Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
Proses
pengolahan
limbah
secara
anaerobik merupakan metode yang efektif untuk
mengolah limbah organik. Pengolahan ini
dilakukan oleh bakteri fakultatif dan bakteri
anaerobik dimana konversi material organik
kedalam hasil akhir berupa biogas yang
mengandung metan dan karbondioksida terjadi
tanpa kehadiran oksigen.
(Jurnal purifikasi, Vol 2, No.3,Mei 2001: 139-144)

Degradasi zat organik secara mikrobiologi


dalam lingkungan anaerobik hanya dapat
dilakukan oleh mikroorganisme yang dapat
menggunakan molekul selain oksigen sebagai
akseptor
hidrogen.
Dekomposisi
anaerobik
menghasilkan biogas yang terdiri dari metan (5070%), karbondioksida (25-40%) dan sejumlah
kecil hidrogen sulfida. Reaksi kimia secara
keseluruhan disederhanakan sebagai berikut:
Zat organik mikroorganisme
CH4 +CO2 + H2
+N2 + H2S
anaerobik

Konversi substrat organik menjadi CO 2 dan CH4 di


bawah kondisi anaerobik memerlukan kehadiran
3 kelompok bakteri yang saling bergantung untuk
menghasilkan fermentasi yan tetap. Kelompok
pertama dikenal sebagai bakteri fermentatif,
terdiri dari bermacam-macam bakteri terutama
obligat anaerobik (Hobson et all. 1974). Kelompok
ini melakukan hidrolisa substrat organik kompleks
menggunakan enzim ekstracelluler
menjadi
komponen yang lebih sederhana. Kelompok
kedua dikenal sebagai bakteri asetogenik
penghasil hidrogen (Mc Inerney dan Bryant.

II - 1

II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
1981), mengkatabolis semua komponen karbon
yang lebih dari 2 atom karbon menjadi asetat, H 2,
dan CO2. Kelompok bakteri terakhir adalah
methanogens, mengkatabolis asetat, CO2 dan H2
untuk menghasilkan gas CH4 dan CO2.
(Jurnal Purifikasi, Vol.1, No.5, September 2000: 260)

Kemampuan
mikroorganisme
untuk
mengkonversi
berbagai
molekul
kompleks
menjadi CO2 dan CH4 biasanya terdiri dari 3
kelompok:
a. Organisme hidrolisis- fermentatif
b. Organisme acetogen
c. Organisme methanogens
Kelompok pertama dapat bertindak dan
beroperasi sendiri, tidak tergantung pada
kelompok b dan c. Kelompok acetogen dan
methanogens sangat tergantung satu sama
lainnya, sehingga sering disebut sebagai asosiasi
atau konsorsium metanogenik.(Verstraete. WH.
1984)
(Jurnal Purifikasi, Vol.1, No.5, September 2000: 260)

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
proses
anaerobik:
Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses
methanogenik. Range suhu optimum
adalah 30-400C dan 50-600C. Suhu ini
diketahui sebagai range mesopilic dan
termopilic. Tidak ditemukan psycropilic
dalam literatur (optimum < 200C) dan
semua organisme yang diisolasi pada suhu
rendah.
pH
a. Hidrolisis Fermentasi
Mikroorganisme hidrolisa fermentasi
dapat aktif asalkan pH> 4,5. Pada digesti 2
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
fasa, pH fasa ke-1 harus dikontrol pada
nilai dimana memberikan spektrum optimal
untuk metabolisme ke-2, dapat dilakukan
dengan penambahan NaOH, Ca(OH)2 atau
HCl.
b. Digesti methana
PH optimal untuk methanogenesis
antara 6,8-7,6. Faktor-faktor penting yang
harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
- pH reaktor methana harus dijaga
>6.5
- pH harus dijaga tetap konstan
- pH optimal untuk methanogens
adalah 7.0

