. Jakarta: Medical Multimedia
Indonesia. Hal 67-89
43.
66 | P a g e
45.
46.
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, et
al. Harrison's Principles of Internal Medicine. Mc Graw Hill Medical; 2008.
p. 256-278
67 | P a g e