Kelembaban
Kelembaban
dibutuhkan
oleh
semua
bakteri, dimana bakteri dapat menerima
kondisi
dengan range dari kelembaban
rendah sampai cairan.
Karakteristik Fisik Substrat
Hasil tes menunjukkan ukuran partikel
limbah padat berpengaruh cukup besar
terhadap rate produksi gas. Pengecilan
ukuran menaikkkan rate produksi gas.
Kenaikan
densitas
limbah
padat
menurunkan rate produksi gas karena
kompaksi menurunkan luas permukaan
efektif yang terekspos untuk hidrolisis
enzimatis (De Walle dan Chian, 1975)
Nutrien: Nitrogen, Phosporus, Sulfur dan
Carbon
Untuk aktivitas pertumbuhan mikroba
elemen-elemen
ini
harus
ada
dan
mencukupi,
ketidakhadiran
atau
kekurangan senyawa-senyawa ini dapat
menghambat rate pertumbuhan.
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-4
Bab II Tinjauan Pustaka

Kation
Pengaruh kation pada proses anaerobik:
a. Pengaruh kation dalam pengolahan
anaerobik merupakan fungsi semua
jenis dan konsentrasi kation
b. Konsentrasi optimum ion 0.01 M untuk
monovalent dan 0.005M untuk divalent
c. Konsentras idiatas atau di bawah
optimum menghasilkan efisiensi yang
lebih kecil dari maksimum
d. Penghambatan yang disebabkan oleh
konsentrasi yang berlebihan dari salah
satu ion dapat diantagonis dengan
penambahan optimum ion lain
e. Antagonisme
maksimal
kation
penghambat
diperoleh
dengan
penambahan
konsentrasi
optimum
beberapa kation lain, lebih dari satu.

(Jurnal Purifikasi, Vol.1, No.5, September 2000: 261)

Air limbah (sewage) adalah air buangan


dari suatu lingkungan masyarakat, terdiri dari air
yang telah dipergunakan dengan 0,1% berupa
benda padat (organik dan inorganik). Bahan ini
dapat seluruhnya berasal dari rumah tangga atau
dapat juga mengandung air buangan dari industri
dan pertanian. Air limbah rumah tangga terdiri
dari buangan tubuh manusia (tinja dan air kemih)
dan buangan dapur dan kamar mandi (sullage)
yang berasal dari pembersihan badan, pencucian
pakaian, penyiapan makanan dan pencucian
peralatan dapur.
Air limbah yang masih baru berupa cairan
keruh berwarna abu abu dan berbau tanah dan
tetapi tidak terlalu menyengat. Bahan ini
mengandung padatan berukuran besar yang
terapung atau tersuspensi (misal tinja, jerami,
wadah
plastik,
tongkol
jagung),
padatan
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
tersuspensi yang lebih kecil (misalnya tinja yang
hancur sebagian, kertas, irisan sayuran), dan
padatan yang sangat halus dalam suspensi
koloida (yaitu suspensi
yang tak
dapat
mengendap), serta polutan dalam bentuk larutan
sejati. Bahan ini tidak sedap dipandang dan
sangat berbahaya, terutama karena jumlah
organisme penyebab penyakit (patogen) yang
dikandungnya. Di daerah beriklim panas, air
limbah dapat segera kehilangan kandungan
oksigen terlarutnya (dissolved oxygen) sehingga
menjadi busuk atau septik. Air limbah septik
mempunyai bau yang menyengat, biasanya
karena hydrogen sulfida.
Fraksi organik utama yang terdapat dalam
tinja dan air kemih adalah protein, karbohidrat
dan lemak. Senyawa ini, terutama dua yang
pertama, merupakan makanan yang sangat baik
bagi bakteri, yaitu organisme mikroskopik, yang
sifat rakusnya akan makanan dimanfaatkan oleh
para ahli teknik sanitasi dalam pengolahan
biologis air limbah. Selain senyawa kimia ini, tinja
dalam tingkatan yang lebih rendah, air kemih
mengandung berjuta juta bakteri dan sejumlah
kecil organisme lain. Kebanyakan bahan ini tidak
berbahaya
bahkan
beberapa
diantaranya
bermanfaat tetapi sejumlah kecil yang penting
dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Buangan
dapur
dan
kamar
mandi
memberikan tambahan beraneka ragam bahan
kimia, detergen, sabun, bermacammacam
lemak, pestisida, segala sesuatu yang keluar dari
bak dapur. Jumlah berbagai bahan kimia dalam
air limbah sangat banyak sehingga walaupun
mungkin tidak ada gunanya untuk menyebutkan
kesemuannya.
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-6
Bab II Tinjauan Pustaka

Air limbah

99,9%

0,1%

70

30

Air

padatan

organik

65

protein

25

anorganik

10

Karbohidrat

lemak

Bahan
butiran

garam

logam

Gambar 2.1.1 Diagram komposisi air limbah


Untuk mengetahui lebih luas tentang air
limbah, maka perlu kiranya diketahui juga secara
detail mengenai kandungan yang ada di dalam
air limbah mempunyai sifat yang dapat
dibedakan menjadi tiga bagian besar diantaranya
:
1. Sifat Fisik
2. Sifat Kimiawi
3. Sifat Biologisnya
Karakteristik air Limbah
Air
limbah biasanya diolah dengan
memasukkan oksigen ke dalamnya sehingga
bakteri dapat mempergunakan bahan buangan ini
sebagai makanan. Persamaan umumnya adalah :
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Bahan buangan + oksigenbakteri
bahan
buangan olahan + bakteri baru
Sifat yang kompleks dari air limbah rumah tangga
menyulitkan penganalisaanya secara lengkap.
Karena lebih mudah untuk mengukur banyaknya
oksigen yang digunakan oleh bakteri ketika
mengoksidasikan
bahan
buangan,
maka
konsentrasi bahan organik yang ada dalam bahan
buangan dinyatakan dalam jumlah banyaknya
oksigen yang dibutuhkan untuk oksidasi ini.
Pada dasarnya ada tiga cara untuk
menyatakan kebutuhan oksigen untuk suatu
bahan buangan :
1. Kebutuhan Oksigen Teoritis ( Theoretical
Oxygen Demand = Thod ).
Kebutuhan oksigen teoritis adalah jumlah
teoritis dari oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasikan
fraksi
organik
bahan
buangan secara tuntas menjadi karbon
dioksida dan
air. Jadi, dari persamaan untuk oksidasi total
dari, misalnya glukosa :
C6H12O6 +
6O 2
6CO 2
+ 6H2O
180
192
dapat dihitung bahwa Thod larutan glukosa
sebanyak 300 mg/l adalah :
(192/180) x 300 = 321 mg/l
Karena sifat air limbah sangat kompleks, maka
Thod tidak dapat dihitung, tetapi dapat
diperkirakan dengan kebutuhan oksigen
kimiawinya.
2. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen
Demand = COD)
Kebutuhan oksigen kimiawi diperoleh dengan
mengoksidasikan bahan buangan dengan
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
larutan asam dikromat yang mendidih. Proses
ini mengoksidasikan hampir semua senyawa
organik menjadi karbon dioksida dan air, dan
biasanya reaksi berlangsung sampai lebih dari
95% tuntas. Keuntungan pengukuran COD
adalah karena hasilnya dapat diperoleh
dengan sangat cepat (dalam waktu 3 jam),
tetapi kerugiannya bahwa hasil tersebut tidak
memberikan informasi mengenai proporsi
bahan buangan yang dapat dioksidasikan oleh
bakteri maupun pada tingkatan di mana
biooksidasi mungkin terjadi.
3. Kebutuhan Oksidasi Biokimiawi (Biochemical
Oxygen Demand = BOD)
Kebutuhan oksigen biokimiawi adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
sesuatu bahan buangan dengan bakteri. Jadi,
800 merupakan ukuran konsentrasi bahan
organik dalam bahan buangan yang dapat
dioksidasikan
oleh
bakteri
(dibiodegradasikan). BOD biasanya dinyatakan
berdasarkan ketentuan 5 hari, 20oC, yaitu
sebagai oksigen yang dipakai selama oksidasi
bahan buangan selama 5 hari pada suhu 20 oC.
Hal ini dikarenakan BOD 5 hari (biasanya
ditulis
BOD5)
lebih mudah diukur
dibandingkan BOD batas (BOD0) yakni oksigen
yang dibutuhkan untuk biooksidasi tuntas
bahan buangan.
Berdasarkan kemampuan terurainya bahan
pencemar, limbah dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu :
1. Degradable (zat yang dapat terurai).
a. Non persisten :
Bahan pencemar yang dapat diuraikan dengan
mudah oleh proses-proses alam selama
jumlah bahan pencemar tersebut masih di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
bawah daya dukung lingkungan alam. Contoh
bahan pencemar non persisten adalah limbah
rumah tangga.
b. Persisten :
Bahan pencemar yang sulit diuraikan oleh
proses-proses alam (memerlukan waktu yang
lama untuk terurai). Yang termasuk bahan
pencemar persisten adalah limbah zat kimia
organik misalnya deterjen, phenol, dan lainlain.
2. Non degradable (zat yang sulit/ tidak dapat
terurai) :
Bahan pencemar yang tidak dapat diuraikan
oleh proses-proses alam. Yang termasuk
bahan pencemar non degradable adalah
limbah zat organik sintetik, bakteri, virus, dan
limbah logam (Hg, Pb, Cd) serta beberapa
garam logam.
(Literatur : Agustiani, E., Ir., M.Eng, Diktat Kuliah PLIK,
2002, Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS, Surabaya)

Dengan mengetahui karakteristik suatu


limbah cair, maka dapat ditentukan metode
pengolahan limbah yang tepat. Misalnya dalam
suatu pengolahan limbah cair industri dengan
karakteristik limbah degradable, mengandung
mikroorganisme, dan bersifat asam, maka
metode pengolahan limbah yang sesuai adalah
dengan menggunakan sistem biologi (biological
treatment).
Berdasarkan
cara
tumbuh
mikroorganismenya, maka proses biologis dapat
dibagi menjadi :
1. Suspended growth (tersuspensi/ larut) :
a. Lumpur aktif (aerobik).
b. Tangki septic (anaerobik).
2. Attach growth (menempel).
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Rotating
Biological
Contactor/
RBC
(aerobik).
b. Up/ Down Flow Anaerobik Filter.
Dalam pelaksanaannya, kedua tipe pertumbuhan
mikroorganisme ini (suspended dan attach)
biasanya tercampur.
Pengolahan air limbah secara biologis.
Pengolahan limbah cair dengan proses
biologi
umumnya
digunakan
untuk
menghilangkan bahan-bahan organik terlarut dan
koloidal.yang membutuhkan biaya yang cukup
mahal
untuk
menghilangkannya,
apabila
dilakukan proses fisika-kimia. Dalam proses
pengolahan limbah secara biologis, partikelpartikel yang sangat halus dan dissolved-organik
diubah menjadi partikel flokulen yang dapat
mengendap dan dapat dipisahkan pada bak
sedimentasi (bak pengendapan).
Terdapat
bermacam-macam
unit
pengolahan limbah cair secara biologi yang telah
dikembangkan dan digunakan dalam stabilitas
limbah cair. Setiap unit berbeda-beda dalam
rancangan dan kondisi operasinya.
Pada bak pengendapan pertama, partikel
diskrit dapat diendapkan secara efisien (proses
fisika), sedangkan pada pengolahan biologis
pemisahan material organic baik yang soluble
ataupun koloid dapat dilakukan secara efisien
pada bak pengendapan kedua.
Diagram alir :
Influen

Pengendap I

Aeration
Tank

Pengendap I

Desinfeksi

Sludge

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

Efluen Efluen

II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar
2.1.2
diagram
pengendapan ke dua

alir

pada

bak

Actived Sludge
Activated sludge sangat umum digunakan
dalam proses pengolahan air limbah dalam skala
industri besar.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
merencanakan activated sludge :
1. Loading kriteria.
2. Pemilihan tipe reactor.
3. Lumpur
yang
dihasilkan
dan
pengendaliannya.
4. Kebutuhan oksigen.
5. Kebutuhan nutrien.
6. Lingkungan.
7. Solid separation.
8. Karakteristik efluen.
Hingga saat ini, loading criteria yang umum
dipergunakan adalah :
1. Food to microorganism ratio (F/ M)
2. Mean cell residence time (c).
(Literatur : Agustiani, E., Ir., M.Eng, Diktat Kuliah PLIK,
2002, Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS, Surabaya)

Activated
sludge
adalah
alternatif
konvensional bagi biofiltrasi. Air limbah yang
telah diendapkan dibawa ke suatu tangki aerasi di
mana oksigen disediakan baik dengan cara
agitasi mekanis atau dengan aerasi yang
didifusikan. Bakteri yang tumbuh pada air yang
telah diendapkan dihilangkan pada sedimentasi
kedua tingkatan tinggi, untuk memelihara
konsentrasi sel tinggi (2000 8000 mg/l) di dalam
tangki aerasi sebagian sludge disirkulasikan ulang
dari tangki sedimentasi ke inlet tangki aerasi.
Sludge beberapa banyak padatan lembab (inert
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
solid),
tetapi
komponen
utamanya
dapat
menjadikannya lepas, struktur, flokulan adalah
bakteri dari protozoa yang hidup atau aktif
sehingga di mana activated sludge (Lumpur
aktif).
Sistem sistem Activated Sludge :
Sistem konvensional adalah reactor aliran
sumbat yang dioperasikan dengan siklus ulang
sel. Oksigen disediakan pada tingkatan yang
seragam di seluruh tangki aerasi. Walaupun
kebutuhan oksigen secara bertahap menurun
disepanjang tangki. Untuk mengatasi buangan
dapat dilakukan pengurangan oksigen secara
bertahap disepanjang tangki (modifikasi ini
disebut
tepered
aeration),
atau
efluen
ditambahkan dalam beberapa tingkat yaitu
proses yang disebut stepped aeration (aerasi
bertingkat). Dalam semua system ini waktu
retensi yang biasa adalah 8 12 jam pada debit
rata rata. Dalam proses kontak stabilisasi kedua
fase penghilangan BOD dipisahkan dalam kontak
tangki aerasi. Untuk penangkapan padatan dan
adsorpsi disediakan waktu yang pendek (0,5 1
jam), padatan akan mengendap bersama aliran
activated
sludge
yang
terjadi
ditangki
sedimentasi kedua dan kemudian diaerasi selama
2 4 jam, untuk pelarutan dan oksidasi sehingga
mereaktivasi activated sludge. Modifikasi ini
hanya cocok untuk bahan buangan yang memiliki
BOD sebagian besar berupa padatan tersuspensi
dan koloid, tetapi dalam hal dapat diperoleh
reduksi dalam arti modal dan biaya operasi,
karena volume totalnya sangat berkurang.
Apabila periode dalam proses konvensional
diperpanjang sampai 18 48 jam tingkatan
otolisir sludge akan bertambah dan akan
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
dihasilkan sludge yang jauh lebih sedikit. Prinsip
extended aeration ini merupakan dasar dari
saluran oksidasi (oksidation ditch).
(Literatur : Diktat Pengolahan Air Limbah Domistik Teknik
Lingkungan ITS)

Beban organic (organic loading) dalam


suatu
unit
pengolahan
limbah
biologis,
dinyatakan oleh rasio F/M (Food/Microorganism).
Pengolahan dengan menggunakan activated
sludge didesain dengan basis loading, atau
jumlah zat organic (makanan) yang diolah
terhadap mikroba yang ada di reactor. Baik food
maupun organisme sangat sulit diukur dengan
aurat sehingga engineer memperkirakan Food
dengan kg BOD/liter.hari dan mikroorganisme
dalam dalam kg MLSS/liter.
Percobaan aerasi dengan activated sludge
pertama sekali dilakukan oleh Adern dan Lockett
(Manchester 1994). Unit terpenting dalam
activated sludge adalah adalah tangki aerator
atau vessel tempat terjadinya reaksi biokimia. Di
dalam aerator tersebut limbah organic dicampur
dengan lumpur aktif sehingga disebut mixed
liquor yang akan diaerasi selama jangka waktu
tertentu. Activated sludge terdiri dari kumpulan
mikroorganisme heterogen yang terdiri dari
bakteri, jamur, dan protozoa. Bakteri akan
mendegradasikan suspenden solid yang terdapat
di limbah menjadi sludge yang mudah dipisah
dan dibuang.
Salah satu proses biologi yang banyak
digunakan adalah proses lumpur aktif. Proses
lumpur aktif merupakan proses aerobik, pada
proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur)
yang terdispersi, pada flok inilah akan terjadi
proses
degradasi.
Proses
lumpur
aktif
berlangsung dalam reaktor dengan pencampuran
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-14
Bab II Tinjauan Pustaka
sempurna dilengkapi dengan umpan balik
(recycle) lumpur dan cairanya.
Proses lumpur aktif dirancang untuk
mendapatkan
kualitas
air
limbah
hasil
pengolahan (effluen) yang spesifik sedangkan
tujuan dalam mengatur dan mengendalikan
kondisi operasional adalah untuk memastikan
bahwa kualitas effluen terjaga dengan biaya
operasional yang minimal.
Kualitas effluen dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah:
1. Variasi laju alir, BOD dan padatan tersuspensi
pada air limbah yang diolah.
2. Fluktuasi dalam parameter operasi yaitu umur
lumpur; perbandingan jumlah substrat dengan
masa mikroba (F/M ratio); kondisi lumpur
aktif; perbandingan umpan balik (recycle
ratio) dan konsentrasi lumpur dalam umpan
balik;
serta
kecepatan
pengeluaran/pembuangan lumpur.
3. Kebutuhan/suplai oksigen.
4. Temperatur, angin dan lain-lain.
(Literatur : Forlink.com, Paket Terapan Produksi Bersih pada
Industri Tekstil- Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses
Biologi)

Mikroorganisme,
yang
aktivitasnya
dibutuhkan
untuk
mengoperasikan
proses
pengolahan air limbah secara biologis, terdiri dari
bakteri, ganggang dan protozoa. Beberapa jenis
bakteri dan protozoa, seperti juga virus,
merupakan
patogen
bagi
manusia.
Oleh
karenanya, pengontrolan terhadap kehadirannya
di dalam lingkungan merupakan hal yang sangat
penting dan dengan pengolahan air limbah yang
efisien hal ini dapat dicapai. Pengolahan air
limbah juga sangat efektif untuk mengurangi
insiden penyakit yang disebabkan oleh cacing
dan parasit usus.
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
Namun, mikroba mempunyai peranan yang
lebih positif dalam pengolahan air limbah. Bakteri
merupakan pengurai utama bahan buangan
organik. Jadi, bangunan pengolah bahan buangan
secara biologis harus dirancang sedemikian rupa
agar memungkinkan bakteri tumbuh, sehingga
bahan buangan dapat teroksidasi sampai
tingkatan maksimal.

II. 2 Aplikasi Industri


Pengolahan Sampah Organik Secara
Anaerobik Untuk Memproduksi Biogas
Sebagai Energi Terbarukan
Pendahuluan
Peningkatan
jumlah
penduduk
telah
menjadikan terkonsentrasinya penduduk pada
lokasi-lokasi tertentu yang kemudian membentuk
sistem masyarakat dengan penduduk padat atau
masyarakat
kota.
Terbentuknya
sistem
masyarakat ini telah melahirkan berbagai
masalah yang suit dihindarkan, salah satunya
adalah masalah sampah. Dengan melihat
permasalahan sampah dan penyediaan energi di
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
Indonesia maka dapat dipertimbangkan usaha
pengolahan sampah menjadi biogas. Usaha ini
akan memerlukan biaya yang rendah dan
memiliki nilai ekonomi serta dapat melibatkan
masyarakat secara langsung. Potensi pengolahan
sampah untuk menghasilkan biogas sampah
sangat besar mengingat sampah dapat diperoleh
dari timbunan sampah di tempat pembuangan
akhir atau sampah yang dikumpulkan dari rumah
tangga. Konversi sampah menjadi biogas akan
dapat mengurangi beban pemerintah untuk
subsidi bahan bakar minyak. Dalam penelitian ini
akan dilakukan usaha untuk memproduksi biogas
dari sampah kota dengan modifikasi proses
fermentasi untuk menghasilkan biogas dengan
menambahkan kadar air dalam digester dan
dengan mencampurnya dengan kotoran sapi
sebagai starter penumbuh bakteri.
METODOLOGI
Sampah diambil dari tempat pembuangan
sampah pasar tradisional kemudian dilakukan
pemisahan bahan-bahan anorganik. Sampah
yang telah dipisahkan komponen non organiknya
diencerkan dengan air dan dikecilkan ukurannya
sampai dengan 1x1 mm. Sampah yang telah
dikecilkan ukurannya ini digunakan sebagai feed
bahan organik yang akan dimasukkan kedalam
digester sebagai bahan baku pembuatan biogas.
Sebelum feed sampah dimasukkan, dilakukan
pembiakan mikroba yanga akan diperlukan dalam
proses fermentasi sampah (seeding) dengan cara
memasukkan sejumlah kotoran sapi ke dalam
digester anaerob. Kotoran sapi dibiarkan didalam
digester sampai mengalami proses fermentasi
dan terbentuk biogas. Setelah dihasilkan biogas
dilakukan proses penggantian bahan organik
Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah
D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
dalam digester dengan memasukkan sejumlah
bebann sampah (feeding), dimulai dari beban
sampah dengan kadar padatan 1% selama
beberapa hari dan kemudian beban sampah
dengan kadar padatan 3%. Dalam percobaan ini
digunakan hydraulic retantion time 15 hari biogas
yang terbentuk ditampung di dalam gas holder
dan diukur suhu, tekanan dan volume yang
dihasilkan per hari.
HASIL PERCOBAAN DAN KESIMPULAN
Dari data yang diperoleh menunjukkan
kecenderungan laju produksi lebih tinggi jika suhu
lingkungan lebih tinggi, demikian pula umur
sampah menentukan produksi biogas. Suhu yang
meningkat akan menyebabkan aktifitas bakteri
meningkat sehingga menambah laju produksi
gas. Sampah yang masih baru akan memerlukan
waktu yang lebih lama untuk degradasi tetapi
akan memberikan nutrient yang lebih banyak
kepada bakteri karena belum terdegradasi secara
biologis. Sampah
yang masih baru jika
dimasukkan
ke
dalam
digester
akan
menyebabkan laju produksi biogas menurun
tetapi
selanjutnya
akan
menaikkan
laju
produksinya. Ini dikarenakan pada kondisi awal
memasukkan sampah bakteri memerlukan waktu
yang lebih lama untuk adaptasi dan selanjutnya
degradasi berjalan lebih cepat karena tersedianya
nutrisi

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah


D3 Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai